Vin menyadari ada yang berbeda saat istrinya hidup kembali setelah dinyatakan meninggal oleh dokter. Lama kelamaann, Vin merasa kalau sosok istrinya adalah orang lain. Meski dia sempat meragukannya, tapi pria itu tidak melakukan apapun, hanya mendiamkannya. Semua kebenaran terungkap saat sang istri benar-benar meninggal, barulah Vin menyadari kenyataannya. Menggunakan instingnya, Vin berusaha mencari sosok yang dia yakini berada di tubuh sang istri selama beberapa waktu belakangan ini. Hal lain juga harus Vin hadapi berkaitan dengan buronan yang sudah lama dia incar. Seorang penjahat yang beberapa tahun terakhir ini dia intai karena keberadaannya mengancam keselamatan banyak orang, termasuk keluarganya. Tekanan juga datang dari sang ibu yang menginginkan Vin menikahi wanita pilihannya, padahal Vin sudah memiliki Maria sebagai istri, juga seorang putra. Bagaimana usaha Vin? Akahkah dia berhasil menemukan sosok pengganti istrinya? Atau dia justru jatuh tersungkur, mengalami kekalahan melawan buronan yang ternyata seorang mafia sama seperti dirinya. Mari ikuti kisahnya...
Voir plusSuara tembakan terdengar nyaring, saling bersahutan satu dengan lainnya. Diiringi beberapa kilatan ledakan kecil di belakang sana. Seorang pria bermata biru dengan aksen Italia sangat kental, tampak membidik sasarannya. Berkali-kali mengarahkan benda mungil dengan moncong yang mampu memuntahkan peluru untuk menghabisi musuhnya di depan sana.
“Vin, aku melihatnya.” Miguel sang asisten terdengar memberitahukan hal penting, melalui ear piece yang terpasang di telinga pria yang dipanggil Vin.“Tahan dia untukku,” perintah Vin. Pria itu bergerak menjauhi arena tembak menembak. Dengan perlindungan dari anak buahnya, Vin berhasil sampai di tempat Miguel. Sebuah kapal terlihat tengah merapat. Sudut bibir Vin tertarik. Berapa tahun dia mengejar orang ini, berkali-kali kehilangan jejak. Tapi kini lihatlah, Vin tidak akan membiarkan orang itu lolos lagi.Dengan sekali lompat, Vin berhasil masuk ke yacht yang tidak terlalu besar, tapi mewah. Vin mengokang Revolver miliknya, senjata itu siap menghabisi musuhnya kapan saja. Vin melangkah dengan kewaspadaan tinggi, yacht itu terlihat sepi. Vin menduga kalau orang yang dia cari sedang melakukan hal yang paling dia suka. Apalagi selain bermain wanita.Vin berhenti di sebuah kamar yang berada di dek paling atas. Tanpa kata, Vin menendang pintu kamar. Dua penghuninya terlonjak kaget. Kegiatan panas mereka terhenti, si wanita langsung menjerit, melihat Vin menodongkan senjata ke arah mereka. Wanita itu buru-buru turun dari atas tubuh si pria, berlari keluar kamar, tanpa mengenakan apapun.“Apa kabar kawan?” Satu tembakan Vin lesakkan ke paha pria yang tubuhnya masih polos dengan miliknya yang masih menegang.“Brengsek kau Vin!” maki pria itu. Tanpa berusaha menutupi tubuhnya, pria itu meringis tertahan.“Lima tahun aku mengejarmu. Kali ini aku tidak akan membiarkanmu lolos. Aku akan mengirimmu pulang ke Italia, supaya kau bisa membayar semua kejahatanmu.”Tawa terdengar dari bibir pria yang pahanya berlumur darah. “Kejahatan? Siapa yang jadi penjahat di sini sebenarnya? Kau atau aku?!”“Jangan menguji kesabaranku Ilario del Munthe. Aku pastikan kau habis malam ini.” Senjata Vin hampir meledakkan peluru, saat suara Miguel masuk ke telinganya.“Vin...Maria....” suara Miguel menyiratkan kecemasan. Fokus Vin terpecah, saat itu digunakan Ilario untuk mengambil pistol dari nakas di sebelah ranjangnya.Satu tembakan Ilario lepaskan, beruntung Vin sempat menghindar hingga hanya lengannya yang terkena tembakan, darah seketika mengubah kemeja hitam Vin semakin pekat. Dalam kesempatan tersebut, Ilario meraih jubah kimononya, memakainya cepat. Lalu pria itu berjalan menuju ke arah samping kiri, di mana sebuah pintu ada di sana. Ilario menyeret kakinya secepat yang ia bisa.“Jangan lari kau Ilario!!” Vin berteriak. Pikirannya bercabang antara Ilario dan satu nama lainnya, Maria.♧♧♧♧Rumah sakit pusat, kehebohan baru saja timbul saat satu kematian terjadi pada seorang pasien. Andreas menatap sendu pada jasad seorang wanita yang terbujur kaku di atas bed pasien. Tubuhnya masih hangat, waktu kematiannya belum ada lima menit yang lalu, bahkan peralatan medis masih terpasang di tubuh wanita itu.Andreas menarik nafasnya dalam, “Maria Angela, waktu kematiannya.....”Belum selesai bicara, monitor pendeteksi detak jantung kembali bereaksi, garis yang tadinya lurus, kini menunjukkan pola yang membuat hati Andreas berdebar kencang. Detak jantung wanita yang bernama Maria itu kembali. Di waktu yang bersamaan, paru-paru Maria juga kembali menunjukkan aktivitasnya. Denyut nadi mulai teraba, detak jantung perlahan naik temponya.“Dokter, pasien hidup kembali,” seorang perawat berucap. Hal itu membuat Andreas sadar dari rasa terkejutnya. Pria itu segera bergerak, memeriksa tanda vital di tubuh Maria. Bahkan lima menit yang lalu, pacu jantung yang dia lakukan gagal, tapi sekarang, lihatlah semua organ penting itu perlahan kembali ke ritme normalnya.Vin menerobos masuk tanpa peduli pada hal apapun. “Ada apa? Apa yang terjadi pada istriku?”Cecar Vin. Andreas memberi kode tunggu sebentar. Pria itu tengah memastikan kalau keadaan Maria benar-benar stabil, mengingat apa yang baru saja Maria alami. Andreas menarik Vin keluar dari sana, setelah berpesan pada perawat untuk berjaga di tempat itu, mengawasi keadaan Maria tanpa diizinkan melewatkan satu hal kecil.Di dalam ruangan Andreas, Vin sudah bertelanjang dada, membiarkan Andreas mengeluarkan peluru dari lengannya. Vin pikir dia hanya terserempet tembakan, nyatanya dia benar-benar tertembak.Andreas mengobati Vin sambil bercerita kalau Maria mengidap kanker rahim stadium akhir, menolak operasi dan kemoterapi. Vin tentu terkejut, sebab selama ini Maria tidak pernah mengeluhkan apapun padanya. Bahkan hubungan intim mereka berjalan seperti biasa dan harmonis.“Lalu bagaimana keadaannya sekarang?” tanya Vin setelah pria itu memakai kemeja putih yang Andreas berikan, menggantikan kemeja hitam yang sudah Vin buang ke tempat sampah.“Dia sempat meninggal....”Bola mata Vin melebar, saat Miguel menghubungi Vin guna memberitahu keadaan Maria, wanita itu memang meninggal, jantung berhenti berdetak, paru-paru berhenti bernafas. Tanda kematian yang nyata.“Tapi dia kembali,” senyum Vin mengembang mendengar penuturan Andreas. Dia yakin Maria tidak akan meninggalkan dirinya dan putra semata wayang mereka, Enzo.Satu panggilan masuk ke ponsel Andreas. “Dokter, dia bangun.” Dua pria itu langsung berlari kembali masuk ke ruang ICU, di mana Maria di rawat.“Di mana aku?” gumam wanita itu. Mata Maria berputar mengelilingi ruangan itu. Rumah sakit, ya dia ada di rumah sakit, itu pasti. Tak berapa lama, dua pria tampak mendatanginya. Jika yang satu langsung memeriksa keadaan Maria, bisa dipastikan dia dokter. Yang lain langsung menggenggam tangan Maria, mengusapnya pelan, penuh cinta. Maria menatap pria itu dengan tatapan aneh. Seolah sebuah pertanyaan ingin dia ungkap melalui pandangan matanya.“Siapa kamu?” satu pertanyaan membuat dua pria di hadapannya saling pandang.♧♧♧Di kota lain, suasana heboh juga baru saja terjadi. Satu kecelakaan terjadi dengan korban seorang guru TK. Gadis itu mengalami luka benturan di kepala cukup parah. Gumpalan darah berhasil dikeluarkan, melalui operasi yang baru saja dilakukan, tapi yang terjadi selanjutnya adalah si pasien mengalami koma.“Briana Amira,” sebut seorang pria yang berprofesi sebagai dokter. Dia melihat keanehan pada tubuh Briana. Ya, selain dokter, pria itu juga indigo. Namun terbatas pada mampu melihat makhluk tak kasat mata.Dalam pandangannya, tubuh Briana tak ubahnya seperti cangkang kosong yang ditinggal penghuninya. Jiwa Briana tidak berada di tempatnya tapi detak jantung wanita itu masih teraba. Apa yang sebenarnya terjadi? Tanya besar memenuhi kepala dokter yang masih dalam tahap menempuh program spesialisnya.Kembali pada Maria, dua hari berlalu, keadaan wanita itu menunjukkan perubahan yang membuat Andreas menggelengkan kepala. “Ini tidak mungkin.” Gumam Andreas, saat menerima hasil pemeriksaan terbaru Maria. Kanker di tubuh Maria lenyap tak berbekas. Wanita itu sembuh total.Pria tersebut melihat ke arah wanita yang tampak melihat ke kiri dan kanannya dengan wajah bingung. Seolah tidak mengenali keadaan di sekitarnya.“Maria ada apa? Apa ada yang sakit?” Andreas bertanya sambil mengambil kursi duduk di depan Maria.“Boleh aku bertanya, ini di mana?” tanya Maria kebingungan.“Ini rumah sakitku. Apa kamu tidak ingat?” Maria sesaat terdiam, perlahan kepala wanita itu menggeleng. Andreas kini yang terdiam.“Coba ceritakan apa yang kamu ingat?” pancing Andreas. Maria kembali terdiam, berusaha mengingat kenangan rancu yang seketika berhamburan di kepalanya. Sebuah pernikahan, seorang pria yang tersenyum padanya saat memasangkan cincin di jemarinya. Satu ciuman, dengan deretan kilasan malam panas yang pernah dia lalui bersama seorang pria.“Aku...aku sudah menikah?”Andreas mengangguk, “Suamimu Sebastian Vincent Arturo, dan kamu Maria Angela, kalian memiliki seorang putra Enzo Nevan Arturo.”Bak tersambar petir, Maria terkejut setengah mati. “Tidak! Tidak! Ini bukan diriku! Ini bukan tubuhku!” teriak Maria histeris, tak berapa lama tubuh wanita itu terkulai lemas di atas bed pasien. Samar-samar Maria masih bisa mendengar Andreas memanggil namanya sembari menepuk pelan pipinya.“Apa yang terjadi padaku sebenarnya?” tanya Maria dalam hati.Jiwa itu serasa hampa, berada di sebuah ruang yang tidak dia kenal. "Apa yang terjadi sebenarnya?" Lagi, pertanyaan itu memenuhi benak jiwa tersebut. Dia merasa kebingungan dengan keadaan dirinya. Apa dia sudah meninggal dan semua berakhir sampai di sini? Atau ini justru sebuah permulaan baru bagi hidupnya.“Ibu mengaku salah untuk urusan Helga di masa lalu. Ibu buta, sungguh tidak bisa membedakan baik dan buruk saat itu. Tapi sekarang, Ibu akan menerima semua keputusan Vin termasuk soal pasangan hidup. Ibu akan mendukungnya. Maafkan Ibu, Ibu sungguh ingin memperbaiki kesalahan Ibu. Jadi tolong beri Ibu kesempatan.” Briana menghela nafas, penjelasan dari Imelda cukup dia mengerti. Wanita itu tentu paham konsep tiap manusia pernah melakukan kesalahan. Akan terasa tidak adil jika kesempatan untuk berubah jadi lebih baik tidak diberikan. Briana sendiri memang tak terlalu memikirkan soal Helga, sebab Vin memang tidak pernah memberikan celah sedikit pun untuk Helga masuk dalam hidupnya. Oke, semua masalah sudah clear. Imelda akan membuktikan kalau dia menerima Briana sebagai pilihan Vin serta menantunya. “Kenapa Boy?” Briana bertanya ketika melihat sang putra tengah menatap foto sang mama yang tengah memeluknya, ada Vin juga di sana. Potret keluarga bahagia nan sempurna. Cemburukah Briana?
“Wait, wait, tunggu. Amore mio ada apa?” Vin mencegat Briana yang melewatinya begitu saja setelah makan malam usai. Lelaki itu menghadang di pintu kamarnya. Sejak pulang tadi wajah Briana sudah menunjukkan ekspresi tidak sedap.Briana tahu, kalau kejengkelannya seharusnya tidak ditujukan untuk sang suami. Hanya saja dia tidak bisa menyembunyikan apa pun dari Vin, hingga ketika dia berhadapan dengan Vin, rasa itu otomatis keluar begitu saja.“Maaf, aku gak marah sama kamu,” ujar Briana terus terang.“Lalu? Coba deh bicara yang benar. Aku gak masalah kamu mau marah atau bagaimana ke aku. Yang aku minta jangan pernah menutupi apa pun dari aku. Aku ingin tahu.” Vin memegang dua bahu Briana, meyakinkan wanita itu.Ohh beginikah rasanya menikah dengan duda yang sudah expert soal pernikahan. Sikap terbuka Vin dan seluruh pengertian lelaki itu membuat Briana meleleh meski sedang marah. Act of service-nya memang lain ya duda yang satu ini.Begitulah Vin, lelaki itu bahkan tak segan mengaj
“Siapa dia?” bisik Briana bertanya pada sang adik yang memindai penampilan seorang perempuan berambut pirang di hadapannya.“Coba Kakak tebak?” Jeff justru bertanya balik pada Briana. Giliran Briana yang memberikan atensinya pada si wanita. Cantik sih, langsing, dan errr seksi.“Salah satu teman tidurmu?” Briana kembali bertanya dengan raut wajah sedikit jijik pada Jeff. Sang adik langsung merengut mendapati ekspresi wajah Briana seperti itu padanya.“Kan aku sudah bilang mau berhenti dan mau berteman sama sabun saja.” Meringis, Jeff mendapat balasan kontan dari bibirnya yang lemes. Cubitan Briana mendarat di pinggang Jeff.Sementara wanita yang berdiri di depan kakak beradik itu mengepalkan tangan karena geram, merasa diabaikan oleh Jeff dan Briana. “Sialan! Aku dikacangin!” maki sang wanita dalam hati.“Jadi benar dia pacar barumu?” tanya si perempuan.“Emm, gimana ya? Emang kamu pantas jadi pacarku Kak?” Briana mendelik sama dengan si tamu tak diundang. Kak? Jeff memanggil wa
Vin berusaha menetralkan hatinya, menenangkan degup jantungnya. Kala Imelda melangkah masuk ke ruang kerjanya. Menuruti kata hati. Vin akhirnya meluangkan waktu untuk bicara pada sang ibu. Hari ini setelah dia pulang dari kantor.Meninggalkan Briana dan Enzo di ruang keluarga, bercanda bersama Emma yang kebetulan mampir setelah cek up kandungan seusai melalui perjalanan panjang Jakarta-Milan.Sementara Ilario tengah berkoordinasi dengan Miguel dan Chen di ruang meeting mini di lantai dua. “Jadi apa yang ingin kamu bicarakan dengan Ibu?” Imelda membuka percakapan. Dua hari ini interaksinya dengan Briana cukup baik. Dua orang itu sama-sama menyesuaikan diri satu sama lain. Tak menampik kemungkinan mereka akan hidup berdampingan untuk waktu yang lama, karena itu adaptasi diperlukan.“Ini soal sikap Ibu pada Briana. Apa Ibu sungguh-sungguh dengan semua ini? Maksudku, Ibu berubah. Apa ini hanya pura-pura atau bagaimana?” ujar Vin terus terang.Imelda menatap sang putra, sedikit gusar
“Jadi bisa kita bicara sekarang?” Briana menatap Vin yang mulai memejamkan. Keduanya masih tanpa busana setelah melalui sesi panas perdana mereka di Milan. Di kamar yang seketika membuat Briana serasa dejavu.Dejavu rasa bukan penglihatan. Dia sungguh pernah merasa di sini, di tempat ini. Meski semua perabot dan interior berganti baru. Sampai dengan cat dinding pun Vin memerintahkan untuk dicat ulang.Vibes-nya terasa sekali. Dia dan Vin pernah bercinta di kamar ini sebelumnya. Mungkin benar apa yang Vin katakan, jika dirinya berada di raga Maria selama hampir dua bulan.“Bicara apa?” Netranya terpejam, tapi tangannya merayap ke mana-mana. “Vin,” Briana mencubit dada bidang telanjang sang suami karena tangannya terus saja nakal bergerak ke sana sini. Vin mengaduh lebay, lantas menyudahi aksinya menggoda sang istri. Memeluk posesif pinggang ramping Briana. Membawanya merapat ke tubuhnya.“Jangan nempel-nempel.” Briana menerapkan jaga jarak yang sepertinya tak ada gunanya jika V
Briana menatap rumah dengan tangga marmer putih membentang di hadapannya. Menuntunnya menuju sepasang pintu kembar yang megah, sudah terbuka untuk dirinya. Vin tak membayangkan apapun, tapi dirinya cukup terkejut melihat kehadiran Imelda di depan pintu, menyambut mereka.Satu persatu tangga dinaiki, hingga mereka tiba di gerbang rumah Vin. Dengan seorang wanita menatap hangat pada keduanya. Dalam rentang waktu selama ditinggal Vin dan Enzo, Imelda mulai menyadari akan sikapnya yang keliru selama ini.Hingga ketika waktunya tiba, Imelda bertekad untuk mengubah perilaku. Menjadi ibu dan nenek yang baik untuk anak dan cucunya. “Benvenuto a Milano, genero mio,” ucap Imelda. (Selamat datang di Milan, menantuku.)Vin cukup terkejut mendengar ucapan sang ibu, mengingat di masa lalu, sang ibu begitu memusuhi Maria. “Ini ibuku, Imelda Arturo.” Vin terpaksa mengenalkan Imelda. Toh dia tidak bisa memungkiri kalau Imelda memang wanita yang sudah melahirkannya. Briana menampilkan raut wajah b
“Hai, Vi. Namamu Via kan?” Via mengerutkan dahi ketika melihat seorang anak lelaki berjalan mendekatinya. Mereka ada di taman belakang sekolah Via. Via sendiri tengah bermain di sana sembari menunggu sang ayah menjemput. “Kakak yang hari itu ada di pernikahan Miss Ana kan?” Via menjawab sambil memicingkan mata. Si anak lelaki mengangguk, mengulurkan tangan lalu menyebutkan namanya, “Maher.”“Kak Maher ngapain di sini? Gak sekolah?” Via memicing melihat pakaian rapi Maher.“Aku ambil libur. Mau anter Enzo ke bandara.” Gerakan Via seketika berhenti. Bandara? Enzo pulang hari ini? Gadis kecil itu seketika menunduk, matanya berkaca-kaca.“Mau ikut? Nanti aku bisa bilang pada Kakek Martin untuk bawa kamu. Kita masih nungguin Kak Jeff yang lagi bujukin Kak Ai,” ajak Maher. Entah kenapa dia begitu lancang mengatakan hal itu.Enzo sudah mewanti-wanti Maher untuk tidak bicara pada Via soal kepulangannya. Namun Maher berpikir kalau ini sangat tidak adil untuk Via. Apa salahnya cuma mengat
Briana terbangun dengan tubuh sakit. Rasanya pegal di semua bagian. “Astaga, duda gila,” gumam Briana. Dia meringis ketika mengubah posisi tidurnya. Pokoknya dia mau tidur seharian ini, bodo amat sama urusan lain.“Sudah bangun?” Vin bertanya dari arah pintu. Baru masuk sambil membawa nampan berisi makanan. Beuhh, aura duda baru buka puasa memang lain. Vin tampak segar dengan wajah glowing, secerah mentari pagi.Briana menaikkan selimutnya, sadar kalau dia belum berpakaian. “Sakit tidak?” Vin bertanya, sambil duduk di samping Briana.“Menurutmu?” Briana balik tanya. Senyum Vin melebar. “Sorry, agak lepas kendali,” cengir Vin tanpa dosa. Ha? Agak dia bilang. Kalau yang semalam Vin mengatakan agak lepas kendali, lalu yang betulan lepas kendali seperti apa.“Kalau semalam mode setengah lalu yang model full seperti apa?” ledek Briana.“Ya, bisa saja satu jam nonstop bisa lebih.” What? Briana melotot mendengar jawaban Vin. Semalam saja dia perlu rehat, mengambil jeda setidaknya seti
Briana baru keluar dari kamar Enzo memeriksa sang putra yang ia khawatirkan akan tidur sekasur dengan Via. Briana menghela nafasnya lega, luar biasa. Enzo tidur di sofa dengan Via tidur di kasur.“Good night, Boy.” Briana mencium kening Enzo setelah mengambil selimut tambahan, memakaikannya di tubuh sang putra. Sama dengan Via, dia juga mengucapkan selamat malam, sembari mencium pipi anak asuhnya. Cukup sedih karena dalam beberapa hari dia akan meninggalkan negeri ini. Mengikuti langkah Vin yang sudah resmi jadi suaminya.“He, masih bertengkar saja.” Briana memergoki Ilario dan Emma yang masih berdebat. Padahal hari sudah malam. Ilario dan yang lain baru saja pulang dari misi. “Dia minta ayam geprek, di mana mau cari,” keluh Ilario.“Tidak mau nyari ya sudah. Masih ada Xuan ....”“Xuan terluka jangan diganggu dulu.” Emma menoleh, ini berita baru untuknya sebab dia baru saja bangun, gegara obat bius sialan yang sang suami berikan.“Geprekkan saja ayam goreng yang tadi. Kasih sam
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Commentaires