Emily sadar bahwa dirinya hanyalah istri kedua dari Arnold, pria yang sudah lama ia cintai. Hanya saja, ia begitu pedih karena setiap malam Arnold menjadikannya boneka pemuas dan mesin pencetak ahli warisnya. Hingga kejadian tak terduga antara Emily dan CEO utu membuat semuanya berubah.... Kejadian apakah itu? Mampukah Emily bertahan dan melanjutkan pernikahannya? Di sisi lain, bagaimana perasaan Arnold sebenarnya?
View MoreArnold mengulurkan tangannya kepada Emily namun bukannya disambut, Emily hanya menatap uluran tangan tersebut. Nyonya Ruby tersenyum, bagaimanapun juga dia sadar bahwa anaknya telah dengan sengaja menyakiti Emily. Tapi awal mula permasalahan mereka justru datang darinya. Dia yang membawa Emily masuk ke dalam rumah tangga Arnold dan Sarah. Dia yang menginginkan Emily menjadi istri Arnold di saat sang anak tengah tergila gila dengan istri psikopatnya. Jadi, dirinya juga harus ikut bertanggung jawab atas luka yang Emily rasakan. Diraihnya tangan Emily dan disatukannya dengan tangan Arnold. "Biarkan suamimu mengantarkanmu pulang!" ucapnya sembari mengusap dua tangan yang sudah bersatu itu. Seulas senyum terbit di bibir Arnold. Tapi wajah Emily masih saja datar. Emily akhirnya mengangguk dan pasrah saja saat Arnold membawanya ke mobil. Sepanjang perjalanan menuju kediaman Emily, Arnold tidak henti tersenyum, sesekali mencuri pandang ke arah Emily yang menatap lurus ke depan,
"Nyo-Nyonya tadi ke rumah mengambil kalung pemberian ibunya yang ditinggalkan nyonya di dalam lemari pakaiannya dan sekarang Nyonya berjalan menuju bus yang ada di sana," tunjuknya ke arah depan. Arnold segera masuk ke dalam mobil dan melajukan nya dengan kecepatan tinggi berharap bisa bertemu Emily dan membawanya kembali. Mobil Arnold menepi tepat di belakang Bus yang baru saja Emily masuki. "Emily!" tangannya terangkat namun kembali dijatuhkannya di atas setir. Arnold lalu memukul setir kemudinya karena kesal. Hanya terlambat beberapa detik dan dia harus kehilangan kesempatan ini. Bus melaju dengan pelan, Arnold akhirnya memutuskan untuk mengikuti bus yang membawa Emily untuk memastikan bahwa istrinya sampai ke rumah dalam keadaan selamat. Perhentian pertama, Arnold ikut menepikan mobilnya. Tidak disangka ternyata Emily turun dan berjalan menuju Mall. Arnold kembali melajukan mobilnya dan memarkirkannya di parkiran Mall dengan tetap mengikuti arah langkah Emily. Saat keluar d
"Katakan Nyonya, apa yang harus saya lakukan?" Sebagai penebus kesalahannya di masa lalu yang pernah turut andil dalam luka batin yang Emily rasakan, Sally akan melakukan apa saja yang Emily minta. "Tolong ambilkan perhiasan yang ku simpan di dalam lemari pakaianku!" "Perhiasan Nyonya?" Emily mengangguk dengan cepat. "Nyonya, maafkan saya. Perhiasan Nyonya beberapa minggu yang lalu di ambil oleh Nyonya Sarah. Dan saat Nyonya Ruby tahu, semua perhiasan akhirnya dibawa ke kediaman Nyonya Ruby." "Bukan, bukan perhiasan yang ada di laci meja riasku, tapi perhiasan yang aku taruh di dalam lemari pakaianku, di bawah tumpukan baju-bajuku, Sally. Kalung pemberian ibuku." Harta satu-satunya yang Emily miliki saat ini. Emily membutuhkan uang untuk memulai usaha. Dia berencana membuka kedai tapi dia tidak memiliki cukup uang dan tidak ada harta yang ditinggalkan kedua orang tuanya selain rumah yang ditempatinya sekarang. "Tapi saya takut menggeledah lemari Nyonya, takut kalau Tua
Jovanka setengah berlari menghampiri Arlen yang masih mengetuk pintu depan kediaman Emily. Arlen tampak membawa paper bag di tangan sebelah kirinya. Tok! Tok! Tok! Sudah lebih dari 3 menit Arlen mengetuk, namun si empunya rumah belum kunjung membukakan pintu. "Emily! Apa kau ada di rumah?" Arlen setengah berteriak memanggil Emily. Arlen kebingungan sejak pulang dari Manchester, dia tidak bisa menghubungi Emily karena handphonenya ditinggalkan di hotel. Menurut Mike, Emily juga sudah mengajukan surat pengunduran dirinya. Arlen masih coba mengetuk pintu sambil memanggil nama Emily ketika tangan putih mulus melingkar di perutnya. Arlen sontak menoleh. "Jovanka!" Arlen kaget bukan main, dia membalik badannya dengan tangan Jovanka yang masih melingkar di pinggangnya, Jovanka tidak melepaskannya. Arlen tidak menyangka Jovanka ada di London. "Kau kembali ke London?" Jovanka mengangguk sambil tersenyum, dibenamkannya dirinya ke dalam pelukan Arlen. "Aku ingin memperbaiki kesalahan
Emily bangun pagi sekali, dia kesulitan tidur karena memikirkan sidang perdana Sarah hari ini. Selain Arnold, Emily juga turut mengajukan tuntutan kepada Sarah atas gugurnya kandungannya waktu itu. Dari rangkaian pahitnya kehidupannya di rumah Arnold, Sarah berperan penting sebagai salah satu penyebabnya. "Aku harus mendapatkan keadilan, wanita licik itu harus mendapat hukuman yang setimpal." Dengan menaiki taksi, Emily sudah tiba di pengadilan setengah jam sebelum sidang dimulai. Belum ada orang yang Emily kenal, Emily menunggu sendirian di depan ruang sidang. Satu persatu orang berdatangan dan memasuki ruang sidang. Emily ikut masuk dan memilih tempat duduk paling depan. Sejak memasuki ruang sidang, jantung Emily berdebar kencang, terlebih saat Majelis Hakim, Penuntut Umum dan Kuasa Hukum memasuki ruang sidang dan menempati posisinya. "Kau sendirian?" Emily menoleh, Arnold duduk di sampingnya sambil tersenyum, tidak lama Nyonya Ruby dan Tuan William menyusul dan duduk di ku
Tidak ada yang bisa Arnold lakukan, daripada kehilangan Emily selamanya, lebih baik mengalah dulu saja. Kalau Emily berada di rumah mendiang orang tuanya masih jauh lebih baik daripada berada di rumah Arlen. "Jangan tampakkan wajahmu lagi disini!" ucapnya sambil mendorong Arnold dan membanting pintunya. Emily mengunci pintu dan bersandar di belakangnya sambil memejamkan mata. "Jaga dirimu, aku sangat mencintaimu!" Samar, Emily mendengar suara Arnold sebelum suara langkah kaki menjauh dan setelahnya sepi… Emily kembali sendirian, tanpa orang tua, tanpa suami, tanpa siapapun. Tok.. Tok.. Tok.. Pintu kembali diketuk, Emily sudah siap memaki Arnold. Dibukanya pintu, namun bukan Arnold yang datang melainkan Jovanka. "Hai Emily!" Senyum sinis nya masih sama seperti saat mereka terakhir bertemu. "Mau apa kau kesini?" tanya Emily dingin. "Apa hubunganmu dengan Arnold? Bukannya Arlen bilang kau adalah kekasihnya, lalu kenapa Arnold menemuimu?" Emily mengernyitkan keningnya bingung.
Matahari belum terbit saat suara handphone Emily membangunkan wanita itu. Dengan mata yang masih tertutup, Emily meraih handphonenya yang tergeletak di samping bantal dan mengangkat panggilan itu. 'Ya, halo.' 'Emily, kau ada di mana?' Mata Emily sontak terbuka lebar, suara yang sangat dikenalnya. 'Dari mana kau tahu nomor handphoneku, Arnold?' bentakan Emily tidak tampak selayaknya orang yang berapi-api, saking terlalu lembut dirinya. 'Emily aku akan menjemputmu, katakan di mana kau berada!' 'Bukan urusanmu!' jawab Emily ketus sambil menekan tombol reject. Emily menghela nafasnya dan melempar handphonenya ke sembarang arah. Sesaat matanya terpaku pada cincin berlian yang ada di jari manisnya. Tadi malam Arlen memintanya untuk menikah dengannya namun detik berikutnya Emily harus menerima kenyataan pahit. Emily beranjak dari tidurnya dan bergegas mengemasi barangnya, pagi-pagi sekali dia pergi meninggalkan hotel tanpa mengabari Arlen. Sementara itu di kamarnya, Arlen terbangu
Kedatangan Arlen dan Emily disambut oleh pegawai restoran di depan pintu masuk. "Maaf apa Anda sudah memesan meja?" "Ya, atas nama Arlen Sebastian." Setelah memeriksa nama yang Arlen sebutkan di layar komputer, dengan sopan pegawai restoran langsung mengantarkan mereka berdua ke lantai atas. Sesampainya di lantai dua, Emily mengedarkan pandangannya ke sekeliling, tak nampak ada orang lain di sana, hanya ada mereka bertiga. Arlen dengan sigap menarik kan kursi untuk Emily. "Silahkan duduk, Sayangku." Emily lantas duduk dengan raut bingung. "Apa lagi ini Arlen?" tanyanya gugup. Untuk kesekian kalinya, perlakuan Arlen yang mungkin biasa bagi pasangan kekasih lainnya, tapi bagi Emily ini sungguh luar biasa. "Berarti aku harusnya mendapatkan satu kecupan di sini!" tunjuk Arlen ke pipi kirinya. Emily menunduk, wajahnya merona. Setelah memesan makan malam kepada waiters yang tadi mengantar mereka, keduanya mengobrol ringan. Masih seputar hubungan mereka yang semakin dekat walaup
Sarah menangis sesenggukan, penampilannya saat ini sungguh miris. Jauh dari kata cantik dan anggun. Sarah yang dulu cantik dan menawan kini terlihat kumal dan acak-acakan. Arnold memejamkan matanya demi meminimalisir rasa sesak di dadanya. Empat tahun wanita yang ada di hadapannya ini sudah menipunya dan bodohnya ia sangat percaya padanya. "Aku datang ke sini hanya untuk memastikan bahwa kamu mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatanmu!" Rahang Arnold mengeras, sebenarnya penjara saja tidak cukup untuk kesalahan yang Sarah perbuat. Namun Arnold masih punya sedikit rasa iba dan menyerahkan semuanya kepada pihak yang berwajib. "Arnold! Kamu berubah semenjak wanita murahan itu hadir dalam pernikahan kita! Kamu bahkan tega memenjarakan ku agar bisa bersamanya bukan, Si Jalang Emily!" Mendengar Sarah mengatai Emily, amarah Arnold kembali tersulut. "DIAM! Kamu yang tidak tahu diri! Aku tidak menyangka kamu rela melakukan apa saja hanya untuk memenuhi hasratmu! Aku benar-benar
“Aku sudah membelimu, jadi lahirkan anak laki-laki untukku.” Diangkatnya dagu Emily dan ditatapnya mata sayu yang tampak berkaca-kaca tersebut. Dengan sekali sentak Arnold merobek gaun tidur tipis yang dikenakan Emily. Sorot matanya berkabut tatkala melihat tubuh polos tanpa cela di hadapannya. Kulit Emily yang putih seputih susu menggugah Arnold untuk melabuhkan jemarinya, halus dan hangat hingga membuat Arnold tak kuasa membendung hasratnya yang menggelora. Ditelannya salivanya, atensi Arnold kini sepenuhnya tercurah pada keindahan tubuh mungil Emily yang memiliki lekuk yang sangat indah. Ukuran dadanya yang di atas rata-rata membuat keindahan itu semakin sempurna. Ditambah lagi hidungnya lancip dengan bibir penuh berwarna pink menggoda. Arnold akhirnya mengungkung tubuh Emily di bawahnya. Seringaian terbit di wajah tampannya. "Buka pahamu!" titahnya dengan mata berkabut. Emily masih bergeming, dia menutup rapat kedua kakinya dan menyilangkan kedua tangannya di dadan...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments