Akibat salah orang untuk membatalkan perjodohan pria yang disukai oleh sahabatnya, membuat Alisha harus terlibat dengan Zayden yang memintanya untuk bertanggung jawab karena sudah membuat kekacauan. Bentuk tanggung jawab yang tidak biasa terpaksa dia jalani, tanpa bisa mengelak, bahwa: Mereka Harus Menikah! Apa ini pernikahan kontrak? Tentu saja tidak sesederhana itu, karena Zayden ....
view moreAlisha berkedip pelan, matanya masih berat oleh kantuk. Tapi ada sorot aneh di matanya—bukan sepenuhnya sadar, tapi cukup membuat Zayden menahan napas. Tatapan itu ... seperti menggambarkan sesuatu yang seharusnya tak tertangkap. Seperti mendengar bisikan yang tak ditujukan untuknya. “Kamu …,” gumam Alisha, suaranya serak dan pelan, seolah hendak mengulang potongan kalimat yang baru saja melayang di telinganya. Zayden membeku. Mata Alisha menatap lurus ke arah Zayden. “Kamu bilang aku pasti melin—” Tok! Panik singkat membuat Zayden tanpa pikir panjang menyentil kening Alisha dengan sedikit keras. “Aw!” Alisha meringis pelan, tangannya spontan menutup keningnya yang memerah. “Apa-apaan sih?!” protesnya dengan wajah kesal, matanya kini terbuka lebar karena rasa nyeri di keningnya akibat sentilan yang dibuat oleh zayden barusan. Zayden pura-pura bersikap santai, padahal jelas gugup. Ia mengangkat bahu, acuh. “Kamu mengigau, jadi aku bantu bangunin. Daripada kamu mimpi bicara yan
Begitu duduk di dalam mobil, Alisha memejamkan mata sejenak, menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan lewat mulut. “Hmm... lumayan lega,” gumamnya pelan, mencoba menenangkan diri akibat dari tekanan yang dia terima dari nenek Zayden tadi. Tapi ketenangannya hanya bertahan sekejap. Saat membuka mata dan melihat ke arah Zayden—pria itu melihatnya dengan sorot mata gelap penuh tekanan—tubuhnya spontan berlonjak karena terkejut. “Ya ampun! Kaget tahu! Muka kamu serem banget kayak ib ….” sadar kalau mulutnya nyaris melakukan kesalahan Alisha langsung merapatkan bibirnya dan tidak meneruskan kalimatnya. “Apa?” Zayden berkata dengan nada dingin. “Mau mengatakan aku ini seperti iblis?” lanjut pria itu lagi. “Itu ….” Alisha langsung menunduk dan memainkan ujung-ujung jarinya, karena merasa bersalah sudah keterlaluan bicara dengan bahasa yang tidak pantas pada atasanya dan juga ‘suami’-nya itu. “Atau … mau mengatakan kalau kamu tidak suka wajah dinginku karena terlihat seperti i
Suasana mendadak hening sejenak sesaat setelah Helena mengatakan hal itu. Helena mengundang Alisha untuk makan malam di rumahnya? Hal ini jelas membuat Zayden menatap Helena dengan cukup dalam. “Mengenalnya lebih dalam?” pertanyaan yang keluar dari mulut Zayden ini terkesan sangat dingin sekali.Helena mengangguk memastikan. “Tidak perlu mengenalnya lebih dalam, lagipula bukankah Anda punya pekerjaan yang lebih penting daripada sekedar mengurusi masalah pernikahanku ini.” Zayden jelas menolak perintah Helena tersebut.Akan tetapi Helena tersenyum tipis dan melihat ke arah Alisha dengan tatapan yang cukup tajam.“Alisha kan namamu?” Helena berkata pada Alisha.Alisha mengangguk pelan, saat mata tajam Helena tertuju padanya.“Aku mengundangmu ke kediamanku besok. Seharusnya, kamu tidak menolak ajakan dari tetua keluarga besar suamimu, kan?” Pertanyaan itu terdengar sedikit menekan.Zayden kembali ingin menjawab, hanya saja Alisha mengeratkan genggaman tangan mereka untuk membuatnya di
Helena Wijaya, satu-satunya pewaris tunggal keluarga Wijaya. Pernikahannya dengan Henry Wicaksana-kakek Zayden-putra dari keluarga Wicaksana membuat bisnis kedua keluarga ini kian membesar. Insting bisnisnya cukup kuat, dan keputusan yang dia buat nyaris tidak pernah meleset. Dia tidak kalah hebat dengan suaminya dalam membesarkan bisnis mereka, hanya saja sejak beberapa bulan yang lalu, kondisi kesehatan Henry mengalami penurunan hingga akhirnya membuat Helena harus menetap sementara di luar negeri demi memastikan semuanya tetap berjalan stabil—baik bisnis, maupun kesehatan sang suami. Kini, di ruang yang sama, Alisha saat ini sudah duduk di samping Zayden. Tangan pria itu masih menggenggam tangan Alisha erat, seolah tak ingin melepaskannya. Akan tetapi, perhatian Alisha teralih bukan pada genggaman itu, melainkan pada interaksi diam-diam yang terjadi antara Zayden dan Helena. Ada sesuatu yang terasa janggal. Apalagi ketika Zayden menyapa neneknya dengan sebutan formal—“Nyonya.”
Zayden mendadak terdiam. Rahangnya mengeras, dan seulas senyum masam terbit di wajahnya, lebih mirip seringai kecut daripada tawa. Sorot matanya meredup sejenak, seolah menahan sesuatu yang tidak ingin ia ungkap. Ada kilatan tidak suka di matanya, meski mencoba menutupinya dengan sikap acuh. “Jangan banyak tanya,” ujarnya akhirnya, nada suaranya datar namun mengandung tekanan. “Makan saja. Nanti kamu akan tahu sendiri.” Mendapatkan respons yang seperti itu dari Zayden mendadak Alisha tersadar akan sesuatu. ‘Mana mungkin juga Zayden punya pacar, kan? Bukannya dia ini menyimpang!’ Alisha lalu melanjutkan makannya dengan cukup santai sambil menertawai canggung kebodohannya yang berkata hal itu pada Zayden. Namun, jauh di dalam lubuk hati Alisha, ada perasaan tidak enak. Kalau bukan persoalan mantan pacar, maka … kiranya siapa yang mampu membuat Zayden mengeluarkan ekspresi seperti itu? *** Sepanjang perjalanan mereka tidak terlibat percakapan yang cukup serius, pun Alisha
Daripada bertanya maksud Zayden, Alisha lebih tertarik untuk tahu tentang pria itu.“Kamu nggak apa-apa?” tanyanya hati-hati.Zayden kembali duduk tanpa menjawab, pandangannya kosong. Jemarinya menaut di atas meja. Alisha bisa melihat betapa pria itu sedang menahan sesuatu. Sesuatu yang besar.Setelah pelayan mengantarkan pesanan makanan mereka yang terakhir, akhirnya Zayden berkata, “Besok, aku akan pergi lebih pagi, aku akan ke rumah mama lebih dulu.” Rasa penasaran ini makin menjadi-jadi hingga akhirnya Alisha tidak tahan untuk bertanya tanpa basa-basi lagi. “Kuperhatikan sejak mendapatkan telepon tadi, kamu menjadi gelisah, apa aku boleh tahu siapa yang menghubungimu?” Zayden menghentikan gerakan tangannya yang akan menyuapkan makanannya ke dalam mulut. Terlihat seperti sedang berpikir. “Itu bukan apa-apa,” jawabnya singkat, tetapi jelas saja itu tidak membuat Alisha puas.Wanita itu terlihat mendesah berat dan meletakkan sendok dan garpunya. “Bukan apa-apa tapi wajahmu kentara s
Sejak menerima telepon itu, Alisha mulai menyadari perubahan dalam diri Zayden. Pria itu tampak sedikit gelisah, meski berusaha setenang biasanya, tapi kali ini, Alisha tidak mudah dibohongi.Zayden memang berdiri di sampingnya, tapi pikirannya jelas melayang entah ke mana.“Zay, tolong ambilin itu, dong,” ujar Alisha, menunjuk satu barang di rak.Namun Zayden hanya terus mendorong troli tanpa menoleh sedikit pun. Seolah tak mendengar permintaannya.Alisha hanya bisa tersenyum kecil, lalu menggeleng pelan.‘Ternyata benar dugaanku. Ada sesuatu yang bikin dia nggak tenang,’ gumamnya dalam hati. ‘Apa mungkin penelpon itu?’Awalnya, Alisha hanya ingin menguji—ingin tahu seberapa dalam pria itu tenggelam dalam pikirannya sendiri. Dan reaksi Zayden barusan cukup jadi jawaban.Sejujurnya Alisha sangat penasaran siapa pria itu, hanya saja … berdasarkan kontrak perjanjian pernikahan mereka, tertulis jelas kalau terdapat poin bahwa: Tidak diperkenankan mencampuri urusan pribadi masing-masing.A
Seperti yang dikatakan oleh Alisha, pulang dari kantor dia kembali ke apartemennya, di sana dia mengambil barang-barang yang dia perlukan untuk mengerjakan pekerjaan sampingannya sebagai seorang videographer. Tidak banyak yang tahu kalau selama ini Alisha adalah sosok yang sangat kreatif dibalik akun media sosial besar yang dipegangnya, hanya beberapa orang saja yang tahu dia orang yang cukup profesional dalam hal pembuatan video iklan brand-brand ternama untuk produk mereka.Termasuk tempatnya bekerja pernah bekerja sama dengannya untuk membuat video campaign untuk pengenalan brand perusahaan, hanya saja kerjasama itu batal dengan alasan yang terbilang tidak masuk akal. Kalau mengingat hal ini dia cukup kesal dengan CEO yang menjabat sebelum Zayden, beruntunglah kabarnya dia dipecat dan digantikan oleh Zayden.Baru saja keluar dari lobi apartemennya, Alisha terkejut karena sudah ada Zayden yang menunggunya di sana.“Loh, kok kamu di sini?” tanya Alisha heran.Namun, Zayden tidak langs
Bangun tidur pagi ini, Zayden merasa tubuhnya jauh lebih ringan. Ia meregangkan bahu dan lengan dengan malas, menikmati sejenak ketenangan pagi. Tapi itu hanya sesaat.“Selamat pagi, Tuan. Sarapanmu sudah tersedia di bawah.”Suaranya datar—nyaris sarkastik. Alisha berdiri di ambang pintu, tangan terlipat di depan dada, pandangan lurus menatapnya. Zayden yang tak menyangka kehadirannya langsung terduduk.“Aku ke kantor duluan. Kalau telat, bisa-bisa kena surat peringatan.” Alisha meraih tas, lalu melangkah pergi.Dia sempat berhenti di ambang pintu.“Oh ya, karena di apartemenmu cuma ada bahan seadanya, aku membuat sarapanmu pakai bahan yang ada saja, jangan kebanyakan protes.”Langkahnya menjauh, tapi suaranya kembali terdengar.“Aku pulang agak malam. Mau mampir ke apartemenku, ambil beberapa barang dan sekalian belanja bahan makanan untuk rumah ini!”Setelah Alisha mengatakan hal itu, yang ada hanya hening.Zayden masih terduduk, tercenung.“Wanita itu benar-benar …!” gumamnya, tapi
“Aku hamil anakmu, tapi kamu malah sibuk berpacaran dan akan menikah dengan wanita lain!? Tega kamu!” Seruan nyaring Alisha di restoran elit ibu kota itu menarik perhatian semua orang. Alisha berdiri di tengah ruang restoran, tepat di hadapan seorang pria yang tengah makan bersama wanita lain. Air mata mengalir deras menuruni wajahnya, tampak begitu menyedihkan hingga banyak orang merasa kasihan padanya dan memandang tajam pria di depannya. “Sudah menghamili anak orang, tapi masih bermain-main dengan wanita lain. Dasar pria nggak bertanggung jawab!” “Hah … padahal tampan, tapi kenapa sikapnya seperti seorang bajingan …,” sahut tamu yang lain. Mendengar makian-makian ini, pria yang tertuding itu menatap Alisha tajam. “Nona, kita bahkan tidak saling mengenal. Bagaimana mungkin kamu bisa hamil anakku?” tanyanya dingin. Kalimat sang pria membuat Alisha menangis semakin kencang. “Ya Tuhan, demi menutupi aibmu, sekarang kamu berpura-pura tidak mengenalku?! Padahal sebelumnya kamu...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments