Home / Romansa / Pengantin yang Tak Diinginkan / Malam Pertama yang Tak Terduga

Share

Malam Pertama yang Tak Terduga

Author: Ummu Amay
last update Last Updated: 2025-01-08 17:53:22

Shania tersudut dan takut. Ia tidak siap untuk melakukan hal tersebut, terutama bersama Alex. Namun, ciuman pertama yang ia simpan selama ini, harus ia relakan pada lelaki yang tak mencintainya itu.

"Alex, tolong ... aku belum siap," kata Shania, berusaha melepaskan diri dalam kuluman liar sang suami. Selain itu, bau alkohol begitu menyengat, membuat kepala Shania menjadi pusing.

Alex melepaskan. Ia menatap Shania dengan mata tajam dan dingin. "Kau belum siap? Kita sudah menikah, Shania. Lakukan tugasmu sebagai seorang istri."

Alex kembali memaksa. Ia kemudian melepas gaun pengantin yang Shania kenakan hingga membuat gadis itu setengah telanjang.

Seketika Alex berdiri mematung saat menatap keindahan tubuh istrinya itu. Sontak Shania menutup tubuhnya dengan kedua tangan. Tatapan sang suami membuatnya risih, tapi juga gugup.

Namun, ketika Alex hendak kembali mendekat, tiba-tiba terdengar suara pesan masuk di ponselnya. Ia melihat layar dan terkejut.

"Apa ada yang penting?" tanya Victoria.

Alex tidak menjawab. Ia keluar dari kamar, meninggalkan Shania sendirian. Shania merasa sakit hati dan kecewa. Ia tidak mengerti mengapa Alex berperilaku seperti itu. Ia pun menangis dan merenungkan nasibnya.

'Aku mencintaimu, Alex, tapi kenapa kamu begini,' bisik Shania pada dirinya sendiri.

'Mengapa kamu menikahiku kalau tidak mencintaiku? Ada alasan apa yang membuatmu tega menyakitiku seperti ini?' gumam Shania masih menangis.

Beberapa saat kemudian Shania menyudahi tangisnya. Meski sakit hati karena ditinggalkan, tapi ia juga lega karena malam pertama mereka gagal. Hanya saja sekarang ia penasaran.

"Kemana dia pergi?" tanya Shania pada dirinya sendiri. Ia mencoba mengingat tatapan terakhir Alex sebelum pergi.

'Apakah ada hubungan antara pesan di ponselnya dan kepergiannya? Siapa yang mengirim pesan itu?'

Shania kemudian memutuskan untuk mencari tahu tentang orang yang sudah mengirim pesan kepada Alex. Ia mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi sang suami. Tapi, sayangnya tidak dijawab.

'Siapa yang bisa membuatnya pergi begitu saja? Apakah ada seseorang yang begitu penting di dalam hidupnya yang bisa membuat Alex meninggalkan malam pertamanya?'

Shania yang merasa lelah dan kecewa memutuskan untuk tidak memikirkan Alex lagi dan memilih untuk beristirahat. "Aku akan mencoba tidak peduli ke mana kamu pergi. Sudah cukup bagiku," katanya pada dirinya sendiri.

Shania membaringkan diri di tempat tidur, menutup mata tanpa berganti pakaian. Gaun pengantin yang tadi dipaksa lepas, hanya ia naikkan lagi demi kembali menutupi tubuhnya yang hampir telanjang tadi.

Beberapa jam kemudian, Shania terbangun karena suara pintu kamar yang dibuka. Ia melihat Alex berjalan masuk dengan langkah tidak stabil. Wajah dan matanya merah, bahkan napasnya berbau alkohol.

"Alex, kamu kenapa?" tanya Shania, yang terbangun karena suara pintu dibuka.

Alex tidak menjawab. Ia berjalan mendekati tempat tidur dan menjatuhkan diri di atas Shania.

Shania yang kaget, tampak tidak siap. Alhasil saat ini dirinya terkungkung dalam dekapan tangan Alex.

"Kamu harus melakukan tugasmu sebagai istri," kata Alex dengan suara tidak jelas.

Shania merasa takut dan tidak nyaman. "Alex, tidak sekarang. Kamu dalam keadaan mabuk."

Alex memaksa mendekatkan wajahnya. Ia hampir mendaratkan bibirnya di bibir Shania kalau saja gadis itu tidak menghindar.

"Aku ingin kamu melakukan tugasmu sekarang juga!" seru Alex marah.

Shania berusaha melawan, tapi Alex terlalu kuat. Lelaki itu terus memaksa dan tidak peduli dengan perlawanan serta tangisan istrinya. Ia bahkan tidak menyadari apa yang dilakukannya karena mabuk berat.

Dalam kesakitan dan ketakutan, Shania tetap mencoba melawan. Meski pada akhirnya ia merasakan mahkota berharga miliknya terlepas paksa. Mahkota itu jatuh. Simbol kehormatan dan kebahagiaannya telah hancur.

Shania merasa sakit dan trauma. Ia tidak bisa melawan keinginan Alex yang sedang mabuk berat. Semua terasa gelap dan tidak terkontrol.

Keesokan paginya Shania bangun dalam keadaan lemas. Perasaanya kosong dan sakit. Ia telah kehilangan sesuatu yang berharga dan tak bisa dikembalikan.

Malam pertamanya telah hancur. Jauh dari harapan dan keinginannya sebagai seorang wanita. Ia bahkan tak bisa menghadapi sosok Alex yang saat ini masih tertidur dengan napas berat. Lelaki yang sudah merampas miliknya yang berharga meski halal dilakukan.

Shania lalu memilih untuk bangkit dan berdiri. Ia harus mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi kenyataan yang pahit. Sekali lagi ia melihat Alex yang masih tertidur, merasa benci dan sakit. Ia berjalan ke kamar mandi, mencoba membersihkan diri dari kenangan buruk semalam.

Tak lama setelah Shania berada di dalam kamar mandi, Alex terbangun. Ia merasa pusing dan sakit kepala. Dirinya kemudian mencoba melihat sekeliling. Gaun pengantin Shania yang teronggok di atas lantai. Pakaian dalam milik keduanya yang bertebaran berantakan. Lalu, ia melihat sekeliling kasur, tampak seperti habis terjadi keributan di atasnya. Sprei yang kusut dan ada sesuatu terlihat tampak aneh di matanya.

"Apa ini?" tanya Alex seraya mendekat dan memastikan bercak kotor berwarna merah.

Seketika Alex teringat dengan kejadian semalam. Meski tidak terlalu jelas, tapi ia sadar telah melakukan sesuatu terhadap istrinya.

'Shania,' gumamnya seraya menarik rambutnya ke belakang. Seketika ia sadar telah mengambil sesuatu yang sangat berharga milik istrinya.

Alex mendengar suara air mengalir dari arah kamar mandi. Ia kemudian bangun dan berjalan ke arah suara.

"Shania!" panggilnya, membuka pintu.

Alex melihat Shania berdiri di depan cermin. Wajahnya pucat dan matanya merah. Namun, Alex tak menunjukkan penyesalan atau belas kasihan. Ia malah tidak menunjukkan emosi sama sekali, begitu tak acuh.

Alex memandang Shania dengan tenang. "Apa yang terjadi semalam adalah hal yang wajar. Kita sudah menikah," katanya dengan nada datar.

Shania merasa terpukul. "Wajar? Kamu menyebutnya wajar? Kamu tidak peduli dengan perasaanku?" tanya Shania, suaranya bergetar.

Shania menatap Alexander dengan mata penuh air mata. "Kamu tidak merasa bersalah? Kamu tidak peduli aku trauma?" tanyanya, suaranya tercekat.

Alex mengangkat bahu. "Aku tidak melakukannya dengan sengaja. Aku mabuk."

"Mabuk?" Shania terkejut. "Itu tidak menjadi alasan untuk memperlakukan aku seperti sampah!"

Alex mendekati Shania, "Jangan berlebihan, Shania. Aku tahu kamu juga senang aku menyentuhmu bukan?" kata Alex suaranya sinis.

Shania menatap Alex tak percaya. "Berlebihan katamu? Aku tahu kamu tidak mencintaiku. Tapi, yang aku tidak mengerti kenapa kamu malah menikahi ku dan bukan Maura? Bahkan, kenapa sampai terjadi peristiwa semalam?" Shania tak mampu menahan rasa sedih dan sakit hatinya.

Alex menghela napas. "Aku tidak ingin ribut. Kita harus terima kenyataan," katanya seolah sedang menghindari pertanyaan Shania padanya.

"Kenyataan apa? Bahwa kamu telah merusak hidupku?" Shania menangis.

Alex berbalik, meninggalkan Shania yang terguncang. Dia keluar dari kamar mandi, meninggalkan istrinya tak peduli.

Shania terjatuh ke lantai, menangis tak terkira. Dia merasa kehilangan dirinya sendiri. "Mengapa ini harus terjadi padaku?" gumam Shania pada dirinya sendiri.

Shania berjalan ke luar, mencari Alex yang tengah berdiri di balkon kamar.

"Kamu tidak merasa bersalah?" tanya Shania, suaranya datar.

Alex tidak menoleh. "Untuk apa? Lagipula kita sudah menikah."

Shania merasa sakit. "Kamu tidak mengerti perasaanku."

Alex berbalik, menatap Shania kesal. Keduanya saling memandang dengan perasaan sama-sama emosi. "Aku tidak ingin membicarakan ini lagi."

Lalu, Alex berjalan menjauhi Shania.

***

Related chapters

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Menyusun Rencana Hidup

    Berusaha melupakan apa yang telah terjadi, Shania memilih untuk berdamai dengan keadaan. Nasi telah menjadi bubur. Seharusnya sejak awal ia menolak ketika lamaran dari keluarga Sebastian datang kepadanya. Tapi, yang Alex katakan memang benar, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Shania sendiri bahagia karena bisa diperistri oleh kawan masa kecilnya itu. Meski ia menyadari jika wanita yang dicintai oleh Alex bukanlah dirinya. Sepekan berlalu sejak pernikahan mereka, Shania kini tinggal bersama Alex di rumah milik suaminya itu. Walau orang tua Shania juga memberikan kado pernikahan berupa rumah yang tak kalah mewah, tapi Alex memaksa supaya ia dan Shania tinggal di rumahnya. "Aku suaminya sekarang. Jadi, apapun yang terjadi, Shania adalah tanggung jawabku."Orang tua mana yang tidak senang melihat putrinya diperhatikan dengan sangat baik oleh suaminya. Kedua orang tua Shania menganggap jika mereka tidak keliru ketika menerima pinangan keluarga Sebastian. Selain hubungan keluarga y

    Last Updated : 2025-01-08
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Kembali Terluka

    Alex marah karena merasa telah dihina oleh Shania. "Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu lakukan? Senang-senang di kafe dan tersenyum bahagia dengan laki-laki lain?"Shania terkejut. "Kamu memata-matai aku?" tanyanya tak percaya. "Kau pikir aku tidak ada kerjaan selain memata-matai kamu.""Lantas, dari mana kamu bisa tahu kalau aku ada acara di kafe?""Brian tidak sengaja melihat kamu di sana." Alex menjawab kesal. "Heh! Anak buahmu ada di sana, lantas di mana bos-nya berada? Apakah sudah ada di rumah? Atau sedang di tempat wanita lain?" tanya Shania menyindir. Shania tidak asal bicara atau menuduh. Ia mulai curiga kalau Alex kerap bersama seorang wanita sebab dari aroma parfum di kemeja kerjanya yang tak sengaja pernah tercium. "Apa maksudmu wanita lain? Tentu saja aku sudah pulang. Kamu lihat sendiri aku sudah ada di sini ketika istrinya baru kembali dari luar." Alex terlihat menyembunyikan sesuatu. "Mana aku tahu. Entahlah, terlalu sulit mempercayai ucapan seorang lelaki ya

    Last Updated : 2025-01-08
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Menutup Diri

    Jam delapan kurang lima menit Shania baru sampai di kantor. Seluruh karyawan sudah datang kecuali dirinya. "Kamu kesiangan, Shania?" tanya Fiersa yang sudah duduk di kursi kerjanya seraya mengaplikasikan lip stick di bibirnya. "He-em. Aku bangun kesiangan." "Kenapa? Begadang?" tanya wanita itu lagi sembari menatap Shania yang tengah menyalakan komputer. "Enggak sengaja begadang. Semalam tumben aku enggak bisa tidur." "Lagi ada masalah?" tanya Fiersa yang melihat keanehan di mata Shania, tetapi tidak ingin menanyakan hal tersebut sebab hubungan mereka yang belum dekat. Ia takut Shania tak enak hati. Shania menggeleng. "Enggak." "Kok bisa? Apa kamu punya penyakit insomnia?" "Enggak juga," jawab Shania kembali menggeleng. "Mungkin emang lagi enggak capek saja," lanjut Shania tersenyum. Fiersa pun mengangguk dan memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. "Ya, mungkin." "Ngomong-ngomong, apa Pak Ethan sudah datang?" "Sudah." "Aduh! Mati aku." Shania terlihat panik. "Kenapa

    Last Updated : 2025-01-08
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Pernikahan yang Tak Diinginkan

    Malam itu Shania berdiri di depan cermin, memandang wajahnya yang lesu. Ia merasa terjebak dalam kehidupan yang tidak diinginkannya. Pernikahan dengan Alex, putra keluarga kaya, terasa seperti sebuah kesepakatan bisnis, bukan persatuan cinta.Shania masih ingat jika teman kuliahnya itu adalah kekasih Maura, primadona kampus yang selalu mendapatkan perhatian semua orang, baik mahasiswa juga dosen. Cinta keduanya yang dulu selalu penuh gairah, kerap membuat iri siapa saja yang melihat, termasuk dirinya yang sudah lama jatuh cinta pada teman masa kecilnya itu. "Shania, sudah waktunya," panggil ibunya dari luar kamar.Ia mengambil napas dalam-dalam dan keluar, menuju ke malam pernikahan yang akan mengubah hidupnya selamanya.Shania melangkah ke aula pernikahan yang megah dan mewah yang sudah dipenuhi para tamu undangan. Ia melihat Alex, calon suaminya, yang tampan dalam balutan jas putih yang membuatnya bak pangeran berkuda, tersenyum menatapnya. Namun, Shania tahu jika senyum lelaki itu

    Last Updated : 2025-01-08

Latest chapter

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Menutup Diri

    Jam delapan kurang lima menit Shania baru sampai di kantor. Seluruh karyawan sudah datang kecuali dirinya. "Kamu kesiangan, Shania?" tanya Fiersa yang sudah duduk di kursi kerjanya seraya mengaplikasikan lip stick di bibirnya. "He-em. Aku bangun kesiangan." "Kenapa? Begadang?" tanya wanita itu lagi sembari menatap Shania yang tengah menyalakan komputer. "Enggak sengaja begadang. Semalam tumben aku enggak bisa tidur." "Lagi ada masalah?" tanya Fiersa yang melihat keanehan di mata Shania, tetapi tidak ingin menanyakan hal tersebut sebab hubungan mereka yang belum dekat. Ia takut Shania tak enak hati. Shania menggeleng. "Enggak." "Kok bisa? Apa kamu punya penyakit insomnia?" "Enggak juga," jawab Shania kembali menggeleng. "Mungkin emang lagi enggak capek saja," lanjut Shania tersenyum. Fiersa pun mengangguk dan memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. "Ya, mungkin." "Ngomong-ngomong, apa Pak Ethan sudah datang?" "Sudah." "Aduh! Mati aku." Shania terlihat panik. "Kenapa

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Kembali Terluka

    Alex marah karena merasa telah dihina oleh Shania. "Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu lakukan? Senang-senang di kafe dan tersenyum bahagia dengan laki-laki lain?"Shania terkejut. "Kamu memata-matai aku?" tanyanya tak percaya. "Kau pikir aku tidak ada kerjaan selain memata-matai kamu.""Lantas, dari mana kamu bisa tahu kalau aku ada acara di kafe?""Brian tidak sengaja melihat kamu di sana." Alex menjawab kesal. "Heh! Anak buahmu ada di sana, lantas di mana bos-nya berada? Apakah sudah ada di rumah? Atau sedang di tempat wanita lain?" tanya Shania menyindir. Shania tidak asal bicara atau menuduh. Ia mulai curiga kalau Alex kerap bersama seorang wanita sebab dari aroma parfum di kemeja kerjanya yang tak sengaja pernah tercium. "Apa maksudmu wanita lain? Tentu saja aku sudah pulang. Kamu lihat sendiri aku sudah ada di sini ketika istrinya baru kembali dari luar." Alex terlihat menyembunyikan sesuatu. "Mana aku tahu. Entahlah, terlalu sulit mempercayai ucapan seorang lelaki ya

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Menyusun Rencana Hidup

    Berusaha melupakan apa yang telah terjadi, Shania memilih untuk berdamai dengan keadaan. Nasi telah menjadi bubur. Seharusnya sejak awal ia menolak ketika lamaran dari keluarga Sebastian datang kepadanya. Tapi, yang Alex katakan memang benar, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Shania sendiri bahagia karena bisa diperistri oleh kawan masa kecilnya itu. Meski ia menyadari jika wanita yang dicintai oleh Alex bukanlah dirinya. Sepekan berlalu sejak pernikahan mereka, Shania kini tinggal bersama Alex di rumah milik suaminya itu. Walau orang tua Shania juga memberikan kado pernikahan berupa rumah yang tak kalah mewah, tapi Alex memaksa supaya ia dan Shania tinggal di rumahnya. "Aku suaminya sekarang. Jadi, apapun yang terjadi, Shania adalah tanggung jawabku."Orang tua mana yang tidak senang melihat putrinya diperhatikan dengan sangat baik oleh suaminya. Kedua orang tua Shania menganggap jika mereka tidak keliru ketika menerima pinangan keluarga Sebastian. Selain hubungan keluarga y

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Malam Pertama yang Tak Terduga

    Shania tersudut dan takut. Ia tidak siap untuk melakukan hal tersebut, terutama bersama Alex. Namun, ciuman pertama yang ia simpan selama ini, harus ia relakan pada lelaki yang tak mencintainya itu. "Alex, tolong ... aku belum siap," kata Shania, berusaha melepaskan diri dalam kuluman liar sang suami. Selain itu, bau alkohol begitu menyengat, membuat kepala Shania menjadi pusing. Alex melepaskan. Ia menatap Shania dengan mata tajam dan dingin. "Kau belum siap? Kita sudah menikah, Shania. Lakukan tugasmu sebagai seorang istri."Alex kembali memaksa. Ia kemudian melepas gaun pengantin yang Shania kenakan hingga membuat gadis itu setengah telanjang. Seketika Alex berdiri mematung saat menatap keindahan tubuh istrinya itu. Sontak Shania menutup tubuhnya dengan kedua tangan. Tatapan sang suami membuatnya risih, tapi juga gugup.Namun, ketika Alex hendak kembali mendekat, tiba-tiba terdengar suara pesan masuk di ponselnya. Ia melihat layar dan terkejut."Apa ada yang penting?" tanya Vict

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Pernikahan yang Tak Diinginkan

    Malam itu Shania berdiri di depan cermin, memandang wajahnya yang lesu. Ia merasa terjebak dalam kehidupan yang tidak diinginkannya. Pernikahan dengan Alex, putra keluarga kaya, terasa seperti sebuah kesepakatan bisnis, bukan persatuan cinta.Shania masih ingat jika teman kuliahnya itu adalah kekasih Maura, primadona kampus yang selalu mendapatkan perhatian semua orang, baik mahasiswa juga dosen. Cinta keduanya yang dulu selalu penuh gairah, kerap membuat iri siapa saja yang melihat, termasuk dirinya yang sudah lama jatuh cinta pada teman masa kecilnya itu. "Shania, sudah waktunya," panggil ibunya dari luar kamar.Ia mengambil napas dalam-dalam dan keluar, menuju ke malam pernikahan yang akan mengubah hidupnya selamanya.Shania melangkah ke aula pernikahan yang megah dan mewah yang sudah dipenuhi para tamu undangan. Ia melihat Alex, calon suaminya, yang tampan dalam balutan jas putih yang membuatnya bak pangeran berkuda, tersenyum menatapnya. Namun, Shania tahu jika senyum lelaki itu

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status