Share

Bab 4. Cukup Menarik

Author: Nychinta
last update Last Updated: 2025-02-07 09:59:13

Alisha terkejut, matanya membesar mendengar pernyataan Zayden.

“Apa Bapak tidak salah ngomong?” tanyanya ragu, suaranya sedikit meninggi karena keterkejutan.

Namun, alih-alih mendapat jawaban masuk akal, wajah Zayden malah terlihat semakin menggelap.

“Aku tidak punya waktu untuk bermain-main seperti kamu,” balasnya dingin. “Kalau kamu tidak mau dipecat, jadi istri saya.”

Alisha mengerjapkan mata, memastikan telinganya tidak salah dengar dan otak Zayden bekerja dengan baik. Namun, wajah serius pria di depan mata menunjukkan bahwa ini bukan lelucon.

“Lagipula,” lanjut Zayden, nada suaranya penuh sindiran, “seperti yang kamu bilang kemarin, kalau sudah menghamili wanita, bagaimana mungkin aku tidak bertanggung jawab, bukan?”

Alisha menelan ludah, merasa kepalanya mendadak pusing.

Namun, di tengah keterkejutannya, sebuah pemikiran aneh muncul dalam benaknya.

Apa mungkin pria ini… hanya ingin menutupi kelainan orientasi seksualnya?

Alisha langsung teringat dengan ibunya Zayden yang begitu bahagia saat mengetahui putranya “menghamili” seorang wanita. Jangan-jangan, ini semua bagian dari strateginya untuk mempertahankan citra di hadapan keluarga? Itu alasan Zayden tidak berpikir panjang dan langsung saja ingin menikahinya!?

“Hei! Kamu dengar tidak?!” Suara tegas Zayden menyentaknya kembali ke realitas.

Alisha mengerjap panik. “Ah, iya… iya, Pak! Saya dengar!”

Wanita itu mencoba berpikir cepat. Harus ada cara lain untuk keluar dari situasi ini.

“Tapi, Pak! Kalau ini hanya kesalahpahaman, saya bisa jelaskan ke ibu Anda kalau saya hanya berbohong, dan—”

“Kamu pikir saya sedang bercanda?” potong Zayden tajam, suaranya dingin bagaikan es.

Alisha langsung tersentak, tapi dia masih berusaha.

“Tapi… apa Bapak yakin mau menikah dengan saya? Apa Bapak tahu siapa saya? Bagaimana kalau saya jahat dan memeloroti kekayaan keluarga Bapak? Bagaimana kalau saya mempermalukan keluarga Bapak? Saya tidak menjamin pernikahan kita nanti akan bahagia, lho!”

Kata-katanya yang meluncur begitu cepat membuat Zayden mengangkat alis, tertarik.

“Kamu ingin pernikahan yang bahagia?” tanyanya dengan nada sarkastik.

Alisha terdiam. Tentu saja tidak.

Dia tidak percaya dengan konsep pernikahan.

Seumur hidup, Alisha sudah melihat terlalu banyak luka akibat pernikahan, dan dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak pernah terikat dalam hubungan semacam itu.

Jadi sekarang, ketika Zayden menawarkan pernikahan padanya, Alisha merasa terpojok dan sangat kesulitan!

Zayden memperhatikan ekspresi Alisha dengan tatapan penuh arti. “Kalau kamu punya pacar, putuskan. Kalau kamu punya suami …” dia berhenti sejenak, tampak berpikir, lalu melanjutkan, “… ceraikan saja.”

Alisha semakin terperangah.

Apa dugaannya benar? Pria ini benar-benar hanya ingin menutupi sesuatu? Kalau tidak kenapa begitu memaksa ingin menikah dengannya!?

“Pak, mana boleh memisahkan hubungan orang lain seperti itu?” protes Alisha cepat.

Zayden mendengus dingin. “Boleh saja. Lagipula, kamu sudah menghancurkan hubungan saya dengan keluarga saya. Setidaknya dengan menikah dengan saya, kamu bisa mempertanggungjawabkannya, seperti saya sedang mempertanggungjawabkan ‘kehamilanmu’ itu, kan?”

Kata-kata Zayden menusuk tajam, membuat Alisha terdiam. Kalah telak.

“Tapi … apa tidak ada cara lain untuk menebusnya?” tanya Alisha sedikit merengek.

Zayden tidak langsung menjawab. Respons pria tersebut hanyalah menatap Alisha lekat dan membuat tubuh wanita tersebut merinding dengan tatapan tajamnya yang mematikan.

Alisha menghela napas. Kentara dia tidak ada jalan mundur lagi.

“Kalau begitu,” Alisha akhirnya berkata dengan nada menyerah, “selama pernikahan nanti, apa saya harus bersembunyi dari publik? Maksud saya… hubungan kita akan diam-diam dan tidak boleh diketahui orang lain?”

Zayden mendengus pelan, lalu menggerakkan dagunya ke arah kursi di depan mejanya.

“Duduk.”

Alisha menegang. Dia baru menyadari bahwa sejak tadi, dia masih berlutut di lantai.

Dengan sedikit gemetar, Alisha berdiri dan merasakan lututnya ngilu akibat terlalu lama menyentuh marmer dingin. Saat dia duduk, jaraknya dengan Zayden menjadi lebih dekat, membuat udara di sekitar terasa semakin menekan.

Zayden menatapnya tajam, lalu akhirnya menjawab, “Hubungan ini tidak bisa disembunyikan. Keluarga saya tidak akan membiarkan hal semacam itu terjadi.”

Alisha mengepalkan ujung roknya. Pernikahan?

Dia bisa melakukan apa saja dalam hidupnya. Tapi menikah?

Menyerahkan hidupnya kepada seorang pria?

Itu mustahil.

Namun, di sisi lain, dia juga tidak bisa kehilangan pekerjaannya.

Dia butuh uang. Banyak.

Zayden memperhatikan ekspresi bimbang Alisha, lalu melanjutkan, “Selama menjadi istriku, tiap bulan aku akan memberikan seratus juta rupiah sebagai kompensasimu.”

Alisha membelalak.

Seratus juta!?

Refleks, Alisha bertanya dengan suara tercekat, “Apa Bapak tidak bercanda?”

Zayden tidak langsung menjawab.

Sebaliknya, dia memperhatikan ekspresi Alisha yang dengan jelas menunjukkan keterkejutan sekaligus ketertarikan.

Walaupun hanya sekejap, dia bisa melihat reaksi asli wanita ini.

“Kalau kamu tidak setuju,” katanya akhirnya, “silakan keluar dari perusahaan ini dan jangan pernah muncul lagi di hadapan saya.”

Alisha menahan napas.

Tawaran ini terlalu besar untuk ditolak.

Dalam sekejap, otaknya mulai berhitung. Seratus juta sebulan berarti satu miliar dua ratus juta dalam setahun.

Dengan uang sebanyak itu, Alisha bisa mengubah hidupnya sepenuhnya.

Tanpa berpikir lebih lama, Alisha menegakkan punggungnya.

“Baiklah,” katanya mantap. “Saya mau jadi istri Bapak.”

Senyuman tipis muncul di bibir Zayden. Motif wanita ini jelas. Uang.

Bersandiwara untuk temannya? Itu pasti omong kosong belaka.

“Kalau begitu,” ucap Zayden, “katakan pada keluargamu bahwa saya akan datang besok.”

Mendengar itu, Alisha langsung terdiam.

“… Tapi, Pak,” katanya pelan, “saya tidak punya keluarga.”

Tatapan Zayden berubah. “Apa?”

Alisha menghela napas. “Saya tidak punya keluarga. Saya hidup sendiri.”

Zayden mengernyit, tampak berpikir sejenak.

“… Apa keluarga Bapak tidak akan mempermasalahkan hal ini?” tanya Alisha hati-hati.

Zayden menghela napas panjang. “Tidak masalah.”

Dia menatap Alisha dengan ekspresi yang sulit ditebak.

“Justru itu akan membuat semuanya lebih mudah.”

**

Setelah pembicaraan berakhir, Zayden mempersilakan Alisha keluar dari ruangan. Dari tempatnya duduk, pria tersebut bisa melihat Alisha pergi dengan wajah campur aduk antara shock, lega, dan kebingungan.

Sementara itu, setelah Alisha menghilang, Arsel masuk ke ruangan Zayden dengan membawa berkas laporan yang tadi ia minta.

“Ini latar belakang Alisha, Pak,” katanya, meletakkan dokumen di atas meja.

Zayden mengambilnya dan mulai membaca. Dalam waktu singkat, ekspresinya berubah.

Alisnya bertaut. Matanya sedikit menyipit.

Lalu, dengan suara pelan namun penuh makna, dia bergumam,

“Cukup menarik.”

Wanita ini … jelas tidak biasa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 5. Memerintah Bos, Kenapa Tidak?

    Saat tiba di kediaman orang tuanya, Zayden bahkan belum sempat duduk sebelum suara tegas ibunya langsung menyambut. “Zayden! Sini, Mama mau bicara.” Zayden menghela napas. Dia mengikuti ibunya ke ruang keluarga, duduk, lalu berkata, “Kalau ini tentang ‘wanita itu’, bisa kita tunda dulu? Aku lelah.” “Zayden, tidak sopan memanggilnya ‘wanita itu’ terus! Beri tahu Mama namanya!” Seperti yang sudah Zayden duga. Sang ibu benar-benar menanyakan soal Alisha. Tidak ingin memperpanjang masalah, akhirnya Zayden menjawab dengan nada datar, “Alisha Gayatri.” Mata Martha berbinar. “Jadi namanya Alisha, ya?” Nada bicaranya melembut saat menyebut nama wanita yang ia bayangkan akan menjadi calon menantunya. Wanita itu cantik, dengan wajah manis yang sulit dilupakan. “Namanya cukup bagus,” puji Martha, membuat Zayden diam-diam memutar bola mata. “Lalu, bagaimana latar belakang keluarganya? Dia anak ke berapa? Orang tuanya bekerja di mana?” “Dia tidak punya orang tua. Keluarga juga tid

    Last Updated : 2025-02-07
  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 6. Wanita Sewaan

    Tepat saat jarum jam menunjuk ke angka lima, Alisha sudah keluar dari rumah dan menunggu di lobi apartemennya. Di sana, sebuah mobil hitam mewah sudah terparkir, kentara sedang menunggu seseorang.Perlahan, kaca pintu belakang mobil terbuka, dan sosok tampan Zayden yang hadir dengan jas hitam, muncul sembari menatap tajam dirinya. “Masuk,” titah pria itu, membuat Alisha menelan ludah.Masuk setelah dibukakan pintu oleh sang sopir, Alisha pun masuk dan duduk di sebelah Zayden. Di bibir, wanita itu tidak lupa memaksakan sebuah senyum ke arah Zayden.“Maaf, Pak, karena saya ketiduran, jadi merepotkan Bapak,” ucapnya berbasa-basi.Hanya mendengus dan tidak membalas, Zayden mengalihkan pandangan ke depan, pada sopir yang sudah kembali siap di depan kemudi. “Jalan,” perintahnya dengan nada rendah penuh tekanan.Tahu jelas bahwa Zayden sedang marah, Alisha pun memutuskan untuk bungkam. Dia tidak mau mencari-cari masalah dengan singa tidur itu.Namun, memang hidup tidak selalu berjalan sesu

    Last Updated : 2025-02-28
  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 7. Pacar Hamil

    Semua orang menoleh, lalu melihat seorang wanita muda bertubuh ramping dengan gaun ketat menghampiri. Rambut panjang bergelombangnya mencapai pinggang, dan wajahnya yang cantik tampak diselimuti keangkuhan.Ekspresi Zayden mengeras, dan dia langsung menarik Alisha mendekat ke sisinya, seakan melindungi wanita itu. “Jaga bicaramu, Tania,” balas Zayden dengan ekspresi gelap dan suara rendah yang mengancam. “Apa kamu sedang menghina calon istriku?”Diam-diam, Alisha cukup terkejut. Kalau bukan karena dirinya tahu mereka sedang bersandiwara, dia bisa mengira Zayden benar-benar perhatian padanya!Wanita bernama Tania, yang Alisha duga adalah sepupu Zayden, mengedikkan kedua bahunya. “Bukan menghina, Zay, hanya mempertanyakan aja,” ucapnya. “Tante Vivian tuh nggak salah loh. Dari dulu kami nggak pernah dengar kamu dekat sama wanita, tapi sekarang kamu tiba-tiba bisa bawa calon istri ke rumah, siapa sih yang nggak merasa aneh?”Semua orang mulai berbisik, merasa omongan Tania ada benarnya.

    Last Updated : 2025-02-28
  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 8. Pembuktian

    Bukan cuma Alisha yang berakhir terbengong, tapi seisi ruangan seolah membeku, terlebih lagi Vivian dan Tania. “Pa, Papa bilang apa? Hamil? Siapa yang hamil? Anaknya siapa?!” seru Vivian, sedikit terlalu panik untuk memproses pernyataan sang ayah. Henry menghela napas, seolah putrinya baru saja menanyakan sesuatu yang sangat jelas. Ia lalu melirik Alisha, ekspresinya berubah lembut, sebelum mengumumkan dengan lantang, “Alisha sedang mengandung anak Zayden, dan karena itu, mereka akan menikah secepatnya!” DUAR! Seolah granat meledak di tengah ruangan, semua orang langsung berseru dan berbisik-bisik. “Apa? Jadi, Zayden benar-benar punya pacar secara diam-diam dan tidak menyimpang?” “Pacarnya bahkan sudah hamil! Bagaimana dia bisa dirumorkan menyimpang?!” Melihat pernyataannya mengenai Zayden mulai tergeser, Tania yang masih tidak percaya dengan ucapan itu langsung berkata, “Kakek jangan mengada-ada. Mana mungkin Zayden menghamili wanita? Selama ini kita tahu dia ini kan menyimpang

    Last Updated : 2025-02-28
  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 9. Akting yang Berbahaya

    ‘Astaga, Alisha! Kamu benar-benar gila!!!’ Alisha berteriak panik dalam hati. ‘Harusnya Pak Bos gak marah, kan?!’ tambahnya lagi. ‘Ini demi akting agar sukses, kan?!!’ Alisha kemudian melihat ke dalam mata Zayden yang saat ini tubuhnya sedikit menegang. Namun, Zayden masih tidak bereaksi lebih. Hanya tatapan matanya yang semakin dalam, menyapu wajah Alisha yang kini bersemu merah.Alisha yang sadar kalau dia sudah kelewatan, berniat menarik dirinya mundur. Namun, tangan kanan Zayden tiba-tiba menahan tengkuknya, membuat Alisha tidak bisa bergerak. Lalu, pria itu memiringkan kepalanya sedikit, dan mulai membalas, bahkan memperdalam ciuman mereka!‘Apa yang–!’Protesnya hanya tersangkut di tenggorokan ketika kehangatan yang menguar dari bibir pria itu mulai melumpuhkan kewarasannya. Sensasi itu mengalir deras, merampas akal sehatnya. Ia ingin berontak. Harusnya berontak. Tapi sial! Tubuhnya justru berkhianat. Ia larut dalam ciuman yang menuntut, seolah dunia hanya milik mereka berdua.

    Last Updated : 2025-03-15
  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 10. Bukan Sebuah Kontrak

    Pertanyaan Zayden yang tiba-tiba terlontar membuat Alisha membeku. Wanita itu menoleh cepat dengan bingung.“Hah?” Alisha tak bisa menyembunyikan sedikit rasa tersinggungnya.Zayden meliriknya sekilas, lalu berkata, “Apa aku salah?” Pria itu mendengus dingin dan menambahkan, “Berani menciumku di depan banyak orang seperti itu, kentara sekali kamu sangat profesional dan berpengalaman dalam hal ini, bukan begitu?” tanyanya. “Berapa banyak pria yang sudah kamu cium?”Mendengar kalimat Zayden dan juga nada bicara pria itu yang seakan merendahkan, membuat Alisha merasa emosinya membumbung tinggi.Kalau bukan karena dirinya terikat perjanjian untuk membantu Zayden, dan juga merasa kasihan dengan betapa pria itu disalahpahami, apa pria itu pikir Alisha akan nekat menciumnya!?Namun, Alisha tahu marah tidak ada gunanya, terutama karena bosnya ini adalah kulkas berjalan. Alhasil, dia hanya menjawab singkat, “Itu ciuman pertama saya.”CIIIT!“Aduh!”Rem yang diinjak kencang secara mendadak memb

    Last Updated : 2025-03-16
  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 11. Seorang Adik

    “Ugh … aku kayaknya bisa mati muda deh …” gumam Alisha setengah menggeram selagi membaringkan kepalanya di atas meja kantor.Walau pagi ini dia mendapatkan tugas kantor yang lebih banyak dari biasanya, tapi Alisha tidak bisa fokus mengerjakan apa pun. Semua itu karena benaknya terus kembali ke percakapannya dengan Zayden di malam yang lalu.“Apa maksud Bapak pernikahan sesungguhnya? Bapak nggak berniat bercerai dengan saya setelah menikah?!” tanya Alisha malam itu.“Pernikahan bukan permainan. Orang waras mana yang akan menikah dan cerai semudah itu?” balas Zayden dengan wajah datarnya. Padahal, dia sendiri menawarkan pernikahan kepada orang tak dikenal hanya karena terpojok situasi!“Tapi–”“Pokoknya, saya nggak berniat menceraikan kamu setelah menikah. Kalau kamu keberatan, bisa saja kita batalkan semuanya, tapi kamu tetap saya pecat dan …” sebuah seringai terlukis di wajah Zayden, “...nanti kamu akan bermasalah dengan keluarga Wicaksana.”Mengingat pernyataan Zayden membuat Alisha m

    Last Updated : 2025-03-17
  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 12. Fakta Tentang Alisha

    “Pengidap HIV?” Zayden tampak menautkan alis usai mendapatkan laporan lengkap dari asisten pribadinya. Setelah rapat panjang dengan beberapa petinggi perusahaan, Zayden ingin bicara langsung dengan Alisha mengenai rencana mereka selanjutnya. Akan tetapi, wanita itu malah meninggalkan perusahaan begitu saja dan pergi ke rumah sakit. Awalnya, Zayden ingin marah. Akan tetapi, begitu mendengar informasi yang Arsel dapatkan dari beberapa rekan kerja Alisha, pria itu mendapatkan kenyataan bahwa Alisha memiliki adik yang dirawat di rumah sakit. Kebetulan, rumah sakit tersebut milik keluarga Zayden dan dikelola oleh kakak tertuanya, Raka Wicaksana, jadi Arsel bisa melakukan investigasi dengan mudah mengenai adik Alisha ini. Dan yang mengejutkan adalah … adik Alisha, Nariza, yang baru menginjak umur 22 tahun, ternyata adalah salah satu pasien HIV. Zayden merasakan sesuatu yang aneh merayap di dadanya. Tidak nyaman. Namun, alih-alih memikirkan rasa itu lebih jauh, dia malah mengajukan per

    Last Updated : 2025-03-18

Latest chapter

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 47. Apa Berubah Selera?

    Di dalam kendaraan yang membawanya pulang kembali ke kantor Zayden mengirimkan pesan singkat itu pada Alisha, dan tidak berselang lama, wanita itu membalasnya.[“Baiklah! Sore nanti pulang kantor aku akan pergi ke rumah sakit dulu untuk menjenguk Nariza.”]Hanya saja Zayden membacanya dengan wajah datar dan tanpa ekspresi berarti.“Tuan, untuk pengerjaan interior apartemen Anda bisa diselesaikan seluruhnya dalam waktu dua hari lagi dan paling lama bisa tiga hari lagi.” Ucapan Arsel barusan membuat Zayden mengalihkan perhatiannya dari ponsel itu dan segera memasukkan benda pipih itu ke dalam sakunya.“Tidak masalah, yang jelas kamar untuk Nariza selesaikan lebih cepat, karena dokter yang merawatnya mengatakan padaku kalau anak itu sudah bisa pulang besok.” Zayden berkata dengan tenang.“Untuk kamar, sudah saya katakan pada pemborong untuk mempercepatnya, kemungkinan hari ini semuanya sudah rampung.” Arsel langsung memberikan keterangannya.Zayden mengangguk singkat. “Alisha … apa dia a

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 46. Laporan ...?

    “Apa kamu bilang?!”Zayden mengembuskan napas dalam sambil menggeleng pelan, seolah menertawakan sesuatu yang hanya bisa ia mengerti. Senyumnya mengembang tipis, nyaris mengejek, namun tak sepenuhnya dingin. Ia menatap Alisha dengan ekspresi geli. Lagipula, apa yang dalam pikiran Zayden tentu saja berbeda dengan Alisha.“Alisha, sudah kukatakan ini tidak sesederhana itu,” ujarnya tenang, matanya menelusuri wajah polos Alisha yang masih penuh rasa penasaran.‘Tentu saja tidak sederhana… karena kamu tidak suka wanita!’ seru Alisha dalam hati. Tapi dia menahan diri untuk tidak mengatakannya. Ia tidak ingin menyakiti Zayden atau membuatnya merasa tersudut dengan ‘kelainannya’.“Aku hanya mengatakan hal yang paling mungkin saja, lagi pula alasan nenekmu tidak suka denganku sangat logis, karena aku ini bukan siapa-siapa. Seharusnya yang menjadi pendampingmu setidaknya orang yang satu level dan satu lingkungan dengan keluargamu.” Alisha mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya kepada Zayde

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 45. Bukti yang Tak Terbantahkan

    Sudah hampir pukul setengah satu malam, tetapi Alisha masih betah berlama-lama di lantai bawah. Tangannya sibuk merapikan barang bawaan dan menata belanjaannya, meski sebenarnya pekerjaan itu bisa selesai jauh lebih cepat. Namun, dia sengaja memperlambat gerakannya—berpura-pura sibuk demi menghindari satu hal: menatap mata Zayden. Sejak insiden tadi, tubuhnya terasa panas dingin, dan jantungnya tak berhenti berdebar.“A-apa yang kamu lakukan barusan?” Suara Zayden terdengar datar saat itu, namun cukup untuk memecah keheningan yang sempat tercipta karena ulahnya itu. Nada terkejutnya begitu jelas, sama bingungnya dengan apa yang dirasakan Alisha.Alisha jelas panik. “Itu tadi … cuma ungkapan terima kasih! Iya, terima kasih aja!” jawabnya tergagap, tak berani menatap wajah pria itu. Wajahnya sudah memerah karena malu. Tanpa berpikir panjang, dia segera berbalik dan menjauhi Zayden, sibuk dengan barang-barang miliknya yang diletakkan oleh Zayden di ruang tengah.‘Alisha kamu benar-benar g

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 44. Terima Kasih

    Alisha berkedip pelan, matanya masih berat oleh kantuk. Tapi ada sorot aneh di matanya—bukan sepenuhnya sadar, tapi cukup membuat Zayden menahan napas. Tatapan itu ... seperti menggambarkan sesuatu yang seharusnya tak tertangkap. Seperti mendengar bisikan yang tak ditujukan untuknya. “Kamu …,” gumam Alisha, suaranya serak dan pelan, seolah hendak mengulang potongan kalimat yang baru saja melayang di telinganya. Zayden membeku. Mata Alisha menatap lurus ke arah Zayden. “Kamu bilang aku pasti melin—” Tok! Panik singkat membuat Zayden tanpa pikir panjang menyentil kening Alisha dengan sedikit keras. “Aw!” Alisha meringis pelan, tangannya spontan menutup keningnya yang memerah. “Apa-apaan sih?!” protesnya dengan wajah kesal, matanya kini terbuka lebar karena rasa nyeri di keningnya akibat sentilan yang dibuat oleh zayden barusan. Zayden pura-pura bersikap santai, padahal jelas gugup. Ia mengangkat bahu, acuh. “Kamu mengigau, jadi aku bantu bangunin. Daripada kamu mimpi bica

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 43. Melindungimu

    Begitu duduk di dalam mobil, Alisha memejamkan mata sejenak, menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan lewat mulut. “Hmm... lumayan lega,” gumamnya pelan, mencoba menenangkan diri akibat dari tekanan yang dia terima dari nenek Zayden tadi. Tapi ketenangannya hanya bertahan sekejap. Saat membuka mata dan melihat ke arah Zayden—pria itu melihatnya dengan sorot mata gelap penuh tekanan—tubuhnya spontan berlonjak karena terkejut. “Ya ampun! Kaget tahu! Muka kamu serem banget kayak ib ….” sadar kalau mulutnya nyaris melakukan kesalahan Alisha langsung merapatkan bibirnya dan tidak meneruskan kalimatnya. “Apa?” Zayden berkata dengan nada dingin. “Mau mengatakan aku ini seperti iblis?” lanjut pria itu lagi. “Itu ….” Alisha langsung menunduk dan memainkan ujung-ujung jarinya, karena merasa bersalah sudah keterlaluan bicara dengan bahasa yang tidak pantas pada atasanya dan juga ‘suami’-nya itu. “Atau … mau mengatakan kalau kamu tidak suka wajah dinginku karena terlihat sepe

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 42. Istri yang Tahu Cara Bermain

    Suasana mendadak hening sejenak sesaat setelah Helena mengatakan hal itu. Helena mengundang Alisha untuk makan malam di rumahnya? Hal ini jelas membuat Zayden menatap Helena dengan cukup dalam. “Mengenalnya lebih dalam?” pertanyaan yang keluar dari mulut Zayden ini terkesan sangat dingin sekali.Helena mengangguk memastikan. “Tidak perlu mengenalnya lebih dalam, lagipula bukankah Anda punya pekerjaan yang lebih penting daripada sekedar mengurusi masalah pernikahanku ini.” Zayden jelas menolak perintah Helena tersebut.Akan tetapi Helena tersenyum tipis dan melihat ke arah Alisha dengan tatapan yang cukup tajam.“Alisha kan namamu?” Helena berkata pada Alisha.Alisha mengangguk pelan, saat mata tajam Helena tertuju padanya.“Aku mengundangmu ke kediamanku besok. Seharusnya, kamu tidak menolak ajakan dari tetua keluarga besar suamimu, kan?” Pertanyaan itu terdengar sedikit menekan.Zayden kembali ingin menjawab, hanya saja Alisha mengeratkan genggaman tangan mereka untuk membuatnya dia

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 41. Ingin Tahu Lebih Banyak

    Helena Wijaya, satu-satunya pewaris tunggal keluarga Wijaya. Pernikahannya dengan Henry Wicaksana-kakek Zayden-putra dari keluarga Wicaksana membuat bisnis kedua keluarga ini kian membesar. Insting bisnisnya cukup kuat, dan keputusan yang dia buat nyaris tidak pernah meleset. Dia tidak kalah hebat dengan suaminya dalam membesarkan bisnis mereka, hanya saja sejak beberapa bulan yang lalu, kondisi kesehatan Henry mengalami penurunan hingga akhirnya membuat Helena harus menetap sementara di luar negeri demi memastikan semuanya tetap berjalan stabil—baik bisnis, maupun kesehatan sang suami. Kini, di ruang yang sama, Alisha saat ini sudah duduk di samping Zayden. Tangan pria itu masih menggenggam tangan Alisha erat, seolah tak ingin melepaskannya. Akan tetapi, perhatian Alisha teralih bukan pada genggaman itu, melainkan pada interaksi diam-diam yang terjadi antara Zayden dan Helena. Ada sesuatu yang terasa janggal. Apalagi ketika Zayden menyapa neneknya dengan sebutan formal—“Nyonya

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 40. Ternyata Dia ....

    Zayden mendadak terdiam. Rahangnya mengeras, dan seulas senyum masam terbit di wajahnya, lebih mirip seringai kecut daripada tawa. Sorot matanya meredup sejenak, seolah menahan sesuatu yang tidak ingin ia ungkap. Ada kilatan tidak suka di matanya, meski mencoba menutupinya dengan sikap acuh. “Jangan banyak tanya,” ujarnya akhirnya, nada suaranya datar namun mengandung tekanan. “Makan saja. Nanti kamu akan tahu sendiri.” Mendapatkan respons yang seperti itu dari Zayden mendadak Alisha tersadar akan sesuatu. ‘Mana mungkin juga Zayden punya pacar, kan? Bukannya dia ini menyimpang!’ Alisha lalu melanjutkan makannya dengan cukup santai sambil menertawai canggung kebodohannya yang berkata hal itu pada Zayden. Namun, jauh di dalam lubuk hati Alisha, ada perasaan tidak enak. Kalau bukan persoalan mantan pacar, maka … kiranya siapa yang mampu membuat Zayden mengeluarkan ekspresi seperti itu? *** Sepanjang perjalanan mereka tidak terlibat percakapan yang cukup serius, pun Alisha

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 39. Apa Dia Mantan?

    Daripada bertanya maksud Zayden, Alisha lebih tertarik untuk tahu tentang pria itu.“Kamu nggak apa-apa?” tanyanya hati-hati.Zayden kembali duduk tanpa menjawab, pandangannya kosong. Jemarinya menaut di atas meja. Alisha bisa melihat betapa pria itu sedang menahan sesuatu. Sesuatu yang besar.Setelah pelayan mengantarkan pesanan makanan mereka yang terakhir, akhirnya Zayden berkata, “Besok, aku akan pergi lebih pagi, aku akan ke rumah mama lebih dulu.” Rasa penasaran ini makin menjadi-jadi hingga akhirnya Alisha tidak tahan untuk bertanya tanpa basa-basi lagi. “Kuperhatikan sejak mendapatkan telepon tadi, kamu menjadi gelisah, apa aku boleh tahu siapa yang menghubungimu?” Zayden menghentikan gerakan tangannya yang akan menyuapkan makanannya ke dalam mulut. Terlihat seperti sedang berpikir. “Itu bukan apa-apa,” jawabnya singkat, tetapi jelas saja itu tidak membuat Alisha puas.Wanita itu terlihat mendesah berat dan meletakkan sendok dan garpunya. “Bukan apa-apa tapi wajahmu kentara s

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status