Share

Terjebak

Author: Ummu Amay
last update Last Updated: 2025-02-01 09:57:23

Shania berjalan hendak kembali ke dapur. Ia akan makan di sana, sendirian. Dia merasa kesepian dan sakit hati karena Alex tidak pernah berusaha memahami perasaannya.

"Kenapa kamu tidak pernah peduli?" gumam Shania pelan, berharap Alex mendengar.

Alex menoleh mengalihkan pandangan dari gadget-nya. "Apa maksudmu?" tanyanya pada Shania.

Shania berbalik, lalu menatap Alex. Ia melihat mata suaminya dengan sedih. "Kamu tidak pernah berbicara denganku, tidak pernah peduli apa yang aku rasakan. Apakah aku hanya sekedar istri yang tidak berarti bagi kamu?"

Alex menatap Shania, tapi tidak ada emosi di wajahnya. "Aku sibuk. Aku tidak memiliki waktu untuk membicarakan perasaan."

Shania merasa sakit hati mendengar jawaban Alex. Dia merasa tidak dihargai dan tidak dicintai.

"Sibuk? Kamu selalu sibuk, Lex. Tapi, apakah kamu pernah berpikir aku juga butuh perhatian?" tanyanya dengan suara bergetar.

Alex mengangkat bahu dan memalingkan mukanya.

"Aku memberikan apa yang kamu butuhkan, bukan? Rumah, uang, segalanya. Apa lagi yang kamu inginkan?"

Shania merasa terluka. "Tanpa kamu beri itu semua, aku sudah memilikinya. Aku cuma ingin perhatian, Lex. Aku ingin merasa menjadi bagian dari hidupmu, bukan hanya sekedar istri yang tidak berarti. Minimal anggaplah keberadaan ku di sini, di rumah ini."

Alex menatap Shania dengan dingin. "Kita tidak perlu membahas ini lagi."

"Kita harus membahasnya. Sekarang atau tidak sama sekali?" Shania menatap kesal.

Alex diam dan membiarkan Shania kembali bicara.

"Katakan padaku, apa alasanmu menikahi aku? Padahal aku tahu pasti kalau kamu sangat mencintai Maura."

Alex masih diam. Hanya ekspresinya yang bicara seolah tidak senang ketika nama Maura disebut oleh istrinya itu.

"Katakan, Lex!" pekik Shania kesal. Perut lapar, membuat wanita itu menjadi emosi.

"Tak ada yang harus aku katakan. Aku menikahi mu karena aku mau, sudah itu saja. Tak perlu ada alasan apapun. Lagipula, kamu sendiri tidak menolak lamaranku bukan? Kamu menerimanya dengan senang hati karena kamu memang mengharapkan itu sejak dulu." Alex menatap Shania sinis. "Padahal barusan kamu sendiri bilang kalau aku mencintai Maura," sindir Alex kemudian.

"Jadi, benar kamu masih mencintainya walau perempuan itu sudah meninggalkanmu?"

"Dia tidak meninggalkanku." Alex menatap istrinya marah. "Dan ingat! Itu bukan urusanmu!" hardik Alex, lalu pergi meninggalkan meja makan.

Piring yang sudah terisi nasi, terlihat utuh sebab Alex pergi. Suasana makan malam yang tak pernah romantis, membuat ketegangan di antara mereka seperti sulit dilepaskan.

Shania menatap kekosongan, merasa sakit hati, dan kesepian. Alex benar-benar tidak menghargai apalagi mencintainya.

Sembari menarik napas dalam, Shania memilih beranjak dan meninggalkan meja makan. Lauk pauk serta nasi yang terhidang di atas meja, untuk kali ini Shania abaikan.

Shania tak ingin lagi berdebat dengan Alex. Ia membiarkan suaminya itu pergi entah kemana dengan penampilannya yang casual.

"Kau selalu pergi menghindar tanpa berani menyelesaikan," sindir Shania saat Alex lewat hendak keluar rumah.

Lagi-lagi Alex bersikap tak peduli. Mengambil kunci mobil di atas laci, Alex pergi tanpa bicara sepatah kata pun. Sedangkan Shania akhirnya memilih untuk kembali ke kamar. Mengunci pintu, lalu berbaring dan menangis setelah pertanyaannya untuk kesekian kalinya diabaikan.

**

Bekerja adalah hal terindah yang Shania rasakan setelah menikah Alex. Tak dipedulikan oleh suaminya. Tak dihargai bahkan diabaikan, membuatnya semangat ketika bisa berkumpul dengan kawan-kawan barunya di kantor. Terlebih memiliki atasan yang begitu baik dan perhatian, membuat Shania merasa tak lagi sendiri.

Hari itu Shania tengah duduk di meja kerjanya, menatap layar komputer dengan mata yang terlihat lelah. Ia telah bekerja selama berjam-jam, mencoba menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh Ethan, atasannya.

Tapi, pikirannya tak bisa fokus. Tiba-tiba ia memikirkan tentang kehidupan rumah tangganya yang tidak bahagia. Suaminya, Alex, selalu pergi tanpa memberitahu kemana ia pergi. Hingga sebuah pesan berupa poto dari seseorang masuk ke ponselnya. Sebuah poto yang menunjukkan seorang lelaki yang Shania tahu adalah Alex, tengah bersama seorang perempuan di sebuah restoran. Shania tidak tahu siapa perempuan itu karena wajahnya yang membelakangi kamera. Namun, mereka terlihat mesra dengan Alex yang memeluk perempuan itu.

Saat Shania memikirkan poto tersebut, tiba-tiba telepon di mejanya berdering. Shania mengangkat dan mendengar suara atasannya.

"Iya, Pak Ethan. Ada yang bisa saya bantu?"

"Shania, bisa ke ruangan saya sebentar?"

"Baik, Pak."

Shania beranjak dari meja kerjanya. Ia berjalan menuju ruangan Ethan.

"Ada apa?" tanya Fiersa, teman sebelah meja Shania.

"Bos manggil."

"Oh!" Fiersa mengangguk.

Saat Shania sudah masuk ke dalam ruangan Ethan, lelaki itu mengangguk dan memintanya duduk.

"Shania, saya ingin berbicara denganmu mengenai satu proyek besar yang sedang kita jalani."

Shania mengangguk, "Apakah proyek PT. A?" tanyanya.

"Iya, benar. Saya baru dapat kabar kalau perusahaan kita lolos tahap pertama. Ada lima perusahaan desain lain yang sekarang menjadi kompetitor kita untuk lolos ke tahap selanjutnya."

"Iya, lalu?"

"Saya pikir-pikir setelah melihat pengalaman kerjamu, saya mau kamu bergabung ke dalam tim ini."

"Apa, Pak? Gabung?"

"Iya, Shania. Saya mau ada sentuhan tangan perempuan juga di dalam proyek ini."

Shania mendadak tak nyaman. "Saya ... saya masih karyawan baru, Pak. Saya tidak yakin, apa saya bisa bergabung dengan para senior."

Ethan tersenyum. "Jangan khawatir, Shania. Saya percaya kamu memiliki kemampuan yang sangat baik dan bisa membantu tim kami mendapatkan proyek ini. Kamu juga akan menambah pengalaman baru kalau gabung dalam tim ini."

Shania masih merasa ragu. "Tapi, saya ... saya masih tidak yakin, Pak. Saya pikir masih ada yang lain, seperti Fiersa atau Muti misalnya?" Shania menyodorkan dua nama karyawan yang sudah lebih dulu bekerja di sana.

"Fiersa dan Muti sudah saya rencanakan gabung ke dalam proyek lain. Bahkan proyek ini sudah siap berjalan."

"Apakah mereka sudah tahu hal ini?" Shania tampak khawatir. Ia tidak mau menimbulkan kesenjangan di antara para karyawan karena rencana Ethan itu.

"Oh, sudah. Mereka berdua sudah saya beri tahu tadi."

"Benarkah?" tanya Shania ragu, sebab Fiersa tidak mengatakan apa-apa kepadanya mengenai hal tersebut.

"Ya. Tinggal tersisa kamu, Shania," jawab Ethan. "Saya sengaja memasukkan kamu sebab melihat salah satu pengalaman kamu di sebuah perusahaan yang sepertinya cocok dengan PT. A ini," lanjut lelaki itu lagi.

"Tapi, Pak Ethan, saya masih ragu."

"Shania, saya sudah memutuskan, kamu akan bergabung dengan tim proyek ini. Saya akan memberikan semua informasi yang kamu butuhkan dan kamu akan mulai bekerja sama dengan tim besok."

Shania merasa terjebak. Ia tidak menolak keputusan Ethan. Ia hanya bisa mengangguk, dan menerima keputusan itu.

'Ini bukan yang aku mau,' gumam Shania, melangkah gontai meninggalkan ruangan Ethan.

***

Related chapters

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Masuk Tim Proyek

    Shania duduk di ruang rapat, menghadapi Ethan dan beberapa rekan kerjanya. Mereka semua membahas tentang lelang proyek yang sedang mereka jalani."Jadi, kita harus membuat presentasi yang sangat baik untuk memenangkan proyek ini," kata Ethan."Aku setuju," kata salah satu rekan kerja Shania. "Kita harus menunjukkan bahwa kita adalah tim yang terbaik untuk proyek ini."Shania mendengarkan dengan saksama, tapi ia tidak bisa menghilangkan perasaan tidak nyaman yang ia rasakan. Ia tahu bahwa proyek ini terkait dengan perusahaan keluarga Sebastian, dan itu membuatnya khawatir."Shania, apa kamu memiliki pendapat tentang proyek ini?" tanya Ethan.Shania mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku ... aku pikir kita harus sangat berhati-hati dalam membuat presentasi. Kita harus menunjukkan bahwa kita adalah tim yang profesional dan terbaik untuk proyek ini."Ethan mengangguk. "Aku setuju.""Kalau begitu, Shania, aku ingin kamu menjadi bagian dari tim presentasi. Aku mau melihat kemamp

    Last Updated : 2025-02-01
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Presentasi

    Shania berdiri di depan Ethan, memegang remote presentasi dan mencoba untuk memantapkan dirinya. Ia telah mempersiapkan presentasi ini selama beberapa hari, tapi ia masih merasa sedikit gugup.Ethan memandangnya dengan serius, tapi juga dengan sedikit senyum. "Siap, Shania?" tanyanya.Shania mengangguk dan memulai presentasinya. Ia menjelaskan tentang konsep desain yang telah dibuat oleh timnya, dan bagaimana desain tersebut dapat memenuhi kebutuhan klien.Ethan mendengarkan dengan saksama, dan sesekali ia memberikan pertanyaan atau komentar. Shania menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan percaya diri, dan ia merasa semakin nyaman seiring berjalannya presentasi.Setelah presentasi selesai, Ethan memberikan senyum dan mengangguk. "Bagus, Shania. Kamu telah mempersiapkan diri dengan baik," ucapnya sembari bertepuk tangan. Kawan-kawan satu timnya juga memberi ucapan selamat karena Shania bisa mempresentasikan desain buatan mereka dengan sangat baik. Shania merasa lega dan bangga

    Last Updated : 2025-02-01
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Diminta Mundur

    Shania telah selesai dengan presentasinya. Tampak Alex memandang hasil desain yang dipresentasikan oleh Shania dengan ekspresi yang tidak setuju. "Saya tidak bisa menerima desain ini," katanya dengan nada yang tegas.Shania tersenyum sedikit. "Apa yang tidak Anda sukai tentang desain ini, Pak Alex?" tanyanya dengan nada yang profesional."Desain ini terlalu mahal dan tidak sesuai dengan visi saya," jawab Alex dengan nada yang tetap tegas.Shania mengangguk. "Saya mengerti kekhawatiran Anda, tapi saya yakin desain ini akan membawa hasil yang baik."Alex memandang Shania dengan ekspresi yang tidak setuju. "Memang Anda tahu apa tentang visi yang saya maksud?" tanya Alex ketus, menatap Shania dengan tatapan tak suka yang begitu kentara. Ethan dan timnya terlihat menarik napas —tampak panik, dan berharap jika Alex tidak marah karena jawaban Shania. "Maaf, begini, Pak Alex. Bisa saya yang menjelaskan lebih sederhana atas rancangan desain tim kami," ucap Ethan tiba-tiba mengambil alih. A

    Last Updated : 2025-02-02
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Konfrontasi dengan Alex

    "Kenapa kamu begitu takut, Alex?" tanya Shania dengan ekspresi tak percaya. "Aku katakan sekali lagi, tidak ada yang aku takutkan. Aku cuma mau kamu mundur." Alex berkata dengan tatapan tajam menatap Shania. "Tapi, aku tidak bisa mundur. Aku sudah terlibat dalam proyek ini," balas Shania yang mencoba mempertahankan martabatnya. Alex tampakmeneguk air mineral yang ada di dalam gelas, lalu membalas ucapan sang istri sambil tersenyum sinis. "Kalau begitu kamu harus menerima konsekuensinya. Aku tidak akan meloloskan desain dari perusahaanmu."Shania memandang Alex dengan ekspresi tidak percaya. "Kamu tidak bisa melakukan itu. Kamu tidak bisa memutuskan nasib perusahaanku hanya karena kamu tidak ingin aku terlibat dalam proyek ini!"Alex memandang Shania dengan ekspresi yang tidak bergeming. "Aku bisa melakukan apa saja yang aku inginkan. Aku adalah klien yang akan memutuskan apakah desain dari perusahaanmu akan diterima atau tidak."Shania merasa frustrasi dan marah. "Kamu tidak adil,

    Last Updated : 2025-02-02
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Pernikahan yang Tak Diinginkan

    Malam itu Shania berdiri di depan cermin, memandang wajahnya yang lesu. Ia merasa terjebak dalam kehidupan yang tidak diinginkannya. Pernikahan dengan Alex, putra keluarga kaya, terasa seperti sebuah kesepakatan bisnis, bukan persatuan cinta.Shania masih ingat jika teman kuliahnya itu adalah kekasih Maura, primadona kampus yang selalu mendapatkan perhatian semua orang, baik mahasiswa juga dosen. Cinta keduanya yang dulu selalu penuh gairah, kerap membuat iri siapa saja yang melihat, termasuk dirinya yang sudah lama jatuh cinta pada teman masa kecilnya itu. "Shania, sudah waktunya," panggil ibunya dari luar kamar.Ia mengambil napas dalam-dalam dan keluar, menuju ke malam pernikahan yang akan mengubah hidupnya selamanya.Shania melangkah ke aula pernikahan yang megah dan mewah yang sudah dipenuhi para tamu undangan. Ia melihat Alex, calon suaminya, yang tampan dalam balutan jas putih yang membuatnya bak pangeran berkuda, tersenyum menatapnya. Namun, Shania tahu jika senyum lelaki itu

    Last Updated : 2025-01-08
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Malam Pertama yang Tak Terduga

    Shania tersudut dan takut. Ia tidak siap untuk melakukan hal tersebut, terutama bersama Alex. Namun, ciuman pertama yang ia simpan selama ini, harus ia relakan pada lelaki yang tak mencintainya itu. "Alex, tolong ... aku belum siap," kata Shania, berusaha melepaskan diri dalam kuluman liar sang suami. Selain itu, bau alkohol begitu menyengat, membuat kepala Shania menjadi pusing. Alex melepaskan. Ia menatap Shania dengan mata tajam dan dingin. "Kau belum siap? Kita sudah menikah, Shania. Lakukan tugasmu sebagai seorang istri."Alex kembali memaksa. Ia kemudian melepas gaun pengantin yang Shania kenakan hingga membuat gadis itu setengah telanjang. Seketika Alex berdiri mematung saat menatap keindahan tubuh istrinya itu. Sontak Shania menutup tubuhnya dengan kedua tangan. Tatapan sang suami membuatnya risih, tapi juga gugup.Namun, ketika Alex hendak kembali mendekat, tiba-tiba terdengar suara pesan masuk di ponselnya. Ia melihat layar dan terkejut."Apa ada yang penting?" tanya Vict

    Last Updated : 2025-01-08
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Menyusun Rencana Hidup

    Berusaha melupakan apa yang telah terjadi, Shania memilih untuk berdamai dengan keadaan. Nasi telah menjadi bubur. Seharusnya sejak awal ia menolak ketika lamaran dari keluarga Sebastian datang kepadanya. Tapi, yang Alex katakan memang benar, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Shania sendiri bahagia karena bisa diperistri oleh kawan masa kecilnya itu. Meski ia menyadari jika wanita yang dicintai oleh Alex bukanlah dirinya. Sepekan berlalu sejak pernikahan mereka, Shania kini tinggal bersama Alex di rumah milik suaminya itu. Walau orang tua Shania juga memberikan kado pernikahan berupa rumah yang tak kalah mewah, tapi Alex memaksa supaya ia dan Shania tinggal di rumahnya. "Aku suaminya sekarang. Jadi, apapun yang terjadi, Shania adalah tanggung jawabku."Orang tua mana yang tidak senang melihat putrinya diperhatikan dengan sangat baik oleh suaminya. Kedua orang tua Shania menganggap jika mereka tidak keliru ketika menerima pinangan keluarga Sebastian. Selain hubungan keluarga y

    Last Updated : 2025-01-08
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Kembali Terluka

    Alex marah karena merasa telah dihina oleh Shania. "Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu lakukan? Senang-senang di kafe dan tersenyum bahagia dengan laki-laki lain?"Shania terkejut. "Kamu memata-matai aku?" tanyanya tak percaya. "Kau pikir aku tidak ada kerjaan selain memata-matai kamu.""Lantas, dari mana kamu bisa tahu kalau aku ada acara di kafe?""Brian tidak sengaja melihat kamu di sana." Alex menjawab kesal. "Heh! Anak buahmu ada di sana, lantas di mana bos-nya berada? Apakah sudah ada di rumah? Atau sedang di tempat wanita lain?" tanya Shania menyindir. Shania tidak asal bicara atau menuduh. Ia mulai curiga kalau Alex kerap bersama seorang wanita sebab dari aroma parfum di kemeja kerjanya yang tak sengaja pernah tercium. "Apa maksudmu wanita lain? Tentu saja aku sudah pulang. Kamu lihat sendiri aku sudah ada di sini ketika istrinya baru kembali dari luar." Alex terlihat menyembunyikan sesuatu. "Mana aku tahu. Entahlah, terlalu sulit mempercayai ucapan seorang lelaki ya

    Last Updated : 2025-01-08

Latest chapter

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Konfrontasi dengan Alex

    "Kenapa kamu begitu takut, Alex?" tanya Shania dengan ekspresi tak percaya. "Aku katakan sekali lagi, tidak ada yang aku takutkan. Aku cuma mau kamu mundur." Alex berkata dengan tatapan tajam menatap Shania. "Tapi, aku tidak bisa mundur. Aku sudah terlibat dalam proyek ini," balas Shania yang mencoba mempertahankan martabatnya. Alex tampakmeneguk air mineral yang ada di dalam gelas, lalu membalas ucapan sang istri sambil tersenyum sinis. "Kalau begitu kamu harus menerima konsekuensinya. Aku tidak akan meloloskan desain dari perusahaanmu."Shania memandang Alex dengan ekspresi tidak percaya. "Kamu tidak bisa melakukan itu. Kamu tidak bisa memutuskan nasib perusahaanku hanya karena kamu tidak ingin aku terlibat dalam proyek ini!"Alex memandang Shania dengan ekspresi yang tidak bergeming. "Aku bisa melakukan apa saja yang aku inginkan. Aku adalah klien yang akan memutuskan apakah desain dari perusahaanmu akan diterima atau tidak."Shania merasa frustrasi dan marah. "Kamu tidak adil,

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Diminta Mundur

    Shania telah selesai dengan presentasinya. Tampak Alex memandang hasil desain yang dipresentasikan oleh Shania dengan ekspresi yang tidak setuju. "Saya tidak bisa menerima desain ini," katanya dengan nada yang tegas.Shania tersenyum sedikit. "Apa yang tidak Anda sukai tentang desain ini, Pak Alex?" tanyanya dengan nada yang profesional."Desain ini terlalu mahal dan tidak sesuai dengan visi saya," jawab Alex dengan nada yang tetap tegas.Shania mengangguk. "Saya mengerti kekhawatiran Anda, tapi saya yakin desain ini akan membawa hasil yang baik."Alex memandang Shania dengan ekspresi yang tidak setuju. "Memang Anda tahu apa tentang visi yang saya maksud?" tanya Alex ketus, menatap Shania dengan tatapan tak suka yang begitu kentara. Ethan dan timnya terlihat menarik napas —tampak panik, dan berharap jika Alex tidak marah karena jawaban Shania. "Maaf, begini, Pak Alex. Bisa saya yang menjelaskan lebih sederhana atas rancangan desain tim kami," ucap Ethan tiba-tiba mengambil alih. A

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Presentasi

    Shania berdiri di depan Ethan, memegang remote presentasi dan mencoba untuk memantapkan dirinya. Ia telah mempersiapkan presentasi ini selama beberapa hari, tapi ia masih merasa sedikit gugup.Ethan memandangnya dengan serius, tapi juga dengan sedikit senyum. "Siap, Shania?" tanyanya.Shania mengangguk dan memulai presentasinya. Ia menjelaskan tentang konsep desain yang telah dibuat oleh timnya, dan bagaimana desain tersebut dapat memenuhi kebutuhan klien.Ethan mendengarkan dengan saksama, dan sesekali ia memberikan pertanyaan atau komentar. Shania menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan percaya diri, dan ia merasa semakin nyaman seiring berjalannya presentasi.Setelah presentasi selesai, Ethan memberikan senyum dan mengangguk. "Bagus, Shania. Kamu telah mempersiapkan diri dengan baik," ucapnya sembari bertepuk tangan. Kawan-kawan satu timnya juga memberi ucapan selamat karena Shania bisa mempresentasikan desain buatan mereka dengan sangat baik. Shania merasa lega dan bangga

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Masuk Tim Proyek

    Shania duduk di ruang rapat, menghadapi Ethan dan beberapa rekan kerjanya. Mereka semua membahas tentang lelang proyek yang sedang mereka jalani."Jadi, kita harus membuat presentasi yang sangat baik untuk memenangkan proyek ini," kata Ethan."Aku setuju," kata salah satu rekan kerja Shania. "Kita harus menunjukkan bahwa kita adalah tim yang terbaik untuk proyek ini."Shania mendengarkan dengan saksama, tapi ia tidak bisa menghilangkan perasaan tidak nyaman yang ia rasakan. Ia tahu bahwa proyek ini terkait dengan perusahaan keluarga Sebastian, dan itu membuatnya khawatir."Shania, apa kamu memiliki pendapat tentang proyek ini?" tanya Ethan.Shania mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku ... aku pikir kita harus sangat berhati-hati dalam membuat presentasi. Kita harus menunjukkan bahwa kita adalah tim yang profesional dan terbaik untuk proyek ini."Ethan mengangguk. "Aku setuju.""Kalau begitu, Shania, aku ingin kamu menjadi bagian dari tim presentasi. Aku mau melihat kemamp

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Terjebak

    Shania berjalan hendak kembali ke dapur. Ia akan makan di sana, sendirian. Dia merasa kesepian dan sakit hati karena Alex tidak pernah berusaha memahami perasaannya."Kenapa kamu tidak pernah peduli?" gumam Shania pelan, berharap Alex mendengar. Alex menoleh mengalihkan pandangan dari gadget-nya. "Apa maksudmu?" tanyanya pada Shania.Shania berbalik, lalu menatap Alex. Ia melihat mata suaminya dengan sedih. "Kamu tidak pernah berbicara denganku, tidak pernah peduli apa yang aku rasakan. Apakah aku hanya sekedar istri yang tidak berarti bagi kamu?"Alex menatap Shania, tapi tidak ada emosi di wajahnya. "Aku sibuk. Aku tidak memiliki waktu untuk membicarakan perasaan."Shania merasa sakit hati mendengar jawaban Alex. Dia merasa tidak dihargai dan tidak dicintai."Sibuk? Kamu selalu sibuk, Lex. Tapi, apakah kamu pernah berpikir aku juga butuh perhatian?" tanyanya dengan suara bergetar.Alex mengangkat bahu dan memalingkan mukanya. "Aku memberikan apa yang kamu butuhkan, bukan? Rumah, u

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Menutup Diri

    Jam delapan kurang lima menit Shania baru sampai di kantor. Seluruh karyawan sudah datang kecuali dirinya. "Kamu kesiangan, Shania?" tanya Fiersa yang sudah duduk di kursi kerjanya seraya mengaplikasikan lip stick di bibirnya. "He-em. Aku bangun kesiangan." "Kenapa? Begadang?" tanya wanita itu lagi sembari menatap Shania yang tengah menyalakan komputer. "Enggak sengaja begadang. Semalam tumben aku enggak bisa tidur." "Lagi ada masalah?" tanya Fiersa yang melihat keanehan di mata Shania, tetapi tidak ingin menanyakan hal tersebut sebab hubungan mereka yang belum dekat. Ia takut Shania tak enak hati. Shania menggeleng. "Enggak." "Kok bisa? Apa kamu punya penyakit insomnia?" "Enggak juga," jawab Shania kembali menggeleng. "Mungkin emang lagi enggak capek saja," lanjut Shania tersenyum. Fiersa pun mengangguk dan memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. "Ya, mungkin." "Ngomong-ngomong, apa Pak Ethan sudah datang?" "Sudah." "Aduh! Mati aku." Shania terlihat panik. "Kenapa

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Kembali Terluka

    Alex marah karena merasa telah dihina oleh Shania. "Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu lakukan? Senang-senang di kafe dan tersenyum bahagia dengan laki-laki lain?"Shania terkejut. "Kamu memata-matai aku?" tanyanya tak percaya. "Kau pikir aku tidak ada kerjaan selain memata-matai kamu.""Lantas, dari mana kamu bisa tahu kalau aku ada acara di kafe?""Brian tidak sengaja melihat kamu di sana." Alex menjawab kesal. "Heh! Anak buahmu ada di sana, lantas di mana bos-nya berada? Apakah sudah ada di rumah? Atau sedang di tempat wanita lain?" tanya Shania menyindir. Shania tidak asal bicara atau menuduh. Ia mulai curiga kalau Alex kerap bersama seorang wanita sebab dari aroma parfum di kemeja kerjanya yang tak sengaja pernah tercium. "Apa maksudmu wanita lain? Tentu saja aku sudah pulang. Kamu lihat sendiri aku sudah ada di sini ketika istrinya baru kembali dari luar." Alex terlihat menyembunyikan sesuatu. "Mana aku tahu. Entahlah, terlalu sulit mempercayai ucapan seorang lelaki ya

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Menyusun Rencana Hidup

    Berusaha melupakan apa yang telah terjadi, Shania memilih untuk berdamai dengan keadaan. Nasi telah menjadi bubur. Seharusnya sejak awal ia menolak ketika lamaran dari keluarga Sebastian datang kepadanya. Tapi, yang Alex katakan memang benar, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Shania sendiri bahagia karena bisa diperistri oleh kawan masa kecilnya itu. Meski ia menyadari jika wanita yang dicintai oleh Alex bukanlah dirinya. Sepekan berlalu sejak pernikahan mereka, Shania kini tinggal bersama Alex di rumah milik suaminya itu. Walau orang tua Shania juga memberikan kado pernikahan berupa rumah yang tak kalah mewah, tapi Alex memaksa supaya ia dan Shania tinggal di rumahnya. "Aku suaminya sekarang. Jadi, apapun yang terjadi, Shania adalah tanggung jawabku."Orang tua mana yang tidak senang melihat putrinya diperhatikan dengan sangat baik oleh suaminya. Kedua orang tua Shania menganggap jika mereka tidak keliru ketika menerima pinangan keluarga Sebastian. Selain hubungan keluarga y

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Malam Pertama yang Tak Terduga

    Shania tersudut dan takut. Ia tidak siap untuk melakukan hal tersebut, terutama bersama Alex. Namun, ciuman pertama yang ia simpan selama ini, harus ia relakan pada lelaki yang tak mencintainya itu. "Alex, tolong ... aku belum siap," kata Shania, berusaha melepaskan diri dalam kuluman liar sang suami. Selain itu, bau alkohol begitu menyengat, membuat kepala Shania menjadi pusing. Alex melepaskan. Ia menatap Shania dengan mata tajam dan dingin. "Kau belum siap? Kita sudah menikah, Shania. Lakukan tugasmu sebagai seorang istri."Alex kembali memaksa. Ia kemudian melepas gaun pengantin yang Shania kenakan hingga membuat gadis itu setengah telanjang. Seketika Alex berdiri mematung saat menatap keindahan tubuh istrinya itu. Sontak Shania menutup tubuhnya dengan kedua tangan. Tatapan sang suami membuatnya risih, tapi juga gugup.Namun, ketika Alex hendak kembali mendekat, tiba-tiba terdengar suara pesan masuk di ponselnya. Ia melihat layar dan terkejut."Apa ada yang penting?" tanya Vict

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status