Tepat saat jarum jam menunjuk ke angka lima, Alisha sudah keluar dari rumah dan menunggu di lobi apartemennya. Di sana, sebuah mobil hitam mewah sudah terparkir, kentara sedang menunggu seseorang.
Perlahan, kaca pintu belakang mobil terbuka, dan sosok tampan Zayden yang hadir dengan jas hitam, muncul sembari menatap tajam dirinya.
“Masuk,” titah pria itu, membuat Alisha menelan ludah.
Masuk setelah dibukakan pintu oleh sang sopir, Alisha pun masuk dan duduk di sebelah Zayden. Di bibir, wanita itu tidak lupa memaksakan sebuah senyum ke arah Zayden.
“Maaf, Pak, karena saya ketiduran, jadi merepotkan Bapak,” ucapnya berbasa-basi.
Hanya mendengus dan tidak membalas, Zayden mengalihkan pandangan ke depan, pada sopir yang sudah kembali siap di depan kemudi.
“Jalan,” perintahnya dengan nada rendah penuh tekanan.
Tahu jelas bahwa Zayden sedang marah, Alisha pun memutuskan untuk bungkam. Dia tidak mau mencari-cari masalah dengan singa tidur itu.
Namun, memang hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana, baru saja memutuskan diam, Zayden malah angkat bicara.
“Kenapa tidak pakai baju baru?”
Mendengar pertanyaan itu, Alisha mengerjapkan mata. Dia menatap ke bawah, ke arah bajunya sendiri, dan berpikir. Memangnya bajunya kelihatan usang?
Ekspresi Alisha membuat Zayden mendengus. “Bukannya aku sudah memberikanmu uang? Kenapa tidak digunakan?”
Detik itu, Alisha terbelalak. Dia baru ingat perihal 50 juta tambahan untuk belanja dari Zayden yang bersemayam di akunnya!
Dia pun tersenyum canggung. “Kan … saya ketiduran, Pak,” jawabnya lirih. Lalu, Alisha cepat-cepat fokus ke poin utama. “Tapi Bapak nggak mungkin dong minta lagi uangnya? Pamali ‘kan ya? Siapa tahu juga besok-besok ada acara lagi, jadi saya bisa pakai uang itu untuk beli baju. Ya, ‘kan?”
Celotehan Alisha sukses membuat pelipis Zayden berkedut. Ternyata benar, wanita ini memang mata duitan!
“Kamu–”
Sadar batas kesabaran sang bos sudah di ujung tanduk, Alisha cepat-cepat mengalihkan topik. “Oh iya, Pak! Sampai di sana nanti … apa ada hal-hal penting yang patut saya ketahui? Mungkin ada seseorang yang harus saya hindari? Penting ini untuk dibahas sekarang sebelum kita tiba, Pak!” celotehnya panjang lebar, membuat Zayden menarik napas panjang, menahan godaan untuk tidak mengeluarkan umpatan.
“Cukup jangan bersikap bodoh saja!” balas Zayden ketus.
Alisha mengerucutkan bibir, merasa dirinya sedang dipanggil ‘bodoh’ oleh Zayden. “Jawabnya yang serius, Pak. Ini menyangkut keberhasilan sandiwara kita loh.”
Kalimat ini membuat Zayden melirik Alisha tajam. “Kelihatannya, kamu pengalaman sekali bersandiwara, ya?”
Pertanyaan itu membuat Alisha agak kaget. Namun, cepat-cepat dia menenangkan diri dan memaksakan senyuman terlukis di bibirnya. “Ya, bukan gitu, Pak. Saya takut salah jawab aja. Nanti kalau ada yang tanya saya siapanya Bapak, saya jawabnya pacar atau gimana?”
“Jawab kamu calon istri saya,” sahut Zayden dingin, mengalihkan pandangan ke depan. “Sisanya, biar saya yang atur agar kamu tidak mengacau.”
Alisha mencebikkan bibirnya. Dalam hati, dia menyayangkan ketampanan Zayden. ‘Dih, galak banget sih. Coba sikapnya sama dengan gantengnya, pasti laku di kalangan wanita.’ Namun, kemudian dia sadar akan satu hal. ‘Eh, tapi dia menyimpang ya? Percuma juga laku di kalangan wanita.’
Alisha sempat tertawa, tapi dengan cepat dia menghentikannya begitu Zayden melemparkan pandangan tajam kepadanya.
Sekitar dua puluh menit kemudian, Alisha dan Zayden pun tiba di sebuah kediaman di pinggir kota.
Kediaman tersebut sangat mewah, sampai-sampai Alisha agak ternganga melihatnya.
“Sampai kapan mau berdiri di situ? Cepat kemari.”
Kalimat Zayden membuat Alisha tersentak. Dia pun melihat pria tersebut memberikan isyarat untuk menggamit lengannya, sesuatu yang langsung dituruti Alisha.
Menggamit tangan Zayden, Alisha sedikit kaget. Tangan pria itu sangatlah kekar, dan tubuh Zayden juga sangat tinggi!
Kalau dibandingkan, tubuh Alisha jadi terlihat sangat mungil, terutama karena tingginya tidak lebih dari 160 cm.
Sekali lagi, Alisha menghela napas dalam hati. ‘Sayang sekali ganteng-ganteng menyimpang!’
Tanpa tahu apa yang ada di pikiran Alisha, Zayden membawa wanita tersebut masuk ke dalam.
Baru saja menginjak karpet dalam ruangan, semua pasang mata langsung beralih pada mereka. Dan begitu melihat sosok Zayden menggandeng seorang wanita, semua orang langsung heboh.
“Apa aku nggak salah lihat? Itu Zayden, ‘kan? Dia datang sama perempuan?!”
“Siapa wanita itu!? Pacarnya Zayden!?”
“Masa sih? Zayden bukannya anti-perempuan?”
“Tapi … kalau bukan pacar, apa hubungannya dengan Zayden?”
Berbagai komentar terlontar, dan Alisha yang tidak tuli … mendengar semuanya dengan sangat jelas. Hal itu membuatnya berpikir, tidak heran sang bos nekat menawarkan pernikahan kepadanya. Ternyata, rumor mengenai penyimpangan pria itu sudah sebesar ini!
“Zayden! Kamu datang, Nak!”
Lamunan Alisha teralihkan saat seorang wanita paruh baya dengan penampilan mewah muncul dan langsung memeluk Zayden.
“Tante Vivian…” Zayden menyapa balik, lalu membalas pelukan wanita itu dengan wajah yang senantiasa datar. “Ini ulang tahun Kakek, bagaimana mungkin aku tidak datang?”
Samar, tapi Alisha bisa merasakan ketidaksukaan pria tersebut terhadap wanita yang dipanggil sebagai ‘Tante Vivian’ itu.
Seusai melepas pelukan, Vivian beralih menatap Alisha. “Kamu bawa siapa ini?” tanyanya dengan senyum manis. Namun, sorot matanya tajam, seakan mengisyaratkan bahwa Alisha tidak seharusnya berada di sana.
Zayden meraih pinggang Alisha, lalu menjawab, “Perkenalkan, Tante. Ini Alisha, pacar– ah, maaf, calon istriku.”
Seketika, satu ruangan diselimuti keterkejutan. Hampir semua orang yang ada di sana langsung berkerumun mengurung Zayden dan Alisha.
“Calon istri?”
“Zayden punya calon istri?!”
“Zayden sudah mau menikah!?”
Mata-mata penuh rasa ingin tahu kini tertuju pada Alisha. Ada yang sekadar terkejut, ada pula yang dengan terang-terangan menatapnya dari ujung kepala hingga kaki, menilai, menakar, mempertanyakan kelayakannya untuk berdiri di samping Zayden.
Hal ini membuat Alisha tersenyum tipis, berusaha terlihat percaya diri saat memperkenalkan diri, “Salam kenal, Tante, semuanya. Nama saya Alisha, calon istri Zayden.”
Mendengar perkenalan itu, senyuman di bibir Vivian agak goyah. Walau nadanya masih sama manisnya dengan tadi, tapi sorot matanya terlihat jelas tidak menyukai eksistensi Alisha.
“Ini calon istrimu, Zay? Sejak kapan kamu bahkan pacaran? Kok Tante nggak pernah tahu?” tanya Vivian.
Di saat ini, Alisha melihat sudut bibir Zayden agak terangkat. “Mama saja belum lama tahu, bagaimana Tante Vivian bisa tahu?” balas pria itu setengah tertawa dingin. “Aku pacaran dengan siapa, maupun akan menikah dengan siapa adalah privasiku. Orang luar hanya perlu menunggu berita saat aku bersedia mengumumkannya, bukan begitu?”
Pelipis Vivian berkedut, tampak kesal dengan balasan Zayden yang menyebutnya sebagai ‘orang luar’.
Namun, belum sempat wanita itu membalas, sebuah suara terdengar berkata, “Yakin karena privasi, bukan karena yang kamu bawa adalah wanita sewaan?”
Semua orang menoleh, lalu melihat seorang wanita muda bertubuh ramping dengan gaun ketat menghampiri. Rambut panjang bergelombangnya mencapai pinggang, dan wajahnya yang cantik tampak diselimuti keangkuhan.Ekspresi Zayden mengeras, dan dia langsung menarik Alisha mendekat ke sisinya, seakan melindungi wanita itu. “Jaga bicaramu, Tania,” balas Zayden dengan ekspresi gelap dan suara rendah yang mengancam. “Apa kamu sedang menghina calon istriku?”Diam-diam, Alisha cukup terkejut. Kalau bukan karena dirinya tahu mereka sedang bersandiwara, dia bisa mengira Zayden benar-benar perhatian padanya!Wanita bernama Tania, yang Alisha duga adalah sepupu Zayden, mengedikkan kedua bahunya. “Bukan menghina, Zay, hanya mempertanyakan aja,” ucapnya. “Tante Vivian tuh nggak salah loh. Dari dulu kami nggak pernah dengar kamu dekat sama wanita, tapi sekarang kamu tiba-tiba bisa bawa calon istri ke rumah, siapa sih yang nggak merasa aneh?”Semua orang mulai berbisik, merasa omongan Tania ada benarnya.
Bukan cuma Alisha yang berakhir terbengong, tapi seisi ruangan seolah membeku, terlebih lagi Vivian dan Tania. “Pa, Papa bilang apa? Hamil? Siapa yang hamil? Anaknya siapa?!” seru Vivian, sedikit terlalu panik untuk memproses pernyataan sang ayah. Henry menghela napas, seolah putrinya baru saja menanyakan sesuatu yang sangat jelas. Ia lalu melirik Alisha, ekspresinya berubah lembut, sebelum mengumumkan dengan lantang, “Alisha sedang mengandung anak Zayden, dan karena itu, mereka akan menikah secepatnya!” DUAR! Seolah granat meledak di tengah ruangan, semua orang langsung berseru dan berbisik-bisik. “Apa? Jadi, Zayden benar-benar punya pacar secara diam-diam dan tidak menyimpang?” “Pacarnya bahkan sudah hamil! Bagaimana dia bisa dirumorkan menyimpang?!” Melihat pernyataannya mengenai Zayden mulai tergeser, Tania yang masih tidak percaya dengan ucapan itu langsung berkata, “Kakek jangan mengada-ada. Mana mungkin Zayden menghamili wanita? Selama ini kita tahu dia ini kan menyimpang
“Aku hamil anakmu, tapi kamu malah sibuk berpacaran dan akan menikah dengan wanita lain!? Tega kamu!” Seruan nyaring Alisha di restoran elit ibu kota itu menarik perhatian semua orang. Alisha berdiri di tengah ruang restoran, tepat di hadapan seorang pria yang tengah makan bersama wanita lain. Air mata mengalir deras menuruni wajahnya, tampak begitu menyedihkan hingga banyak orang merasa kasihan padanya dan memandang tajam pria di depannya. “Sudah menghamili anak orang, tapi masih bermain-main dengan wanita lain. Dasar pria nggak bertanggung jawab!” “Hah … padahal tampan, tapi kenapa sikapnya seperti seorang bajingan …,” sahut tamu yang lain. Mendengar makian-makian ini, pria yang tertuding itu menatap Alisha tajam. “Nona, kita bahkan tidak saling mengenal. Bagaimana mungkin kamu bisa hamil anakku?” tanyanya dingin. Kalimat sang pria membuat Alisha menangis semakin kencang. “Ya Tuhan, demi menutupi aibmu, sekarang kamu berpura-pura tidak mengenalku?! Padahal sebelumnya kamu
Alisha berlari sekuat tenaga, napasnya memburu. Dia bahkan tidak berani menoleh ke belakang. Yang ada dalam pikirannya sekarang hanya satu: jangan sampai pria itu mengejarnya! Begitu melihat taksi melintas, Alisha langsung melambaikan tangan. "Berhenti!" serunya. Usai masuk ke dalam mobil dan mengatakan tujuannya kepada sang sopir, Alisha menyandarkan kepalanya di sandaran kursi dan menghela napas panjang. "Ya Tuhan, kekonyolan macam apa ini? " gerutunya, masih setengah tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Niat hati ingin membantu teman, tapi Alisha malah mempermalukan dirinya sendiri dengan salah orang!? Yang benar saja! Alisha ingat, di awal sebelum memasuki restoran, dia sudah menanyakan jelas di mana meja Alvin Wicaksana. Akan tetapi, kenapa pelayan mengarahkannya ke meja yang salah!? Di saat itu, Alisha terdiam, mencoba mengingat adegan awal dirinya tiba di restoran. “Permisi, meja Tuan Wicaksana di sebelah mana, ya?” Karena ramainya restoran, sang pela
*Beberapa saat sebelumnya* Di dalam ruangan kantor eksekutif yang luas, Zayden Wicaksana tampak duduk dengan ekspresi dingin, menelusuri sejumlah dokumen di tangan. “Tuan, ini laporan lengkap perihal nama-nama karyawan yang diduga memiliki keterlibatan dengan manajemen lama yang bermasalah. Ada juga sejumlah karyawan berprestasi yang kami harap bisa dipertahankan dan digunakan untuk menggantikan manajemen lama,” ucap manager HR seraya memberikan sebuah tablet kepada Zayden. “Hmm, aku akan mengeceknya. Kamu bisa pergi,” ucap pria tersebut. Saat Manager HR meninggalkan ruangannya, Zayden pun beralih mengalihkan pandangan pada tablet yang baru saja diletakkan di mejanya. Dia mulai memeriksa satu persatu data karyawan, sampai akhirnya … pandangannya terpaku pada satu wajah yang terlihat sangat familier. Mata Zayden menggelap, dan dia melihat nama karyawan tersebut. Alisha Gayatri. Seketika, rahang Zayden mengeras dan senyuman sinis yang mengerikan terlukis di bibirnya. “Ali
Alisha terkejut, matanya membesar mendengar pernyataan Zayden. “Apa Bapak tidak salah ngomong?” tanyanya ragu, suaranya sedikit meninggi karena keterkejutan. Namun, alih-alih mendapat jawaban masuk akal, wajah Zayden malah terlihat semakin menggelap. “Aku tidak punya waktu untuk bermain-main seperti kamu,” balasnya dingin. “Kalau kamu tidak mau dipecat, jadi istri saya.” Alisha mengerjapkan mata, memastikan telinganya tidak salah dengar dan otak Zayden bekerja dengan baik. Namun, wajah serius pria di depan mata menunjukkan bahwa ini bukan lelucon. “Lagipula,” lanjut Zayden, nada suaranya penuh sindiran, “seperti yang kamu bilang kemarin, kalau sudah menghamili wanita, bagaimana mungkin aku tidak bertanggung jawab, bukan?” Alisha menelan ludah, merasa kepalanya mendadak pusing. Namun, di tengah keterkejutannya, sebuah pemikiran aneh muncul dalam benaknya. Apa mungkin pria ini… hanya ingin menutupi kelainan orientasi seksualnya? Alisha langsung teringat dengan ibunya Za
Saat tiba di kediaman orang tuanya, Zayden bahkan belum sempat duduk sebelum suara tegas ibunya langsung menyambut. “Zayden! Sini, Mama mau bicara.” Zayden menghela napas. Dia mengikuti ibunya ke ruang keluarga, duduk, lalu berkata, “Kalau ini tentang ‘wanita itu’, bisa kita tunda dulu? Aku lelah.” “Zayden, tidak sopan memanggilnya ‘wanita itu’ terus! Beri tahu Mama namanya!” Seperti yang sudah Zayden duga. Sang ibu benar-benar menanyakan soal Alisha. Tidak ingin memperpanjang masalah, akhirnya Zayden menjawab dengan nada datar, “Alisha Gayatri.” Mata Martha berbinar. “Jadi namanya Alisha, ya?” Nada bicaranya melembut saat menyebut nama wanita yang ia bayangkan akan menjadi calon menantunya. Wanita itu cantik, dengan wajah manis yang sulit dilupakan. “Namanya cukup bagus,” puji Martha, membuat Zayden diam-diam memutar bola mata. “Lalu, bagaimana latar belakang keluarganya? Dia anak ke berapa? Orang tuanya bekerja di mana?” “Dia tidak punya orang tua. Keluarga juga tid
Bukan cuma Alisha yang berakhir terbengong, tapi seisi ruangan seolah membeku, terlebih lagi Vivian dan Tania. “Pa, Papa bilang apa? Hamil? Siapa yang hamil? Anaknya siapa?!” seru Vivian, sedikit terlalu panik untuk memproses pernyataan sang ayah. Henry menghela napas, seolah putrinya baru saja menanyakan sesuatu yang sangat jelas. Ia lalu melirik Alisha, ekspresinya berubah lembut, sebelum mengumumkan dengan lantang, “Alisha sedang mengandung anak Zayden, dan karena itu, mereka akan menikah secepatnya!” DUAR! Seolah granat meledak di tengah ruangan, semua orang langsung berseru dan berbisik-bisik. “Apa? Jadi, Zayden benar-benar punya pacar secara diam-diam dan tidak menyimpang?” “Pacarnya bahkan sudah hamil! Bagaimana dia bisa dirumorkan menyimpang?!” Melihat pernyataannya mengenai Zayden mulai tergeser, Tania yang masih tidak percaya dengan ucapan itu langsung berkata, “Kakek jangan mengada-ada. Mana mungkin Zayden menghamili wanita? Selama ini kita tahu dia ini kan menyimpang
Semua orang menoleh, lalu melihat seorang wanita muda bertubuh ramping dengan gaun ketat menghampiri. Rambut panjang bergelombangnya mencapai pinggang, dan wajahnya yang cantik tampak diselimuti keangkuhan.Ekspresi Zayden mengeras, dan dia langsung menarik Alisha mendekat ke sisinya, seakan melindungi wanita itu. “Jaga bicaramu, Tania,” balas Zayden dengan ekspresi gelap dan suara rendah yang mengancam. “Apa kamu sedang menghina calon istriku?”Diam-diam, Alisha cukup terkejut. Kalau bukan karena dirinya tahu mereka sedang bersandiwara, dia bisa mengira Zayden benar-benar perhatian padanya!Wanita bernama Tania, yang Alisha duga adalah sepupu Zayden, mengedikkan kedua bahunya. “Bukan menghina, Zay, hanya mempertanyakan aja,” ucapnya. “Tante Vivian tuh nggak salah loh. Dari dulu kami nggak pernah dengar kamu dekat sama wanita, tapi sekarang kamu tiba-tiba bisa bawa calon istri ke rumah, siapa sih yang nggak merasa aneh?”Semua orang mulai berbisik, merasa omongan Tania ada benarnya.
Tepat saat jarum jam menunjuk ke angka lima, Alisha sudah keluar dari rumah dan menunggu di lobi apartemennya. Di sana, sebuah mobil hitam mewah sudah terparkir, kentara sedang menunggu seseorang.Perlahan, kaca pintu belakang mobil terbuka, dan sosok tampan Zayden yang hadir dengan jas hitam, muncul sembari menatap tajam dirinya. “Masuk,” titah pria itu, membuat Alisha menelan ludah.Masuk setelah dibukakan pintu oleh sang sopir, Alisha pun masuk dan duduk di sebelah Zayden. Di bibir, wanita itu tidak lupa memaksakan sebuah senyum ke arah Zayden.“Maaf, Pak, karena saya ketiduran, jadi merepotkan Bapak,” ucapnya berbasa-basi.Hanya mendengus dan tidak membalas, Zayden mengalihkan pandangan ke depan, pada sopir yang sudah kembali siap di depan kemudi. “Jalan,” perintahnya dengan nada rendah penuh tekanan.Tahu jelas bahwa Zayden sedang marah, Alisha pun memutuskan untuk bungkam. Dia tidak mau mencari-cari masalah dengan singa tidur itu.Namun, memang hidup tidak selalu berjalan sesu
Saat tiba di kediaman orang tuanya, Zayden bahkan belum sempat duduk sebelum suara tegas ibunya langsung menyambut. “Zayden! Sini, Mama mau bicara.” Zayden menghela napas. Dia mengikuti ibunya ke ruang keluarga, duduk, lalu berkata, “Kalau ini tentang ‘wanita itu’, bisa kita tunda dulu? Aku lelah.” “Zayden, tidak sopan memanggilnya ‘wanita itu’ terus! Beri tahu Mama namanya!” Seperti yang sudah Zayden duga. Sang ibu benar-benar menanyakan soal Alisha. Tidak ingin memperpanjang masalah, akhirnya Zayden menjawab dengan nada datar, “Alisha Gayatri.” Mata Martha berbinar. “Jadi namanya Alisha, ya?” Nada bicaranya melembut saat menyebut nama wanita yang ia bayangkan akan menjadi calon menantunya. Wanita itu cantik, dengan wajah manis yang sulit dilupakan. “Namanya cukup bagus,” puji Martha, membuat Zayden diam-diam memutar bola mata. “Lalu, bagaimana latar belakang keluarganya? Dia anak ke berapa? Orang tuanya bekerja di mana?” “Dia tidak punya orang tua. Keluarga juga tid
Alisha terkejut, matanya membesar mendengar pernyataan Zayden. “Apa Bapak tidak salah ngomong?” tanyanya ragu, suaranya sedikit meninggi karena keterkejutan. Namun, alih-alih mendapat jawaban masuk akal, wajah Zayden malah terlihat semakin menggelap. “Aku tidak punya waktu untuk bermain-main seperti kamu,” balasnya dingin. “Kalau kamu tidak mau dipecat, jadi istri saya.” Alisha mengerjapkan mata, memastikan telinganya tidak salah dengar dan otak Zayden bekerja dengan baik. Namun, wajah serius pria di depan mata menunjukkan bahwa ini bukan lelucon. “Lagipula,” lanjut Zayden, nada suaranya penuh sindiran, “seperti yang kamu bilang kemarin, kalau sudah menghamili wanita, bagaimana mungkin aku tidak bertanggung jawab, bukan?” Alisha menelan ludah, merasa kepalanya mendadak pusing. Namun, di tengah keterkejutannya, sebuah pemikiran aneh muncul dalam benaknya. Apa mungkin pria ini… hanya ingin menutupi kelainan orientasi seksualnya? Alisha langsung teringat dengan ibunya Za
*Beberapa saat sebelumnya* Di dalam ruangan kantor eksekutif yang luas, Zayden Wicaksana tampak duduk dengan ekspresi dingin, menelusuri sejumlah dokumen di tangan. “Tuan, ini laporan lengkap perihal nama-nama karyawan yang diduga memiliki keterlibatan dengan manajemen lama yang bermasalah. Ada juga sejumlah karyawan berprestasi yang kami harap bisa dipertahankan dan digunakan untuk menggantikan manajemen lama,” ucap manager HR seraya memberikan sebuah tablet kepada Zayden. “Hmm, aku akan mengeceknya. Kamu bisa pergi,” ucap pria tersebut. Saat Manager HR meninggalkan ruangannya, Zayden pun beralih mengalihkan pandangan pada tablet yang baru saja diletakkan di mejanya. Dia mulai memeriksa satu persatu data karyawan, sampai akhirnya … pandangannya terpaku pada satu wajah yang terlihat sangat familier. Mata Zayden menggelap, dan dia melihat nama karyawan tersebut. Alisha Gayatri. Seketika, rahang Zayden mengeras dan senyuman sinis yang mengerikan terlukis di bibirnya. “Ali
Alisha berlari sekuat tenaga, napasnya memburu. Dia bahkan tidak berani menoleh ke belakang. Yang ada dalam pikirannya sekarang hanya satu: jangan sampai pria itu mengejarnya! Begitu melihat taksi melintas, Alisha langsung melambaikan tangan. "Berhenti!" serunya. Usai masuk ke dalam mobil dan mengatakan tujuannya kepada sang sopir, Alisha menyandarkan kepalanya di sandaran kursi dan menghela napas panjang. "Ya Tuhan, kekonyolan macam apa ini? " gerutunya, masih setengah tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Niat hati ingin membantu teman, tapi Alisha malah mempermalukan dirinya sendiri dengan salah orang!? Yang benar saja! Alisha ingat, di awal sebelum memasuki restoran, dia sudah menanyakan jelas di mana meja Alvin Wicaksana. Akan tetapi, kenapa pelayan mengarahkannya ke meja yang salah!? Di saat itu, Alisha terdiam, mencoba mengingat adegan awal dirinya tiba di restoran. “Permisi, meja Tuan Wicaksana di sebelah mana, ya?” Karena ramainya restoran, sang pela
“Aku hamil anakmu, tapi kamu malah sibuk berpacaran dan akan menikah dengan wanita lain!? Tega kamu!” Seruan nyaring Alisha di restoran elit ibu kota itu menarik perhatian semua orang. Alisha berdiri di tengah ruang restoran, tepat di hadapan seorang pria yang tengah makan bersama wanita lain. Air mata mengalir deras menuruni wajahnya, tampak begitu menyedihkan hingga banyak orang merasa kasihan padanya dan memandang tajam pria di depannya. “Sudah menghamili anak orang, tapi masih bermain-main dengan wanita lain. Dasar pria nggak bertanggung jawab!” “Hah … padahal tampan, tapi kenapa sikapnya seperti seorang bajingan …,” sahut tamu yang lain. Mendengar makian-makian ini, pria yang tertuding itu menatap Alisha tajam. “Nona, kita bahkan tidak saling mengenal. Bagaimana mungkin kamu bisa hamil anakku?” tanyanya dingin. Kalimat sang pria membuat Alisha menangis semakin kencang. “Ya Tuhan, demi menutupi aibmu, sekarang kamu berpura-pura tidak mengenalku?! Padahal sebelumnya kamu