Clara sedikit kesal saat Sebastian mengatakan ronde selanjutnya. Nyatanya, pria itu memberinya makan hanya untuk digempur habis-habisan. Sepertinya Sebastian memang tidak mau rugi, sehingga dengan pandai memanfaatkan kesempatan ini.
“Tuan, izinkan saya memejamkan mata sebentar,” pinta Clara. Dia merasa sangat lelah setelah melayani hasrat Sebastian untuk yang kesekian kalinya.
“Baiklah, kamu aku izinkan beristirahat. Setelah itu kita lanjut,” balas Sebastian.
Clara tidak peduli dengan ucapan Sebastian dan hanya mengiyakan. Yang terpenting dirinya bisa tidur guna memulihkan tenaganya yang terkuras habis demi melayani Sebastian.
Pukul 03.00 dini hari, Clara terbangun, dia ingin ke kamar mandi. Akan tetapi, ada sesuatu yang menarik atensinya. Di sofa sudut ruangan, Clara melihat Sebastian tengah duduk dengan kaki saling bertumpuk, tangannya memegang sesuatu yang didekatkan ke area hidung.
Clara menajamkan penglihatannya, kain segitiga berbahan renda itu adalah miliknya, akan tetapi, kenapa bisa ada di tangan Sebastian?
“Tuan, Anda belum tidur? Apa yang Anda lakukan?” tanya Clara.
“Clara, celana dalammu sangat harum.”
“Apa?” Clara ingin muntah, akan tetapi dia menahannya. Clara sungguh terkejut saat melihat apa yang dilakukan Sebastian.
Keesokan paginya, Clara bangun dalam kondisi tubuh yang terasa remuk. Tulang-tulangnya serasa terlepas dari persendiannya. Semalam, setelah makan, Sebastian kembali meminta dilayani. Tidak hanya sekali, namun berkali-kali.
Teringat pergulatan panasnya bersama Sebastian, membuat wajah Clara bersemu merah. Tidak dipungkiri, Sebastian memang pandai membuatnya seakan terbang ke awan. Clara memang tidak tahu pasti berapa ukuran milik Seabastian. Akan tetapi, saat memasukinya, Clara merasa miliknya terasa penuh sesak.
Selesai membersihkan diri, Clara berniat memakai baju. Namun, ada sesuatu yang mengganggu pikiran Clara. Dia baru tahu jika Sebastian memiliki kebiasaan mencium celana dalam wanita yang telah terpakai. Hal itu tentu saja membuat Clara jijik. Tetapi, Clara harus merahasiakannya.
Pintu diketuk, Clara segera mengenakan pakaiannya dengan sangat cepat kemudian berjalan mendekati pintu lalu membukanya.
“Selamat pagi, Nona. Tuan Bastian sudah menunggu Anda di bawah,” ucap pelayan.
“Aku akan turun sekarang,” kata Clara.
Clara menuruni anak tangga menuju lantai bawah dan menghampiri Sebastian yang sudah berpakaian rapi dan duduk di ruang makan. Clara berhenti tepat di dekat Sebastian.
“Duduklah!” titah Sebastian.
“Baik, Tuan.” Clara segera mendaratkan pantatnya pada salah satu kursi yang ada di dekat Sebastian. Seorang pelayan mendekat, hendak melayani Clara, namun dengan ramah dia menolak. “Biar aku saja.”
Pelayan itu mengangguk lantas menyingkir dari ruang makan.
“Aku akan mentrasfter uang yang kamu minta, tapi sebelum itu tanda tangani dulu surat ini.” Sebastian menyerahkan berkas yang sudah dia siapkan sejak pagi tadi.
“Apa ini, Tuan?” tanya Clara.
“Baca saja!”
Clara membuka berkas tersebut, dan membaca tulisan dengan judul Surat Perjanjian Kontrak. Clara menatap Sebastian sekilas kemudian kembali fokus pada berkas. Tertera jelas di sana, Sebastian sebagai pihak 1 dan Clara sebagai pihak 2.
Ada beberapa poin yang menarik perhatian Clara. Poin pertama, Clara bersedia melahirkan anak untuk pihak 2 dengan bayaran 5 miliar yang akan dibayar di muka. Poin kedua, hubungan akan berakhir jika hanya pihak 1 yang menginginkan.
Poin 3, Pihak 2 harus datang saat pihak 1 memanggilnya. Dan yang terakhir poin 4, jika Pihak 2 melanggar kesepakatan, akan dikenakan denda sebesar 10 miliar.
Melihat nominal yang tertera, Clara membulatkan mata.
“10 miliar?” Tanpa sadar suara Clara meninggi.
Clara nyaris tidak mempercayai penglihatannya sehingga dia membaca kembali surat perjanjian tersebut. Namun, semuanya tidak berubah.
“Kenapa? Keberatan?” tanya Sebastian. Suaranya terdengar dingin.
Clara terdiam, tangannya gemetar memegang berkas. Ini sama seperti dirinya dijebak. Ingin mundur, tetapi sudah setengah jalan. Lagi pula dirinya sangat membutuhkan uang itu dan hari ini adalah batas waktu pelunasannya.
“Tidak, Tuan.” Setelah lama bungkam, akhirnya Clara menjawab. Sebastian adalah orang yang tidak bisa dibantah, itu sebabnya Clara tidak ingin berdebat.
Mendengar hal itu, Sebastian tersenyum menyeringai. “Bagus! Kalau begitu segera tanda tangani!” titah Sebastian.
“Baik, Tuan,” ucap Clara. Selanjutnya dia menundukkan kepala, tidak akan membiarkan Sebastian melihat ujung matanya yang kemerahan. Dia segera membubuhkan tanda tangan, dan menyerahkan kembali surat kontrak kepada Sebastian.
Tak lama setelah Sebastian menerima berkas tersebut, dia segera melakukan panggilan pada orang kepercayaannya. Memberi perintah untuk mentrasfer uang ke nomer rekening Clara. Detik selanjutnya, panggilan ditutup, Sebastian kembali menatap Clara.
“Aku sudah mentrasfer uang ke rekeningmu. Ingat! Jangan sampai melanggar kesepakatan atau kamu akan rasakan sendiri konsekuensinya!” Sebastian mengingatkan.
Tidak ada kata lain kecuali harus mengiyakan. Pun Clara tidak bisa lagi lari dari kesepakatan ini, atau pengorbanannya semalam sia-sia.
“Oh, ya ini ada sesuatu untuk kamu.” Sebastian meraih tote bag lalu diberikan kepada Clara.
Clara menerima benda tersebut. Penasaran dengan isinya, Clara segera membukanya. Manik indahnya seketika membulat sempurna.
“Celana dalam?” Clara tidak dapat mempercayai penglihatannya sendiri.“Ya, setelah berhubungan, aku akan membelikanmu celana dalam baru,” ujar Sebastian.Ucapan Sebastian mengingatkan Clara pada kejadian semalam. Di mana Sebastian menciumi celana dalam miliknya yang sudah terpakai. Mendapati Sebastian berbicara hal semacam ini dengan keras, mungkinkah semua orang di rumah ini sudah tahu kebiasaan Sebastian?Clara memperhatikan sekitar dan melihat Andrew si kepala pelayan yang berdiri di sudut ruangan. Beberapa pelayan wanita juga tampak berlalu lalang, entah mengapa mendengar Sebastian bicara begitu, Clara jadi malu sendiri.“Kamu tenang saja, semua orang yang bekerja di sini telah disumpah untuk tidak membocorkan apa pun yang terjadi di rumah ini.”Seolah tahu isi kepala Clara, Sebastian segera menjelaskan, dan itu membuat kegelisahan di hati Clara menghilang.“Karena kamu sudah melayani aku semalaman, hari ini aku membebaskan kamu dari pekerjaan,” ucap Sebastian.Mendengar hal itu,
Clara sudah merasa curiga saat mendapati nama Sebastian di layar ponselnya. Ketika dirinya menjawab panggilan itu, Sebastian menyuruhnya datang.“Sekarang, Tuan?” tanya Clara.“Tahun depan, tentu saja sekarang!" jawab Sebastian yang terdengar ketus.Clara menggigit kecil bibir bawahanya. Dirinya sudah berjanji pada kedua orang tua William untuk bermalam di rumah sakit dan menjaga William. Apa jadinya jika dirinya tiba-tiba pergi?Sesaat, Clara merasa ragu. Namun, saat mengingat surat perjanjian yang dia tanda tangani tadi pagi, seketika itu keraguan dalam hatinya lenyap. Dari mana dirinya mendapat uang sebanyak itu untuk membayar denda?“Kenapa diam? Jawab aku, Clara!” teriak Sebastian.Suara Sebastian menyentakkan Clara, gegas dia menjawab. “Ya, Tuan. Saya ke sana sekarang.”“Bagus, aku tunggu sepuluh menit.” “Apa?”Clara hendak melayangkan protes kepada Sebastian, namun panggilan lebih dulu ditutup. Clara mengumpat dalam hati. Jarak antara rumah sakit dan rumah Sebastian cukup jau
“Tuan,” panggil Clara.“Kamu boleh tidur.” Seolah tidak terganggu dengan suara Clara, Sebastian berkata demikian sembari terus menciumi kain segitiga milik Clara.Bukannya tidur, Clara justru turun dari atas kasur, meraih pakaian miliknya lalu memakainya dengan gerakan yang cepat. Hal itu baru menarik atensi Sebastian.“Kamu mau ke mana, Clara?” tanya Sebastian.“Saya harus kembali ke rumah sakit, Tuan,” jawab Clara.Sebastian menatap jam di dinding. Jarum pendek mengarah pada angka 3 kemudian kembali menatap Clara/“Dini hari begini?” tanya Sebastian heran.“Saya sudah berjanji pada mertua saya untuk menjaga suami saya, jadi saya harus kembali sebelum fajar muncul. Lagi pula saya sudah menunaikan kewajiban saya sesuai keinginan Anda,” ujar Clara. Dia telah selesai berpakain, lantas meraih sling bag miliknya, siap meninggalkan kamar. Akan tetapi, suara Sebastian menghentikan langkahnya.“Tunggu, Clara. Aku akan antar kamu.”Mendengar hal itu, Clara menatap Sebastian dengan tatapan her
Clara seketika tercekat, tangannya refleks menyentuh lehernya. Clara melupakan sesuatu. Saat di rumah Sebastian, dia melihat tanda yang dimaksud oleh Julia. Ini adalah tanda merah yang dihasilkan dari hubungan terlarangnya bersama Sebastian. Dan dengan cerobohnya Clara tanpa sengaja memperlihatkan ini kepada Julia.“Kenapa diam? Kau tidak tuli ‘kan, Clara?” tanya Julia sinis.“Em…ini, aku lupa kalau aku alergi kacang merah, kemarin aku tidak sengaja memakannya,” jelas Clara. Dia tidak percaya bahwa dirinya kini pandai sekali membual.Kening Julia mengkerut. Memperhatikan tanda merah itu dengan teliti.Melihat itu, Clara segera meraih syal dari dalam tas kemudian melingkarkan di leher.“Maaf, Ma. Aku harus pergi bekerja.” Clara segera meraih sling bag miliknya kemudian menyingkir dari hadapan Julia. Clara bahkan tidak sempat berpamitan kepada William. Ini semua gara-gara Julia.Meski suaminya itu tidak bisa melihat dan mendengar, Clara terbiasa meminta izin kepada William sebelum pergi
Clara menatap Sebastian tidak berkedip sedikit pun. Dia terkejut ketika mendengar penuturan Sebastian. Apa yang baru saja pria itu katakan? Hari ini banyak jadwal penting. Akan tetapi pria itu justru ingin membatalkannya.“Tuan, apa maksud Anda?” tanya Clara lagi. Dia seketika menundukkan pandangannya ketika tatapan tajam Sebastian menghujam ke arahnya.“Sudah kukatakan berapa kali? Aku tidak suka mengulang ucapanku!” sergah Sebastian.“Maafkan saya, Tuan.” Clara segera menyadari kesalahannya.“Kemari, Clara!” Sebastian kembali mengulurkan tangan.Clara menatap Sebastian, mencoba mencari tahu maksud dari uluran tangan itu. Sepertinya Sebastian ingin dirinya mendekat. Takut-takut, Clara melangkah maju. Dia menatap tangan Sebastian.Clara menyambut uluran tangan itu, dia tersentak kala tubuhnya ditarik dan tanpa sengaja terjatuh di pangkuan Sebastian. Untuk sesaat, Clara merasa canggung. Apa boleh begini? Ini adalah kantor.“Rambut ini.” Sebastian menyentuh surai panjang milik Clara. “A
Clara sedikit terperangah, meski begitu dia tidak protes kali ini, dia segera mengikuti ke mana langkah Sebastian. Tatapan iri dan tidak suka mengiringi langkah Clara yang kini berjalan di belakang Sebastian. Apa yang Clara pikirkan? Bukankah itu sudah biasa? Jadi Clara tidak perlu memusingkannya.Pasalnya, banyak yang mengincar posisi asisten pribadi. Siapa yang tidak ingin dekat dengan pria tampan seperti Sebastian? Dan asal mereka tahu saja, hal itu tidak akan mudah dilakukan. Tiga tahun Clara menahan diri untuk tidak mengumpati Sebastian. Terlebih beberapa hari terakhir, sikapnya sangat menyebalkan.Meski begitu, Clara harus berterima kasih kepada Sebastian karena telah membantunya. Tidak, dirinya juga sudah memberikan sesuatu yang berharga kepada pria itu yaitu kesuciannya.“Masuk!” Sebastian membukakan pintu mobil untuk Clara.Clara patuh, dan segera masuk.Sebastian menutup pintu mobil, kemudian berjalan memutari kendaraan, mendudukkan dirinya di kursi kemudi. Dia sengaja tidak
Mendengar itu, Leonard dan Sania saling bertukar pandang. Rona kebahagiaan terpancar di wajah keduanya. Bukan hanya sesepuh saja yang menginginkan seorang bayi penerus, Leonard dan sania pun sama halnya. Mereka berdua ingin segera menimang cucu mengingat usia Sebastian yang sudah cukup matang.“Kalau begitu kau setuju untuk menikah?” tanya Sania. Dia tidak sabar untuk menantikan hal semacam itu.Kening Sebastian mengkerut. “Aku tidak bilang akan menikah.”“Lalu?” Leonard menaikkan sebelah alisnya.“Kakek hanya meminta seorang penerus ‘kan. Kalian tenang saja, dalam waktu dekat aku akan memberikannya.” Sebastian berdiri dari duduknya.Sania mendongak menatap putra semata wayangnya dengan tatapan bingung sekaligus khawatir. Dia masih tidak mengerti dengan ucapan Sebastian.“Nak, tolong jelaskan pada Mom. Apa maksudnya dengan memberikan bayi tapi tidak menikah?” tanya Sania.Sebastian menyunggingkan senyumnya. Dia menatap wanita bergelar ibu sejenak lalu melanjutkan langkah meninggalkan
Clara menelan saliva, bayangan permainannya bersama Sebastian berkelebat di kepala Clara. Hal itu mungkin bukan yang pertama lagi bagi Clara. Namun, saat hendak melakukannya lagi, Clara merasa gugup. Tanpa sadar kedua tangan di atas pangkuannya bergetar. Jantung Clara berdegup dengan sangat kencang. Tatapannya yang mengarah pada luar jendela terlihat goyah.Sementara Sebastian terlihat sangat tenang. Raut wajahnya sangat dingin seolah tanpa emosi. Sesekali melirik ke arah samping di mana sang asisten berada. Sebelah sudut bibirnya ditarik ke samping."Ku peringatkan sekali lagi, Clara. Jangan pernah menggunakan hatimu dalam hubungan ini."Mendengar itu, Clara segera tersadar. Bahwa hubungan ini terbangun atas dasar simbiosis mutualisme. Di mana kedua belah pihak saling diuntungkan. Benar yang dikatakan oleh Sebastian, tidak seharusnya dirinya menggunakan perasaan saat berhubungan dengan pria itu.“Tentu saja, Tuan.” Hanya itu yang bisa Clara katakan saat ini.Kendaraan melaju dengan c
Sesuaikan dengan keinginan Clara, wanita itu sangat ingin pergi ke taman yang terletak di pusat kota. Melihat kebahagiaan di mata Clara, Sebastian dengan senang hati mengabulkan permintaannya. Tanpa menunda, dia segera memberi perintah kepada sopirnya untuk mengarahkan mobil menuju ke taman tersebut.“Ke taman pusat kota!” titah Sebastian.Mendapat perintah, sang sopir menoleh ke samping sejenak kemudian mengangguk. “Baik, Tuan.”Mereka berdua duduk di kursi belakang dengan suasana yang tenang, menikmati perjalanan yang terasa begitu ringan. Sebastian tersenyum, melihat Clara yang tampak penuh antusias. Di tengah perjalanan, pemandangan kota yang sibuk menjadi latar belakang yang kontras dengan suasana damai yang terasa di dalam mobil.Sesampainya di taman kota, suasana yang ramai langsung menyambut kedatangan Sebastian dan Clara. Keduanyan, segera turun dengan Sebastian yang membantu Clara dengan mengulurkan sebelah tangan.“Hati-hati, Sayang.” Di sepanjang jalan setapak yang membent
Clara merasakan mual yang begitu hebat. Perutnya mulai bergejolak tak terkendali. Dengan cepat, dia menutup mulutnya, berusaha menahan rasa tidak nyaman yang semakin kuat. Dia berlari terburu-buru menuju kamar mandi. Setibanya di sana, tubuhnya tak dapat lagi menahan dorongan yang datang, dan dengan segera dia memuntahkan isi perutnya.Melihat itu, kekhawatiran kembali menyergap Sebastian. Lekas dia menyusul Clara ke kamar mandi dan melihat Clara berjongkok di depan wetafel.“Sayang, kamu tidak apa-apa?” tanya Sebastian. Dia hendak mendekat, namun gerakan tangan Clara yang terulur ke depan membuat langkahnya terhenti.“Jangan mendekat!”Seketika itu, Sebastian menyadari sesuatu. Dia mencium aroma tubuhnya sendiri. Tidak ada yang aneh. Aroma parfum dan keringat menjadi satu. Tetapi, ini tidak terlalu buruk. Namun, mampu membuat isi perut Clara keluar.Tidak ingin memperparah keadaan, Sebastian keluar dari kamar, lalu memerintahkan pelayan untuk memeriksa kondisi Clara. Jadwal pemeriksa
Sebastian berlari kecil menaiki anak tangga. Tujuannya sudah pasti kamarnya, yang dia tempati bersama Clara. Ketika dia mendengar bahwa Clara tidak mau makan, Sebastian khawatir. Ini bisa berdampak buruk bagi bayinya. Sebastian harus mencari tahu. Apa ini efek dari kandungannya? Atau justru karena hal lain?Untuk memastikannya, Sebastian harus menemui Clara secara langsung. Tiba di depan pintu kamar, Sebastian memegang handle, kemudian menekannya dengan sedikit mendorong. Akan tetapi, pintu tidak dapat terbuka.Andrew yang diam-diam mengikuti jelas tahu apa yang harus dia lakukan.Kunci cadangan.Andrew bergegas mengambilnya, dan memberikannya pada Sebastian."Ini, Tuan.""Ya, sebaiknya kau siapkan makanan!" titah Sebastian."Baik, Tuan."Sementara Andrew kembali ke dapur, Sebastian berhasil membuka pintu.Ketika dia memasuki ruangan, dia melihat tubuh tertutup selimut di atas kasurnya yang besar. Sebastian segera menghampirinya. Pertama-tama, dia memeriksa kondisi Clara dengan cara m
Sebastian dan Ramon datang ke perusahaan saat malam hari, ketika kegiatan di kantor sudah selesai dan hanya beberapa orang yang masih berada di dalam gedung. Mereka berjalan dengan hati-hati, menghindari deteksi oleh kamera pengawas dan penjaga keamanan. Untuk membangun perusahaan sendiri, dia harus menyalin beberapa data penting yang dapat membantunya dalam mengembangkan bisnisnya.Setelah beberapa menit berjalan, mereka akhirnya tiba di ruang server perusahaan, tempat di mana semua data dan sistem operasional perusahaan disimpan. Sebastian mengeluarkan peralatan yang telah dia bawa, dan mulai bekerja untuk mengakses sistem server. Ramon berdiri di sampingnya, mengawasi sekitar untuk memastikan bahwa tidak ada orang lain yang mendekati.“Tak akan kubiarkan orang lain menikmati kerja kerasku,” gumam Sebastian.Sebastian bekerja dengan cepat dan efisien, menggunakan kemampuan hackingnya untuk mengakses sistem server. Dia mulai menyalin data penting, seperti rahasia perusahaan, strategi
Dareen yang mendapati bahwa orang suruhannya gagal. Dia terlihat marah. Namun, itu hanya sesaat. Dareen yang telah kembali ke rumah hanya menyuruh mereka pergi setelah memberikan bayaran yang sesuai dengan yang dia janjikan kepada mereka.Akan tetapi, Lucia, sang ibu justru mencegahnya. Dia melangkah mendekati mereka. Meraih amplop yang diberikan oleh Dareen kepada kepala preman itu dengan kasar, kemudian menatap puteranya."Kamu ini bodoh atau bagaimana, Dareen? Mereka ini sudah gagal. Jadi mereka tidak pantas menerima bayaran ini!" cetus Lucia menatap tajam puteranya."Tapi, Mom. aku sudah menjanjikan uang pada mereka," bantah Dareen."Benar itu, Nyonya," sahut para preman itu."Diam kalian!" bentak Lucia. "Kalian ini sudah gagal, untuk apa kalian mengharapkan bayaran?” maki Lucia. “Sebaiknya kalian pergi!" usir Lucia dengan mata yang melotot tajam.Hal itu jelas membuat para preman pasar itu ciut. Mereka pikir, Lucia adalah menantu dari orang kaya yang berpengaruh. Wanita itu bisa
"Ramon?" ucap Sebastian dengan suara yang terengah-engah.Mendengar namanya disebut, Ramon menoleh ke samping. Namun, ekor matanya menangkap raut wajah Sebastian yang nampak terkejut dengan kedatangannya.“Maaf, saya terlambat datang,” ucapnya.Sebastian menghela. Ini adalah sebuah kebetulan yang menguntungkan. Ramon datang di waktu yang tepat.Ramon melompat ke dalam pertarungan, menghadapi lawan-lawan Sebastian dengan kemampuan bela diri yang sangat baik. Dia menyerang dengan cepat dan tepat, menangkis serta membalas dan membuat lawan-lawan Sebastian terkejut dan tidak siap.“Sialan!” umpat salah satu musuh yang serangannya berhasil ditepis oleh Ramon. Dia merasa aura Ramon lebih menakutkan dari lawan sebelumnya.Ramon berdiri tegap. Tatapannya terihat tajam dan waspada. Seperti serigala yang mengunci mangsanya. Setelan hitamnya, membuat Ramon seperti malaikat pencabut nyawa. Senyumnya mengembang sempurna ketika melihat lawannya ciut karenanya.“Rupanya mereka hanya preman pasar,”
"Nona, apa yang terjadi?" Seruan suara pelayan menembus gendang telinga Clara. Dia pun seketika tersadar dari lamunannya tentang foto itu. Dia juga menyadari apa yang dirinya perbuat. Dia segera meraih benda pipih yang tergeletak di tanah.Layarnya telah menghitam, namun foto itu terekam jelas di benak Clara. Bagaimana Sebastian begitu mesra memeluk wanita itu. Clara tahu siapa wanita itu. Bianca Weadow adalah seorang perancang perhiasan sekaligus mantan kekasih Sebastian."Nona, Anda tidak apa-apa?" tanya pelayan yang tampak khawatir dengan perubahan ekspresi wajah Clara.Clara pun terkesiap."Ya, aku tidak apa-apa. Aku ingin kembali ke mansion saja. Mendadak aku merasa pusing." Clara segera membalik diri. Kemudian melangkah menuju ke mansion. Clara segera menuju ke kamarnya tanpa menoleh. Dan ketika dia sampai, Clara seketika menitihkan air matanya.Sebastian memang telah pergi, namun Bianca masih berada di Abraham Group. Itu karena dia memiliki sebuah urusan yang sangat penting.
“Apa yang kamu lakukan, Bianca?” Sebastian refleks menahan kedua lengan Bianca. Berusaha membuat wanita itu menjauh darinya. Akan tetapi, jeratan tangan wanita itu pada pinggangnya begitu kuat. Sehingga Sebastian hanya menahan rasa kesalnya dan bertahan dengan pelukan yang terasa menjijikkan.“Bastian, aku dengar kamu kehilangan posisi sebagai presdir. Kamu pasti sangat sedih ‘kan?” ucap Bianca dengan nada bicara yang terdengar rendah. Seolah menggambarkan kesedihan yang turut dia rasakan.Sebastian mengernyit. “Bianca, berita ini begitu cepat sampai ke telingamu? Ah, pasti anak manja itu yang memberitahumu?” ucap Sebastian sebelum akhirnya dia benar-benar mendorong Bianca menjauh darinya. “Bianca, kamu datang kemari hanya ingin mengasihi aku?” Sebastian mendecak."Bukan begitu, sebenarnya Kakek memintaku untuk kembali padamu. Bastian kamu sungguh menyukai wanita bersuami itu?" tanya Bianca yang seketika membuat sorot mata Bastian mencorong tajam."Itu bukan urusan kamu!" Sebastian he
"Dareen?" Sebastian menaikkan sebelah alisnya. Dia terlihat tenang di tengah-tengah keterkejutan yang menerpanya.Rasa keterkejutan serta pertanyaan-pertanyaan muncul di benaknya. Mengapa Dareen bisa ada di sini? Apa tujuannnya/ Meski rasa penasaran itu terus menderanya, Sebastian memilih untuk tidak untuk mengungkapkannya."Kakak pasti kaget, ya? Melihat aku ada di sini pagi-pagi?" tanya Dareen.Sebastian mendengkus kasar. Tatapannya yang semula tenang menjadi sangat tajam ketika melihat Dareen dengan berani menduduki kursi singgasananya."Beraninya kamu duduk di sana!" cerca Sebastian."Memangnya kenapa, Kakak? Sebentar lagi kursi ini akan menjadi milikku," tukas Dareen penuh percaya diri.Tatapan Sebastian semakin tajam saja. Bagai bilah pedang yang siap menusuk siapa saja yang ada di sekitar."Apa kamu bilang?""Dareen benar," sahut seseorang.Sebastian refleks menoleh ke arah sumber suara. Belum hilang keterkejutannya atas keberadaan Dareen di ruangannya, kini Sebastian dikejutk