Pernikahannya telah hancur. Meskipun demikian ia tidak bisa menyalahkan siapapun. Gus Sami tidak mungkin memilih durhaka kepada Uminya atau membiarkan Icha terlalu lama terluka. Maka satu-satunya cara adalah melepaskan istri tercintanya. Besarnya rasa cinta yang telah mengisi seluruh ruang hatinya tanpa tersisa itu membuat Gus Sami melakukan hal-hal diluar nalar. Bagaimana upaya Gus Sami merengkuh kembali mantan istrinya? Apakah Icha akan menerima kembali Gus Sami dan memaafkan perlakuan menyakitkan Umi? Temukan kisahnya di "Gus Mantan".
Lihat lebih banyakAku dan Gus Sami sudah bersiap untuk sarapan dan mengikuti paket trip hari ini. Beberapa kali Gus Sami mendial nomor ponsel Nabhan tapi tetap tidak ada jawaban."Mah, tolong hubungi kamar Gus Nabhan.""Kamar 102 'kan?" Setelah sekian lama tetap tidak ada jawaban. "Nggak diangkat, Gus.""Ya sudah. Nanti kita ketuk aja pintu kamarnya."Kami segera keluar kamar dan menuju ruang makan. Kakiku urung berjalan ke pintu kamar Nabhan karena mataku telah menangkap sosoknya sedang berada di jalan berpaving yang diapit oleh taman. Ia sedikit terengah, sepertinya habis lari pagi. Aku tersenyum melihatnya serajin itu."Pantas nggak bisa dihubungi, lha lagi olahraga dil
Suara deheman seseorang membuat kami menoleh."Dasar pengantin baru, maunya kayak perangko.""Hei, Gus Nadzim." Dua laki-laki itu kemudian saling memeluk."Ini istriku, Icha."Laki-laki yang dipanggil Gus Nadzim itu mengangguk sopan padaku. "Namanya sama dengan mantanku," ucapnya datar."Ayolah, kejar dia.""Gila aja aku merusak rumah tangga orang.""Siapa tahu dia menunggu keajaiban langit, sama seperti dirimu yang memutuskan untuk tidak menikah."Aku mengernyit mendengar dialog dua lelaki didek
Beberapa kali Gus Sami menawarkan agar aku berbuka saja, tetapi aku bersikukuh untuk melanjutkan puasaku."Papah nggak tega lihat Mamah lemah seperti itu. Papah khawatir Mamah kenapa-kenapa.""Nggak apa-apa, Gus. Aku bersyukur banget karena adik bayi bisa ikut belajar puasa. Salah satu bentuk pendidikan prenatal ya seperti ini."Perutku kembali mual, rasanya ingin muntah. Gus Sami memegangi tangan kananku dengan lembut, sementara tangan kanannya tetap memegang setir mobil.Beberapa kali ia memperhatikan deretan toko di sepanjang jalan yang kami lalui. Tiba-tiba ia meminggirkan mobilnya di depan sebuah apotek."Tunggu sebentar, ya."
"Apa kita akan menikah?" ulangnya."Apa Gus e inginkan selain itu?""Jangan main-main Kamu, Cha.""Mamah nggak sedang nge-prank kita 'kan?" Nabhan memandangku waspada.Aku telah memikirkan semuanya dengan matang dan yang terpenting aku telah meminta petunjuk pada Allah."Beberapa kali, setelah sholat istikharah aku bermimpi kita bertiga sedang berada di tempat yang sama, beraktivitas dan bercanda bersama. Aku yakin itu sebuah petunjuk."Keduanya terpekik. Nabhan tiba-tiba sudah menghambur memelukku."Kita menikah besok." Suara Gus Sami mengurai pelukanku pada Nabhan."Gus e apa-apaan? Nggak bisa secepat itu. Harus cari hari baik dulu," protesku. Aku masih belum bisa menerima jika tiba-tiba besok statusku sudah berubah. Meskipun aku sudah mengambil keputusan itu tetapi aku tetap butuh penyesuaian dan menata hati."Semua hari itu baik, Sayang." Nabhan menjerit bahagia mendengar panggilan Papahnya untukku, sementara aku mungkin sudah seperti kepiting rebus."Setidaknya menunggu setelah R
"Tunggu di batas kota aja. Kasihan kalau kesini, terlalu jauh." Aku mengangguk. Segera kuambil dompet dan kunci mobil."Aku keluar sebentar. Kupastikan pekerjaanku hari ini beres." Mbak Reza mengacungkan dua jempol tangannya ke udara.Aku mengetikkan nama resto tempat aku akan menunggu Gus Sami dan Nabhan sambil berjalan menuju parkiran.Belun ada sepuluh menit, aku sudah sampai di resto yang aku maksud. Setelah memarkir mobil aku kembali mengabarkan jika telah sampai di resto sambil berjalan menuju pintu masuk resto."Mbak Richa?" Sebuah suara memaksaku mengalihkan pandangan dari layar ponselku menuju sumber suara."Ibu? Mas Haidar?" Aku segera meraih tangan p
"Hatiku sudah hancur berkeping-keping sejak aku memutuskan untuk meninggalkan suami dan anakku. Dan tahukah Kamu Gus, jika sesuatu yang telah hancur berkeping-keping itu tidak akan mungkin bisa kembali utuh seperti sediakala. Meskipun kepingan-kepingan itu bisa disatukan kembali tetap akan meninggalkan bekas.""Luka ini terlalu dalam, Gus. Luka ini telah membawa pergi semua kebahagiaanku. Meskipun senyuman selalu tersemat dibibirku, sejatinya itu hanya untuk menutup luka menganga yang ada disini." Aku menepuk dadaku yang terasa sangat nyeri.Tiba-tiba Gus Sami meraih pundakku dan menenggelamkan kepalaku didadanya. Munafik jika aku mengatakan tidak merindukan pelukannya. Apalagi Gus Sami yang sekarang jauh lebih peduli dan berperasaan. Aku bahkan diam saja dan menikmatinya. Ada rasa nyaman yang tidak ingin kulepaskan.
Setelah membujuk Nabhan agar sementara waktu menginap di hotel, kemudian aku mengantar Icha pulang kerumahnya.Sepanjang setengah perjalanan kulihat Icha sangat murung. Beberapa kali terdengar ia menghela napas sambil mengarahkan pandangan matanya keluar jendela."Maafkan Nabhan, Cha."Tanpa menoleh Ia menjawab, "Ya, Gus. Aku sudah memaafkannya." Tangisnya kini mulai pecah."Sudah, dong. Jangan nangis! Namanya juga anak-anak, maunya semua keinginannya dituruti."Icha hanya mengangguk. Tangan kanannya membekap mulutnya sementara pundaknya terguncang-guncang.Rasanya ingin kurengkuh pundak itu dalam pelukank
Beberapa kali Nabhan tersenyum kearah kami sambil terus mengalunkan Shalawat Asnawiyah. Ia benar-benar membuatku bangga. Pada perhelatanAkhirus Sanahpesantrennya kali ini Ia mendapatkan banyak penghargaan. Predikat santri paling disiplin, juara lomba pidato bahasa Arab, juara lomba debat bahasa Inggris, dan juara lombastory telling. Sekarang duduk dipanggung dengan memegang mikrofon dan melantunkan shalawat Nabi.Banyak orang tua yang iri pada kami. Melalui tatapan mata maupun dengan terang-terangan mengatakan itu."Putranya hebat, ya Mah," ucap seorang ibu yang duduk disebelahku.Sementara seorang bapak yang duduk didepan Gus Sami bilang, "Apa rahasianya bisa punya anak hebat seperti itu.""Rahasianya ... Doa Mamahnya," ucap Gus
"Cukup lama kita nggak ketemu. Sebulan lebih, kayaknya. Gimana kabarmu? Makin kurus aja."Aku hanya tersenyum. "Kabarmu gimana?" tanyaku balik."Ditanya bukannya menjawab malah balik tanya.""Kabarku baik. Tumben ngajak ketemu. Mau ngasih undangan?" godaku."Maunya sih. Tapi harus memastikan dulu hubungan kalian.""Apa maksudnya 'kalian'?""Kamu dan Sami lah. Siapa lagi."Aku terkekeh. "Apa korelasinya undangan pernikahanmu dengan hubunganku dan Gus Sami?""Aku harus memastikan dulu Kamu bersama orang yang tepat. Aku nggak mungkin membiarkanmu hi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen