Demi biaya pengobatan suaminya, Clara Rein rela menyetujui perjanjian panas Sebastian Abraham–bosnya. Dia menjadi teman tidur sekaligus merelakan rahimnya untuk melahirkan anak sang Presdir. Nyatanya, Sebastian memiliki kebiasaan yang menyimpang saat melakukan permainan panas. Namun Clara tidak memiliki jalan keluar.
Lihat lebih banyak"Clara!" Clara menatap ke arah Sebastian sekilas. Kemudian melangkah mendekati Leonard dan Sania dan berhenti tepat di hadapan mereka. "Apa kalian ingin melihat bayi kami?" Clara memiringkan sedikit tubuhnya, supaya kedua mertuanya dapat melihat bayi yang tertidur lelap, sembari bersembunyi di ketiak ibunya. Sania menatap Leonard berkaca-kaca. Ketika Sang suami mengangguk, dia segera kembali fokus pada wanita di hadapannya. "Apa aku boleh menggendongnya?" Air mata telah menggenang di sudut mata Sania. "Tentu saja," kata Clara dengan senyum ramah. Air mata Sania menetes. Akhirnya dia mendapatkan keinginannya. Memeluk dan menggendong sang cucu. Kaisar menggeliat ketika dipindahkan dalam gendongan Sania, dan itu membuat Sania merasa gemas. Dengan berhati-hati dia mendekap bayi mungil itu supaya tidak terbangun. Dan sesuai dengan keinginannya, Kaisar kembali tertidur seperti semula. Seolah tidak terganggu dengan dunia sekitar. Tangis haru Sania berubah menjadi senyum kebahagiaan.
"Tuan, kedua orang tua Anda datang." Bisikan dari penjaga seketika mengusik ketenangan Sebastian. Mendadak wajahnya menggelap, dipenuhi emosi. Kedua tangannya mengepal erat tanpa sadar. Clara menoleh, mengamati raut wajah suaminya yang tak lagi setenang sebelumnya. Keresahan terlihat jelas di wajah tampannya, rahangnya mengeras. Kedua tangannya mengepal. Serta otot di sekitar leher mencuat, menahan sebuah emosi. "Ada apa?" tanya Clara yang seketika menarik perhatian Sebastian dari penjaga. Pria itu menatap sang istri. Tatapannya melembut seketika. Kemudian pria itu menjawab dengan nada setenang mungkin. "Hanya masalah kecil, Sayang kamu tunggu di sini." Sebastian melirik sekilas ke arah bayi yang masih terlelap. Kemudian beranjak dari kursinya. Sebastian lantas beralih pada penjaga lalu mengangguk. Sebelum akhirnya melangkah meninggalkan tempat acara. Clara menatap punggung suaminya yang mulai menjauh dan kemudian menghilang di balik pintu. Keresahan yang semula di rasakan Sebas
Clara menatap suaminya dengan penuh rasa syukur. Sebastian memang bukan tipe pria yang selalu mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata, tetapi dari setiap tindakannya, Clara tahu betapa pria itu mencintai dirinya. Perjalanan menuju rumah terasa begitu cepat. Begitu mobil memasuki gerbang besar kediaman mereka, Clara melihat beberapa pelayan dan penjaga sudah berbaris, menunggu kedatangannya. Rumah megah bergaya klasik itu berdiri kokoh, dengan pilar-pilar besar yang menambah kesan elegan. Begitu mobil berhenti di halaman depan, seorang pelayan segera membuka pintu. Sebastian turun lebih dulu, lalu mengulurkan tangan kepada Clara. Dengan hati-hati, dia menggenggam tangan istrinya, membantunya keluar. Begitu kaki Clara menyentuh tanah, seorang pelayan perempuan bergegas mendekat dengan wajah penuh senyum. "Selamat datang kembali, Nyonya. Kami semua sangat senang melihat Anda kembali dengan selamat." Clara membalas senyum itu. "Terima kasih. Aku juga senang bisa kembali ke rumah
Tekad Sania sudah bulat. Keinginannya untuk melihat cucunya sangatlah kuat. Dia ingin tahu bagaimana wajah putera dari anak semata wayangnya itu. Dan ketika dia sampai di ruangan penyimpanan bayi, Sania dibuat tertegun. Sebelumnya, dia sudah mencari tahu tentang keberadaan cucunya secara diam-diam. Di bagian bawah box bayi tertera nama kedua orang tua dan tanggal kelahirannya. Dari situlah Sania dapat memastikan bahwa bayi dengan balutan kain biru yang kini tengah terlelap itu adalah putera dari Sebastian. 'Dia sungguh mirip dengan Bastian,' batin Sania. Ingatannya kembali pada hari di mana kelahiran Sebastian puluhan tahun yang lalu. Kehadirannya disambut suka cita bagi keluarga. Dan ketika dia melihat bayi itu, Sania merasa Dejavu. 'Bagaimana bisa semirip itu?' Dalam pikiran Sania berkecamuk. Pemandangan di hadapannya itu seolah mematahkan dugaannya bahwa bayi yang dikandung Clara bukanlah anak Sebastian. 'Jadi wanita itu benar.' Suara hati Sania terus berbicara tanpa henti.
Wajah Bianca begitu dingin. Tatapannya tajam, seolah menyimpan sebuah amarah dan dendam. Dan semuanya berhubungan dengan Sebastian dan Clara. Segala cara dia gunakan untuk mendapatkan kembali Sebastian. Akan tetapi, semua hanya berakhir sia-sia. Kedua tangan Bianca mengepal di bawah meja. Rahangnya mengeras tanpa sadar. Ingatannya terlempar pada kenangan masalalu bersama Sebastian. Sebastian memang bukan tipe pria yang romantis terhadapnya. Namun, apa yang selalu diinginkannya, Sebastian selalu memberikannya. Clara menjadi wanita yang sangat beruntung saat itu karena telah menjadi bagian dari hidup Sebastian. Bianca ingin sekali kembali pada masa itu, namun keberadaan Clara menjadi penghalang besar baginya. "Setelah kamu mendapatkan Clara kembali. Kamu harus membawa dia pergi." Bianca mengingatkan pria di hadapannya ini. William yang tengah mengesap kopinya, harus terganggu oleh ucapan Bianca. "Dia mengandung, bagaimana dengan bayinya?" William bertanya dengan nada skept
Senyum lebar tersungging di bibir Sebastian. Rona kebahagiaan kini terpancar jelas di wajahnya. Rasa takut dan khawatir yang tadi menyerangnya seketika terbayar ketika mendengar suara tangis anaknya, dan juga kabar dari Dokter yang menyatakan jenis kelamin si bayi. Dan sesuai dengan keinginannya. Bayinya berjenis kelamin laki-laki, keluar dengan selamat. Beberapa kali melakukan pemeriksaan USG, hasil mengatakan bahwa jenis kelamin bayi adalah laki-laki dan Sebastian sudah menduga ini. Namun, tetap saja dia tidak dapat menahan kebahagiaan yang kini muncul lantaran sang penerus yang dia agungkan telah lahir ke dunia. Secepatnya, Sebastian melesat masuk ke dalam ruang bersalin tanpa meminta persetujuan dari dokter. Begitu Sebastian memasuki ruangan, tatapannya tertuju pada sosok yang kini terbaring di ranjang pasien dengan mata tertutup. Sebastian segera melangkah, mengikis jarak yang membentang di hadapannya. "Sayang," panggilnya lirih. Di sudut ruangan tampak beberapa perawat sedan
Semua orang yang ada di dalam ruangan membeku mendengar ucapan Sebastian. Tatapan Sania tampak kosong, dengan raut wajah yang kaku penuh ketegangan. Setelah lama tidak bertemu puteranya, dia pikir, Sebastian telah banyak berubah. Entah apa yang ada dalam pikirannya benar atau salah. Sebastian tampak berbeda. Lebih ke arah yang positif. Namun, dia masih belum merasakan perubahan itu. Mungkin, dia berubah bila di depan orang yang dia cintai. "Bastian, kamu ingin wanita itu masuk dalam keluarga kita?" Maxime masih tidak percaya bahwa Sebastian menginginkan sesuatu yang lain, sebuah perubahan dalam aturan keluarga. Dan semua demi wanita itu. "Wanita yang kakek sebut itu istriku, dan dia tengah mengandung anakku. Dan aku tidak akan kembali ke keluarga ini tanpanya." Sebastian melirik arloji di pergelangan tangannya. Dia rasa sepertinya sudah cukup dan ingin mengakhiri pembicaraan ini. "Sepertinya waktuku sudah habis. Aku harus pergi." Sebastian beranjak dari kursinya. Bersiap untuk men
Pagi itu, Maxime Abraham duduk di kursi empuk di ruang baca rumahnya, menatap ke luar jendela besar yang menghadap taman belakang. Sinar matahari yang menyusup melalui kaca memberi kehangatan, tetapi wajahnya tetap terlihat pucat. Tubuhnya masih lemah, tetapi pikirannya tetap tajam.Sejak keluar dari rumah sakit, dia menjalani pemeriksaan rutin untuk memastikan kondisinya stabil. Hari ini, seperti biasa, dokter keluarga telah dipanggil untuk mengecek kesehatannya. Maxime bukan pria yang suka dikekang oleh aturan medis, tetapi untuk saat ini, dia tidak punya pilihan selain mengikuti prosedur.Di luar ruangan, suara langkah kaki terdengar. Tak lama, Leonard dan Sania muncul di ambang pintu, membawa kehangatan di tengah atmosfer rumah tua yang kini terasa semakin sunyi.“Ayah, bagaimana perasaanmu hari ini?” tanya Sania, meletakkan sebuah baki kecil berisi teh hangat di meja.Maxime mengangkat wajahnya, memberi anggukan kecil. “Lebih baik,” jawabnya singkat, meski suaranya masih sediki
Selera makan Sebastian tiba-tiba menghilang. Gerakan mulutnya yang semula mengoyak makanan tiba-tiba berhenti. Lalu gelas di atas meja diraih, ditenggaknya dengan cepat, guna mendorong makanan yang serasa sulit masuk ke tenggorokan. Napasnya sedikit memburu, entah karena kesal atau apa, tatapan Sebastian berubah tak sehangat sebelumnya. Kedua tangan yang memegang sendok dan garpu berubah mengeras, kemudian diletakkannya benda di tangannya itu dengan hati-hati. "Andrew, sepertinya faktor usia membuatmu lupa. Tidak ada yang boleh menggangguku saat sedang makan." Sebastian menatap Andrew yang tampak kebingungan. Entah lupa atau bagaimana, kepala pelayan itu untuk pertama kalinya telah melanggar peraturan rumah ini. Andrew tampak menghindari tatapan Sebastian. Kemudian dengan nada rendah, dia berkata, "Maaf, Tuan. Tapi Kakek Anda, beliau ingin bicara." "Kalau begitu tunggu sampai selesai makan." Setelah mengatakan itu, Sebastian kembali meraih sendok dan garpu, dan melanjutkan makan m
"Apa, Suster? Rp 5 miliar?"Clara Rein, 28 tahun. Dia nyaris pingsan saat berdiri di antrian kasir Rumah Sakit Internasional St. Mary’s Kota Arbour. Wajah cantiknya memucat saat mendengar nominal tunggakan biaya rumah sakit suaminya yang sedang koma.Clara dan William telah menikah selama satu tahun. Pada malam saat resepsi pernikahan, kecelakaan menyebabkan William koma. Saat itu hujan deras mengguyur kota Arbour. Clara tiba lebih dulu di tempat resepsi. Sedangkan mobil William tergelincir dan menabrak pembatas jalan dan masuk jurang."Ini nota tagihannya, Nyonya," ujar suster, memberikan secarik kertas tagihan.Tangan Clara gemetar. Selama hidupnya, dia tidak pernah memiliki uang sebanyak itu.Suster berkata, "Semua biaya harus segera dilunasi dalam 2 hari. Atau, pihak rumah sakit akan melepas semua peralatan medis Suami Anda!"Clara menerima nota tagihan itu dengan kedua mata yang berkaca-kaca. "Baik. Terima kasih, Suster."Clara berjalan dengan pikiran kosong. Dia kembali ke ruang...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen