Shania menikah dengan Alex, meskipun tahu lelaki itu memiliki kekasih, Maura. Malam pertama mereka berubah menjadi malapetaka ketika Alex, dalam keadaan mabuk, memaksa Shania untuk menunaikan kewajiban sebagai istri. Shania merasa sakit dan trauma. Harapannya seolah sirna, dan kini ia harus memilih antara mempertahankan martabatnya, melawan Alex atau menerima kenyataan pahit menjadi orang asing di kehidupan pernikahannya sendiri.
View MoreShania terlihat santai saat menikmati sarapan pagi ditemani kecipak ikan dalam kolam. Duduk di balkon taman yang berhadapan dengan kolam ikan, sungguh suasana syahdu dengan udara pagi yang sangat sejuk, yang membuat jiwa dan pikiran Shania sehat. Kehamilan Shania sekarang yang sudah besar, sudah tidak lagi membuatnya mabuk. Tapi, membawa bayi di dalam perut, berjalan ke sana ke sini dengan perut besar, sungguh menjadi pekerjaan baru baginya. Meskipun begitu, Shania melakukannya dengan perasaan bahagia. Kesehatannya yang jauh lebih baik itu, tentu saja tak lepas karena campur tangan seseorang. Saat Shania selesai dengan roti dan makanan pendamping lainnya, indra pendengarannya menangkap suara mesin mobil masuk ke area garasi. Tak berapa lama, sosok wanita yang selama ini selalu ada membersamainya, muncul dengan wajah yang ceria dan bahagia. "Hai, Sayang. Sudah sarapan?" Hanum, mamanya Alex mencium dan memeluk sang menantu. "Sudah, Mah. Baru saja." Shania tersenyum saat membalas p
Brian melihat wajah penuh penyesalan yang tampak di wajah sahabatnya. Entah apa karena sudah mengabaikan sosok sang istri yang selama ini begitu mencintainya, atau karena kepergian perempuan itu hingga membuatnya berada dalam masalah sekarang. "Kamu tahu, Lex. Aku bertanya-tanya sejak kemarin, kenapa kamu tiba-tiba peduli mengenai Shania?""Apa maksudmu?" Alex bertanya tak mengerti. Dalam sikap sesal yang ia rasakan karena sudah melewati banyak hal, kini ia dihadapkan satu pertanyaan sahabatnya sendiri yang justru bingung dengan sikapnya yang tiba-tiba berubah. "Bukan, selama ini sejak kamu kembali menjalin hubungan dengan Maura, aku perhatikan kamu cuek dan tak peduli dengan omongan orang tuamu. Kamu bahkan berani melawan Tante Hanum di pesta pernikahanmu dengan Shania waktu itu."Alex diam mendengarkan. Kalimat Brian mengingatkan dirinya tentang sikapnya selama ini. "Kamu tahu resiko yang akan kamu dapatkan bila kembali menjalin hubungan dengan Maura, sebab sejak awal papamu tida
Setelah kunjungan ke kediaman orang tuanya, Alex jadi terus kepikiran akan ucapan sang mama. Rumah yang besar yang sebelumnya ia tempati bersama Shania, terasa kosong dan sepi. Hal itulah yang membuatnya tinggal di apartemen bersama Maura. Aksinya hanya karena tak ingin mengingat sosok Shania yang tidak tahu di mana keberadaannya setelah pergi dari rumah. Namun, anehnya Alex malah tidak semangat untuk mengerjakan apapun saat menginap di apartemen. Pekerjaannya menjadi terlantar hingga akhirnya ia meminta Brian menyelesaikan semua tugas yang belum tuntas. Sepekan Alex telah menjadi sosok yang lain. Hidupnya mendadak berubah setelah hanya berdiam diri dengan minuman alkohol yang menemaninya dalam lamunan. Maura bukan tidak menegur. Wanita itu bahkan sampai harus mengencangkan volume suaranya biar Alex dengar. Tapi, usahanya semua sia-sia. Mereka malah bertengkar setiap hari karena sikap Alex yang keras kepala. Akhir dari pelarian Alex saat dirinya mendapat kabar dari Brian, bahwasan
Alex terlihat tak baik ketika memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Selama hampir lebih dari seminggu ia tinggal di apartemen bersama Maura, tiba-tiba saja ia ingin pulang. "Papa sudah mulai mencariku. Aku akan ada dalam masalah kalau masih tetap berada di sini.""Kalau gitu aku akan temani kamu," ucap Maura yang khawatir dengan kondisi Alex. "Tidak usah. Aku mau sendiri dulu."Maura menatap Alex tak suka. "Ya sudah aku akan antar kamu pulang," ucap Maura seraya beranjak hendak mengambil tas miliknya. "Tidak usah. Aku bisa pulang sendiri.""Tapi, kamu sedang tidak dalam kondisi baik, Lex."Lelaki itu tampak tak peduli. "Aku sehat. Jangan lihat aku seolah aku orang yang tidak waras," jawabnya sedikit kesal. "Kamu memang jadi tidak waras setelah mengunjungi mamamu. Aku bahkan tidak tahu apa saja yang terjadi di sana. Kamu selalu diam setiap aku tanya." Maura mulai terpancing karena sikap keras kepala Alex. Alex yang tengah bersiap pergi, sejenak berhenti bergerak. Ia memandang Maur
Sudah beberapa hari sejak Alex mengunjungi kediaman orang tuanya, sejak itu juga ia terlihat tidak masuk kantor. Asisten pribadi Jimmy, bahkan sampai mendatangani Alex di rumahnya. Namun, lelaki itu tidak ada di sana. Jimmy marah besar karena sang putra melupakan tanggung jawabnya sebagai seorang pimpinan dengan bolos bekerja berhari-hari, melewati beberapa meeting dengan para klien hingga harus re-schedule berkali-kali. Pengusaha itu bahkan harus memerintahkan sang asisten untuk mencari tahu di mana keberadaan Alex. Hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya sebab dirinya bukanlah seorang ayah yang ikut campur urusan anaknya. "Apakah Anda yakin, Pak?" tanya Hery, asisten pribadi Jimmy. "Yakin apa, Her?" Jimmy bertanya balik. "Mencari tahu atau memata-matai Mas Alex."Jimmy mengerutkan keningnya. "Apakah masalah untukmu?""Tidak sama sekali, Pak. Tapi, ini jauh dari kebiasaan Anda."Jimmy menggeleng. "Aku tahu, tapi anak ini sudah keterlaluan. Banyak pekerjaan yang terbengkalai
Rachel dan Ethan mampir ke sebuah restoran di sekitaran bandara. Setelah Ethan terlambat bertemu dengan Shania, lelaki itu meminta waktu sebentar untuk berbicara dengan Rachel. "Tapi, aku tak bisa lama." Rachel kembali mengingatkan lelaki di depannya. "Kamu sudah mengatakan itu sebanyak tiga kali." Ethan menyahut dengan wajah gemas, tapi tak menghilangkan raut sedih sebab kepergian Shania. "Tenang saja, aku tak akan lupa. Aku juga harus kembali ke kantor secepatnya." Ethan meyakinkan gadis di depannya untuk tidak perlu khawatir. "Aku cuma mau tahu, apakah Shania telah berpisah dengan Alex?"Rachel tidak terkejut sama sekali. Setelah menghadapi permasalahan Shania, terlalu banyak kejutan demi kejutan yang tidak ia pikirkan sebelumnya. Termasuk tentang berdirinya Ethan di bandara sesaat setelah Shania masuk ke area boarding, yang tidak Rachel sangka sama sekali. "Kamu belum jawab pertanyaanku," sahut Rachel, tidak langsung menjawab pertanyaan Ethan barusan. "Shania mengabariku sema
Suasana bandara tampak ramai ketika Shania tiba. Bersama Rachel yang setia menemani dari sejak di vila sampai keduanya sampai di mana ia akan memulai kehidupan barunya ke tempat sang tante. Wajah Rachel terlihat sembab. Dari sejak membantu Shania mengemasi barang-barang pribadinya, lalu dalam perjalanan di tengah fokusnya menyetir, Rachel terus menangis. "Sudahlah, Chel. Kalau kamu seperti itu, nanti aku disangka penjahat yang sedang menculik gadis muda tahu enggak!" Shania menggeleng kesal. "Makanya, kalau kamu enggak mau aku nangis, batalin rencana kamu ini." Rachel mulai mengancam. Shania yang sedang melihat papan keberangkatan pesawat, sontak menatap Rachel yang malah melanjutkan tangisnya. "Tolong jangan bahas ini lagi, Chel. Kamu sendiri 'kan kemarin bilang, akan membantuku melupakan semua. Kamu juga bilang, akan menyempatkan untuk mengunjungiku ke sana.""Iya, tapi itu waktu sebelum mama masuk rumah sakit. Aku dilema sekarang karena mama dalam kondisi yang membutuhkan perh
Sore hari setelah siangnya bertemu dengan sang papa, Alex sengaja mampir ke rumah orang tuanya. Selain sudah lama tidak mengunjungi sang mama, ia juga mau mencari tahu apa saja yang Shania lakukan saat pagi datang. 'Dia bahkan tidak mengabariku setelah pergi dari rumah? Tapi, tiba-tiba saja ia datang ke sini,' gumam Alex kesal. Lelaki itu turun dari mobilnya, lalu berjalan menuju teras. Biasanya ia akan masuk melewati garasi, tapi kali ini ia sengaja masuk melalui pintu depan.Seorang pelayan membukakan pintu ketika Alex mengetuk pintu dua kali. "Mas Alex! Selamat malam, Mas.""Malam, Bi. Mama ada?" tanya Alex sambil celingak celinguk ke arah dalam rumah. "Ada, Mas.""Kalau papa? Kayanya belum, ya? Mobilnya enggak ada." Alex bertanya sembari melihat ke arah halaman rumah. Tak tampak mobil mewah milik papanya di sana. "Iya, Mas. Kalau bapak belum pulang. Soalnya tadi juga berangkatnya agak siang."Alex mengangguk mengerti. Ia tahu papanya berangkat siang karena ada rapat, dan kebe
Alex tiba di sebuah restoran yang jaraknya tak jauh dari rumah. Namun ternyata sang papa sudah berada di salah satu meja panjang yang ada di sudut restoran, tampak galak ketika ia menghampiri dan menyapa lelaki paruh baya tersebut. "Kamu terlambat, Lex." Jimmy berkata sinis. Alex yang harus mendaratkan bokongnya di atas kursi, berusaha membalas kalimat papanya itu dengan nada becanda. "Partner bisnis kita juga belum datang bukan? Itu artinya aku belum terlambat," ucapnya sembari terkekeh. Jimmy menatap Alex tak suka. "Mereka sudah datang."Alex sontak mengedarkan pandangannya, mencari orang yang papanya maksud. "Di mana? Aku tidak lihat ada siapapun di sini kecuali kita."Jimmy terlihat mengambil menu di atas meja, lalu pelayan yang berdiri tak jauh darinya bergegas menghampiri. "Calamari dan Nacos." Jimmy menyebut dua menu makanan ringan yang langsung ditulis oleh si pelayan. "Kami akan segera menyiapkannya untuk Anda." Pelayan lantas pergi setelah mencatat pesanan Jimmy. Jimm
Malam itu Shania berdiri di depan cermin, memandang wajahnya yang lesu. Ia merasa terjebak dalam kehidupan yang tidak diinginkannya. Pernikahan dengan Alex, putra keluarga kaya, terasa seperti sebuah kesepakatan bisnis, bukan persatuan cinta.Shania masih ingat jika teman kuliahnya itu adalah kekasih Maura, primadona kampus yang selalu mendapatkan perhatian semua orang, baik mahasiswa juga dosen. Cinta keduanya yang dulu selalu penuh gairah, kerap membuat iri siapa saja yang melihat, termasuk dirinya yang sudah lama jatuh cinta pada teman masa kecilnya itu. "Shania, sudah waktunya," panggil ibunya dari luar kamar.Ia mengambil napas dalam-dalam dan keluar, menuju ke malam pernikahan yang akan mengubah hidupnya selamanya.Shania melangkah ke aula pernikahan yang megah dan mewah yang sudah dipenuhi para tamu undangan. Ia melihat Alex, calon suaminya, yang tampan dalam balutan jas putih yang membuatnya bak pangeran berkuda, tersenyum menatapnya. Namun, Shania tahu jika senyum lelaki itu...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments