Sementara itu di sebuah vila yang tersembunyi di balik kokohnya dinding tebing curam. Seorang pria menatap marah ke arah pintu, seolah menanti siapa yang akan masuk. Tak berapa lama, terdengar pintu di buka dengan keras, hampir mendobrak benda persegi tersebut. Satu wanita didorong paksa, hingga berada di depan Ilario.
Ya, Ilario del Munthe berhasil lolos dari sergapan Vin, anak buahnya berhasil membawa pria tersebut kembali ke persembunyian mereka. Pria itu kini terlihat lebih baik, setelah luka tembak di pahanya diobati. Wanita yang baru masuk itu ditendang pada punggungnya, sampai jatuh berlutut di hadapan Ilario.“Dia pelakunya?” tanya Ilario tidak percaya. Melihat sosok cantik yang berlutut di hadapannya. Tampak lemah, tapi Ilario tidak melihatnya begitu. Lelaki itu melihat hal yang sebaliknya. Sorot tajam mata wanita itu membuktikan kalau dia tidak takut pada Ilario. Menarik.“Siapa yang menyuruhmu?!” Ilario ingin mendengar suara perempuan yang mata coklatnya mampu menghipnotisnya.Tak ada jawaban, wanita tersebut mendongakkan wajah, seolah menantang Ilario. Asisten Ilario menyerahkan selembar kertas berisi data wanita, yang tengah menahan diri untuk tidak menghajar pria di depannya.“Emma? Itu namamu?” Ilario bertanya dengan bola mata bergulir ke bawah, melahap setiap info yang berhubungan dengan gadis yang kini dia tahu bernama Emma.Semakin ke bawah, dahi Ilario berkerut. Ada raut kagum dalam ekspresi wajah Ilario. “Kau masih sangat muda. Tapi kemampuanmu sangat luar biasa. Aku jadi penasaran.” Ucap Ilario penuh minat.Ilario mulai memindai tubuh Emma, jika Emma berpikir kemampuan yang dimaksud Ilario adalah keterampilan bertarung. Maka Ilario tidak, dengan pelatihan yang Emma terima sebagai mata-mata Black Chimaera, tubuh Emma pastilah sangat indah.Dan benar saja, mata Ilario segera saja menemukan apa yang dia cari. Wajah cantik dengan bibir sensual menggoda, ditambah aset depan dan belakang yang cukup sempurna terlihat dari luar. Hal itu membuat Ilario ingin mencicipi tubuh anak buah Vin. Hitung-hitung sebagai ganti Vin telah merusak kesenangannya hari itu. “Aku sungguh penasaran padamu.”“Kita bisa bertarung kalau kau mau!”SIAL! Bahkan suaranya terdengar begitu menggoda. “Cekoki dia!” perintah Ilario. Emma membulatkan mata, mendengar perintah buronan kepolisian Italia ini.“Kau mau apa?!” teriak Emma mulai takut. Dia tidak gentar menghadapi puluhan lawan di medan perang. Dia siap mati untuk itu. Namun jika dia harus berhadapan dengan jenis obat-obatan, ini yang Emma tidak sanggup.Asisten Ilario sendiri yang menuangkan cairan merah pekat yang orang kenal sebagai wine. Mencampurkannya dengan sejumput bubuk putih. Asisten Ilario tampak menyeringai melihat wajah tertegun Emma. Mereka perlu setidaknya setengah jam untuk melumpuhkan Emma. Karenanya dia dengan senang hati melakukan perintah Ilario.“Lakukan!” dua pria memegangi lengan Emma, sementara asisten Ilario, mulai mencengkeram dagu Emma.“Jangan menggoresnya, aku tidak suka mainanku lecet,” asisten Ilario mengangguk paham mendengar peringatan sang atasan. Emma berusaha mengelak dengan menutup mulutnya rapat-rapat. Tapi satu pria datang menekan hidung Emma, hingga otomatis bibir Emma terbuka.Dalam tiga kali tegukan wine itu tandas berpindah tempat ke kerongkongan Emma. “Brengs*k!!” Maki Emma. Semua orang tersenyum menanggapi umpatan Emma. Mereka tentu sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Hingga ketika Ilario memberi kode untuk keluar dari ruangan itu. Mereka semua dengan cepat menuruti perintah si pemimpin.“Mari kita lihat bagaimana kau akan memohon padaku?” Ilario menatap lapar pada Emma. Emma balik melemparkan tatapan penuh kebencian pada Ilario, pria yang sudah dua bulan ini dia satroni dengan menyamar sebagai salah satu petugas bersih-bersih di vila lama Ilario. Karena info dari Emma, maka Vin mampu mengejar Ilario sampai ke yacht pria itu. Nyaris bisa membawa Ilario kembali ke Italia.Pintu ditutup meninggalkan Ilario, dan Emma yang mulai gemetaran. Obat itu mulai bereaksi, Emma tak yakin mampu bertahan. Satu kalimat terpatri dalam benak gadis itu, suatu hari dia akan menghabisi Ilario dengan tangannya sendiri.Ilario menyeringai, melihat wajah merah Emma yang tengah menahan diri, membuat pria tersebut semakin suka. Satu pancingan dari Ilario membuat Emma kalap. Hingga pria itu bisa mendapatkan apa yang dia mau. Bercinta dengan anak buah sekaligus mata-mata yang dikirim oleh Vin.Dua jam berlalu. Ilario meraih jubah tidur yang tergeletak di lantai, berjalan sedikit tertatih, luka di pahanya belum sembuh benar. Masih menyisakan nyeri, tapi untungnya tidak mengeluarkan darah lagi, akibat aktivitas panas yang baru saja dia lakukan.Pria itu menoleh, melihat ke arah Emma yang tidur pulas, tubuh seksinya tertutup oleh selimut putih. Emma jelas kelelahan akibat ulah Ilario. Emma, gadis perawan pertama yang Ilario cicipi. Satu hal yang membuat pria itu menggila dalam dua jam permainan mereka. Stamina Emma mampu mengimbangi Ilario yang memang terkenal karena durasinya.“Mulai sekarang kamu akan jadi milikku. Hanya milikku.” Ilario mengecup kening Emma, lantas berlalu keluar dari sana. Meninggalkan Emma yang seketika membuka mata. Melompat turun dari ranjang, masuk ke ruang di sebelah kiri. Mencari pakaian untuk dia kenakan. Dengan hati sibuk memaki Ilario. Emma menyambar satu kemeja Ilario, lantas memakainya dengan cepat.Saat gadis itu melongok ke luar jendela villa, Emma sejenak terdiam, menyadari betapa tingginya kamar di mana dirinya berada saat ini. Sebuah suara terdengar membuat gadis itu berbalik. “Mau kemana ha?” satu jarum suntik menancap di leher Emma, mengakibatkan gadis itu perlahan tumbang. Kewaspadaan Emma menurun drastis, hingga dia kembali jatuh dalam cekalan Ilario. Emma gagal melarikan diri.Ilario menatap satu monitor besar di hadapannya, beserta puluhan lain di sekelilingnya. Tim IT-nya sedang berusaha menerobos masuk sistem keamanan rumah Vin, yang artinya sama dengan membobol sistem pertahanan klan mafia Black Chimaera. Satu hal yang membuat Ilario geram adalah hampir dua tahun mencoba tapi tidak ada hasil yang terlihat nyata.Mereka bisa menerobos masuk, tapi di detik berikutnya, jalan mereka sudah diblokir oleh sistem firewall klan tersebut. “Sebenarnya apa sih yang mereka gunakan?” geram Ilario.“Jika tidak salah, mereka masih menggunakan sistem dari The Eye. Hanya saja semakin ke sini, sistem peretas sekaligus pertahanan itu kian disempurnakan. Kita tahu bukan siapa penemu dan pengembangnya. Bahkan saat Vin yang mengendalikan The Eye, sistem itu semakin kuat dan melesat jauh ke depan.”Ilario menggeram marah. The Eye, sistem itu yang sejak dulu menjadi musuhnya. Tidak peduli siapa pemegang kendalinya, The Eye selalu merepotkannya, menghalangi jalannya.“Cari di mana pusat kendali The Eye, rebut! Kalau tidak bisa...hancurkan!” Perintah Ilario, baru kali ini terpikirkan ide tersebut. Sistem itu harus segera dimusnahkan. Jika tidak, hal ini akan terus mengancamnya. Seperti kejadian beberapa tahun lalu, yang berakibat Ilario menjadi buronan kepolisian negaranya, Italia.Pria itu ingin berlalu keluar dari sana, sampai satu informasi disampaikan oleh anak buahnya. “Tuan Del Munthe, kami berhasil menemukan kediaman tuan Sebastian Vincent Arturo.”Sudut bibir Ilario tertarik, sebuah rencana terlintas di kepalanya. Dia akan melakukan hal sama seperti yang Vin lakukan padanya. Pikiran pria itu kembali melayang pada Emma.“Baik Vin, mari kita bermain. Akan kulihat sampai di mana kau akan bertahan. Jika orang yang kau sayangi satu persatu... kulenyapkan.” Seringai mengerikan terbit di bibir Ilario. Skenario licik sudah tersusun di kepala Ilario, tinggal mengeksekusinya.Ilario melangkah masuk kembali ke kamarnya, berpikir akan bermain lagi dengan boneka barunya. "Mari bersenang-senang, sebelum kita bertemu di medan perang." Batin Ilario, mulai menyentuh kancing kemejanya saat memasuki kamarnya.Seminggu berlalu, Maria diizinkan pulang. Setelah menjalani serangkaian tes, untuk memastikan kalau dirinya benar-benar sembuh dari kanker yang dia derita. Maria tampak seperti orang lain saat masuk ke rumahnya sendiri. Ada sedikit rasa heran dalam diri Vin. Namun pria itu tidak terlalu menghiraukannya. Pasalnya Andreas sudah lebih dulu memperingatkan. Maria mungkin akan sedikit berbeda pasca dia hidup kembali. Ini wajar terjadi, sebab beberapa detik otak Maria kekurangan pasokan oksigen, jadi bisa saja terjadi miss pada saraf otak Maria, yang mengakibatkan Maria kehilangan sedikit memori soal beberapa hal.Bahkan tatapan Maria pada Vin tampak berbeda. Wanita itu seolah tidak mengenali dirinya. Meski begitu, Maria tidak menolak maupun menghindari Vin. Dan menurut Vin itu sudah bagus. Maria tidak mengacuhkannya. Enzo langsung berlari memeluk sang mama begitu wanita itu masuk ke ruang tamu. Lagi-lagi sikap Maria seperti orang yang baru pertama kali datang ke rumah itu. Hanya saat me
Vin memindai tiap monitor yang ada di hadapannya. Lima layar komputer cukup besar berjajar rapi di depannya. Semua tampilan saling terhubung, menunjukkan sebuah peta. “Terakhir kali kita terhubung dengannya saat dia memberitahu lokasi Ilario.” Miguel menjawab pelan, tangan sang asisten bergerak lincah di atas keyboard. Mencari sesuatu yang beberapa hari terakhir hilang dari jangkauan mereka.Ada kecemasan tersendiri saat Vin mengingat siapa yang tengah mereka khawatirkan. “Emma, ini salahku. Aku tidak seharusnya membiarkanmu masuk ke sarang Ilario, ini sangat berbahaya.” Gumam Vin setengah putus asa. Sejak jejak Ilario hilang, Emma turut menghilang. “Apa jangan-jangan Ilario sudah menyadari siapa Emma?” Pertanyaan Miguel membuat ratio kecemasan Vin semakin tinggi. Jika sampai terjadi apa-apa pada Emma, dia tidak bisa memaafkan dirinya.“Terus mencari, meski aku khawatir padanya. Tapi aku yakin kalau dia bisa menjaga diri.” Miguel mengangguk menyetujui ucapan Vin. Dia tahu benar
Vin melajukan mobilnya setelah menerima panggilan dari Miguel. “Vin, ada pergerakan dari Ilario.” Sempat merasa ragu waktu harus meninggalkan Maria yang terlelap dalam tidurnya. Tapi apa boleh buat, dia tidak mungkin melewatkan kesempatan ini. Meski ini hampir tengah malam.“Berikan aku posisi terakhir Ilario.” Vin berucap melalui head set bluetoot-nya, selagi Vin memacu kuda besi sport-nya. Sebuah koordinat segera Vin dapat. Pria itu menyalakan layar komputer yang ada di dash board. Vin sejenak menunggu terhubung dengan Miguel. Setengah mata Vin terfokus pada jalanan di depan, yang lain mencermati satu titik yang ada di layar. Satu pertanyaan dari Vin dijawab dengan ketidakpastian oleh Miguel. Vin menggeleng pelan, lantas mematikan sambungan pada Miguel.Suami Maria itu menyentuh satu icon pada layar mini tersebut. “Connect to The Eye.” Perintah Vin, dengan sistem segera merespon.Connecting....Processing....Welcome to The EyeEnter your passwordVin memasukkan sederet kom
Maria menatap pantulan dirinya melalui cermin. Lagi, ini kali kedua wanita itu menatap dirinya lekat-lekat. Mengingat apa yang sebenarnya telah terjadi. Perlahan Maria yakin kalau raga ini memang bukan miliknya. Namun kenapa ini semua bisa terjadi? Pertanyaan itu yang kini bercokol di kepala Maria. Juga soal siapa dirinya yang sesungguhnya.Wanita itu menghela nafas, banyak hal yang kini memenuhi benaknya. Dan sebagian besar menuntut sebuah jawaban. Belum rampung masalah satu, muncul lagi masalah lain. Dirinya belum sepenuhnya berdamai dengan raga baru ini. Kini sang mertua sudah menunjukkan raut wajah tidak suka akan kehadirannya. Mama Vin yang akhirnya dia tahu bernama Imelda, terang-terangan menginginkan wanita lain untuk menjadi istri Vin. Lebih parahnya lagi, perempuan bernama Helga itu sekarang tinggal di rumah Vin, sang suami.“Jangan terlalu memikirkan ucapan Mama,” perkataan Vin seolah ingin membuat Maria tidak berpikir macam-macam. Namun hal itu jelas tidak bisa Maria abai
Suara tembakan terdengar diiringi teriakan teredam. Ilario baru saja melesatkan tembakan ke paha seorang pria yang terduduk di kursi, dalam keadaan terikat. Pria itu tersenyum remeh, melihat korban merintih akibat aksinya. “Jadi kau tetap tidak mau mengatakan di mana dia?” Tanya Ilario dengan wajah tersenyum mengerikan.Pria itu menggeleng, hingga satu perintah keluar dari bibir Ilario. “Bunuh dia!” Dua orang sigap menarik kasar tubuh pria yang dari pahanya mengalir banyak darah. “Aku ingatkan Ilario, kau harus pastikan membunuhku dengan benar. Atau kau akan menyesal. Aku akan memberitahu Vin di mana tempat persembunyianmu juga tempat kau menyekap Emma!” teriak pria itu.Ilario mendengus geram mendengar ancaman lelaki tadi. “Apa yang kau dapat?” Ilario bertanya pada sang asisten. “Orion memalsukan data dirinya juga keluarganya!” Ilario mengeratkan rahangnya. Selain Vin, sasaran balas dendam Ilario yang lain adalah Orion Harasya Alexander. Gara-gara Orion lah, semua kejahatannya terb
Vin mengusap dagunya pelan, sebuah pesan masuk ke nomor ponsel pribadinya. Nomor yang sudah di-secure, diamankan oleh sistem The Eye. Hingga tak sembarangan orang bisa menghubunginya. Satu pesan dari Xuan yang sebenarnya membuat Vin was-was.“Aku sedang berada di negeri ini. Berita buruknya, aku baru saja ditangkap oleh Ilario, tapi aku bisa meloloskan diri. Jangan mencariku untuk sementara ini, karena aku ingin mencari Emma. Aku tahu di mana Ilario menyekapnya. Hubungi Orion, bilang padanya kalau aku liburan di tempatmu. Terima kasih. Xuan”Sejujurnya Vin sangat cemas dengan keadaan Xuan. Namun lelaki itu tahu benar resikonya, jika dia memaksakan diri mencari Xuan. Yang ada Ilario akan curiga padanya, dan itu bisa membahayakan Xuan dan Emma.Emma disekap oleh Ilario? Vin tidak bisa membayangkan hal itu. Apa yang akan Ilario lakukan pada Emma? Ketakutan seketika menyergap hati Vin. Bagaimana jika Ilario melakukan hal buruk pada Emma? Otak Vin langsung panik. Jangan sampai Maria tah
Maria berada di kamar mandi, wanita itu baru saja membersihkan wajahnya. Sebuah ritual yang rasa-rasanya baru kali ini dia lakukan. Apakah pemilik jiwanya dulu tidak melakukan hal serupa. Maria menggelengkan kepala. Sepertinya dia memang jarang merawat diri dengan skin care, terbukti dia harus membaca dan mempelajari semua alat make up yang ada di meja rias Maria.Setelah selesai membersihkan wajah, begitu juga dengan acara pemakaian krim malam, Maria tertegun di depan lemari besar miliknya. Pikirannya kembali berkutat di seputar obrolan Imelda dan Helga. Bagaimana jika Helga benar-benar bergerak seperti perintah Imelda? Menggoda Vin, lalu menjerat suami Maria. Tidak! Dia tidak boleh membiarkan Helga merebut suami Maria.Lalu apa yang akan dia lakukan untuk mencegahnya? Apa giliran dia yang harus menyerahkan diri pada Vin? Maria seketika menoyor kepalanya sendiri. Menyerahkan diri bagaimana? Kan Maria memang istri Vin, jadi sah-sah saja jika mereka bercinta. “Tapi aku bukan Maria!”
Twinkle twinkle little starHow I wonder what you areUp above the world so highLike a diamond in the skyJiwa itu melayang, di antara ruang hampa tanpa batas. Tak ada apapun di sana, hanya kegelapan total yang melingkupi. Bunyi nyanyian sayup-sayup terdengar, membuat si jiwa membuka mata yang sejak awal terpejam. Tubuhnya ringan, seolah tak memiliki bobot sama sekali. Padahal dia merasa sebaliknya, susah sekali menggerakkan badan, baginya dirinya terasa berat.Suara tersebut membuat si jiwa ingin mencari sumber nyanyian. Hatinya merasa antusias, seolah nada tadi adalah favoritnya, kesukaannya. Bahkan ada suara berisik anak kecil yang terdengar mendayu di telinga, memanggil si jiwa untuk datang mendekat. Dia merasa menemukan jati dirinya, ingatannya, tapi semua itu terasa tidak nyata. Hanya seperti...mimpi.“Miss Ana, miss Ana....” si jiwa mengerutkan dahi, merasakan panggilan itu ditujukan untuknya.Maria membuka mata tiba-tiba. Jantungnya berdebar kencang. Sejak pulang dari