Share

Kembali Terluka

Penulis: Ummu Amay
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-08 17:54:43

Alex marah karena merasa telah dihina oleh Shania. "Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu lakukan? Senang-senang di kafe dan tersenyum bahagia dengan laki-laki lain?"

Shania terkejut. "Kamu memata-matai aku?" tanyanya tak percaya.

"Kau pikir aku tidak ada kerjaan selain memata-matai kamu."

"Lantas, dari mana kamu bisa tahu kalau aku ada acara di kafe?"

"Brian tidak sengaja melihat kamu di sana." Alex menjawab kesal.

"Heh! Anak buahmu ada di sana, lantas di mana bos-nya berada? Apakah sudah ada di rumah? Atau sedang di tempat wanita lain?" tanya Shania menyindir.

Shania tidak asal bicara atau menuduh. Ia mulai curiga kalau Alex kerap bersama seorang wanita sebab dari aroma parfum di kemeja kerjanya yang tak sengaja pernah tercium.

"Apa maksudmu wanita lain? Tentu saja aku sudah pulang. Kamu lihat sendiri aku sudah ada di sini ketika istrinya baru kembali dari luar." Alex terlihat menyembunyikan sesuatu.

"Mana aku tahu. Entahlah, terlalu sulit mempercayai ucapan seorang lelaki yang bahkan tak pernah menganggap istrinya ada."

Setelah berkata demikian, Shania memilih pergi. Ia berjalan menaiki tangga, menuju kamarnya.

Shania tak tahu kalau Alex mengejarnya. "Apa-apaan kamu, Alex?" Terkejut Shania ketika suaminya itu berdiri di belakangnya saat ia baru saja melepas pakaian.

Alex terdiam saat melihat punggung mulus istrinya. "Kau pikir aku berselera melihatmu?" ucap Alex menghina.

"Lagipula untuk apa bersikap sok polos begitu. Aku ini suamimu. Kita bahkan pernah melakukan hubungan suami istri."

"Jangan mengungkit satu kejadian yang bahkan aku tak mau mengingatnya."

"Tak mau, bukan berarti tak pernah terjadi. Mau bagaimana pun juga itu bukan hal tabu yang tidak boleh kita lakukan."

"Tapi, kamu melakukannya dalam keadaan mabuk."

Seketika ada seringai yang hadir di bibir Alex. Lelaki itu kemudian mendekat saat sang istri menutupi tubuhnya dengan handuk.

"Apa yang kamu lakukan? Aku mau mandi!" seru Shania ketika tiba-tiba Alex mendekat dan mendorongnya.

Alex diam saja. Ia lalu menarik kedua tangan Shania ke atas kepala. "Le-lepasin aku, Lex?" Suara Shania mendadak bergetar. Antara perasaan takut dan gugup menjadi satu.

"Waktu itu aku mabuk dan kamu terus menerus mengingatnya. Apakah itu berarti kamu mau kita mengulangi hal tersebut dalam keadaan sadar seperti sekarang?" tanya Alex yang entah ada angin apa tiba-tiba peduli dan mau menghampiri Shania di kamarnya.

Selama ini mereka memang tidur terpisah. Alex yang sejak awal tidak serius menikahi Shania, memilih untuk tidur sendiri dan membiarkan Shania tidur di kamar yang lain.

"Kamu mau melakukan ini bukan?" tanya Alex yang kemudian menempelkan bibirnya ke bibir Shania.

Shania jelas menolak, tapi tak bisa berbuat apa-apa sebab kedua tangannya yang dipegang erat.

Alex lalu melepas ciumannya. Seringai kembali hadir di bibirnya. "Jangan pura-pura!Kamu senang aku menciummu seperti tadi bukan?"

"Tidak. Sama sekali tidak."

Namun, penolakan Shania justru mendapat serangan. Alex kembali mencium istrinya bahkan mendorongnya, membawa ke tempat tidur.

"Alex, lepaskan!" seru Shania dalam kesempatannya melepas pagutan. Tapi, lagi-lagi Alex tak peduli. Ia bahkan sudah mendorong istrinya itu ke atas ranjang.

"Jangan macam-macam, Lex! Aku enggak akan pernah maafin kamu kalau sampai, ehm!"

Tak ada lanjutan kemarahan Shania sebab Alex yang sudah kembali membungkam mulut Shania. Lalu, masih dalam pagutan dengan penolakan yang istrinya berikan, Alex melepas lilitan handuk yang menutupi tubuh sang istri.

"Lex!" seru Shania berekspresi tak percaya saat Alex membuatnya telanjang untuk kedua kalinya. Momen malam pengantin yang berakhir kesakitan Shania, kembali membuat perempuan itu merasakan kengerian.

Namun, ketika Alex akan kembali menyerang, ponsel di sakunya tiba-tiba berdering. Alex berhenti dan memilih untuk memeriksa gadget-nya.

Lalu, "Iya, halo!" sapa Alex seraya melepas pegangan di kedua tangan Shania. Serta merta istrinya itu melepaskan diri dan menjauh.

"Ada apa?" tanya Alex dengan suara lembut. Ia fokus dengan si penelepon, tapi tatapannya tajam mengawasi gerakan Shania.

"Aku akan kesana sekarang."

Setelah berkata demikian, Alex bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan Shania yang terlihat lega. Tapi, lagi-lagi ia kecewa karena kepergian Alex yang selalu tiba-tiba.

"Kemana sebenarnya kamu pergi, Lex?" Shania bertanya pada dirinya sendiri.

Melupakan Alex yang tadi hampir kembali melecehkannya, Shania melanjutkan rencananya untuk membersihkan diri. Nyeri di hatinya saat melihat sang suami langsung berubah tak peduli demi seseorang yang tidak ia tahu.

**

Pagi hari Shania bangun kesiangan. Ia tidak bisa tidur semalaman karena terus menangis meratapi pernikahannya yang tidak sesuai kenyataan.

"Ah, kenapa jadi begini?" tanya Shania ketika ia melihat wajahnya di cermin.

Kedua matanya tampak bengkak sisa tangisannya semalam. Sekarang, ia bingung bagaimana cara menutupinya.

"Bagaimana aku pergi bekerja dengan muka seperti ini," ucapnya kesal.

Sejenak ia berpikir, lalu ia tersenyum seolah menemukan solusi.

"Kita coba cara itu dulu," ucapnya kemudian pergi keluar kamar. Ia berjalan menuju dapur untuk mencari sesuatu. Tas kerja sudah ia bawa sekalian. Jam yang sudah menunjukkan pukul tujuh, mau tak mau membuat Shania harus melakukannya dengan cepat.

"Ada yang Ibu butuhkan?" Seorang pelayan bertanya ketika Shania muncul di dapur.

"Iya," jawabnya. "Tapi, saya bisa ambil sendiri."

"Oh, iya." Pelayan itu lalu undur diri untuk melanjutkan pekerjaannya.

Shania berjalan menuju kulkas. Di dalam sana ada sesuatu yang dicarinya.

"Semoga ini berhasil," ucap Shania seraya mengambil sepotong timun dari dalam kulkas.

Shania lalu mengiris tipis timun tersebut menjadi beberapa lembar. Setelah itu, ia menempelkannya di kedua mata.

"Segarnya," ucap Shania sembari duduk di kursi ruang makan.

Beberapa menit berlalu, Shania baru menyadari jika tidak ada orang lain di ruangan tersebut selain dirinya.

'Mungkin ia tidak pulang semalam,' batin Shania membicarakan Alex.

Ada rasa nyeri yang kembali hadir demi membayangkan kondisi pernikahannya yang menyedihkan. Perasaan menjadi orang asing di kehidupan pernikahannya sendiri, membuatnya terkadang ingin melepaskan diri.

Tapi, Shania teringat kedua orang tuanya. Bagaimana pun pernikahannya baru seumur jagung. Apa kata orang nanti mengenai kehidupan rumah tangganya yang hancur karena keegoisannya.

Ya, tak bisa dipungkiri, pernikahan yang seharusnya tidak terjadi itu, juga karena perasaan cinta yang Shania miliki terhadap Alex. Ia yang merasa bahagia karena tiba-tiba mendapat lamaran dari kawan baiknya itu, langsung menerima lamaran tersebut tanpa pikir panjang. Padahal Shania tahu dengan pasti jika cinta Alex hanya untuk Maura seorang.

'Aku harus terima ini, bukan?' gumam Shania pilu.

Masih dalam kegiatannya menempelkan irisan timun di kedua mata, tiba-tiba ada bulir air mata yang terjatuh.

'Kenapa aku cengeng sekali, Tuhan?' batin Shania kemudian mencoba menghentikan tangisnya.

Tak lama kemudian Shania melepaskan irisan timun dari kedua matanya. Lalu, ia ambil cermin kecil untuk melihat kondisi wajahnya sekarang.

"Bagaimana bisa hilang kalau aku terus menangis," ucap Shania sembari menepuk-nepuk kedua pipinya.

Shania berusaha melupakan Alex. Meski sulit, ia harus melakukannya. Namun, ketika perempuan itu bertekad untuk melupakan apa yang terjadi, tiba-tiba ia harus menahan rasa sesak dan nyeri di dadanya saat melihat sebuah gambar di ponselnya.

"Benar dugaanku, bukan?"

***

Bab terkait

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Menutup Diri

    Jam delapan kurang lima menit Shania baru sampai di kantor. Seluruh karyawan sudah datang kecuali dirinya. "Kamu kesiangan, Shania?" tanya Fiersa yang sudah duduk di kursi kerjanya seraya mengaplikasikan lip stick di bibirnya. "He-em. Aku bangun kesiangan." "Kenapa? Begadang?" tanya wanita itu lagi sembari menatap Shania yang tengah menyalakan komputer. "Enggak sengaja begadang. Semalam tumben aku enggak bisa tidur." "Lagi ada masalah?" tanya Fiersa yang melihat keanehan di mata Shania, tetapi tidak ingin menanyakan hal tersebut sebab hubungan mereka yang belum dekat. Ia takut Shania tak enak hati. Shania menggeleng. "Enggak." "Kok bisa? Apa kamu punya penyakit insomnia?" "Enggak juga," jawab Shania kembali menggeleng. "Mungkin emang lagi enggak capek saja," lanjut Shania tersenyum. Fiersa pun mengangguk dan memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. "Ya, mungkin." "Ngomong-ngomong, apa Pak Ethan sudah datang?" "Sudah." "Aduh! Mati aku." Shania terlihat panik. "Kenapa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Terjebak

    Shania berjalan hendak kembali ke dapur. Ia akan makan di sana, sendirian. Dia merasa kesepian dan sakit hati karena Alex tidak pernah berusaha memahami perasaannya."Kenapa kamu tidak pernah peduli?" gumam Shania pelan, berharap Alex mendengar. Alex menoleh mengalihkan pandangan dari gadget-nya. "Apa maksudmu?" tanyanya pada Shania.Shania berbalik, lalu menatap Alex. Ia melihat mata suaminya dengan sedih. "Kamu tidak pernah berbicara denganku, tidak pernah peduli apa yang aku rasakan. Apakah aku hanya sekedar istri yang tidak berarti bagi kamu?"Alex menatap Shania, tapi tidak ada emosi di wajahnya. "Aku sibuk. Aku tidak memiliki waktu untuk membicarakan perasaan."Shania merasa sakit hati mendengar jawaban Alex. Dia merasa tidak dihargai dan tidak dicintai."Sibuk? Kamu selalu sibuk, Lex. Tapi, apakah kamu pernah berpikir aku juga butuh perhatian?" tanyanya dengan suara bergetar.Alex mengangkat bahu dan memalingkan mukanya. "Aku memberikan apa yang kamu butuhkan, bukan? Rumah, u

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Masuk Tim Proyek

    Shania duduk di ruang rapat, menghadapi Ethan dan beberapa rekan kerjanya. Mereka semua membahas tentang lelang proyek yang sedang mereka jalani."Jadi, kita harus membuat presentasi yang sangat baik untuk memenangkan proyek ini," kata Ethan."Aku setuju," kata salah satu rekan kerja Shania. "Kita harus menunjukkan bahwa kita adalah tim yang terbaik untuk proyek ini."Shania mendengarkan dengan saksama, tapi ia tidak bisa menghilangkan perasaan tidak nyaman yang ia rasakan. Ia tahu bahwa proyek ini terkait dengan perusahaan keluarga Sebastian, dan itu membuatnya khawatir."Shania, apa kamu memiliki pendapat tentang proyek ini?" tanya Ethan.Shania mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku ... aku pikir kita harus sangat berhati-hati dalam membuat presentasi. Kita harus menunjukkan bahwa kita adalah tim yang profesional dan terbaik untuk proyek ini."Ethan mengangguk. "Aku setuju.""Kalau begitu, Shania, aku ingin kamu menjadi bagian dari tim presentasi. Aku mau melihat kemamp

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Presentasi

    Shania berdiri di depan Ethan, memegang remote presentasi dan mencoba untuk memantapkan dirinya. Ia telah mempersiapkan presentasi ini selama beberapa hari, tapi ia masih merasa sedikit gugup.Ethan memandangnya dengan serius, tapi juga dengan sedikit senyum. "Siap, Shania?" tanyanya.Shania mengangguk dan memulai presentasinya. Ia menjelaskan tentang konsep desain yang telah dibuat oleh timnya, dan bagaimana desain tersebut dapat memenuhi kebutuhan klien.Ethan mendengarkan dengan saksama, dan sesekali ia memberikan pertanyaan atau komentar. Shania menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan percaya diri, dan ia merasa semakin nyaman seiring berjalannya presentasi.Setelah presentasi selesai, Ethan memberikan senyum dan mengangguk. "Bagus, Shania. Kamu telah mempersiapkan diri dengan baik," ucapnya sembari bertepuk tangan. Kawan-kawan satu timnya juga memberi ucapan selamat karena Shania bisa mempresentasikan desain buatan mereka dengan sangat baik. Shania merasa lega dan bangga

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Diminta Mundur

    Shania telah selesai dengan presentasinya. Tampak Alex memandang hasil desain yang dipresentasikan oleh Shania dengan ekspresi yang tidak setuju. "Saya tidak bisa menerima desain ini," katanya dengan nada yang tegas.Shania tersenyum sedikit. "Apa yang tidak Anda sukai tentang desain ini, Pak Alex?" tanyanya dengan nada yang profesional."Desain ini terlalu mahal dan tidak sesuai dengan visi saya," jawab Alex dengan nada yang tetap tegas.Shania mengangguk. "Saya mengerti kekhawatiran Anda, tapi saya yakin desain ini akan membawa hasil yang baik."Alex memandang Shania dengan ekspresi yang tidak setuju. "Memang Anda tahu apa tentang visi yang saya maksud?" tanya Alex ketus, menatap Shania dengan tatapan tak suka yang begitu kentara. Ethan dan timnya terlihat menarik napas —tampak panik, dan berharap jika Alex tidak marah karena jawaban Shania. "Maaf, begini, Pak Alex. Bisa saya yang menjelaskan lebih sederhana atas rancangan desain tim kami," ucap Ethan tiba-tiba mengambil alih. A

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Konfrontasi dengan Alex

    "Kenapa kamu begitu takut, Alex?" tanya Shania dengan ekspresi tak percaya. "Aku katakan sekali lagi, tidak ada yang aku takutkan. Aku cuma mau kamu mundur." Alex berkata dengan tatapan tajam menatap Shania. "Tapi, aku tidak bisa mundur. Aku sudah terlibat dalam proyek ini," balas Shania yang mencoba mempertahankan martabatnya. Alex tampakmeneguk air mineral yang ada di dalam gelas, lalu membalas ucapan sang istri sambil tersenyum sinis. "Kalau begitu kamu harus menerima konsekuensinya. Aku tidak akan meloloskan desain dari perusahaanmu."Shania memandang Alex dengan ekspresi tidak percaya. "Kamu tidak bisa melakukan itu. Kamu tidak bisa memutuskan nasib perusahaanku hanya karena kamu tidak ingin aku terlibat dalam proyek ini!"Alex memandang Shania dengan ekspresi yang tidak bergeming. "Aku bisa melakukan apa saja yang aku inginkan. Aku adalah klien yang akan memutuskan apakah desain dari perusahaanmu akan diterima atau tidak."Shania merasa frustrasi dan marah. "Kamu tidak adil,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Curhat Sahabat

    Shania duduk di depan meja, memandang Ethan dengan ekspresi yang sedih. "Sepertinya aku tidak bisa melanjutkan proyek ini, Pak," katanya dengan nada yang lembut.Ethan memandang Shania dengan ekspresi terkejut. "Apa? Mengapa?"Shania menghela napas dan memandang ke bawah. "Aku tahu bahwa Alex tidak suka kalau aku masih ada di dalam proyek ini. Aku tidak ingin menjadi penghalang bagi kesuksesan tim."Ethan memandang Shania dengan ekspresi tidak setuju. "Tidak, Shania. Kamu tidak bisa mundur sekarang. Kamu adalah bagian penting dari tim ini. Kita tidak bisa melanjutkan proyek ini tanpa kamu."Shania menggelengkan kepala. "Aku tidak bisa, Pak Ethan. Aku tidak ingin membuat tim ini gagal karena aku."Ethan memandang Shania tegas. "Shania, aku tidak akan membiarkan kamu mundur. Kamu adalah anggota tim yang berharga dan kita membutuhkan kamu. Kita akan menghadapi Alex bersama-sama dan membuktikan bahwa kita bisa melakukannya."Shania memandang Ethan terkejut. Ia tidak menyangka bahwa Ethan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Shania Mencari Solusi

    Shania berdiri di pelataran gedung perusahaan milik keluarga Sebastian, merasa sedikit gugup. Ia telah memutuskan untuk mendatangi kantor Alex dan meminta suaminya itu untuk meloloskan proyek Ethan.Seorang petugas keamanan menyambut Shania dengan sikapnya yang ramah. Setelahnya ia mengantar Shania sampai ke meja resepsionis. "Selamat pagi, Ibu. Ada yang bisa kami bantu?" Seorang petugas front office menyapa Shania sama ramahnya dengan si petugas keamanan. "Saya mau bertemu suami saya." Shania memberi tahu petugas meja depan tersebut, tanpa basa basi. "Baik, mohon tunggu sebentar. Kami akan hubungi sekretaris bapak dulu mengenai kedatangan Ibu."Shania mengangguk dan tersenyum. Ia lalu memilih untuk duduk di lobi menunggu kabar dari si petugas. Shania berencana untuk membicarakan masalah lelang proyek yang sudah Alex putuskan kemarin. Awalnya Shania ingin membahas masalah ini di rumah, tapi Alex tidak pulang ke rumah semalam, entah kemana. Semalaman Shania merasa frustrasi hingga

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03

Bab terbaru

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Konfrontasi Alex

    "Rupanya sudah ada penggantiku? Cepat sekali berpindah ke lain hati." Suara sinis dari Alex tiba-tiba Shania dengar saat ia sedang membaca buku di taman belakang rumah. Shania menoleh, menatap wajah Alex yang kesal. "Apa maksudmu?" tanyanya tak mengerti apa yang suaminya katakan. Alex berdiri di ambang pintu yang menghubungkan dapur bersih dengan area taman. Penampilannya masih sama seperti saat Shania bertemu dengan lelaki itu di kantor siang tadi. Jas hitam yang membalut kemeja biru muda, dengan aroma parfum yang Shania tahu bukan milik Alex. 'Tentu saja parfum milik wanita itu. Secara mereka berinteraksi sangat dekat. Tidak mungkin kalau tetesan parfumnya tidak menempel padanya.' Shania membatin dalam hati. Mau kesal, tapi itu sudah hal yang sangat biasa semenjak ia tahu jika kekasih suaminya itu telah kembali. "Jadi, kamu berkoar-koar ingin menyudahi pernikahan ini karena lelaki itu?"Shania menautkan kedua alisnya. "Berkoar-koar? Lelaki?""Ya. Kamu sejak awal ingin menyudahi

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Bertemu Kembali

    Alex mungkin bisa tidak peduli dengan keberadaan Shania, begitu pun sebaliknya. Shania terlihat cuek dan santai ketika harus kembali berhadapan dengan suaminya yang pagi tadi telah berhasil membuatnya menangis. Ketika keduanya bersalaman, bahkan Alex melepaskan jabatan tangan mereka dengan cepat. Darren, asisten Alex, hanya bisa melongo melihat interaksi bos dan istri bosnya itu. Namun, lain dengan Ethan yang justru melihat situasi di depannya itu aneh. Tampak lain dan berbeda. Terlebih ketika keberadaan Maura yang kembali hadir di tengah-tengah meeting mereka siang itu, yang sempat membuatnya heran kalau saja Alex tidak memberi tahu ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh tim Maura. "Sebagai salah satu pemenang proyek, sama seperti kalian," Maura mulai berbicara setelah sebelumnya Alex menyampaikan salam, sapa dan pembukaan. "Saya hanya sedikit mau mengoreksi beberapa coretan desain dari tim kalian yang sudah tim teknisi mulai aplikasikan."Gaya Maura sudah seperti pemilik proyek

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Kecurigaan Bertambah

    Kekhawatiran yang Ethan tunjukkan, bisa Shania baca. Untuk itulah Shania berusaha bersikap santai dan mengangguk setuju ketika lelaki di depannya itu mengajak pergi ke kantor Alex. "Jam berapa kita berangkat?" tanya Shania tersenyum. "Eh, kira-kira sepuluh menit lagi. Masih ada beberapa data yang harus aku selesaikan." Ethan menatap wajah santai Shania dan itu membuatnya sedikit lebih tenang. 'Apa benar bukan Alex? Tapi, aku tidak mungkin salah. Interaksi keduanya terlihat lain setiap aku lihat,' batin Ethan masih menganggap bahwa suami Shania adalah pengusaha muda tersebut. "Baiklah. Kabari aku kalau sudah mau berangkat." Shania tersenyum menjawab. Ethan mengangguk, "Ya."Setelah itu Ethan masuk ke ruangannya, sedangkan Shania mulai memeriksa pekerjaannya yang sudah seminggu ini ia tinggalkan. "Sepuluh menit, setidaknya ada beberapa hal yang bisa aku selesaikan sebelum pergi.""Semangat, Shania?" teriak perempuan itu sembari mengangkat satu tangannya ke udara. Fiersa yang dudu

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Mengingkari Janji

    Kalender di atas nakas telah Shania tandai. Ia lingkari tanggal di mana rencananya ia akan pergi meninggalkan rumah yang ia tempati sekarang. Meninggalkan Alex dan menyudahi rumah tangganya dengan lelaki yang sangat ia cintai itu. 'Satu bulan dari sekarang. Setelah tanggung jawabku selesai, aku harus pergi dari sini. Menyudahi pernikahanku dengan Alex yang memang sejak awal tidak ditakdirkan bersama.'Pagi itu Shania bertemu dengan Alex di meja makan, tapi sang suami tidak memintanya untuk membuat sarapan. Alex yang acuh melihat Shania, mengambil sepotong roti saat istrinya itu lewat dan berjalan menuju dapur. "Kau masih di sini?" tanya Alex tiba-tiba. Terdengar nada menyindir yang begitu kentara. "Apa kamu mengusirku sekarang?"Alex melirik ke arah Shania dan tersenyum sinis. "Aku tidak pernah mengusirmu. Hanya saja beberapa hari kemarin kau tidak pulang ke rumah, aku pikir kau sudah benar-benar pergi."Beberapa hari Shania memang menginap di rumah Rachel. Demi menstabilkan kondis

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Berencana

    "Aku yakin Alex akan melakukannya.""Kapan? Apakah setelah tahu bahwa kamu hamil anaknya, begitu?"Shania menggeleng. "Aku tak akan memberitahunya sampai kapan pun juga.""Lantas, kapan menurutmu?"Shania menatap Rachel yang sudah terbawa emosi. Keyakinan hatinya berkata bahwa Alex akan segera menjatuhkan talak kepadanya. Rachel menghela napas, merasa frustrasi dengan keputusan Shania. "Kamu terlalu percaya diri, Shania. Alex tidak akan pernah menceraikanmu. Ia hanya menggunakanmu untuk kepentingan dirinya sendiri."Shania menggeleng, masih yakin dengan keputusannya. "Aku tidak ingin membicarakan tentang ini lagi, Rachel. Aku sudah capek dengan semua ini."Rachel mengangguk, merasa sedikit bersalah karena telah memaksa Shania untuk membicarakan tentang masalah rumah tangganya. "Baiklah, aku tidak akan membicarakan tentang ini lagi. Tapi, aku ingin kamu tahu bahwa aku akan selalu ada di sini untuk membantumu, tidak peduli apa pun yang terjadi."Shania tersenyum, merasa berterima kasih

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Mencoba Berdamai

    'Jangan macam-macam. Lelaki itu mencintai Shania, sahabatmu sendiri.''Tapi, Shania mencintai Alex. Tidak apa kalau hanya sekedar mengaguminya bukan?'Rachel menggeleng, tersenyum lagi —mencoba untuk mengusir pikiran yang tidak pantas itu. "Baiklah, Pak Ethan. Saya akan mengingatnya."Ethan tertawa. "Saya senang sekali bisa berbicara dengan Anda, Mba Rachel. Anda sangat menyenangkan."Rachel merasa sedikit terkejut dengan komentar Ethan, tapi ia mencoba untuk tidak menunjukkan perasaannya. "Sama-sama, Pak Ethan. Saya juga senang bisa berbicara dengan Anda."Ethan kemudian meminta izin untuk menutup telepon, dan Rachel mengizinkannya. Setelah menutup telepon, Rachel tidak bisa tidak memikirkan tentang Ethan dan perasaannya yang terhadap Shania. Ia berharap bahwa Ethan tidak akan terlalu terluka jika mengetahui bahwa Shania tidak memiliki perasaan yang sama terhadapnya.Setelah berbicara dengan Ethan melalui sambungan telepon, Rachel kemudian meminta asisten rumah tangganya menyiapkan m

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Ada yang Berbunga-bunga

    "Tapi, maaf sebelumnya, kenapa saya melihatnya lain, ya?" Tiba-tiba Rachel tersenyum jahil. "Lain kenapa?" Ethan menatap Rachel bingung. Sedikit mendekatkan kepalanya, Rachel tampak berbisik. "Apakah Anda sudah jatuh hati pada sahabat saya?"Ethan terkejut dengan pertanyaan Rachel. Ia tidak menyangka bahwa Rachel akan bertanya seperti itu padanya. Ia pun mencoba untuk tidak menunjukkan perasaannya yang sebenarnya."Apa maksud Anda?" tanya Ethan berusaha untuk tidak terlihat terkejut.Rachel tersenyum lagi. "Jangan berpura-pura, Pak Ethan. Saya bisa melihat dari cara Anda memandang Shania. Anda memiliki perasaan yang lebih dari sekadar atasan dan bawahan."Ethan merasa sedikit tidak nyaman dengan pertanyaan Rachel. Ia tidak tahu apa yang harus dikatakan."Tidak ada yang seperti itu, Mba Rachel. Saya hanya peduli pada kesehatan Shania karena mengkhawatirkan kondisinya yang sedang hamil," jawab Ethan berusaha untuk membela dirinya.Rachel mengangguk. "Baiklah, saya percaya Anda. Tapi,

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Menutupi Fakta

    Mobil yang Ethan kendarai berhenti tepat di depan pagar rumah keluarga Rachel. "Ini rumahmu?" tanya Ethan tampak takjub dengan kemegahan rumah di depannya. "Bukan," jawab Shania menggeleng. "Itu rumah sahabatku."Shania tengah berbohong, sebab pada kenyataannya ia tak mau Ethan tahu di mana ia tinggal. Sudah cukup lelaki di sampingnya itu curiga akan status pernikahannya dengan Alex, jangan sampai kecurigaannya itu semakin menjadi kenyataan sebab keadaan rumah Alex yang lebih megah dari yang ada di depan mereka saat ini. "Siapa sahabatmu ini? Sepertinya bukan orang sembarangan." Ethan masih memandangi rumah berpagar tinggi berwarna hitam di depannya. "Ya, dia memang orang kaya. Papanya seorang pengusaha.""Benarkah? Siapa?""Bayu Wijaya.""Bayu Wijaya? Setahuku dia cuma punya seorang putri."Shania tersenyum. "Ya, dia sahabatku."Ethan mengangguk. "Aku tahu nama Bayu Wijaya karena waktu itu pernah magang di perusahan milik pengusaha tersebut.""Benarkah? Di bidang yang kamu geluti

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Tebakan Tepat

    Ethan masih melongo di depan dokter. Ia masih belum bisa percaya dengan informasi yang dokter sampaikan barusan. "Apakah benar Shania hamil, Dok?" Ethan bertanya untuk lebih meyakinkan. Dokter tersenyum sembari mengangguk. "Kenapa Anda seperti tidak percaya dengan apa yang saya sampaikan?""Eh, bukan tidak percaya, Dok. Tapi, saya tidak tahu kalau karyawan saya itu sudah menikah."Tak ada sahutan dari dokter mengenai respon Ethan. Lelaki paruh baya berpakaian jas putih itu malah meminta Ethan untuk membawa Shania pulang dan beristirahat. "Pasien terlihat sangat lemah. Mungkin karena makanan yang masuk juga tidak tercerna sempurna. Gejala mabuk dan mual yang dialami, membuat pasien rentan mengalami hal seperti ini. Saran saya, berikan waktu untuk pasien istirahat. Bebaskan ia dari segala pekerjaannya. Minimal beri waktu seminggu hingga kondisinya kembali pulih."Ethan tak mungkin tidak menuruti saran dokter. Ia akan dengan senang hati memberi Shania waktu istirahat demi progress kes

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status