Bagi Jasmine Mariana, menikah dengan Kevin Prakarsa merupakan tantangan sulit lantaran lelaki itu memiliki sikap yang dingin, wajah datar, seperti tidak memiliki gairah hidup. Ia terpaksa menerima lamaran dadakan Kevin lantaran lelaki itu berjanji akan melunasi utang ayahnya. Saat kehidupan barunya dimulai sebagai istri Kevin, banyak hal yang terjadi dalam hidupnya. Dari mantan istri Kevin yang masih menemui lelaki itu, sampai hal tak terduga lainnya datang menghampirinya. Oleh sebab itu, Jasmine sering menyebutnya; menikah dengan Kevin bukan akhir dari segalanya. Lalu, akankah Jasmine bertahan dalam pernikahannya?
View More“Ma-maksud Bapak apa ya? Saya tidak mengerti apa yang Bapak bicarakan,” katanya tergagap. “Da-dari mana Bapak tahu ... jika ayah saya memiliki utang?" tanya Jasmine lagi dengan semua kebingungan yang ada pada dirinya.
"Menikah denganku, dan kamu tidak perlu memikirkan utang orang tuamu lagi. Perlu kamu ketahui, aku tidak akan mengatakannya lagi. Jadi, buat keputusanmu sekarang juga!"
Meski sedang duduk berhadapan dan terhalang sebuah meja, Jasmine bisa membayangkan postur tegap dan atletis lelaki tampan di hadapannya itu. Sepasang mata elang, hidung mancung, dan bibir tanpa senyum itu menguarkan aura yang sulit diabaikan.
Tapi, bukan ini yang dibayangkan Jasmine ketika menerima tawaran interview kerja. Baru beberapa menit duduk di hadapan calon bosnya ini, bukannya mendapat pertanyaan seputar pengalaman kerja, dia malah dilamar! Apakah dia sudah gila?
Kevin Prakarsa—pemimpin perusahaan retail Diamond Group yang sudah berdiri sejak dua puluh tahun lamanya—melipat tangan dengan angkuh.
'Kamu belum berubah juga,' ucapnya dalam hati. Kemudian menghela napas kasar menatap wajah Jasmine.
"Kamu tidak perlu tahu saya tahu dari mana. Katakan saja! Berapa utang yang ayah kamu miliki?" Pria itu berucap dingin dan tidak sabaran, menciptakan atmosfer menegangkan di ruangan itu.
Gadis cantik berambut panjang itu tidak langsung menjawab. Sepasang mata teduhnya mengedip-edip bingung.
Jasmine terlalu terkejut dengan situasi yang dihadapinya sekarang. Ditambah tatapan tajam Kevin yang terus tertuju padanya, membuat Jasmine merasa terintimidasi.
Kevin Prakarsa bukan tanpa alasan ingin menikahi Jasmine. Setelah dua tahun lamanya menjadi duda lantaran malas mencari pasangan dan juga trauma akan pernikahan yang sempat gagal itu, ia akhirnya memutuskan untuk mencari calon istri lagi.
Pria itu ingin terhindar dari gangguan Desi, mantan istri yang terus mengganggunya, berharap Kevin mau kembali padanya.
“Maaf, Pak, jika saya lancang. Tapi kita bahkan belum pernah bertemu sebelumnya…,” ucap Jasmine setelah beberapa saat terdiam. Dia menatap pria tampan di hadapannya dengan tatapan penuh selidik. “Bapak kenal saya?”
Jasmine sungguh tidak mengerti mengapa Kevin tiba-tiba melamarnya dan bagaimana dia tahu tentang situasinya. Tapi yang jelas, ini benar-benar tidak masuk akal.
“Tidak. Saya memang tidak mengenal kamu, tapi saya tahu segala sesuatu tentang kamu,” jawabnya, menatap Jasmine tepat di manik matanya.
Jawaban lugas dari Kevin justru membuat Jasmine semakin bingung dan rasa curiga perlahan tumbuh dalam benaknya.
Dia tahu pasti pria di hadapannya ini adalah salah satu petinggi perusahaan, dilihat dari penampilan dan juga sikapnya yang bossy. Terlebih lagi, ruangan yang seharusnya menjadi tempat wawancaranya berada di ruangan eksekutif. Sudah barang pasti, Kevin Prakarsa adalah orang penting di perusahaan ini.
Tapi tetap saja, tidak ada hubungannya dengan menikah!
Kevin yang sadar betapa curiganya Jasmine padanya, tersenyum miring. “Saya bukan penipu,” katanya singkat, membuyarkan lamunan Jasmine seketika.
“Jadi? Berapa utang ayah kamu?” Kevin kembali bertanya, setelah Jasmine tidak berhenti memberikan tatapan menilai.
"Ha-hampir satu milyar, Pak," ucap Jasmine dengan pelan. Rasanya malu, karena sudah menyebutkan nominal utang yang dimiliki ayahnya itu di hadapan pria yang baru saja dia kenal. Apalagi pria itu bermaksud menikahinya dan bahkan melunasi semua utang yang entah kapan bisa ia lunasi sendiri.
Kevin manggut-manggut. "Sebanding dengan semua yang akan saya lakukan pada kamu," ucapnya.
Jasmine benar-benar tak tahu harus menjawab apa. Apakah pria ini benar-benar sudah gila? Utang ayahnya hampir satu miliar dan Kevin bersedia melunasinya hanya dengan menikah?
"Tapi, Pak…"
Kevin menganggukkan kepalanya sekilas, memotong ucapan Jasmine. "Saya paham. Sebenarnya saya juga tidak ingin membuat kamu kena serangan jantung tiba-tiba."
Jasmine semakin tak mengerti dengan ucapan yang membuat kepalanya pusing. 'Maksudnya apa coba. Ini orang kenapa sih? Otaknya geser kali ya?' Jasmine berucap dalam hati.
"Jasmine?"
“I-iya, Pak?" ucapnya terkejut.
"Kamu ... ingin utang ayah kamu lunas, kan?" tanya Kevin kembali.
Jasmine mengangguk pelan. Tentu saja dia ingin utang ayahnya lunas. Sebab itulah dia ke sana-sini untuk mencari pekerjaan.
"Tentu saja, Pak. Saya mencari kerja karena ingin melunasi utang ayah saya. Tapi tentu bukan dengan cara menjual diri,” ucap Jasmine sambil menekankan ujung kalimatnya.
Kevin agak terkejut mendengar ucapan Jasmine. Memang benar, secara tidak langsung dia membeli gadis ini, tapi toh tidak ada yang dirugikan dari penawaran ini bukan?
“Dengar, Jasmine. Saya tahu situasi kamu sedang sulit. Penawaran saya justru akan sangat membantu kamu, bukankah begitu?”
Jasmine tidak menjawab.
“Saya paham kalau kamu terkejut, dan mungkin juga sedang dilema. Tapi kesempatan seperti ini tidak akan datang dua kali. Kamu hanya perlu menikah dengan saya, dan semua utang ayah kamu akan saya lunasi. Adil, kan?”
Penuturan Kevin mau tidak mau membuat Jasmine kembali berpikir.
“Tapi… kenapa harus saya?”
Kevin menghela napas lagi. Kesabarannya benar-benar mulai menipis dan gadis di hadapannya ini masih saja bertele-tele.
“Tidak harus kamu. Hanya saja, saya mulai lelah mencari calon istri!” ujar Kevin dengan ketus. “Jadi bagaimana? Anggap saja saya menolong kamu, dan kamu menolong saya.”
Dari sekian banyak kandidat calon istri yang dicari oleh asistennya, Kevin merasa Jasmine adalah kandidat yang paling memungkinkan untuk menerima tawarannya.
Setelah ia selidiki, Jasmine punya latar belakang yang cukup baik. Dia tidak pernah bermasalah. Ya, minus utang ayahnya. Utang itu juga sebenarnya karena ayahnya jadi korban penipuan.
Dan yang paling penting, Jasmine tidak terlibat hubungan dengan siapa-siapa saat ini.
Kevin kemudian menjelaskan bagaimana dia mengetahui semua tentang Jasmine. Dia mengaku telah menyeledikinya sebelum mereka bertemu hari ini.
Hal itu tentu saja membuat Jasmine merasa tidak nyaman dan kalau bisa ia ingin menuntut Kevin karena sudah melanggar privasinya. Tapi di mana lagi dia bisa mendapatkan satu miliar dengan mudah?
"Saya ... boleh pikir-pikir dulu nggak, Pak?" tanya Jasmine setelah terdiam cukup lama. Tawaran Kevin memang terdengar menggiurkan, tapi Jasmine tidak mau gegabah. Bisa saja lelaki itu punya maksud jahat.
Kevin berdecak kesal. "Saya tidak suka menunggu. Kalau kamu setuju, kita ke rumah kamu sekarang juga. Kalau tidak, silakan keluar dari ruangan ini!”
Jasmine menelan saliva. Dia tahu ini sangat konyol. Tapi satu miliar adalah angka yang jauh di luar jangkauannya. Menikah dengan pria tampan nan dingin ini tentu tidak akan sesulit mencari uang satu miliar, kan?
“Ta-tapi bagaimana saya tahu kalau bapak tidak menipu saya? Bagaimanapun juga kita tidak saling mengenal,” kata gadis itu takut-takut. Dia bahkan tidak berani menatap Kevin.
Kevin menghela napas kasar, kesabarannya tinggal seujung kuku. Dia mengambil cek di laci mejanya, lalu menulis nominal yang dibutuhkan Jasmine. Ia menyerahkan cek yang sudah ia tanda tangani pada gadis itu.
“Cek satu miliar ini jadi milik kamu. Anggap saja saya membeli kamu untuk menjadi istri saya. Selamanya. Seumur hidup!" ucapnya penuh penekanan.
Jasmine semakin tegang mendengar ucapan Kevin. Bukan hanya menikah sementara, tapi seumur hidup? Dia pasti sedang bercanda!
Justin mengangguk setuju. “Kamu bener, Jasmine. Si Kevin bakal rugi kalau nggak mau Gita dijodohin sama anakku. Orang ganteng-ganteng gini. Iya, nggak?”Jasmine terkekeh sembari menganggukkan kepalanya. “Yang ini namanya siapa, Pak? Kan, sudah ada di sini.”“Anak yang pertama yang mana, yaa?” tanya Justin. Ia pun bingung mana anak pertama dan anak kedua.“Yang pertama yang sedang diberi ASI, Pak. Yang ini anak kedua,” kata perawat memberi tahu Justin.“Awas! Jangan sampai keliru. Wajahnya nggak mirip banget kok, Mas. Yang pertama lebih mirip kamu.”Justin menggaruk rambutnya kembali. Ia masih belum bisa membedakan kedua anaknya itu. Kemudian memberikan cengiran kepada istrinya itu.“Nanti beli baju dikasih nama masing-masing. Pesan dua ratus jenis baju beda-beda. Terus border, biar nggak keliru. Aku belum bisa membedakan mana yang pertama dan mana yang kedua,” ucapnya jujur.Selena menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah kocak suaminya itu. “Terserah kamu aja!”Justin kembali m
Rosita menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Iya, Pa. Semoga nggak gila kayak papanya aja.”Kini, Antony tak bisa menahan tawanya. Mentertawakan Justin, kapan lagi. Sementara orang yang sedang mereka bicarakan tidak peduli bahkan tidak menyadari.“Justin!” panggil Antony kemudian.Justin menatap sang papa dengan malas. “Ada apa sih, Pa?” tanyanya dengan lemas.“Nama anak-anak kamu, sudah kamu siapkan?”Justin mengangguk pelan. “Udah. Kasih tau kalau Selena udah bangun.”“Dua jam lagi bangun, Justin. Kamu hitung saja. Tebakan Papa pasti bener.”Justin tak peduli. Yang ia pedulikan kini menatap Selena agar tidak tertinggal saat Selena membuka matanya.Kevin dan Jasmine baru saja tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari orang tua Justin mengenai Selena yang sudah melahirkan kedua anaknya itu. Sementara orang tua Selena masih di jalan menuju rumah sakit."Belum sadar juga?" tanya Kevin kepada ada kedua orang tua Justin. Karena ia tahu Justin tidak akan menjawab pertanyaannya.Ros
Pria itu lantas mengecup kening sang istri. “Kita akan segera melihat bayi-bayi kita. Walaupun harus melakukan perawatan terlebih dahulu di ikubator. “Selena mengulas senyum tipis. “Jangan ke mana-mana, Mas. Temani aku saat operasi nanti.”“Of course, Sayang. Aku akan menemani kamu sampai si twins keluar. Kamu jangan khawatir. Sebelum kamu meminta, aku sudah berniat akan menemani kamu.”Hati Selena sangat tenang mendengarnya. Ia kemudian menjatuhkan kepalanya di bahu Justin. “Terima kasih untuk cinta dan sayang kamu, Mas Justin. Kamu adalah alasan aku untuk bertahan dan berjuang untuk bayi kembar kita.”Justin mengusapi perut buncit Selena dengan lembut. “Anak-anak, Papa. Kita akan segera bertemu. Jangan buat Mama sakit lagi ya, Sayang-sayangnya Papa.”Selena mengulas senyum tipis kala mendengar percakapan Justin dengan bayi-bayi di dalam perutnya.“Maaf ya, Mas. Aku hanya bisa memberi kamu dua anak. Nggak akan bisa lagi kasih kamu anak lagi,” ucap Selena dengan pelan.Justin terseny
Justin menutup wajahnya dengan kedua tangannya sembari menangis sesenggukan. Pun dengan Selena. Lebih berduka karena kehilangan Diandra yang belum sempat berbaikan itu.“Justin! Selena! Di mana Diandra?”Kevin dan Jasmine baru tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari Selena.“Kenapa kalian menangis? Apa yang terjadi dengan Diandra?” tanya Kevin kembali. Kemudian menoleh ke arah Dokter Felix. “Ada apa dengan Diandra, Dok?”Dokter Felix menghela napas pelan. “Bu Diandra sudah pergi menyusul kakaknya, Pak Kevin.”Kevin menganga. Begitu juga dengan Jasmine. Kevin tersenyum pasi seolah tak percaya dengan ucapan Dokter Felix.“Anda sedang bercanda? Diandra baik-baik saja, Dok! Mana mungkin pergi!” ucap Kevin tak percaya.Dokter mengangguk-anggukan kepalanya. “Saya paham. Kalian semua pasti tidak akan percaya dengan ucapan saya jika tidak melihat langsung jasad Bu Diandra yang masih berada di dalam.”Kevin menoleh ke arah pintu ruang operasi. Kemudian masuk ke dalam dengan tergesa-ge
Justin mengendikan bahunya. "Hanya Giandra yang tahu. Walaupun aku bilang nggak siap, ternyata Giandra siap. Mungkin bisa kamu tanyakan saja pada Giandra langsung.""Nggak mau!""Ya udah kalau nggak mau. Aku gak maksa juga."Selena mengerucutkan bibirnya kemudian menoleh ke arah Diandra. Perempuan itu ternyata melihat kehadiran mereka. "Mas?" panggilnya kemudian."Heung? Kenapa, Sayang?"Selena menunjuk Diandra. "Dia sudah terlanjur melihat kita. Sebaiknya kita masuk ke dalam, Mas. Setidaknya memberi semangat untuk perjuangannya."Justin menoleh ke arah Diandra kemudian menatap Selena kembali. "Ayok!" Justin menggenggam tangan Selena lalu masuk ke dalam ruangan persalinan Diandra.Pria itu menepuk bahu Giandra yang tengah duduk di samping Diandra. "Udah bukaan berapa?" tanya Justin kemudian."Baru dua," ucapnya dengan pelan.Justin manggut-manggut. Sementara Selena menghampiri Diandra yang tengah menahan rasa sakit. Namun, tak bersuara sedikit pun. Hanya mengulas senyumnya kepada Sele
Giandra menghela napas pelan. "Dari mamanya. Amanda datang ke rumah gue sambil bawa Gino. Kasih tau ke Diandra kalau itu anak gue. Bahkan, dia berani tes DNA kalau gue gak mau mengakuinya."Justin menaikkan alisnya sebelah. "Apa maksudnya si Amanda datang ke rumah? Elo gak pernah nengokin anak elo sih! Jadi marah kan, si Amanda."Giandra menelan salivanya. "Gue gak pernah tengok Gino karena ada Fery. Dia yang bilang kalau gue udah gak punya urusan lagi sama Gino. Ya udah, gue menuruti perintah si Fery. Tapi, ternyata dia jebak gue."Justin manggut-manggut. Ia paham maksud arti dari kata menjebak. Karena pada akhirnya Amanda datang ke rumahnya, membawa Gino yang akhirnya membuat Diandra murka karena tidak tahu menau perihal Giandra memiliki anak dari perempuan lain."Terus, kondisi rumah tangga elo gimana sekarang?" tanya Justin kembali.Giandra mengendikan bahunya. "Dari awal Diandra memang gak pernah cinta sama gue. Gue yang udah jatuh cinta sama dia. Bisa dianggap kalau cinta itu be
Kevin memiringkan kepalanya menatap Justin. “Ketemu Diandra di toko donnut? Beliin Selena?”Justin mengangguk. “Iyalah. Buat siapa lagi!”Kevin tersenyum miring. “Ketemu Diandra, terus nyapa elo? Biasanya gak pernah nyapa sama sekali bahkan kata elo udah kayak warga negara asing? Cukup aneh. Mau minta maaf kali, ke elo.”“Minta maaf kok gak bilang waktu ketemu.”“Siapa tahu lupa.”“Mana mungkin lupa. Minta maaf itu harus pake niat. Otomatis pasti akan keinget terus.”“Ya udah. Gue juga gak tahu alasannya kenapa. Yang penting elo bersikap biasa aja sama Diandra.”Justin menghela napas pelan. “Kalau dia mau damai sama gue, semuanya selesai. Tapi, kalau damainya karena lagi berantem sama Giandra, patut dicurigai.”“Pinter! Jangan sampai elo tergoda oleh bujuk rayunya Diandra. Selena jauh lebih baik dari dia. Diandra juga baik. Tapi, istri elo saat ini Selena, bukan Diandra. Dia hanya masa lalu elo. Jangan goyah hanya karena tahu Diandra lagi marahan sama lakinya.”Justin menganggukkan ke
Kini, kondisi Selena sudah terlihat sedikit lebih baik. Hanya main sekali tidak masalah menurutnya.Selena menganggukkan kepalanya. “Silakan, Mas Justin!” ucapnya dengan lembut.Justin lantas mengecup kening Selena dan mengulas senyumnya. “Terima kasih, Sayang. Aku janji, hanya kelembutan yang akan aku lakukan padamu.”Selena mengangguk. “I trust you!”Justin pun memulainya. Membuka seluruh pakaian yang ia kenakan. Kemudian pakaian Selena. Penetrasi terlebih dahulu tentunya. Walau sinyal itu sudah terpancar begitu terang, Justin tidak akan selonong boy begitu saja.Memanjakan istri juga harus. Agar menggapai kenikmatan masing-masing. Tak ingin egois adalah salah satu sikap Justin yang paling baik jika dalam hal berhubungan intim.**Pagi hari telah tiba. Terik matahari mulai menyinari bumi. Mengintip di balik tirai jendela, mencoba masuk ke dalam tirai jendela kamar. Tidur terlelap setelah pergumulan semalam yang menurut Selena begitu indah.Penuh dengan kelembutan sesuai dengan janji
Justin menghela napasnya. “Surat ini … sengaja dia kasih ke kamu agar kamu membalas cinta dia? Selama ini kamu pura-pura cinta sama aku, padahal mencintai Andrian. Begitu?”Jelas perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tangannya beradu karena harus mencari alasan yang logis agar Justin tidak marah padanya.“Lalu apa, Selena?” tanya Justin dengan suara menekan.Selena menghela napas pelan. “Maaf, Mas. Aku hanya ingin menyimpannya sebagai kenang-kenangan dari dia. Nggak ada lagi selain itu. Soal cinta, aku hanya mencintai kamu. Nggak ada lagi selain kamu.”Selena menatap Justin agar pria itu tahu, dia sedang berbicara dengan serius. Agar Justin paham dan mengurungkan niatnya untuk memarahinya.Justin memang tak berani memarahi Selena dalam keadaan hamil seperti ini. Yang dia lakukan hanya memutus kalung tersebut kemudian membuangnya dengan kasar ke lantai.Mata Selena hanya bisa menatap kalung yang kini sudah hancur itu. Sementara Justin pergi dari kamar tersebut. Namun, saa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments