Share

Menutup Diri

Penulis: Ummu Amay
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-08 17:55:11

Jam delapan kurang lima menit Shania baru sampai di kantor. Seluruh karyawan sudah datang kecuali dirinya.

"Kamu kesiangan, Shania?" tanya Fiersa yang sudah duduk di kursi kerjanya seraya mengaplikasikan lip stick di bibirnya.

"He-em. Aku bangun kesiangan."

"Kenapa? Begadang?" tanya wanita itu lagi sembari menatap Shania yang tengah menyalakan komputer.

"Enggak sengaja begadang. Semalam tumben aku enggak bisa tidur."

"Lagi ada masalah?" tanya Fiersa yang melihat keanehan di mata Shania, tetapi tidak ingin menanyakan hal tersebut sebab hubungan mereka yang belum dekat. Ia takut Shania tak enak hati.

Shania menggeleng. "Enggak."

"Kok bisa? Apa kamu punya penyakit insomnia?"

"Enggak juga," jawab Shania kembali menggeleng. "Mungkin emang lagi enggak capek saja," lanjut Shania tersenyum.

Fiersa pun mengangguk dan memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. "Ya, mungkin."

"Ngomong-ngomong, apa Pak Ethan sudah datang?"

"Sudah."

"Aduh! Mati aku." Shania terlihat panik.

"Kenapa kamu mati?" Fiersa menatap heran.

"Ya, malu saja. Masa aku yang karyawan baru bisa datang terlambat. Kalah sama yang punya perusahaan."

Fiersa tertawa mendengar jawaban Shania. "Enggak apa-apa. Lagian kamu enggak terlambat, kok. Pak Ethan-nya saja yang datangnya kepagian."

"Apa beliau memang selalu datang pagi?"

"Enggak juga. Cuma karena lagi ada lelang proyek saja, jadinya Pak Ethan fokus urusin itu."

"Oh," sahut Shania paham. "Apa sudah ada tim yang diminta untuk ngerjain proyek itu? Kamu kepilih?"

"Enggak. Aku 'kan masih junior. Beberapa karyawan senior yang diminta untuk buat desain."

Lagi-lagi Shania mengangguk. "Perusahaan bonafit, ya, yang mau diikuti sama perusahaan kita?"

"Iya." Fiersa mengangguk. Tatapannya sudah fokus ke layar komputer. "PT. A yang ngadain lelangnya."

"PT. A?"

"Iya." Fiersa mengalihkan pandangannya menatap Shania. "Kayanya waktu acara makan-makan di kafe Pak Ethan udah bilang, deh, kalau kita dapatin proyek PT. A beliau akan kasih kita bonus," lanjutnya senang.

Shania mencoba mengingat. Tapi, ia lupa sebab saking bahagianya bisa diterima dengan baik di tempatnya bekerja itu.

"Ini PT. A mana, sih, yang dimaksud?"

"Masa kamu enggak tahu, Shania? Itu loh salah satu perusahaan milik keluarga Sebastian."

"Apa? PT. A milik keluarga Sebastian?" tanya Shania memastikan kalau dirinya tidak salah dengar.

"Iya." Fiersa melihat ekspresi Shania yang terlihat kaget. "Kenapa kamu?"

Shania tampak salah tingkah. Ia lalu meminta maaf tanpa sadar.

"Kenapa kamu minta maaf? Memang kamu salah apa?" Kawan di sebelahnya itu semakin heran.

"Enggak. Cuma aku kaget saja." Shania tersenyum canggung.

Fiersa mengangkat kedua bahunya. "Ya, bukan kamu saja yang kaget. Kami seluruh karyawan juga kaget waktu dengar rencana Pak Ethan yang mau ikut lelang proyek PT. A. Ya ... bukan apa-apa, tapi kamu tahu 'kan perusahaan seperti apa milik keluarga konglomerat itu? Sedangkan perusahaan kita belum pernah menangani proyek besar."

"Kenapa? Padahal yang aku lihat perusahaan ini sudah lama. Para karyawannya juga sepertinya sudah berpengalaman."

"Memang benar, tapi kamu mungkin tahu perusahaan besar seperti PT. A atau lainnya, pasti akan bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang seperti apa?"

Shania cukup mengerti dengan penjelasan yang Fiersa sampaikan. Baginya tak masalah jika Ethan mau ikut lelang, karena itu akan menjadi sebuah pencapaian dalam mendirikan perusahaannya. Namun, masalahnya adalah bagaimana jika Ethan benar-benar mendapatkan lelang proyek itu?

'Semoga saja ini bukan sebuah masalah. Aku bekerja bukan karena ingin bertemu dengannya, tapi justru karena ingin menghindarinya,' batin Shania membayangkan jika sampai Ethan lolos lelang, ia khawatir akan bertemu dengan Alex.

Mengingat sosok Alex, pikiran Shania kembali ke sebuah poto yang ia lihat tadi pagi.

'Itu menyakitkan,' gumamnya.

"Kamu bicara apa, Shania?" tanya Fiersa yang tidak sengaja mendengar gumaman Shania.

"Eh, bukan apa-apa."

**

Shania tiba di rumah. Setelah lelah seharian bekerja, dia berharap suaminya akan menyambutnya dengan normal. Tapi, tak ada Alex di manapun di dalam rumah itu.

"Seharusnya kamu jangan banyak berharap, Shania." Perempuan itu bicara pada dirinya sendiri.

Shania lantas berjalan menuju kamar. Terdengar suara pintu ketika kakinya sudah akan menaiki anak tangga.

Tampak Alex masuk dengan wajahnya yang juga sama lelah. Satu keanehan bagi Shania karena jarang sekali suaminya itu pulang kantor di waktu masih senja.

"Hai, Lex!" sapa Shania saat suaminya itu berjalan mendekat. Tapi, Alex hanya melihatnya sebentar tanpa membalas sapaan dari istrinya itu. Lelaki itu berjalan melewati, lalu mendahului menaiki tangga.

Meski sudah berusaha untuk memantapkan hati, tapi rasa sakit di hati Shania masih saja hadir sebab melihat sikap acuh suaminya itu. Dia kemudian memilih untuk berjalan menyusul, dan masuk ke kamar, menangis.

Shania masih menangis meski saat ini ia sudah berada di dalam bath tub. Perempuan itu merasa sakit hati dan kesepian. Dia merasa benar-benar tidak dicintai atau pun dihargai oleh suaminya. Alex memandangnya sebentar, lalu berpaling dan meninggalkan kamar. Sungguh menyakitkan baginya.

"Setidaknya anggap aku ada. Aku tidak meminta banyak. Bersikap normal saja seperti ketika kita masih berteman." Shania berbicara pada dirinya sendiri, air matanya terus mengalir.

Shania sudah memutuskan untuk tidak peduli lagi dan mengurus dirinya sendiri sejak seminggu dirinya berstatus istri Alex. Namun, rasa itu tidaklah mudah. Sikap Alex selalu membuatnya sakit hati, hingga membuatnya menangis.

"Apa salahku padamu, sampai kamu tega melakukan hal ini padaku? Kalau memang kamu tidak suka menikah denganku, tolong kembalikan aku pada keluargaku," ucap Shania yang pada akhirnya tertidur setelah ritual mandinya selesai.

Namun, tidak ada yang tahan ketika tidur dalam keadaan perut kosong. Itulah yang Shania rasakan setelah satu jam tertidur. Ia terbangun dengan perutnya yang keroncongan.

Dengan muka kusut setelah bangun tidur, Shania berjalan menuju dapur. Seperti biasa, tak ada makanan di atas meja makan kecuali roti dan selai. Karena memang dua pelayan yang Alex pekerjakan hanya diminta untuk mengurus rumah. Urusan makanan, itu menjadi urusan Shania.

"Lagipula kamu hanya makan sendiri. Aku tidak akan ada di rumah saat makan malam. Sarapan, mereka masih bisa membuatkan aku kopi atau sekedar menyiapkan roti bakar."

Meski Alex berkata demikian, tetap saja Shania masak untuk dua porsi. Walau akhirnya sering makanan yang ia buat berujung di tangan satpam rumah atau satpam perumahan.

Seperti malam ini, Shania yang tidak tahu apakah Alex sudah makan malam atau belum, memilih untuk memasak sedikit lebih banyak.

Saat memasak, kembali Shania merasakan kesedihan sebab sikap Alex kepadanya yang tak pernah berubah. Mungkin kedua matanya masih bengkak sekarang, tapi Shania tampak tak peduli.

Di tengah kegiatan masak dan pikirannya yang sedang sedih, tiba-tiba Shania mendengar suara Alex dari arah ruang makan.

"Aku lapar. Apakah kamu masak banyak malam ini?" tanyanya seraya mengambil air dingin dalam lemari es.

"Ya. Sebentar lagi siap," jawabnya pelan.

Mungkin Alex tak peduli sebab setelahnya lelaki itu tidak merespon jawaban Shania barusan. Ia malah kembali ke ruang makan, duduk dan memainkan gadget yang selalu dibawanya kemana pun ia berjalan.

Shania membawa makanan ke ruang makan dan meletakkannya di depan Alex. Perempuan itu tidak menoleh atau pun bicara.

Alex melihat makanan yang disajikan, lalu menatap punggung Shania yang sudah menjauh. Sedangkan Shania sendiri memilih kembali ke dapur dan memutuskan untuk tidak makan bersama Alex.

'Aku yakin kamu tak akan peduli, Lex,' gumam Shania.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Lya
Cerita2 gini suka kasian sma perempuan yang di paksa…sebegitu tdk berharganya ya seorang perempuan,apalgi yg memeperlakukan suami sendiri,pdahal dia sdh bersumpah di depan Allah melalui proses ijab qabul…jgn main2 dgn pernikahan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Terjebak

    Shania berjalan hendak kembali ke dapur. Ia akan makan di sana, sendirian. Dia merasa kesepian dan sakit hati karena Alex tidak pernah berusaha memahami perasaannya."Kenapa kamu tidak pernah peduli?" gumam Shania pelan, berharap Alex mendengar. Alex menoleh mengalihkan pandangan dari gadget-nya. "Apa maksudmu?" tanyanya pada Shania.Shania berbalik, lalu menatap Alex. Ia melihat mata suaminya dengan sedih. "Kamu tidak pernah berbicara denganku, tidak pernah peduli apa yang aku rasakan. Apakah aku hanya sekedar istri yang tidak berarti bagi kamu?"Alex menatap Shania, tapi tidak ada emosi di wajahnya. "Aku sibuk. Aku tidak memiliki waktu untuk membicarakan perasaan."Shania merasa sakit hati mendengar jawaban Alex. Dia merasa tidak dihargai dan tidak dicintai."Sibuk? Kamu selalu sibuk, Lex. Tapi, apakah kamu pernah berpikir aku juga butuh perhatian?" tanyanya dengan suara bergetar.Alex mengangkat bahu dan memalingkan mukanya. "Aku memberikan apa yang kamu butuhkan, bukan? Rumah, u

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Masuk Tim Proyek

    Shania duduk di ruang rapat, menghadapi Ethan dan beberapa rekan kerjanya. Mereka semua membahas tentang lelang proyek yang sedang mereka jalani."Jadi, kita harus membuat presentasi yang sangat baik untuk memenangkan proyek ini," kata Ethan."Aku setuju," kata salah satu rekan kerja Shania. "Kita harus menunjukkan bahwa kita adalah tim yang terbaik untuk proyek ini."Shania mendengarkan dengan saksama, tapi ia tidak bisa menghilangkan perasaan tidak nyaman yang ia rasakan. Ia tahu bahwa proyek ini terkait dengan perusahaan keluarga Sebastian, dan itu membuatnya khawatir."Shania, apa kamu memiliki pendapat tentang proyek ini?" tanya Ethan.Shania mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku ... aku pikir kita harus sangat berhati-hati dalam membuat presentasi. Kita harus menunjukkan bahwa kita adalah tim yang profesional dan terbaik untuk proyek ini."Ethan mengangguk. "Aku setuju.""Kalau begitu, Shania, aku ingin kamu menjadi bagian dari tim presentasi. Aku mau melihat kemamp

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Presentasi

    Shania berdiri di depan Ethan, memegang remote presentasi dan mencoba untuk memantapkan dirinya. Ia telah mempersiapkan presentasi ini selama beberapa hari, tapi ia masih merasa sedikit gugup.Ethan memandangnya dengan serius, tapi juga dengan sedikit senyum. "Siap, Shania?" tanyanya.Shania mengangguk dan memulai presentasinya. Ia menjelaskan tentang konsep desain yang telah dibuat oleh timnya, dan bagaimana desain tersebut dapat memenuhi kebutuhan klien.Ethan mendengarkan dengan saksama, dan sesekali ia memberikan pertanyaan atau komentar. Shania menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan percaya diri, dan ia merasa semakin nyaman seiring berjalannya presentasi.Setelah presentasi selesai, Ethan memberikan senyum dan mengangguk. "Bagus, Shania. Kamu telah mempersiapkan diri dengan baik," ucapnya sembari bertepuk tangan. Kawan-kawan satu timnya juga memberi ucapan selamat karena Shania bisa mempresentasikan desain buatan mereka dengan sangat baik. Shania merasa lega dan bangga

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Diminta Mundur

    Shania telah selesai dengan presentasinya. Tampak Alex memandang hasil desain yang dipresentasikan oleh Shania dengan ekspresi yang tidak setuju. "Saya tidak bisa menerima desain ini," katanya dengan nada yang tegas.Shania tersenyum sedikit. "Apa yang tidak Anda sukai tentang desain ini, Pak Alex?" tanyanya dengan nada yang profesional."Desain ini terlalu mahal dan tidak sesuai dengan visi saya," jawab Alex dengan nada yang tetap tegas.Shania mengangguk. "Saya mengerti kekhawatiran Anda, tapi saya yakin desain ini akan membawa hasil yang baik."Alex memandang Shania dengan ekspresi yang tidak setuju. "Memang Anda tahu apa tentang visi yang saya maksud?" tanya Alex ketus, menatap Shania dengan tatapan tak suka yang begitu kentara. Ethan dan timnya terlihat menarik napas —tampak panik, dan berharap jika Alex tidak marah karena jawaban Shania. "Maaf, begini, Pak Alex. Bisa saya yang menjelaskan lebih sederhana atas rancangan desain tim kami," ucap Ethan tiba-tiba mengambil alih. A

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Konfrontasi dengan Alex

    "Kenapa kamu begitu takut, Alex?" tanya Shania dengan ekspresi tak percaya. "Aku katakan sekali lagi, tidak ada yang aku takutkan. Aku cuma mau kamu mundur." Alex berkata dengan tatapan tajam menatap Shania. "Tapi, aku tidak bisa mundur. Aku sudah terlibat dalam proyek ini," balas Shania yang mencoba mempertahankan martabatnya. Alex tampakmeneguk air mineral yang ada di dalam gelas, lalu membalas ucapan sang istri sambil tersenyum sinis. "Kalau begitu kamu harus menerima konsekuensinya. Aku tidak akan meloloskan desain dari perusahaanmu."Shania memandang Alex dengan ekspresi tidak percaya. "Kamu tidak bisa melakukan itu. Kamu tidak bisa memutuskan nasib perusahaanku hanya karena kamu tidak ingin aku terlibat dalam proyek ini!"Alex memandang Shania dengan ekspresi yang tidak bergeming. "Aku bisa melakukan apa saja yang aku inginkan. Aku adalah klien yang akan memutuskan apakah desain dari perusahaanmu akan diterima atau tidak."Shania merasa frustrasi dan marah. "Kamu tidak adil,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Curhat Sahabat

    Shania duduk di depan meja, memandang Ethan dengan ekspresi yang sedih. "Sepertinya aku tidak bisa melanjutkan proyek ini, Pak," katanya dengan nada yang lembut.Ethan memandang Shania dengan ekspresi terkejut. "Apa? Mengapa?"Shania menghela napas dan memandang ke bawah. "Aku tahu bahwa Alex tidak suka kalau aku masih ada di dalam proyek ini. Aku tidak ingin menjadi penghalang bagi kesuksesan tim."Ethan memandang Shania dengan ekspresi tidak setuju. "Tidak, Shania. Kamu tidak bisa mundur sekarang. Kamu adalah bagian penting dari tim ini. Kita tidak bisa melanjutkan proyek ini tanpa kamu."Shania menggelengkan kepala. "Aku tidak bisa, Pak Ethan. Aku tidak ingin membuat tim ini gagal karena aku."Ethan memandang Shania tegas. "Shania, aku tidak akan membiarkan kamu mundur. Kamu adalah anggota tim yang berharga dan kita membutuhkan kamu. Kita akan menghadapi Alex bersama-sama dan membuktikan bahwa kita bisa melakukannya."Shania memandang Ethan terkejut. Ia tidak menyangka bahwa Ethan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Shania Mencari Solusi

    Shania berdiri di pelataran gedung perusahaan milik keluarga Sebastian, merasa sedikit gugup. Ia telah memutuskan untuk mendatangi kantor Alex dan meminta suaminya itu untuk meloloskan proyek Ethan.Seorang petugas keamanan menyambut Shania dengan sikapnya yang ramah. Setelahnya ia mengantar Shania sampai ke meja resepsionis. "Selamat pagi, Ibu. Ada yang bisa kami bantu?" Seorang petugas front office menyapa Shania sama ramahnya dengan si petugas keamanan. "Saya mau bertemu suami saya." Shania memberi tahu petugas meja depan tersebut, tanpa basa basi. "Baik, mohon tunggu sebentar. Kami akan hubungi sekretaris bapak dulu mengenai kedatangan Ibu."Shania mengangguk dan tersenyum. Ia lalu memilih untuk duduk di lobi menunggu kabar dari si petugas. Shania berencana untuk membicarakan masalah lelang proyek yang sudah Alex putuskan kemarin. Awalnya Shania ingin membahas masalah ini di rumah, tapi Alex tidak pulang ke rumah semalam, entah kemana. Semalaman Shania merasa frustrasi hingga

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Kemunculan Maura

    Shania dibuat terkejut dengan kemunculan Maura di kantor suaminya. Namun, sikap terkejutnya belum seberapa dibanding ucapan Alex ketika memberi tahu sang mantan kekasih bahwa Shania adalah tamunya."Siapa tamu yang kamu maksud?" tanya Maura tak mengerti maksud Alex."Shania sudah mau pulang. Jadi, aku rasa kehadiranmu tidak mengganggu," ucap lelaki itu lembut. Terlebih tatapannya sangat melukai hati Shania, yang selama mereka menikah tidak pernah mendapat perhatian yang serupa seperti apa yang Alex lakukan sekarang kepada Maura.Shania kaget dengan sikap Alex yang begitu perhatian dan lembut, hal yang sangat ia inginkan dari lelaki itu, tapi tak pernah ia dapatkan.Pada akhirnya Shania memutuskan untuk pergi. Namun, ia masih meminta kepada Alex untuk memikirkan permintaannya."Ya, urusanku sudah selesai, Maura. Aku sudah mau pergi karena masih ada pekerjaan yang harus aku selesaikan.""Ah, sayang sekali. Padahal aku masih ingin berbincang denganmu setelah kita tidak bertemu lama, Shan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04

Bab terbaru

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Konfrontasi Alex

    "Rupanya sudah ada penggantiku? Cepat sekali berpindah ke lain hati." Suara sinis dari Alex tiba-tiba Shania dengar saat ia sedang membaca buku di taman belakang rumah. Shania menoleh, menatap wajah Alex yang kesal. "Apa maksudmu?" tanyanya tak mengerti apa yang suaminya katakan. Alex berdiri di ambang pintu yang menghubungkan dapur bersih dengan area taman. Penampilannya masih sama seperti saat Shania bertemu dengan lelaki itu di kantor siang tadi. Jas hitam yang membalut kemeja biru muda, dengan aroma parfum yang Shania tahu bukan milik Alex. 'Tentu saja parfum milik wanita itu. Secara mereka berinteraksi sangat dekat. Tidak mungkin kalau tetesan parfumnya tidak menempel padanya.' Shania membatin dalam hati. Mau kesal, tapi itu sudah hal yang sangat biasa semenjak ia tahu jika kekasih suaminya itu telah kembali. "Jadi, kamu berkoar-koar ingin menyudahi pernikahan ini karena lelaki itu?"Shania menautkan kedua alisnya. "Berkoar-koar? Lelaki?""Ya. Kamu sejak awal ingin menyudahi

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Bertemu Kembali

    Alex mungkin bisa tidak peduli dengan keberadaan Shania, begitu pun sebaliknya. Shania terlihat cuek dan santai ketika harus kembali berhadapan dengan suaminya yang pagi tadi telah berhasil membuatnya menangis. Ketika keduanya bersalaman, bahkan Alex melepaskan jabatan tangan mereka dengan cepat. Darren, asisten Alex, hanya bisa melongo melihat interaksi bos dan istri bosnya itu. Namun, lain dengan Ethan yang justru melihat situasi di depannya itu aneh. Tampak lain dan berbeda. Terlebih ketika keberadaan Maura yang kembali hadir di tengah-tengah meeting mereka siang itu, yang sempat membuatnya heran kalau saja Alex tidak memberi tahu ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh tim Maura. "Sebagai salah satu pemenang proyek, sama seperti kalian," Maura mulai berbicara setelah sebelumnya Alex menyampaikan salam, sapa dan pembukaan. "Saya hanya sedikit mau mengoreksi beberapa coretan desain dari tim kalian yang sudah tim teknisi mulai aplikasikan."Gaya Maura sudah seperti pemilik proyek

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Kecurigaan Bertambah

    Kekhawatiran yang Ethan tunjukkan, bisa Shania baca. Untuk itulah Shania berusaha bersikap santai dan mengangguk setuju ketika lelaki di depannya itu mengajak pergi ke kantor Alex. "Jam berapa kita berangkat?" tanya Shania tersenyum. "Eh, kira-kira sepuluh menit lagi. Masih ada beberapa data yang harus aku selesaikan." Ethan menatap wajah santai Shania dan itu membuatnya sedikit lebih tenang. 'Apa benar bukan Alex? Tapi, aku tidak mungkin salah. Interaksi keduanya terlihat lain setiap aku lihat,' batin Ethan masih menganggap bahwa suami Shania adalah pengusaha muda tersebut. "Baiklah. Kabari aku kalau sudah mau berangkat." Shania tersenyum menjawab. Ethan mengangguk, "Ya."Setelah itu Ethan masuk ke ruangannya, sedangkan Shania mulai memeriksa pekerjaannya yang sudah seminggu ini ia tinggalkan. "Sepuluh menit, setidaknya ada beberapa hal yang bisa aku selesaikan sebelum pergi.""Semangat, Shania?" teriak perempuan itu sembari mengangkat satu tangannya ke udara. Fiersa yang dudu

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Mengingkari Janji

    Kalender di atas nakas telah Shania tandai. Ia lingkari tanggal di mana rencananya ia akan pergi meninggalkan rumah yang ia tempati sekarang. Meninggalkan Alex dan menyudahi rumah tangganya dengan lelaki yang sangat ia cintai itu. 'Satu bulan dari sekarang. Setelah tanggung jawabku selesai, aku harus pergi dari sini. Menyudahi pernikahanku dengan Alex yang memang sejak awal tidak ditakdirkan bersama.'Pagi itu Shania bertemu dengan Alex di meja makan, tapi sang suami tidak memintanya untuk membuat sarapan. Alex yang acuh melihat Shania, mengambil sepotong roti saat istrinya itu lewat dan berjalan menuju dapur. "Kau masih di sini?" tanya Alex tiba-tiba. Terdengar nada menyindir yang begitu kentara. "Apa kamu mengusirku sekarang?"Alex melirik ke arah Shania dan tersenyum sinis. "Aku tidak pernah mengusirmu. Hanya saja beberapa hari kemarin kau tidak pulang ke rumah, aku pikir kau sudah benar-benar pergi."Beberapa hari Shania memang menginap di rumah Rachel. Demi menstabilkan kondis

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Berencana

    "Aku yakin Alex akan melakukannya.""Kapan? Apakah setelah tahu bahwa kamu hamil anaknya, begitu?"Shania menggeleng. "Aku tak akan memberitahunya sampai kapan pun juga.""Lantas, kapan menurutmu?"Shania menatap Rachel yang sudah terbawa emosi. Keyakinan hatinya berkata bahwa Alex akan segera menjatuhkan talak kepadanya. Rachel menghela napas, merasa frustrasi dengan keputusan Shania. "Kamu terlalu percaya diri, Shania. Alex tidak akan pernah menceraikanmu. Ia hanya menggunakanmu untuk kepentingan dirinya sendiri."Shania menggeleng, masih yakin dengan keputusannya. "Aku tidak ingin membicarakan tentang ini lagi, Rachel. Aku sudah capek dengan semua ini."Rachel mengangguk, merasa sedikit bersalah karena telah memaksa Shania untuk membicarakan tentang masalah rumah tangganya. "Baiklah, aku tidak akan membicarakan tentang ini lagi. Tapi, aku ingin kamu tahu bahwa aku akan selalu ada di sini untuk membantumu, tidak peduli apa pun yang terjadi."Shania tersenyum, merasa berterima kasih

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Mencoba Berdamai

    'Jangan macam-macam. Lelaki itu mencintai Shania, sahabatmu sendiri.''Tapi, Shania mencintai Alex. Tidak apa kalau hanya sekedar mengaguminya bukan?'Rachel menggeleng, tersenyum lagi —mencoba untuk mengusir pikiran yang tidak pantas itu. "Baiklah, Pak Ethan. Saya akan mengingatnya."Ethan tertawa. "Saya senang sekali bisa berbicara dengan Anda, Mba Rachel. Anda sangat menyenangkan."Rachel merasa sedikit terkejut dengan komentar Ethan, tapi ia mencoba untuk tidak menunjukkan perasaannya. "Sama-sama, Pak Ethan. Saya juga senang bisa berbicara dengan Anda."Ethan kemudian meminta izin untuk menutup telepon, dan Rachel mengizinkannya. Setelah menutup telepon, Rachel tidak bisa tidak memikirkan tentang Ethan dan perasaannya yang terhadap Shania. Ia berharap bahwa Ethan tidak akan terlalu terluka jika mengetahui bahwa Shania tidak memiliki perasaan yang sama terhadapnya.Setelah berbicara dengan Ethan melalui sambungan telepon, Rachel kemudian meminta asisten rumah tangganya menyiapkan m

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Ada yang Berbunga-bunga

    "Tapi, maaf sebelumnya, kenapa saya melihatnya lain, ya?" Tiba-tiba Rachel tersenyum jahil. "Lain kenapa?" Ethan menatap Rachel bingung. Sedikit mendekatkan kepalanya, Rachel tampak berbisik. "Apakah Anda sudah jatuh hati pada sahabat saya?"Ethan terkejut dengan pertanyaan Rachel. Ia tidak menyangka bahwa Rachel akan bertanya seperti itu padanya. Ia pun mencoba untuk tidak menunjukkan perasaannya yang sebenarnya."Apa maksud Anda?" tanya Ethan berusaha untuk tidak terlihat terkejut.Rachel tersenyum lagi. "Jangan berpura-pura, Pak Ethan. Saya bisa melihat dari cara Anda memandang Shania. Anda memiliki perasaan yang lebih dari sekadar atasan dan bawahan."Ethan merasa sedikit tidak nyaman dengan pertanyaan Rachel. Ia tidak tahu apa yang harus dikatakan."Tidak ada yang seperti itu, Mba Rachel. Saya hanya peduli pada kesehatan Shania karena mengkhawatirkan kondisinya yang sedang hamil," jawab Ethan berusaha untuk membela dirinya.Rachel mengangguk. "Baiklah, saya percaya Anda. Tapi,

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Menutupi Fakta

    Mobil yang Ethan kendarai berhenti tepat di depan pagar rumah keluarga Rachel. "Ini rumahmu?" tanya Ethan tampak takjub dengan kemegahan rumah di depannya. "Bukan," jawab Shania menggeleng. "Itu rumah sahabatku."Shania tengah berbohong, sebab pada kenyataannya ia tak mau Ethan tahu di mana ia tinggal. Sudah cukup lelaki di sampingnya itu curiga akan status pernikahannya dengan Alex, jangan sampai kecurigaannya itu semakin menjadi kenyataan sebab keadaan rumah Alex yang lebih megah dari yang ada di depan mereka saat ini. "Siapa sahabatmu ini? Sepertinya bukan orang sembarangan." Ethan masih memandangi rumah berpagar tinggi berwarna hitam di depannya. "Ya, dia memang orang kaya. Papanya seorang pengusaha.""Benarkah? Siapa?""Bayu Wijaya.""Bayu Wijaya? Setahuku dia cuma punya seorang putri."Shania tersenyum. "Ya, dia sahabatku."Ethan mengangguk. "Aku tahu nama Bayu Wijaya karena waktu itu pernah magang di perusahan milik pengusaha tersebut.""Benarkah? Di bidang yang kamu geluti

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Tebakan Tepat

    Ethan masih melongo di depan dokter. Ia masih belum bisa percaya dengan informasi yang dokter sampaikan barusan. "Apakah benar Shania hamil, Dok?" Ethan bertanya untuk lebih meyakinkan. Dokter tersenyum sembari mengangguk. "Kenapa Anda seperti tidak percaya dengan apa yang saya sampaikan?""Eh, bukan tidak percaya, Dok. Tapi, saya tidak tahu kalau karyawan saya itu sudah menikah."Tak ada sahutan dari dokter mengenai respon Ethan. Lelaki paruh baya berpakaian jas putih itu malah meminta Ethan untuk membawa Shania pulang dan beristirahat. "Pasien terlihat sangat lemah. Mungkin karena makanan yang masuk juga tidak tercerna sempurna. Gejala mabuk dan mual yang dialami, membuat pasien rentan mengalami hal seperti ini. Saran saya, berikan waktu untuk pasien istirahat. Bebaskan ia dari segala pekerjaannya. Minimal beri waktu seminggu hingga kondisinya kembali pulih."Ethan tak mungkin tidak menuruti saran dokter. Ia akan dengan senang hati memberi Shania waktu istirahat demi progress kes

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status