Mendengar itu, Leonard dan Sania saling bertukar pandang. Rona kebahagiaan terpancar di wajah keduanya. Bukan hanya sesepuh saja yang menginginkan seorang bayi penerus, Leonard dan sania pun sama halnya. Mereka berdua ingin segera menimang cucu mengingat usia Sebastian yang sudah cukup matang.“Kalau begitu kau setuju untuk menikah?” tanya Sania. Dia tidak sabar untuk menantikan hal semacam itu.Kening Sebastian mengkerut. “Aku tidak bilang akan menikah.”“Lalu?” Leonard menaikkan sebelah alisnya.“Kakek hanya meminta seorang penerus ‘kan. Kalian tenang saja, dalam waktu dekat aku akan memberikannya.” Sebastian berdiri dari duduknya.Sania mendongak menatap putra semata wayangnya dengan tatapan bingung sekaligus khawatir. Dia masih tidak mengerti dengan ucapan Sebastian.“Nak, tolong jelaskan pada Mom. Apa maksudnya dengan memberikan bayi tapi tidak menikah?” tanya Sania.Sebastian menyunggingkan senyumnya. Dia menatap wanita bergelar ibu sejenak lalu melanjutkan langkah meninggalkan
Clara menelan saliva, bayangan permainannya bersama Sebastian berkelebat di kepala Clara. Hal itu mungkin bukan yang pertama lagi bagi Clara. Namun, saat hendak melakukannya lagi, Clara merasa gugup. Tanpa sadar kedua tangan di atas pangkuannya bergetar. Jantung Clara berdegup dengan sangat kencang. Tatapannya yang mengarah pada luar jendela terlihat goyah.Sementara Sebastian terlihat sangat tenang. Raut wajahnya sangat dingin seolah tanpa emosi. Sesekali melirik ke arah samping di mana sang asisten berada. Sebelah sudut bibirnya ditarik ke samping."Ku peringatkan sekali lagi, Clara. Jangan pernah menggunakan hatimu dalam hubungan ini."Mendengar itu, Clara segera tersadar. Bahwa hubungan ini terbangun atas dasar simbiosis mutualisme. Di mana kedua belah pihak saling diuntungkan. Benar yang dikatakan oleh Sebastian, tidak seharusnya dirinya menggunakan perasaan saat berhubungan dengan pria itu.“Tentu saja, Tuan.” Hanya itu yang bisa Clara katakan saat ini.Kendaraan melaju dengan c
Clara refleks mengalungkan kedua tangan pada leher Sebastian ketika tubuhnya diangkat dan digendong. Selanjutnya, tubuhnya dibawa mendekati ranjang kemudian diletakkan dengan sangat hati-hati.Tatapan dalam Sebastian telak menghujam dirinya, Clara segera memejamkan mata, ketika wajah pria itu mendekat ke arahnya sebelum akhirnya mendarat ke area leher jenjang dan tenggelam di sana.Clara mendongak ketika sebuah benda basah menyapu area leher hingga turun ke tulang selangka. Sekuat tenaga Clara berusaha untuk tidak mengeluarkan suara. Bahkan ketika kain penutup busa miliknya dilepas, Clara tetap bungkam.Sebastian menarik diri, kemudian melihat Clara yang memejamkan mata. Kedua tangannya bergerak lincah memainkan ujung buah keranuman yang telah mencuat, sementara bibirnya mulai meraup kasar bibir Clara.“Mppppphhhhh!” Clara tersentak kaget. Dia merasakan indera perasa milik Sebastian mulai menerobos memasuki isi mulutnya.Clara membiarkan Sebastian melakukan apa yang diinginkan. Sement
Clara merasa Sebastian sengaja mengerjai dirinya. Laporan keuangan 10 tahun yang lalu? Sedangkan dirinya baru bekerja 3 tahun. Yang benar saja?Saat ini Clara sedang berdiri di ambang pintu gudang penyimpanan dokumen. Ditemani Ramon, Clara menatap rak yang berjajar rapi di hadapannya dengan tatapan malas.“Rak sebelah sana adalah rak penyimpanan berkas keuangan. Tuan Bastian ingin Anda mencari laporan bulan yang mengalami penurunan, jika sudah selesai, segera berikan pada saya,” ujar Ramon. Ramon merasa sudah berbaik hati karena telah menunjukkan tempat di mana Clara harus mencari berkas tersebut.“Tuan Ramon, bolehkan saya tanya sesuatu?” tanya Clara.“Silakan!” suara Ramon terdengar tidak senang.“Kalau boleh tahu, untuk apa berkas tersebut? Apakah sangat penting sehingga saya harus mencarinya sedangkan jam kerja berakhir sebentar lagi?” Clara bertanya sembari menatap arloji di pergelangan tangannya.“Kalau Tuan yang meminta, itu artinya sangat penting,” jawab Ramon.“Masih ada oran
"Ibu, tolong aku, di sini gelap! Tolong keluarkan aku!" Isak tangisan seorang anak berusia 5 tahun terdengar menyayat hati.Gelap dan sempit. Clara harus berdiam di tempat itu karena hukuman yang diterimanya akibat melakukan sebuah kesalahan. Tanpa sengaja, Clara menumpahkan kopi di atas meja kerja ayahnya dan mengenai berkas penting.Douglas Rein, Sang Ayah marah besar, kemudian memanggil Rosalia Rein, istrinya."Lihat kelakuan putrimu! Dia sudah mengacaukan pekerjaanku!" maki Douglas."Bu, maaf. Aku tidak sengaja," ucap Clara dengan kepala tertunduk dalam.Rosalia menatap putrinya kemudian tersenyum. "Kemari, ikut Ibu."Clara mengangguk, dia mengekor di belakang sang ibu yang ternyata menuju ke gudang. Clara tidak curiga untuk apa ibunya mengajaknya pergi ke tempat kotor seperti itu.Clara hanya memperhatikan ketika Rosalia sang ibu membuka lemari usang yang ada di sudut ruangan. Tiba-tiba, tangannya ditarik dan tubuhnya didorong hingga masuk ke dalam lemari tersebut.Ketika Clara m
Bugh!Tendangan diberikan Sebastian tepat di tulang kering Ramon.Pria itu sempat roboh, namun dia bangun dengan segera. Rasa sakit seolah tersamarkan dengan ekspresi dingin dan datar.“Apa aku menyuruhmu mengunci pintu, hah?!” Nada suara Sebastian meninggi. Wajahnya menggelap, sorot matanya tajam seolah menunjukkan emosi berlebih. Telapak tangannya mengepal kuat sampai buku-buku jarinya memutih.“Saya tidak mengunci pintunya, Tuan,” ucap Ramon. Pria ini tidak banyak mengucapkan kata pembelaan. Namun, hal itu cukup membuat Sebastian meredakan emosi dalam dirinya.“Kau yakin?” Sebastian memicingkan mata, mencoba mencari celah kebohongan melalui raut wajah Ramon.“Tentu saja, Tuan. Saya selalu melakukan seuai perintah Anda.”“Lalu siapa yang menguncinya?” Sebastian menuntut sebuah jawaban yang memuaskan.Dengan tenang, Ramon menjawab. “Pasti ada orang lain, izinkan saya menyelidikinya, Tuan.”Sebastian menghela napas berat, emosi dalam dirinya berkurang sejak Ramon mengatakan bahwa buka
Clara merasa merinding, dia mengkerut sembari menarik selimut. Jantung Clara berdegup kencang. Apa Sebastian ini sudah gila? Clara memang tidak lupa dengan kontrak perjanjian itu. Akan tetapi, haruskah melakukannya di rumah sakit?Clara jadi menyesal karena telah berkata bahwa dirinya baik-baik saja. Clara tidak ingin melakukannya di sini, dia harus segera mencegah Sebastian.“Ah, kepalaku sakit.” Clara memegang keningnya.Sebastian menghentikan gerakan tangannya lalu menyunggingkan senyumnya.“Dia takut rupanya,” gumamnya dalam hati.Sebastian mengancingkan kembali kancing kemejanya lalu berkata. “Beristirahatlah, aku akan kembali satu jam lagi.”Clara mengangguk kaku. Dia lantas merebahkan tubuhnya dan menaikkan selimut sebatas dada. Setelah Sebastian menghilang dari pandangannya, Clara seketika benapas lega. Semenjak menerima kontrak bersama Sebastian, hidup Clara jadi tidak tenang. Ada saja tingkah pria itu yang membuat Clara berada dalam masalah. Salah satunya saat ini.Bagaimana
Butuh waktu lama bagi Clara untuk mencerna ucapan Sebastian. Apa maksud pria itu? Apa Sebastian meminta dirinya untuk tinggal satu atap dengannya? Yang benar saja?"Kenapa?" tanya Sebastian karena melihat Clara diam saja.“Tuan, itu tidak mungkin. Dalam perjanjian tidak ada poin mengharuskan kita tinggal bersama,” ujar Clara setelah lama terdiam.“Ckkk…” Sebastian berdecak. “Clara, kamu melupakan satu hal, bahwa kamu tidak memiliki hak untuk mengambil keputusan,” balas Sebastian.“Tapi, Tuan…” Ucapan Clara terpotong oleh suara Sebastian.“Tidak ada pilihan lain, Clara. Kamu menolak, artinya kamu melanggar. Kamu tahu ‘kan hukumannya jika kamu melanggar perjanjian. Itu artinya kamu harus bersedia membayar hutang dua kali lipat dari jumlah yang kamu pinjam.”Mendengar itu, kedua manik indah Clara melebar sempurna. Clara merasa dirinya sudah terjebak oleh permainan Sebastian.“Tuan, bagaimana dengan kedua mertua saya jika saya tidak datang ke rumah sakit?” debat Clara.“Aku tidak bilang k
Sesuaikan dengan keinginan Clara, wanita itu sangat ingin pergi ke taman yang terletak di pusat kota. Melihat kebahagiaan di mata Clara, Sebastian dengan senang hati mengabulkan permintaannya. Tanpa menunda, dia segera memberi perintah kepada sopirnya untuk mengarahkan mobil menuju ke taman tersebut.“Ke taman pusat kota!” titah Sebastian.Mendapat perintah, sang sopir menoleh ke samping sejenak kemudian mengangguk. “Baik, Tuan.”Mereka berdua duduk di kursi belakang dengan suasana yang tenang, menikmati perjalanan yang terasa begitu ringan. Sebastian tersenyum, melihat Clara yang tampak penuh antusias. Di tengah perjalanan, pemandangan kota yang sibuk menjadi latar belakang yang kontras dengan suasana damai yang terasa di dalam mobil.Sesampainya di taman kota, suasana yang ramai langsung menyambut kedatangan Sebastian dan Clara. Keduanyan, segera turun dengan Sebastian yang membantu Clara dengan mengulurkan sebelah tangan.“Hati-hati, Sayang.” Di sepanjang jalan setapak yang membent
Clara merasakan mual yang begitu hebat. Perutnya mulai bergejolak tak terkendali. Dengan cepat, dia menutup mulutnya, berusaha menahan rasa tidak nyaman yang semakin kuat. Dia berlari terburu-buru menuju kamar mandi. Setibanya di sana, tubuhnya tak dapat lagi menahan dorongan yang datang, dan dengan segera dia memuntahkan isi perutnya.Melihat itu, kekhawatiran kembali menyergap Sebastian. Lekas dia menyusul Clara ke kamar mandi dan melihat Clara berjongkok di depan wetafel.“Sayang, kamu tidak apa-apa?” tanya Sebastian. Dia hendak mendekat, namun gerakan tangan Clara yang terulur ke depan membuat langkahnya terhenti.“Jangan mendekat!”Seketika itu, Sebastian menyadari sesuatu. Dia mencium aroma tubuhnya sendiri. Tidak ada yang aneh. Aroma parfum dan keringat menjadi satu. Tetapi, ini tidak terlalu buruk. Namun, mampu membuat isi perut Clara keluar.Tidak ingin memperparah keadaan, Sebastian keluar dari kamar, lalu memerintahkan pelayan untuk memeriksa kondisi Clara. Jadwal pemeriksa
Sebastian berlari kecil menaiki anak tangga. Tujuannya sudah pasti kamarnya, yang dia tempati bersama Clara. Ketika dia mendengar bahwa Clara tidak mau makan, Sebastian khawatir. Ini bisa berdampak buruk bagi bayinya. Sebastian harus mencari tahu. Apa ini efek dari kandungannya? Atau justru karena hal lain?Untuk memastikannya, Sebastian harus menemui Clara secara langsung. Tiba di depan pintu kamar, Sebastian memegang handle, kemudian menekannya dengan sedikit mendorong. Akan tetapi, pintu tidak dapat terbuka.Andrew yang diam-diam mengikuti jelas tahu apa yang harus dia lakukan.Kunci cadangan.Andrew bergegas mengambilnya, dan memberikannya pada Sebastian."Ini, Tuan.""Ya, sebaiknya kau siapkan makanan!" titah Sebastian."Baik, Tuan."Sementara Andrew kembali ke dapur, Sebastian berhasil membuka pintu.Ketika dia memasuki ruangan, dia melihat tubuh tertutup selimut di atas kasurnya yang besar. Sebastian segera menghampirinya. Pertama-tama, dia memeriksa kondisi Clara dengan cara m
Sebastian dan Ramon datang ke perusahaan saat malam hari, ketika kegiatan di kantor sudah selesai dan hanya beberapa orang yang masih berada di dalam gedung. Mereka berjalan dengan hati-hati, menghindari deteksi oleh kamera pengawas dan penjaga keamanan. Untuk membangun perusahaan sendiri, dia harus menyalin beberapa data penting yang dapat membantunya dalam mengembangkan bisnisnya.Setelah beberapa menit berjalan, mereka akhirnya tiba di ruang server perusahaan, tempat di mana semua data dan sistem operasional perusahaan disimpan. Sebastian mengeluarkan peralatan yang telah dia bawa, dan mulai bekerja untuk mengakses sistem server. Ramon berdiri di sampingnya, mengawasi sekitar untuk memastikan bahwa tidak ada orang lain yang mendekati.“Tak akan kubiarkan orang lain menikmati kerja kerasku,” gumam Sebastian.Sebastian bekerja dengan cepat dan efisien, menggunakan kemampuan hackingnya untuk mengakses sistem server. Dia mulai menyalin data penting, seperti rahasia perusahaan, strategi
Dareen yang mendapati bahwa orang suruhannya gagal. Dia terlihat marah. Namun, itu hanya sesaat. Dareen yang telah kembali ke rumah hanya menyuruh mereka pergi setelah memberikan bayaran yang sesuai dengan yang dia janjikan kepada mereka.Akan tetapi, Lucia, sang ibu justru mencegahnya. Dia melangkah mendekati mereka. Meraih amplop yang diberikan oleh Dareen kepada kepala preman itu dengan kasar, kemudian menatap puteranya."Kamu ini bodoh atau bagaimana, Dareen? Mereka ini sudah gagal. Jadi mereka tidak pantas menerima bayaran ini!" cetus Lucia menatap tajam puteranya."Tapi, Mom. aku sudah menjanjikan uang pada mereka," bantah Dareen."Benar itu, Nyonya," sahut para preman itu."Diam kalian!" bentak Lucia. "Kalian ini sudah gagal, untuk apa kalian mengharapkan bayaran?” maki Lucia. “Sebaiknya kalian pergi!" usir Lucia dengan mata yang melotot tajam.Hal itu jelas membuat para preman pasar itu ciut. Mereka pikir, Lucia adalah menantu dari orang kaya yang berpengaruh. Wanita itu bisa
"Ramon?" ucap Sebastian dengan suara yang terengah-engah.Mendengar namanya disebut, Ramon menoleh ke samping. Namun, ekor matanya menangkap raut wajah Sebastian yang nampak terkejut dengan kedatangannya.“Maaf, saya terlambat datang,” ucapnya.Sebastian menghela. Ini adalah sebuah kebetulan yang menguntungkan. Ramon datang di waktu yang tepat.Ramon melompat ke dalam pertarungan, menghadapi lawan-lawan Sebastian dengan kemampuan bela diri yang sangat baik. Dia menyerang dengan cepat dan tepat, menangkis serta membalas dan membuat lawan-lawan Sebastian terkejut dan tidak siap.“Sialan!” umpat salah satu musuh yang serangannya berhasil ditepis oleh Ramon. Dia merasa aura Ramon lebih menakutkan dari lawan sebelumnya.Ramon berdiri tegap. Tatapannya terihat tajam dan waspada. Seperti serigala yang mengunci mangsanya. Setelan hitamnya, membuat Ramon seperti malaikat pencabut nyawa. Senyumnya mengembang sempurna ketika melihat lawannya ciut karenanya.“Rupanya mereka hanya preman pasar,”
"Nona, apa yang terjadi?" Seruan suara pelayan menembus gendang telinga Clara. Dia pun seketika tersadar dari lamunannya tentang foto itu. Dia juga menyadari apa yang dirinya perbuat. Dia segera meraih benda pipih yang tergeletak di tanah.Layarnya telah menghitam, namun foto itu terekam jelas di benak Clara. Bagaimana Sebastian begitu mesra memeluk wanita itu. Clara tahu siapa wanita itu. Bianca Weadow adalah seorang perancang perhiasan sekaligus mantan kekasih Sebastian."Nona, Anda tidak apa-apa?" tanya pelayan yang tampak khawatir dengan perubahan ekspresi wajah Clara.Clara pun terkesiap."Ya, aku tidak apa-apa. Aku ingin kembali ke mansion saja. Mendadak aku merasa pusing." Clara segera membalik diri. Kemudian melangkah menuju ke mansion. Clara segera menuju ke kamarnya tanpa menoleh. Dan ketika dia sampai, Clara seketika menitihkan air matanya.Sebastian memang telah pergi, namun Bianca masih berada di Abraham Group. Itu karena dia memiliki sebuah urusan yang sangat penting.
“Apa yang kamu lakukan, Bianca?” Sebastian refleks menahan kedua lengan Bianca. Berusaha membuat wanita itu menjauh darinya. Akan tetapi, jeratan tangan wanita itu pada pinggangnya begitu kuat. Sehingga Sebastian hanya menahan rasa kesalnya dan bertahan dengan pelukan yang terasa menjijikkan.“Bastian, aku dengar kamu kehilangan posisi sebagai presdir. Kamu pasti sangat sedih ‘kan?” ucap Bianca dengan nada bicara yang terdengar rendah. Seolah menggambarkan kesedihan yang turut dia rasakan.Sebastian mengernyit. “Bianca, berita ini begitu cepat sampai ke telingamu? Ah, pasti anak manja itu yang memberitahumu?” ucap Sebastian sebelum akhirnya dia benar-benar mendorong Bianca menjauh darinya. “Bianca, kamu datang kemari hanya ingin mengasihi aku?” Sebastian mendecak."Bukan begitu, sebenarnya Kakek memintaku untuk kembali padamu. Bastian kamu sungguh menyukai wanita bersuami itu?" tanya Bianca yang seketika membuat sorot mata Bastian mencorong tajam."Itu bukan urusan kamu!" Sebastian he
"Dareen?" Sebastian menaikkan sebelah alisnya. Dia terlihat tenang di tengah-tengah keterkejutan yang menerpanya.Rasa keterkejutan serta pertanyaan-pertanyaan muncul di benaknya. Mengapa Dareen bisa ada di sini? Apa tujuannnya/ Meski rasa penasaran itu terus menderanya, Sebastian memilih untuk tidak untuk mengungkapkannya."Kakak pasti kaget, ya? Melihat aku ada di sini pagi-pagi?" tanya Dareen.Sebastian mendengkus kasar. Tatapannya yang semula tenang menjadi sangat tajam ketika melihat Dareen dengan berani menduduki kursi singgasananya."Beraninya kamu duduk di sana!" cerca Sebastian."Memangnya kenapa, Kakak? Sebentar lagi kursi ini akan menjadi milikku," tukas Dareen penuh percaya diri.Tatapan Sebastian semakin tajam saja. Bagai bilah pedang yang siap menusuk siapa saja yang ada di sekitar."Apa kamu bilang?""Dareen benar," sahut seseorang.Sebastian refleks menoleh ke arah sumber suara. Belum hilang keterkejutannya atas keberadaan Dareen di ruangannya, kini Sebastian dikejutk