Hujan yang turun sejak siang tadi cukup membuat malamku dingin sampai menusuk ke tulang. Beruntung tadi aku menolak Mas Riko untuk bertemu sehingga aku bisa bersembunyi di balik selimut tebalku yang nyaman sejak pulang dari kantor. Menikmati Drama Korea melalui Televisi smart di kamar cukup mengusir sepiku. Aku hanya turun dari tempat tidur saat Sholat Maghrib dan Isya.
Perutku tiba-tiba berbunyi, pertanda minta diisi. Kuraih ponselku, berniat memesan makanan secara online. Tapi kuurungkan saat kulihat jam ponselku menunjukkan pukul sepuluh malam. Sudah cukup malam untuk menemukan driver yang bisa mengantar makanan ke rumahku.
Akhirnya aku turun dari tempat tidur menuju ruang tengah. Membuka kulkas dan hanya menemukan mie tiaw dan telor. Kupikir mie tiaw telor kuah pedas cukup mengenyangkan dan menghangatkan. Segera aku eksekusi bahan-bahan yang ada. Tidak butuh waktu lama untuk mendapatkan mie tiaw yang menggoda selera.
Aku menghidu semangkuk
Aku masih mengecek hasil pekerjaan operatorku, mengeksekusi data ganda dan anomali saat pintu ruanganku dibuka dari luar. Kulihat kepala Mbak Reza muncul dari balik pintu."Sudah baca status medsos istrinya Mas Riko?" tanyanya. Aku menggeleng. "Udah lama aku nggak main medsos, malas." Mataku masih menekuri data-data di layar laptopku. "Sejak kapan Mbak Reza sukastalkingmedsos orang? Kayak nggak ada kerjaan aja," ujarku tanpa mengalihkan pandangan mataku.Mbak Reza memperlihatkan layar ponselnya yang menyala. Jari jempolnya mulai menggeser-geser tulisan pada akun medsos istri Mas Riko. Mau tidak mau mataku membelalak membaca tulisan-tulisan yang terpampang di sana 'Dasar Janda Gatal. Kucing garong. Pelakor!' dan entah tulisan apalagi yang malas untuk kubaca. "Hobi banget dia nge-tagkamu." Ia
Sepulang dari kantor aku langsung menuju salah satu mall yang berada di pusat kota. Hanya butuh waktu sepuluh menit untuk sampai di sini. Setelah memarkir mobil, aku segera masuk mall melalui pintu lantai dua. Berjalan sedikit tergesa menuju area food court yang berada di lantai satu. Suara riuh rendah beberapa perempuan terdengar dari salah satu geraiArabian food."Richa. Sini!" Disty melambaikan tangannya. Aku tersenyum dan berlari kecil menuju gerai itu."Tumben bisa datang, biasanya sibuk," ucap Laila. Aku hanya tersenyum. Sebelum keadaanku seperti saat ini aku tidak berani bergabung dengan teman-temanku alumni SMA. Keadaanku yang cukup memprihatinkan saat itu membuatku rendah diri. Selain itu, teman-temanku juga dulu tidak sedekat saat ini. Mereka mulai menyapaku dan mengajakku bergabung di grup medsos alu
Pikiranku cukup terganggu dengan permintaan Nabhan untuk menjemputnya. Ini kesempatan yang tidak mungkin kulewatkan, tetapi aku juga bingung. Jika selama liburan ini ia bersamaku, maka tidak ada yang menemaninya di rumah saat aku harus berada di kantor. Sementara urusan kantor sedang banyak-banyaknya. Menitipkannya pada Sakta juga tidak mungkin, karena ia juga sedang sibuk dengan persiapan proyek barunya.Aku mengetuk-ngetukkan jari di meja kerjaku berharap suatu ide muncul di otakku. Berpikir keras mencari jalan agar Nabhan bisa menghabiskan masa liburannya bersamaku sebelum ia masuk pesantren. Buntu, masih tak kutemukan jalan keluarnya. Ketukan di pintu cukup membuatku terkejut.Aku mengarahkan pandanganku ke pintu, sebuah wajah menyembul dari pintu yang terbuka. "Masuk," kataku mempersilahkan. Iqbal, Kasubbag Divisiku meng
"Dua ribu potong itu tidak sedikit. Kami tidak mungkin menanggung kerugian yang begitu besar karena kelalaian Anda." Aku hanya mengangguk-angguk tidak jelas. Antara pikiran dan apa yang kulakukan tidak sinkron. Pikiranku tidak fokus, ia telah menjelajah kemana-mana. Memperkirakan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi dengan galeri batikku."Anda tidak bisa mengawasi pekerjaan karyawan Anda dengan baik."Itu kalimat terakhir yang bisa terekam oleh otakku. Aku sudah tidak menyimak kalimatnya yang hanya berisi ungkapan kekesalannya dan menguliti kesalahanku. Kepalaku berdenyut semakin kuat. Bayangan kepailitan bermain-main di depan mata. Aku mungkin masih bisa bertahan hidup dengan pekerjaanku saat ini jika sampai galeri itu bangkrut, tetapi bagaimana dengan beberapa karyawan yang menggantungkan hidup mereka pada keber
Aku mencoba mencari nama-nama temanku Jogja di nomor ponselku, namun hanya bisa menelan kecewa. Aku menggeleng kuat, saat hanya menemukan nama Gus Sami yang kukenal disini.Haruskah dia yangmenjemputku?Kali ini aku harus menekan egoku. Aku tidak mau menghabiskan setengah malam disini. Dan akhirnya kuhubungi Gus Sami. Dengan sedikit menelan rasa malu, aku minta tolong padanya untuk menjemputku. Soal mobil, kupikir Gus Sami punya teman bengkel atau setidaknya tahu bengkel aki yang berada di sekitar sini. Soal kantor, aku akan minta izin pada Mbak Reza. Untuk itu, dengan cepat aku mengambil video dari ponselku, mengarahkan kameranya pada panel indikatoraki yang menyala.Tidak berapa lama mobil Gus Sami masuk area pom bensin. Ia langsu
Gerbang Kudus Kota Kretek yang megah itu menyambut kedatangan kami. Gerbang yang didesain menyerupai daun yang memayungi sisi kiri dan kanan ruas jalan dengan tinggi duabelas meter dari permukaan jalan serta lebar duapuluh satu meter dan panjang empatpuluh delapan koma tujuhpuluh lima meter merupakan replika daun tembakau yang dibuat menggunakan bahan stainless khusus yang didatangkan dari Australia. Replika daun tembakau memiliki lima puluh sembilan tulang di sisi kanan dan kiri yang melambangkan rukun islam dan walisongo. Sedangkan struktur empat penyangga replika daun tembakau didesain menyerupai bunga cengkih, yang semakin menegaskan bahwa Kudus adalah Kota Kretek.Kulirik jam tangan Gus Sami menunjuk angka tujuh kurang sedikit. Kupikir Sakta sudah bangun dan bisa kutitipi Nabhan untuk hari ini. Untuk hari-hari berikutnya kupikirkan nanti saja. Kuambil ponselku dari sling bag,
Sabtu Minggu ini Nabhan masih menghabiskan liburan jedanya di Kudus. Liburan diantara Ujian Madrasah dan Ujian Nasional. Nabhan dan teman-temannya mendapat kesempatan liburan jeda supaya mereka bisa refreshing untuk menghadapi Ujian Nasional nantinya.Sementara itu karena ada tahapan maka setiap Sabtu Minggu kantor tetap buka sehingga kami tetap masuk sesuai jadwal piket. Secara kebetulan aku mendapatkan jadwal piket di hari Sabtu ini. Aku tidak mau mengecewakan Nabhan, tetapi aku juga harus tetap profesional. Kupikir Mbak Reza bisa menolongku.Aku baru saja hendak melangkah ke ruangan Mbak Reza tetapi Mas Riko sudah terlebih dulu masuk ke ruanganku. "Papanya Nabhan ganteng ya?" Aku hanya mengerutkan dahi demi mendengar kalimatnya. "Aku melihatnya kemarin," lanjutnya.
Soto Kerbau di warung langgananku terasa sangat hambar. Entah karena tukang masaknya ganti atau resep yang dipakai tidak seperti biasanya atau karena pikiranku penuh dengan ingatan saat Gus Sami tertawa lepas pada dokter Nisa di poliklinik waktu itu atau mungkin syaraf-syaraf lidahku sudah mulai rusak.Makanan yang memenuhi mangkuk kecil itu hanya kuaduk-aduk. Kutambahkan satu sendok penuh sambal, kembali kuaduk-aduk. Berharap soto di hadapanku rasanya sesuai ekspektasiku, namun tetap saja hambar kecuali rasa pedas yang cukup menyengat tenggorokanku.Es teh satu gelas tetap tidak mampu mengusir rasa panas di tenggorokanku. Mulutku mendesis-desis kepedasan.Gus Sami menoleh ke arahku dan mengangsurkan gelas es tehnya. "Jangan kebanyakan sambal, nanti asam lambungmu naik."