Share

Kembali Terluka

Penulis: Ummu Amay
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-08 17:54:43

Alex marah karena merasa telah dihina oleh Shania. "Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu lakukan? Senang-senang di kafe dan tersenyum bahagia dengan laki-laki lain?"

Shania terkejut. "Kamu memata-matai aku?" tanyanya tak percaya.

"Kau pikir aku tidak ada kerjaan selain memata-matai kamu."

"Lantas, dari mana kamu bisa tahu kalau aku ada acara di kafe?"

"Brian tidak sengaja melihat kamu di sana." Alex menjawab kesal.

"Heh! Anak buahmu ada di sana, lantas di mana bos-nya berada? Apakah sudah ada di rumah? Atau sedang di tempat wanita lain?" tanya Shania menyindir.

Shania tidak asal bicara atau menuduh. Ia mulai curiga kalau Alex kerap bersama seorang wanita sebab dari aroma parfum di kemeja kerjanya yang tak sengaja pernah tercium.

"Apa maksudmu wanita lain? Tentu saja aku sudah pulang. Kamu lihat sendiri aku sudah ada di sini ketika istrinya baru kembali dari luar." Alex terlihat menyembunyikan sesuatu.

"Mana aku tahu. Entahlah, terlalu sulit mempercayai ucapan seorang lelaki yang bahkan tak pernah menganggap istrinya ada."

Setelah berkata demikian, Shania memilih pergi. Ia berjalan menaiki tangga, menuju kamarnya.

Shania tak tahu kalau Alex mengejarnya. "Apa-apaan kamu, Alex?" Terkejut Shania ketika suaminya itu berdiri di belakangnya saat ia baru saja melepas pakaian.

Alex terdiam saat melihat punggung mulus istrinya. "Kau pikir aku berselera melihatmu?" ucap Alex menghina.

"Lagipula untuk apa bersikap sok polos begitu. Aku ini suamimu. Kita bahkan pernah melakukan hubungan suami istri."

"Jangan mengungkit satu kejadian yang bahkan aku tak mau mengingatnya."

"Tak mau, bukan berarti tak pernah terjadi. Mau bagaimana pun juga itu bukan hal tabu yang tidak boleh kita lakukan."

"Tapi, kamu melakukannya dalam keadaan mabuk."

Seketika ada seringai yang hadir di bibir Alex. Lelaki itu kemudian mendekat saat sang istri menutupi tubuhnya dengan handuk.

"Apa yang kamu lakukan? Aku mau mandi!" seru Shania ketika tiba-tiba Alex mendekat dan mendorongnya.

Alex diam saja. Ia lalu menarik kedua tangan Shania ke atas kepala. "Le-lepasin aku, Lex?" Suara Shania mendadak bergetar. Antara perasaan takut dan gugup menjadi satu.

"Waktu itu aku mabuk dan kamu terus menerus mengingatnya. Apakah itu berarti kamu mau kita mengulangi hal tersebut dalam keadaan sadar seperti sekarang?" tanya Alex yang entah ada angin apa tiba-tiba peduli dan mau menghampiri Shania di kamarnya.

Selama ini mereka memang tidur terpisah. Alex yang sejak awal tidak serius menikahi Shania, memilih untuk tidur sendiri dan membiarkan Shania tidur di kamar yang lain.

"Kamu mau melakukan ini bukan?" tanya Alex yang kemudian menempelkan bibirnya ke bibir Shania.

Shania jelas menolak, tapi tak bisa berbuat apa-apa sebab kedua tangannya yang dipegang erat.

Alex lalu melepas ciumannya. Seringai kembali hadir di bibirnya. "Jangan pura-pura!Kamu senang aku menciummu seperti tadi bukan?"

"Tidak. Sama sekali tidak."

Namun, penolakan Shania justru mendapat serangan. Alex kembali mencium istrinya bahkan mendorongnya, membawa ke tempat tidur.

"Alex, lepaskan!" seru Shania dalam kesempatannya melepas pagutan. Tapi, lagi-lagi Alex tak peduli. Ia bahkan sudah mendorong istrinya itu ke atas ranjang.

"Jangan macam-macam, Lex! Aku enggak akan pernah maafin kamu kalau sampai, ehm!"

Tak ada lanjutan kemarahan Shania sebab Alex yang sudah kembali membungkam mulut Shania. Lalu, masih dalam pagutan dengan penolakan yang istrinya berikan, Alex melepas lilitan handuk yang menutupi tubuh sang istri.

"Lex!" seru Shania berekspresi tak percaya saat Alex membuatnya telanjang untuk kedua kalinya. Momen malam pengantin yang berakhir kesakitan Shania, kembali membuat perempuan itu merasakan kengerian.

Namun, ketika Alex akan kembali menyerang, ponsel di sakunya tiba-tiba berdering. Alex berhenti dan memilih untuk memeriksa gadget-nya.

Lalu, "Iya, halo!" sapa Alex seraya melepas pegangan di kedua tangan Shania. Serta merta istrinya itu melepaskan diri dan menjauh.

"Ada apa?" tanya Alex dengan suara lembut. Ia fokus dengan si penelepon, tapi tatapannya tajam mengawasi gerakan Shania.

"Aku akan kesana sekarang."

Setelah berkata demikian, Alex bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan Shania yang terlihat lega. Tapi, lagi-lagi ia kecewa karena kepergian Alex yang selalu tiba-tiba.

"Kemana sebenarnya kamu pergi, Lex?" Shania bertanya pada dirinya sendiri.

Melupakan Alex yang tadi hampir kembali melecehkannya, Shania melanjutkan rencananya untuk membersihkan diri. Nyeri di hatinya saat melihat sang suami langsung berubah tak peduli demi seseorang yang tidak ia tahu.

**

Pagi hari Shania bangun kesiangan. Ia tidak bisa tidur semalaman karena terus menangis meratapi pernikahannya yang tidak sesuai kenyataan.

"Ah, kenapa jadi begini?" tanya Shania ketika ia melihat wajahnya di cermin.

Kedua matanya tampak bengkak sisa tangisannya semalam. Sekarang, ia bingung bagaimana cara menutupinya.

"Bagaimana aku pergi bekerja dengan muka seperti ini," ucapnya kesal.

Sejenak ia berpikir, lalu ia tersenyum seolah menemukan solusi.

"Kita coba cara itu dulu," ucapnya kemudian pergi keluar kamar. Ia berjalan menuju dapur untuk mencari sesuatu. Tas kerja sudah ia bawa sekalian. Jam yang sudah menunjukkan pukul tujuh, mau tak mau membuat Shania harus melakukannya dengan cepat.

"Ada yang Ibu butuhkan?" Seorang pelayan bertanya ketika Shania muncul di dapur.

"Iya," jawabnya. "Tapi, saya bisa ambil sendiri."

"Oh, iya." Pelayan itu lalu undur diri untuk melanjutkan pekerjaannya.

Shania berjalan menuju kulkas. Di dalam sana ada sesuatu yang dicarinya.

"Semoga ini berhasil," ucap Shania seraya mengambil sepotong timun dari dalam kulkas.

Shania lalu mengiris tipis timun tersebut menjadi beberapa lembar. Setelah itu, ia menempelkannya di kedua mata.

"Segarnya," ucap Shania sembari duduk di kursi ruang makan.

Beberapa menit berlalu, Shania baru menyadari jika tidak ada orang lain di ruangan tersebut selain dirinya.

'Mungkin ia tidak pulang semalam,' batin Shania membicarakan Alex.

Ada rasa nyeri yang kembali hadir demi membayangkan kondisi pernikahannya yang menyedihkan. Perasaan menjadi orang asing di kehidupan pernikahannya sendiri, membuatnya terkadang ingin melepaskan diri.

Tapi, Shania teringat kedua orang tuanya. Bagaimana pun pernikahannya baru seumur jagung. Apa kata orang nanti mengenai kehidupan rumah tangganya yang hancur karena keegoisannya.

Ya, tak bisa dipungkiri, pernikahan yang seharusnya tidak terjadi itu, juga karena perasaan cinta yang Shania miliki terhadap Alex. Ia yang merasa bahagia karena tiba-tiba mendapat lamaran dari kawan baiknya itu, langsung menerima lamaran tersebut tanpa pikir panjang. Padahal Shania tahu dengan pasti jika cinta Alex hanya untuk Maura seorang.

'Aku harus terima ini, bukan?' gumam Shania pilu.

Masih dalam kegiatannya menempelkan irisan timun di kedua mata, tiba-tiba ada bulir air mata yang terjatuh.

'Kenapa aku cengeng sekali, Tuhan?' batin Shania kemudian mencoba menghentikan tangisnya.

Tak lama kemudian Shania melepaskan irisan timun dari kedua matanya. Lalu, ia ambil cermin kecil untuk melihat kondisi wajahnya sekarang.

"Bagaimana bisa hilang kalau aku terus menangis," ucap Shania sembari menepuk-nepuk kedua pipinya.

Shania berusaha melupakan Alex. Meski sulit, ia harus melakukannya. Namun, ketika perempuan itu bertekad untuk melupakan apa yang terjadi, tiba-tiba ia harus menahan rasa sesak dan nyeri di dadanya saat melihat sebuah gambar di ponselnya.

"Benar dugaanku, bukan?"

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Menutup Diri

    Jam delapan kurang lima menit Shania baru sampai di kantor. Seluruh karyawan sudah datang kecuali dirinya. "Kamu kesiangan, Shania?" tanya Fiersa yang sudah duduk di kursi kerjanya seraya mengaplikasikan lip stick di bibirnya. "He-em. Aku bangun kesiangan." "Kenapa? Begadang?" tanya wanita itu lagi sembari menatap Shania yang tengah menyalakan komputer. "Enggak sengaja begadang. Semalam tumben aku enggak bisa tidur." "Lagi ada masalah?" tanya Fiersa yang melihat keanehan di mata Shania, tetapi tidak ingin menanyakan hal tersebut sebab hubungan mereka yang belum dekat. Ia takut Shania tak enak hati. Shania menggeleng. "Enggak." "Kok bisa? Apa kamu punya penyakit insomnia?" "Enggak juga," jawab Shania kembali menggeleng. "Mungkin emang lagi enggak capek saja," lanjut Shania tersenyum. Fiersa pun mengangguk dan memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. "Ya, mungkin." "Ngomong-ngomong, apa Pak Ethan sudah datang?" "Sudah." "Aduh! Mati aku." Shania terlihat panik. "Kenapa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Terjebak

    Shania berjalan hendak kembali ke dapur. Ia akan makan di sana, sendirian. Dia merasa kesepian dan sakit hati karena Alex tidak pernah berusaha memahami perasaannya."Kenapa kamu tidak pernah peduli?" gumam Shania pelan, berharap Alex mendengar. Alex menoleh mengalihkan pandangan dari gadget-nya. "Apa maksudmu?" tanyanya pada Shania.Shania berbalik, lalu menatap Alex. Ia melihat mata suaminya dengan sedih. "Kamu tidak pernah berbicara denganku, tidak pernah peduli apa yang aku rasakan. Apakah aku hanya sekedar istri yang tidak berarti bagi kamu?"Alex menatap Shania, tapi tidak ada emosi di wajahnya. "Aku sibuk. Aku tidak memiliki waktu untuk membicarakan perasaan."Shania merasa sakit hati mendengar jawaban Alex. Dia merasa tidak dihargai dan tidak dicintai."Sibuk? Kamu selalu sibuk, Lex. Tapi, apakah kamu pernah berpikir aku juga butuh perhatian?" tanyanya dengan suara bergetar.Alex mengangkat bahu dan memalingkan mukanya. "Aku memberikan apa yang kamu butuhkan, bukan? Rumah, u

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Masuk Tim Proyek

    Shania duduk di ruang rapat, menghadapi Ethan dan beberapa rekan kerjanya. Mereka semua membahas tentang lelang proyek yang sedang mereka jalani."Jadi, kita harus membuat presentasi yang sangat baik untuk memenangkan proyek ini," kata Ethan."Aku setuju," kata salah satu rekan kerja Shania. "Kita harus menunjukkan bahwa kita adalah tim yang terbaik untuk proyek ini."Shania mendengarkan dengan saksama, tapi ia tidak bisa menghilangkan perasaan tidak nyaman yang ia rasakan. Ia tahu bahwa proyek ini terkait dengan perusahaan keluarga Sebastian, dan itu membuatnya khawatir."Shania, apa kamu memiliki pendapat tentang proyek ini?" tanya Ethan.Shania mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku ... aku pikir kita harus sangat berhati-hati dalam membuat presentasi. Kita harus menunjukkan bahwa kita adalah tim yang profesional dan terbaik untuk proyek ini."Ethan mengangguk. "Aku setuju.""Kalau begitu, Shania, aku ingin kamu menjadi bagian dari tim presentasi. Aku mau melihat kemamp

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Presentasi

    Shania berdiri di depan Ethan, memegang remote presentasi dan mencoba untuk memantapkan dirinya. Ia telah mempersiapkan presentasi ini selama beberapa hari, tapi ia masih merasa sedikit gugup.Ethan memandangnya dengan serius, tapi juga dengan sedikit senyum. "Siap, Shania?" tanyanya.Shania mengangguk dan memulai presentasinya. Ia menjelaskan tentang konsep desain yang telah dibuat oleh timnya, dan bagaimana desain tersebut dapat memenuhi kebutuhan klien.Ethan mendengarkan dengan saksama, dan sesekali ia memberikan pertanyaan atau komentar. Shania menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan percaya diri, dan ia merasa semakin nyaman seiring berjalannya presentasi.Setelah presentasi selesai, Ethan memberikan senyum dan mengangguk. "Bagus, Shania. Kamu telah mempersiapkan diri dengan baik," ucapnya sembari bertepuk tangan. Kawan-kawan satu timnya juga memberi ucapan selamat karena Shania bisa mempresentasikan desain buatan mereka dengan sangat baik. Shania merasa lega dan bangga

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Diminta Mundur

    Shania telah selesai dengan presentasinya. Tampak Alex memandang hasil desain yang dipresentasikan oleh Shania dengan ekspresi yang tidak setuju. "Saya tidak bisa menerima desain ini," katanya dengan nada yang tegas.Shania tersenyum sedikit. "Apa yang tidak Anda sukai tentang desain ini, Pak Alex?" tanyanya dengan nada yang profesional."Desain ini terlalu mahal dan tidak sesuai dengan visi saya," jawab Alex dengan nada yang tetap tegas.Shania mengangguk. "Saya mengerti kekhawatiran Anda, tapi saya yakin desain ini akan membawa hasil yang baik."Alex memandang Shania dengan ekspresi yang tidak setuju. "Memang Anda tahu apa tentang visi yang saya maksud?" tanya Alex ketus, menatap Shania dengan tatapan tak suka yang begitu kentara. Ethan dan timnya terlihat menarik napas —tampak panik, dan berharap jika Alex tidak marah karena jawaban Shania. "Maaf, begini, Pak Alex. Bisa saya yang menjelaskan lebih sederhana atas rancangan desain tim kami," ucap Ethan tiba-tiba mengambil alih. A

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Konfrontasi dengan Alex

    "Kenapa kamu begitu takut, Alex?" tanya Shania dengan ekspresi tak percaya. "Aku katakan sekali lagi, tidak ada yang aku takutkan. Aku cuma mau kamu mundur." Alex berkata dengan tatapan tajam menatap Shania. "Tapi, aku tidak bisa mundur. Aku sudah terlibat dalam proyek ini," balas Shania yang mencoba mempertahankan martabatnya. Alex tampakmeneguk air mineral yang ada di dalam gelas, lalu membalas ucapan sang istri sambil tersenyum sinis. "Kalau begitu kamu harus menerima konsekuensinya. Aku tidak akan meloloskan desain dari perusahaanmu."Shania memandang Alex dengan ekspresi tidak percaya. "Kamu tidak bisa melakukan itu. Kamu tidak bisa memutuskan nasib perusahaanku hanya karena kamu tidak ingin aku terlibat dalam proyek ini!"Alex memandang Shania dengan ekspresi yang tidak bergeming. "Aku bisa melakukan apa saja yang aku inginkan. Aku adalah klien yang akan memutuskan apakah desain dari perusahaanmu akan diterima atau tidak."Shania merasa frustrasi dan marah. "Kamu tidak adil,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Curhat Sahabat

    Shania duduk di depan meja, memandang Ethan dengan ekspresi yang sedih. "Sepertinya aku tidak bisa melanjutkan proyek ini, Pak," katanya dengan nada yang lembut.Ethan memandang Shania dengan ekspresi terkejut. "Apa? Mengapa?"Shania menghela napas dan memandang ke bawah. "Aku tahu bahwa Alex tidak suka kalau aku masih ada di dalam proyek ini. Aku tidak ingin menjadi penghalang bagi kesuksesan tim."Ethan memandang Shania dengan ekspresi tidak setuju. "Tidak, Shania. Kamu tidak bisa mundur sekarang. Kamu adalah bagian penting dari tim ini. Kita tidak bisa melanjutkan proyek ini tanpa kamu."Shania menggelengkan kepala. "Aku tidak bisa, Pak Ethan. Aku tidak ingin membuat tim ini gagal karena aku."Ethan memandang Shania tegas. "Shania, aku tidak akan membiarkan kamu mundur. Kamu adalah anggota tim yang berharga dan kita membutuhkan kamu. Kita akan menghadapi Alex bersama-sama dan membuktikan bahwa kita bisa melakukannya."Shania memandang Ethan terkejut. Ia tidak menyangka bahwa Ethan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Shania Mencari Solusi

    Shania berdiri di pelataran gedung perusahaan milik keluarga Sebastian, merasa sedikit gugup. Ia telah memutuskan untuk mendatangi kantor Alex dan meminta suaminya itu untuk meloloskan proyek Ethan.Seorang petugas keamanan menyambut Shania dengan sikapnya yang ramah. Setelahnya ia mengantar Shania sampai ke meja resepsionis. "Selamat pagi, Ibu. Ada yang bisa kami bantu?" Seorang petugas front office menyapa Shania sama ramahnya dengan si petugas keamanan. "Saya mau bertemu suami saya." Shania memberi tahu petugas meja depan tersebut, tanpa basa basi. "Baik, mohon tunggu sebentar. Kami akan hubungi sekretaris bapak dulu mengenai kedatangan Ibu."Shania mengangguk dan tersenyum. Ia lalu memilih untuk duduk di lobi menunggu kabar dari si petugas. Shania berencana untuk membicarakan masalah lelang proyek yang sudah Alex putuskan kemarin. Awalnya Shania ingin membahas masalah ini di rumah, tapi Alex tidak pulang ke rumah semalam, entah kemana. Semalaman Shania merasa frustrasi hingga

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03

Bab terbaru

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Batal Datang

    Hujan tengah menyapa semesta di waktu senja menjelang malam. Suara rintiknya menjadi melodi indah yang Tuhan ciptakan untuk manusia nikmati. Tidak hanya manusia, hewan dan tumbuhan pun ikut merasakan akan keagungan sang Maha Pencipta, sehingga tak ada yang bisa dilakukan selain mengucap syukur akan nikmat yang diberikan.Pun dengan yang Shania alami saat ini. Menatap jendela kamarnya di vila yang kini menjadi tempat tinggalnya, perempuan itu berkali-kali mengucap syukur akan nikmat yang Tuhan berikan seiring takdir hidup yang tengah dijalani. Dua hari lagi —terhitung dari hari ini, Shania sudah akan berpindah tempat. Tujuannya nanti adalah rumah tantenya, adik kandung sang ibu. Gunawan, suami dari tantenya menghubunginya siang tadi untuk menanyakan kesiapan Shania. Jam berapa take off dan landing, sehingga sang paman bisa memperkirakan jam berapa harus sudah berada di bandara, menjemputnya. "Jangan banyak-banyak membawa barang. Semua keperluanmu bisa dibeli di sini."Begitu pesan ya

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Pertemuan Dua Sahabat Lama

    Suasana kafe tempat pertemuan Rachel dan Brian terlihat cukup ramai. Jam menunjuk ke angka lima sore di mana sudah banyak orang bubar kantor dan memilih nongkrong sebelum pulang ke rumah. Pemilihan tempat adalah tugas Rachel, seperti yang selalu ia lakukan dahulu ketika masih sering pergi dengan Brian. Seperti sore itu, tempat yang berada di sudut ibukota yang belum pernah keduanya kunjungi —sudah ada dalam list, tapi belum sempat mereka wujudkan. Brian sudah tiba lebih dulu dan menunggu Rachel di salah satu meja yang ada di pojok kafe. Lelaki itu tampak memainkan ponsel ketika gadis yang ia tunggu datang dan menyapanya. "Hai!"Brian memandang Rachel yang berdiri di sampingnya. "H-hai!" balasnya sedikit canggung. Sudah lama keduanya tidak bertemu, membuat suasana terasa kurang nyaman. Namun, seperti kebiasaannya, Brian tetap menyapa Rachel sembari mengecup pipi kanan dan kiri gadis itu. "Apakah aku membuatmu menunggu lama?" tanya Rachel yang kemudian memilih tempat duduk di depan

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Mencari Tahu

    Setelah sampai ruangan, Alex bergegas memanggil Brian, sahabat sekaligus sekretarisnya. "Kamu tahu hubunganku dengan Maura sekarang bukan?""Ya. Bersenang-senang di atas tangisan wanita lain." Brian berkata sarkas. Tapi, hal tersebut tidak membuat Alex tersinggung. Alex hanya memutar bola matanya, malas. Ia seolah sudah tak lagi peduli dengan nyinyiran orang-orang tentang hubungan tak pantas yang ia lakukan bersama Maura. "Sepertinya papa sudah tahu. Orang-orang brengsek itu bicara saat meeting berlangsung. Sial sekali!" umpat Alex kesal. Teringat di benaknya saat salah seorang manajer mengeluh atas gosip para karyawan tentang interaksi antara dirinya dengan Maura yang dianggap berlebihan. "Tapi, aku setuju dengan keluhan itu. Kamu tidak mengaca, Lex. Seharusnya kamu tidak melakukan itu di sini."Alex mengernyit. "Kamu itu sahabatku atau bukan? Kok kamu malah membela mereka."Brian mengambil tempat duduk di depan Alex, yang terhalang meja kerja berukuran lumayan besar. "Dalam ha

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Terkena Mental

    Rachel tampak tak percaya dengan cerita yang baru saja Shania ceritakan. "Jadi, kamu pernah meminta dijodohkan dengan Alex?""Ya. Tapi, terlambat." Shania tersenyum miris. Pandangannya kembali menerawang. Bayangan pernikahan yang ia bayangkan akan indah, tercoreng dengan pemaksaan yang Alex lakukan dalam keadaan mabuk. Telah membuat hatinya sakit, Shania memilih untuk melupakan apa yang telah terjadi. Kini ia harus membuka lembaran baru dengan melupakan sosok Alex yang seharusnya sejak awal tidak pernah melamarnya "Pernikahanku dengan Alex adalah sebuah kesalahan. Aku yang terlalu bahagia sampai mengabaikan kebahagiaanku yang sebenarnya." Shania menatap Rachel yang tampak benderai air mata. "Alex tak pernah mencintaiku, seharusnya aku sadari itu sejak awal. Dan bukannya malah meminta ayah dan ibu melamarkannya untukku.""Tapi, waktu itu Alex menolak," sahut Rachel berusaha menghapus air mata di pipinya. "Ya, karena Alex menolak itu seharusnya aku tidak menerimanya saat ia gantian

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Menjelang Pernikahan

    Pagi hari menjelang saat orang-orang yang Nyonya Sebastian pilih untuk mendandani Shania datang, sang calon pengantin wanita malah terlihat tak bersemangat. Shania tampak lesu dan tak bergairah. Alhasil, ia baru dirias saat hari sudah menjelang siang.Setelah semalam berbincang dengan Alex, Shania merasa ragu untuk melanjutkan pernikahannya dengan teman masa kecilnya itu. 'Tapi, sebelumnya tidak ada ucapanmu tentang bakti pada kedua orang tua kita, Lex.'Masih terbayang di benak Shania saat rasa terkejut hadir setelah Alex mengatakan alasan menikahinya. 'Lantas, apakah menurutmu kita tidak perlu berbakti kepada mereka?''Berbakti pada kedua orang tua tidak harus dengan cara ini. Masih ada cara lain.''Oke. Lantas, kalau kamu tidak mau melakukan apa yang aku katakan, apakah menggagalkan rencana pernikahan kita besok adalah solusinya?'Shania bingung harus menjawab apa. Satu sisi ia tidak suka alasan Alex menikahinya karena rasa ingin berbakti pada kedua orang tua. Tapi, di sisi yang

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Perubahan Menjelang Pernikahan

    Meskipun kaget, tapi nyatanya Shania senang mendapat lamaran dari Alex tersebut. Ia lupa bahkan mungkin tak peduli akan hubungan Alex dengan Maura. Sebab yang ia tahu, perempuan itu pergi ke luar negeri untuk meningkatkan karirnya di dunia desain. Shania tidak bertanya kepada Alex mengenai hubungannya dengan Maura. Ia kadung bahagia dan memilih untuk diam hingga pernikahan terjadi. "Baiklah, kalau kalian memang setuju. Kita tinggal cari tanggal pernikahan yang pas. Tapi, sebelumnya kami mau kamu dan orang tuamu datang langsung ke rumah ini secara resmi untuk melamar Shania. Kami mau lamaran dan pernikahan diselenggarakan secara terbuka agar semua masyarakat tahu bahwa kalian menikah bukan karena masalah.""Tentu saja, Om. Aku juga memang mau peristiwa sakral ini dilangsungkan secara terbuka. Biar semua orang tahu status aku dan Shania."Alex benar-benar meyakinkan Shania juga kedua orang tua temannya itu bahwa ia bersungguh-sungguh menjalin hubungan serius, yakni pernikahan. Bahkan

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Berkisah

    Dua tahun sebelumnya. Shania berlari mencari ibunya setelah pulang dari tempatnya bekerja."Bu! Ibu!" teriak Shania ketika sudah berada di ruang tengah, yakni ruangan megah yang kerap dijadikan tempat berkumpulnya keluarga. "Ibu di dapur!" Teriakan wanita lainnya menggema di rumah besar tersebut. Shania tersenyum, ia lalu berlari menuju dapur di mana ibunya berada. Tapi, ia tidak menemukan sang ibu ada di sana. Merasa heran, Shania pun kembali berteriak. "Bu! Di dapur mana sih? Kok enggak ada.""Dapur belakang," sahut ibunya lagi. Menambah langkahnya sekian meter ke belakang, akhirnya Shania berhasil menemukan ibunya. Wanita itu terlihat berantakan dengan noda tepung menempel di muka dan tangannya. "Ada apa teriak-teriak? Kaya tinggal di hutan aja," sahutnya kesal —sama sekali tidak menyadari bahwa rumah yang ditempati itu memang seperti hutan kecil sebab memiliki luas area yang luar biasa. "Ibu lagi ngapain?" tanya Shania seraya berjalan mendekat, lalu mencium pipi kiri dan ka

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Mengungkap Satu Rahasia

    Suasana senja terlihat begitu memukau dalam pandangan Shania yang berdiri di jendela kamar. Pepohonan yang berdiri di luar menambah ketenangan yang perempuan itu sudah lama tidak rasakan. Mentari sudah mulai menurun mendekati garis horizontal yang tak tampak. Warna keemasan di balik pepohonan rindang, membuat Shania penasaran dan mencoba mendongak, mencari. Saat Shania masih menikmati pemandangan menakjubkan di luar sana, tiba-tiba terdengar pintu terbuka dari luar. "Ini cemilan yang kamu minta." Rachel muncul sembari membawa nampan yg cukup besar. Di atasnya terdapat banyak cemilan, juga minuman yang Shania pesan. Gadis itu meletakkan nampan di atas meja. Lalu, menghampiri sang sahabat, yang kembali menatap keluar setelah sempat menengok, menatapnya. "Kenapa kamu memilih tempat ini untuk pergi?" tanya Rachel kini berdiri di sebelah Shania. Tatapan keduanya sama-sama ke depan, memandang senja yang semakin lama semakin menghilang, berlabuh kembali ke peraduannya. "Menurut kamu b

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Berpisah

    Sekian detik berlalu semua orang menunggu Shania bicara. Hingga ketika Rachel mencolek tangannya, istri Alex itu akhirnya tersadar dari lamunan. "Rachel, maafkan aku karena sudah membuatmu khawatir." Shania mulai berkata sembari menggenggam tangan sang sahabat. Gadis di depannya menarik napas dan menunggu kalimat apa yang akan sahabatnya itu katakan. "Itu bukan masalah. Aku rela melakukan apapun supaya kamu bahagia." Linangan air mata mulai menggenang di pelupuk mata. Selepas itu Shania memandang Alex yang menatapnya angkuh. "Alex, ayo kita bercerai."Tak percaya dengan ucapan Shania, Alex sontak beranjak maju dan menghampiri istrinya itu dengan ekspresi marah. Di belakangnya, Maura terlihat bahagia dengan senyum mengembang di bibirnya. Ditatapnya Shania tanpa kata. Lalu, beralih menatap Rachel yang menunjukkan ekspresi puas. Alex seolah berkata, 'semua gara-gara kamu!'"Apakah keputusanmu itu sudah finish, Shania?" tanya Alex dengan suara pelan, tapi penuh penekanan. Shania me

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status