Suara tembakan terdengar nyaring, saling bersahutan satu dengan lainnya. Diiringi beberapa kilatan ledakan kecil di belakang sana. Seorang pria bermata biru dengan aksen Italia sangat kental, tampak membidik sasarannya. Berkali-kali mengarahkan benda mungil dengan moncong yang mampu memuntahkan peluru untuk menghabisi musuhnya di depan sana.
“Vin, aku melihatnya.” Miguel sang asisten terdengar memberitahukan hal penting, melalui ear piece yang terpasang di telinga pria yang dipanggil Vin.“Tahan dia untukku,” perintah Vin. Pria itu bergerak menjauhi arena tembak menembak. Dengan perlindungan dari anak buahnya, Vin berhasil sampai di tempat Miguel. Sebuah kapal terlihat tengah merapat. Sudut bibir Vin tertarik. Berapa tahun dia mengejar orang ini, berkali-kali kehilangan jejak. Tapi kini lihatlah, Vin tidak akan membiarkan orang itu lolos lagi.Dengan sekali lompat, Vin berhasil masuk ke yacht yang tidak terlalu besar, tapi mewah. Vin mengokang Revolver miliknya, senjata itu siap menghabisi musuhnya kapan saja. Vin melangkah dengan kewaspadaan tinggi, yacht itu terlihat sepi. Vin menduga kalau orang yang dia cari sedang melakukan hal yang paling dia suka. Apalagi selain bermain wanita.Vin berhenti di sebuah kamar yang berada di dek paling atas. Tanpa kata, Vin menendang pintu kamar. Dua penghuninya terlonjak kaget. Kegiatan panas mereka terhenti, si wanita langsung menjerit, melihat Vin menodongkan senjata ke arah mereka. Wanita itu buru-buru turun dari atas tubuh si pria, berlari keluar kamar, tanpa mengenakan apapun.“Apa kabar kawan?” Satu tembakan Vin lesakkan ke paha pria yang tubuhnya masih polos dengan miliknya yang masih menegang.“Brengsek kau Vin!” maki pria itu. Tanpa berusaha menutupi tubuhnya, pria itu meringis tertahan.“Lima tahun aku mengejarmu. Kali ini aku tidak akan membiarkanmu lolos. Aku akan mengirimmu pulang ke Italia, supaya kau bisa membayar semua kejahatanmu.”Tawa terdengar dari bibir pria yang pahanya berlumur darah. “Kejahatan? Siapa yang jadi penjahat di sini sebenarnya? Kau atau aku?!”“Jangan menguji kesabaranku Ilario del Munthe. Aku pastikan kau habis malam ini.” Senjata Vin hampir meledakkan peluru, saat suara Miguel masuk ke telinganya.“Vin...Maria....” suara Miguel menyiratkan kecemasan. Fokus Vin terpecah, saat itu digunakan Ilario untuk mengambil pistol dari nakas di sebelah ranjangnya.Satu tembakan Ilario lepaskan, beruntung Vin sempat menghindar hingga hanya lengannya yang terkena tembakan, darah seketika mengubah kemeja hitam Vin semakin pekat. Dalam kesempatan tersebut, Ilario meraih jubah kimononya, memakainya cepat. Lalu pria itu berjalan menuju ke arah samping kiri, di mana sebuah pintu ada di sana. Ilario menyeret kakinya secepat yang ia bisa.“Jangan lari kau Ilario!!” Vin berteriak. Pikirannya bercabang antara Ilario dan satu nama lainnya, Maria.♧♧♧♧Rumah sakit pusat, kehebohan baru saja timbul saat satu kematian terjadi pada seorang pasien. Andreas menatap sendu pada jasad seorang wanita yang terbujur kaku di atas bed pasien. Tubuhnya masih hangat, waktu kematiannya belum ada lima menit yang lalu, bahkan peralatan medis masih terpasang di tubuh wanita itu.Andreas menarik nafasnya dalam, “Maria Angela, waktu kematiannya.....”Belum selesai bicara, monitor pendeteksi detak jantung kembali bereaksi, garis yang tadinya lurus, kini menunjukkan pola yang membuat hati Andreas berdebar kencang. Detak jantung wanita yang bernama Maria itu kembali. Di waktu yang bersamaan, paru-paru Maria juga kembali menunjukkan aktivitasnya. Denyut nadi mulai teraba, detak jantung perlahan naik temponya.“Dokter, pasien hidup kembali,” seorang perawat berucap. Hal itu membuat Andreas sadar dari rasa terkejutnya. Pria itu segera bergerak, memeriksa tanda vital di tubuh Maria. Bahkan lima menit yang lalu, pacu jantung yang dia lakukan gagal, tapi sekarang, lihatlah semua organ penting itu perlahan kembali ke ritme normalnya.Vin menerobos masuk tanpa peduli pada hal apapun. “Ada apa? Apa yang terjadi pada istriku?”Cecar Vin. Andreas memberi kode tunggu sebentar. Pria itu tengah memastikan kalau keadaan Maria benar-benar stabil, mengingat apa yang baru saja Maria alami. Andreas menarik Vin keluar dari sana, setelah berpesan pada perawat untuk berjaga di tempat itu, mengawasi keadaan Maria tanpa diizinkan melewatkan satu hal kecil.Di dalam ruangan Andreas, Vin sudah bertelanjang dada, membiarkan Andreas mengeluarkan peluru dari lengannya. Vin pikir dia hanya terserempet tembakan, nyatanya dia benar-benar tertembak.Andreas mengobati Vin sambil bercerita kalau Maria mengidap kanker rahim stadium akhir, menolak operasi dan kemoterapi. Vin tentu terkejut, sebab selama ini Maria tidak pernah mengeluhkan apapun padanya. Bahkan hubungan intim mereka berjalan seperti biasa dan harmonis.“Lalu bagaimana keadaannya sekarang?” tanya Vin setelah pria itu memakai kemeja putih yang Andreas berikan, menggantikan kemeja hitam yang sudah Vin buang ke tempat sampah.“Dia sempat meninggal....”Bola mata Vin melebar, saat Miguel menghubungi Vin guna memberitahu keadaan Maria, wanita itu memang meninggal, jantung berhenti berdetak, paru-paru berhenti bernafas. Tanda kematian yang nyata.“Tapi dia kembali,” senyum Vin mengembang mendengar penuturan Andreas. Dia yakin Maria tidak akan meninggalkan dirinya dan putra semata wayang mereka, Enzo.Satu panggilan masuk ke ponsel Andreas. “Dokter, dia bangun.” Dua pria itu langsung berlari kembali masuk ke ruang ICU, di mana Maria di rawat.“Di mana aku?” gumam wanita itu. Mata Maria berputar mengelilingi ruangan itu. Rumah sakit, ya dia ada di rumah sakit, itu pasti. Tak berapa lama, dua pria tampak mendatanginya. Jika yang satu langsung memeriksa keadaan Maria, bisa dipastikan dia dokter. Yang lain langsung menggenggam tangan Maria, mengusapnya pelan, penuh cinta. Maria menatap pria itu dengan tatapan aneh. Seolah sebuah pertanyaan ingin dia ungkap melalui pandangan matanya.“Siapa kamu?” satu pertanyaan membuat dua pria di hadapannya saling pandang.♧♧♧Di kota lain, suasana heboh juga baru saja terjadi. Satu kecelakaan terjadi dengan korban seorang guru TK. Gadis itu mengalami luka benturan di kepala cukup parah. Gumpalan darah berhasil dikeluarkan, melalui operasi yang baru saja dilakukan, tapi yang terjadi selanjutnya adalah si pasien mengalami koma.“Briana Amira,” sebut seorang pria yang berprofesi sebagai dokter. Dia melihat keanehan pada tubuh Briana. Ya, selain dokter, pria itu juga indigo. Namun terbatas pada mampu melihat makhluk tak kasat mata.Dalam pandangannya, tubuh Briana tak ubahnya seperti cangkang kosong yang ditinggal penghuninya. Jiwa Briana tidak berada di tempatnya tapi detak jantung wanita itu masih teraba. Apa yang sebenarnya terjadi? Tanya besar memenuhi kepala dokter yang masih dalam tahap menempuh program spesialisnya.Kembali pada Maria, dua hari berlalu, keadaan wanita itu menunjukkan perubahan yang membuat Andreas menggelengkan kepala. “Ini tidak mungkin.” Gumam Andreas, saat menerima hasil pemeriksaan terbaru Maria. Kanker di tubuh Maria lenyap tak berbekas. Wanita itu sembuh total.Pria tersebut melihat ke arah wanita yang tampak melihat ke kiri dan kanannya dengan wajah bingung. Seolah tidak mengenali keadaan di sekitarnya.“Maria ada apa? Apa ada yang sakit?” Andreas bertanya sambil mengambil kursi duduk di depan Maria.“Boleh aku bertanya, ini di mana?” tanya Maria kebingungan.“Ini rumah sakitku. Apa kamu tidak ingat?” Maria sesaat terdiam, perlahan kepala wanita itu menggeleng. Andreas kini yang terdiam.“Coba ceritakan apa yang kamu ingat?” pancing Andreas. Maria kembali terdiam, berusaha mengingat kenangan rancu yang seketika berhamburan di kepalanya. Sebuah pernikahan, seorang pria yang tersenyum padanya saat memasangkan cincin di jemarinya. Satu ciuman, dengan deretan kilasan malam panas yang pernah dia lalui bersama seorang pria.“Aku...aku sudah menikah?”Andreas mengangguk, “Suamimu Sebastian Vincent Arturo, dan kamu Maria Angela, kalian memiliki seorang putra Enzo Nevan Arturo.”Bak tersambar petir, Maria terkejut setengah mati. “Tidak! Tidak! Ini bukan diriku! Ini bukan tubuhku!” teriak Maria histeris, tak berapa lama tubuh wanita itu terkulai lemas di atas bed pasien. Samar-samar Maria masih bisa mendengar Andreas memanggil namanya sembari menepuk pelan pipinya.“Apa yang terjadi padaku sebenarnya?” tanya Maria dalam hati.Jiwa itu serasa hampa, berada di sebuah ruang yang tidak dia kenal. "Apa yang terjadi sebenarnya?" Lagi, pertanyaan itu memenuhi benak jiwa tersebut. Dia merasa kebingungan dengan keadaan dirinya. Apa dia sudah meninggal dan semua berakhir sampai di sini? Atau ini justru sebuah permulaan baru bagi hidupnya.Sementara itu di sebuah vila yang tersembunyi di balik kokohnya dinding tebing curam. Seorang pria menatap marah ke arah pintu, seolah menanti siapa yang akan masuk. Tak berapa lama, terdengar pintu di buka dengan keras, hampir mendobrak benda persegi tersebut. Satu wanita didorong paksa, hingga berada di depan Ilario. Ya, Ilario del Munthe berhasil lolos dari sergapan Vin, anak buahnya berhasil membawa pria tersebut kembali ke persembunyian mereka. Pria itu kini terlihat lebih baik, setelah luka tembak di pahanya diobati. Wanita yang baru masuk itu ditendang pada punggungnya, sampai jatuh berlutut di hadapan Ilario.“Dia pelakunya?” tanya Ilario tidak percaya. Melihat sosok cantik yang berlutut di hadapannya. Tampak lemah, tapi Ilario tidak melihatnya begitu. Lelaki itu melihat hal yang sebaliknya. Sorot tajam mata wanita itu membuktikan kalau dia tidak takut pada Ilario. Menarik. “Siapa yang menyuruhmu?!” Ilario ingin mendengar suara perempuan yang mata coklatnya mampu menghipn
Seminggu berlalu, Maria diizinkan pulang. Setelah menjalani serangkaian tes, untuk memastikan kalau dirinya benar-benar sembuh dari kanker yang dia derita. Maria tampak seperti orang lain saat masuk ke rumahnya sendiri. Ada sedikit rasa heran dalam diri Vin. Namun pria itu tidak terlalu menghiraukannya. Pasalnya Andreas sudah lebih dulu memperingatkan. Maria mungkin akan sedikit berbeda pasca dia hidup kembali. Ini wajar terjadi, sebab beberapa detik otak Maria kekurangan pasokan oksigen, jadi bisa saja terjadi miss pada saraf otak Maria, yang mengakibatkan Maria kehilangan sedikit memori soal beberapa hal.Bahkan tatapan Maria pada Vin tampak berbeda. Wanita itu seolah tidak mengenali dirinya. Meski begitu, Maria tidak menolak maupun menghindari Vin. Dan menurut Vin itu sudah bagus. Maria tidak mengacuhkannya. Enzo langsung berlari memeluk sang mama begitu wanita itu masuk ke ruang tamu. Lagi-lagi sikap Maria seperti orang yang baru pertama kali datang ke rumah itu. Hanya saat me
Vin memindai tiap monitor yang ada di hadapannya. Lima layar komputer cukup besar berjajar rapi di depannya. Semua tampilan saling terhubung, menunjukkan sebuah peta. “Terakhir kali kita terhubung dengannya saat dia memberitahu lokasi Ilario.” Miguel menjawab pelan, tangan sang asisten bergerak lincah di atas keyboard. Mencari sesuatu yang beberapa hari terakhir hilang dari jangkauan mereka.Ada kecemasan tersendiri saat Vin mengingat siapa yang tengah mereka khawatirkan. “Emma, ini salahku. Aku tidak seharusnya membiarkanmu masuk ke sarang Ilario, ini sangat berbahaya.” Gumam Vin setengah putus asa. Sejak jejak Ilario hilang, Emma turut menghilang. “Apa jangan-jangan Ilario sudah menyadari siapa Emma?” Pertanyaan Miguel membuat ratio kecemasan Vin semakin tinggi. Jika sampai terjadi apa-apa pada Emma, dia tidak bisa memaafkan dirinya.“Terus mencari, meski aku khawatir padanya. Tapi aku yakin kalau dia bisa menjaga diri.” Miguel mengangguk menyetujui ucapan Vin. Dia tahu benar
Vin melajukan mobilnya setelah menerima panggilan dari Miguel. “Vin, ada pergerakan dari Ilario.” Sempat merasa ragu waktu harus meninggalkan Maria yang terlelap dalam tidurnya. Tapi apa boleh buat, dia tidak mungkin melewatkan kesempatan ini. Meski ini hampir tengah malam.“Berikan aku posisi terakhir Ilario.” Vin berucap melalui head set bluetoot-nya, selagi Vin memacu kuda besi sport-nya. Sebuah koordinat segera Vin dapat. Pria itu menyalakan layar komputer yang ada di dash board. Vin sejenak menunggu terhubung dengan Miguel. Setengah mata Vin terfokus pada jalanan di depan, yang lain mencermati satu titik yang ada di layar. Satu pertanyaan dari Vin dijawab dengan ketidakpastian oleh Miguel. Vin menggeleng pelan, lantas mematikan sambungan pada Miguel.Suami Maria itu menyentuh satu icon pada layar mini tersebut. “Connect to The Eye.” Perintah Vin, dengan sistem segera merespon.Connecting....Processing....Welcome to The EyeEnter your passwordVin memasukkan sederet kom
Maria menatap pantulan dirinya melalui cermin. Lagi, ini kali kedua wanita itu menatap dirinya lekat-lekat. Mengingat apa yang sebenarnya telah terjadi. Perlahan Maria yakin kalau raga ini memang bukan miliknya. Namun kenapa ini semua bisa terjadi? Pertanyaan itu yang kini bercokol di kepala Maria. Juga soal siapa dirinya yang sesungguhnya.Wanita itu menghela nafas, banyak hal yang kini memenuhi benaknya. Dan sebagian besar menuntut sebuah jawaban. Belum rampung masalah satu, muncul lagi masalah lain. Dirinya belum sepenuhnya berdamai dengan raga baru ini. Kini sang mertua sudah menunjukkan raut wajah tidak suka akan kehadirannya. Mama Vin yang akhirnya dia tahu bernama Imelda, terang-terangan menginginkan wanita lain untuk menjadi istri Vin. Lebih parahnya lagi, perempuan bernama Helga itu sekarang tinggal di rumah Vin, sang suami.“Jangan terlalu memikirkan ucapan Mama,” perkataan Vin seolah ingin membuat Maria tidak berpikir macam-macam. Namun hal itu jelas tidak bisa Maria abai
Suara tembakan terdengar diiringi teriakan teredam. Ilario baru saja melesatkan tembakan ke paha seorang pria yang terduduk di kursi, dalam keadaan terikat. Pria itu tersenyum remeh, melihat korban merintih akibat aksinya. “Jadi kau tetap tidak mau mengatakan di mana dia?” Tanya Ilario dengan wajah tersenyum mengerikan.Pria itu menggeleng, hingga satu perintah keluar dari bibir Ilario. “Bunuh dia!” Dua orang sigap menarik kasar tubuh pria yang dari pahanya mengalir banyak darah. “Aku ingatkan Ilario, kau harus pastikan membunuhku dengan benar. Atau kau akan menyesal. Aku akan memberitahu Vin di mana tempat persembunyianmu juga tempat kau menyekap Emma!” teriak pria itu.Ilario mendengus geram mendengar ancaman lelaki tadi. “Apa yang kau dapat?” Ilario bertanya pada sang asisten. “Orion memalsukan data dirinya juga keluarganya!” Ilario mengeratkan rahangnya. Selain Vin, sasaran balas dendam Ilario yang lain adalah Orion Harasya Alexander. Gara-gara Orion lah, semua kejahatannya terb
Vin mengusap dagunya pelan, sebuah pesan masuk ke nomor ponsel pribadinya. Nomor yang sudah di-secure, diamankan oleh sistem The Eye. Hingga tak sembarangan orang bisa menghubunginya. Satu pesan dari Xuan yang sebenarnya membuat Vin was-was.“Aku sedang berada di negeri ini. Berita buruknya, aku baru saja ditangkap oleh Ilario, tapi aku bisa meloloskan diri. Jangan mencariku untuk sementara ini, karena aku ingin mencari Emma. Aku tahu di mana Ilario menyekapnya. Hubungi Orion, bilang padanya kalau aku liburan di tempatmu. Terima kasih. Xuan”Sejujurnya Vin sangat cemas dengan keadaan Xuan. Namun lelaki itu tahu benar resikonya, jika dia memaksakan diri mencari Xuan. Yang ada Ilario akan curiga padanya, dan itu bisa membahayakan Xuan dan Emma.Emma disekap oleh Ilario? Vin tidak bisa membayangkan hal itu. Apa yang akan Ilario lakukan pada Emma? Ketakutan seketika menyergap hati Vin. Bagaimana jika Ilario melakukan hal buruk pada Emma? Otak Vin langsung panik. Jangan sampai Maria tah
Maria berada di kamar mandi, wanita itu baru saja membersihkan wajahnya. Sebuah ritual yang rasa-rasanya baru kali ini dia lakukan. Apakah pemilik jiwanya dulu tidak melakukan hal serupa. Maria menggelengkan kepala. Sepertinya dia memang jarang merawat diri dengan skin care, terbukti dia harus membaca dan mempelajari semua alat make up yang ada di meja rias Maria.Setelah selesai membersihkan wajah, begitu juga dengan acara pemakaian krim malam, Maria tertegun di depan lemari besar miliknya. Pikirannya kembali berkutat di seputar obrolan Imelda dan Helga. Bagaimana jika Helga benar-benar bergerak seperti perintah Imelda? Menggoda Vin, lalu menjerat suami Maria. Tidak! Dia tidak boleh membiarkan Helga merebut suami Maria.Lalu apa yang akan dia lakukan untuk mencegahnya? Apa giliran dia yang harus menyerahkan diri pada Vin? Maria seketika menoyor kepalanya sendiri. Menyerahkan diri bagaimana? Kan Maria memang istri Vin, jadi sah-sah saja jika mereka bercinta. “Tapi aku bukan Maria!”