Butuh waktu lama bagi Clara untuk mencerna ucapan Sebastian. Apa maksud pria itu? Apa Sebastian meminta dirinya untuk tinggal satu atap dengannya? Yang benar saja?"Kenapa?" tanya Sebastian karena melihat Clara diam saja.“Tuan, itu tidak mungkin. Dalam perjanjian tidak ada poin mengharuskan kita tinggal bersama,” ujar Clara setelah lama terdiam.“Ckkk…” Sebastian berdecak. “Clara, kamu melupakan satu hal, bahwa kamu tidak memiliki hak untuk mengambil keputusan,” balas Sebastian.“Tapi, Tuan…” Ucapan Clara terpotong oleh suara Sebastian.“Tidak ada pilihan lain, Clara. Kamu menolak, artinya kamu melanggar. Kamu tahu ‘kan hukumannya jika kamu melanggar perjanjian. Itu artinya kamu harus bersedia membayar hutang dua kali lipat dari jumlah yang kamu pinjam.”Mendengar itu, kedua manik indah Clara melebar sempurna. Clara merasa dirinya sudah terjebak oleh permainan Sebastian.“Tuan, bagaimana dengan kedua mertua saya jika saya tidak datang ke rumah sakit?” debat Clara.“Aku tidak bilang k
Kalau tidak ingat kontrak perjanjian itu, Clara pasti sudah menolak ajakan Sebastian. Pasalnya pria itu kembali ingin dilayani. Yang artinya Clara harus kembali menyerahkan dirinya kepada Sebastian.Pintu kamar dibuka, langkah kaki Clara sejajar dengan langkah pria di dekatnya. Begitu Clara masuk, dia tertegun untuk beberapa saat. Ini kamar yang berbeda dengan kamar sebelumnya. Lebih besar, lebih luas dan yang pasti lebih mewah.Bola mata Clara bergerak mengedar ke sekitar, dinding kamar bernuansa abu-abu ini sesuai dengan pribadi Sebastian yang dingin dan tertutup. Perlengkapan di dalam kamar Sebastian sangat menakjubkan.Tempat tidur yang besar dengan selimut bulu yang lembut dan yang pasti hangat. Ruang tamu dengan sofa besar. Meja rias dengan ukiran yang rumit dan juga indah. Bisa dibilang kamar ini lebih mewah dari kamar suite hotel bintang lima. Clara bahkan bisa memastikan bahwa kamar mandinya sangat besar meski tanpa melihat.Clara tersentak ketika sepasang tangan melingkar di
Clara beraktifitas seperti biasanya, bangun pagi dan membersihkan diri kemudian bersiap untuk bekerja. Hanya saja dia merasa sedikit aneh karena dia harus mengikuti rutinitas di kediaman Sebastian seperti sarapan bersama. Biasanya, dia akan berangkat dari rumah sakit lantaran berjaga malam adalah tugas dirinya. Sementara saat dirinya bekerja pada siang hari, maka tugas berjaga berganti pada Julia, ibu William.Clara juga merasa aneh ketika dia selesai mandi, pakaian ganti sudah tersedia. Dua orang pelayan telah bersiap untuk membantu Clara untuk berias.“Silakan, Nona. Saya bantu berpakaian,” ucap salah satu pelayan.Clara tertegun untuk beberapa saat kemudian menjawab, “Terima kasih, aku bisa sendiri.”“Jangan ditolak.” Seseorang muncul dari arah walk in closet.Clara menoleh dan mendapati Sebastian dengan kostum setelan jas berwarna navy. Rambutnya di sisir ke belakang dengan sangat rapi. Aroma maskulin begitu menyengat, menembus indera penciuman Clara.Dia sedikit tercengang. Sebas
“Apa? Kenapa tidak boleh?” Clara refleks bertanya.“Hari ini kita akan sibuk, jadi sebaiknya kamu fokus pada pekerjaan saja.” Sebastian berucap tanpa memandang lawan bicaranya. Entah mengapa saat mendengar Clara meminta izin untuk menjenguk suaminya, Sebastian jadi kesal sendiri.“Apa jadwal kita hari ini?” tanya Sebastian sengaja mengalihkan topik pembicaraan.Clara segera meraih buku catatan dan membukanya. Jadwal hari ini sudah dia rekap kemarin malam. Sesibuk apa pun dirinya, Clara harus menyempatkan diri untuk hal semacam ini karena ini sudah merupakan tugasnya.Saat Clara membaca buku catatannya, dia melihat ada beberapa jadwal penting di antaranya pertemuan dengan dua orang pemimpin perusahan besar yang akan dilakukan di luar kantor. Selebihnya tidak ada yang penting.“Kenapa diam? Kamu tuli?” sergah Sebastian. “Cepat bacakan!” serunya lagi.Clara segera melakukan apa yang Sebastian perintahkan. Dengan lantang Clara membacakan jadwal kegiatan pada hari ini dan berhasil menarik
Stella berlari meninggalkan Clara setelah mengatakan demikian. Dan itu membuat Clara semakin dikurung rasa penasaran. Apa yang membuat Stella menangis seperti itu hingga berakhir menyalahkan dirinya? Setahu Clara, dirinya tidak pernah berbuat buruk terhadap wanita itu. Bahkan ketika Stella menyalahi dirinya, Clara diam saja.Clara menatap pintu ruang kerja Sebastian. Clara berpikir bahwa akar permasalahannya berasal dari dalam sana. Tidak ingin terus dirundung rasa penasaran, Clara harus segera mencari tahu.Clara masuk tanpa mengetuk terlebih dahulu, dan itu berhasil menarik atensi dua orang pria yang ada di dalam ruangan.“Clara! Kamu bisa mengetuk pintu terlebih dahulu!” protes Sebastian. Suaranya terdengar meninggi.“Maafkan saya, Tuan,” ucap Clara. Dia juga tidak tahu bahwa di sini juga ada Ramon. Clara menatap pria itu sekilas kemudian kembali pada Sebastian.“Tuan, apa yang terjadi pada Stella? Kenapa dia menyalahkan saya?” tanya Clara langsung pada intin pembicaraan. Dan itu
Pikiran Clara seketika berfantasi liar ke mana-mana. Namun hal itu segera dipatahkan oleh Sebastian.“Kita sudah melewatkan waktu makan malam, jadi sebaiknya kita makan sekarang.”Clara seketika bernapas lega. Dia nyaris saja berpikir bahwa Sebastian ingin dilayani di saat-saat seperti ini. Padahal pria itu terlihat lelah.Pukul 19.00 waktu setempat, keduanya tiba di sebuah restoran mewah yang berada di pusat kota. Sebastian sudah melakukan reservasi terlebih dahulu.Sebastian mengajak Clara masuk, namun, tidak untuk Ramon. Dan itu menimbulkan rasa tidak enak hati Clara terhadap Ramon. Clara menatap pria yang masih berdiam di balik kemudi mobil, selanjutnya mobil itu bergerak menjauhi area restoran.“Tuan, mengapa Tuan Ramon tidak ikut dengan kita?” tanya Clara sembari mengekor di belakang Sebastian.Yang ditanya seketika melirik ke samping sekilas sebelum akhirnya menjawab. “Dia sudah tahu tugasnya, jadi kamu tidak perlu memikirkan dia.”Clara cukup lega mendengarnya. Mungkin saja
Sebastian menyunggingkan senyumnya. Kenyataan bahwa Clara telah tertidur membuat Sebastian senang. Secara otomatis Clara tidak jadi mengunjungi suaminya. Dan hal itu menimbulkan ketenangan tersendiri bagi Sebastian.Tidak sia-sia Sebastian mengulur waktu. Sebastian memang sengaja mengajak Clara di restoran yang terkenal dengan pelayanan terlama. Dan tujuannya agar Clara melupakan niatnya menjenguk suaminya. Dan Sebastian telah berhasil.“Ke mana lagi, Tuan?” tanya Ramon sebelum kembali menjalankan mobilnya.“Kita pulang sekarang!” titah Sebastian.“Baik.”Kendaraan hitam mengkilat itu bergerak menjauhi area restoran. Sebastian terlihat sangat senang seolah baru mendapatkan sebongkah berlian. Padahal hanya hal kecil yang nilainya tidak ada harganya.Sebastian melirik ke samping dan melihat wanita yang dalam kondisi menutup mata. Dengkuran halus terdengar dan membuat Sebastian yakin bahwa Clara benar-benar tertidur.Tiba di mansion, Ramon keluar terlebih dahulu kemudian membukakan pintu
Clara segera menutup mulutnya saat menyadari nada suaranya yang begitu tinggi. Itu karena dia kaget saat mendengar ucapan Sebastian. Dia segera menunduk kala tatapan tajam Sebastian menghujaninya.“Itu adalah kamarmu, selama tinggal di sini. Kamu akan tidur di kamar itu,” ucap Sebastian.Clara mengangguk saja tanpa mengeluarkan suara.Sebastian melirik ke arah Clara lalu berkata, “Kenapa? Kamu tampak kecewa? Jangan-jangan kamu sungguh ingin satu kamar denganku?” goda Sebastian.Clara melotot. Dia menggeleng cepat kemudian berkata, “Tidak, mana mungkin saya berani begitu.”Sebastian menyunggingkan senyumnya. “Dengar, Clara! Tidak akan ada yang berubah dengan hubungan kita, sekalipun kamu telah berhasil mengandung anakku nanti, hubungan kita hanya sebatas orang tua, tidak lebih, itu sebabnya harus ada batasan antara kita.” Sebastian berkata sembari memotong roti panggang di piring.Clara terdiam. Dia memikirkan ucapan Sebastian. “Jika saya berhasil memberi Anda seorang anak, apakah saya
Beberapa jam yang lalu. Sebastian menggeser kursinya mendekati Clara. Mencondongkan tubuhnya, ke arah istrinya, mengikis jarak yang tersisa, hingga menyisakan setengah jengkal saja. Wanita itu mengernyitkan dahi, dia dapat merasakan hangatnya deru napas Sebastian yang teratur. Aroma parfum maskulin yang begitu kuat, memikat. Beradu dengan aroma minyak rambut yang sedikit slowly. "Sudah sepi," katanya dengan nada dengan. Clara mengerutkan alis. Dia dapat melihat dua iris milik suaminya menjelajahi setiap jengkal tubuhnya. Hal yang mampu membungkam Clara dari kata-kata yang akan terucap, meski begitu dia tidak diam begitu saja. "Kamu sungguh ingin melakukannya di sini? Di tempat terbuka seperti ini?" tanya Clara tak kalah tenang. Mencoba menyamakan dengan sikap suaminya."Kita bahkan pernah melakukannya di sungai," pungkasnya seolah mematahkan ucapan Clara. Ingatan beberapa bulan yang lalu kembali mencuat. Di mana dirinya dan Sebastian berjalan-jalan di hutan area Mansion. Bermain
Sebastian seketika menarik napas panjang begitu berhasil muncul ke permukaan air. Udara segar segera memenuhi paru-parunya yang terasa seolah hampir meledak akibat kekurangan oksigen. Dengan tubuh yang basah kuyup dan napas terengah-engah, dia mengusap wajahnya yang dipenuhi air asin. Rasa perih segera menusuk kedua matanya, namun dia tidak memedulikannya. Pandangannya segera tertuju pada sosok yang tak sadarkan diri di dekatnya. Pegangannya sangat erat pada kerah pakaian Dareen. mencoba mempertahankan agar tak terlepas. "Menyusahkan saja!" gerutunya. Meski begitu, Sebastian melanjutkan usahanya menyelamatkan Dareen. Tanpa membuang waktu, Sebastian segera menarik tubuh Dareen yang terasa berat akibat pakaian basah dan beban tubuh yang lemas. Arus laut masih berusaha menarik keduanya kembali ke tengah, tetapi Sebastian bertahan, menolak menyerah. Dengan segenap tenaga, ia menyeret tubuh Dareen menuju tepian. Setiap langkah di dalam air yang dalam dan berarus kuat terasa seperti mel
Ziyon dan kedua rekannya tertawa puas, suara mereka menggema di antara dinding tebing yang curam. Tawa itu bukan sekadar luapan kegembiraan, melainkan ejekan yang menyayat—sebuah perayaan atas keberhasilan mereka menyingkirkan Dareen. Dari atas tebing, mereka menyaksikan tubuh pria malang itu terjatuh, kemudian lenyap ditelan deburan ombak yang ganas. Tidak ada rasa bersalah, tidak pula keraguan. Yang tersisa hanyalah kesombongan, seolah mereka baru saja menuntaskan misi penting tanpa cela. "Mampus kamu, Dareen." Senyum jahat terukir di bibir Ziyon ketika tatapannya mengarah pada riak air, titik di mana Dareen baru saja menghilang. Kepuasan, kemenangan tampak terlihat di wajah tampan pria itu. Meski bukan kemenangan sepenuhnya, sebab dirinya tidak mendapatkan apa-apa, hanya sebuah luapan kemarahan akibat apa yang terjadi pada dirinya. Hidupnya hancur dan itu semua karena Dareen. Selanjutnya, Ziyon memiliki rencana untuk membalas pada Sebastian, tetapi dia harus memikirkan rencana
Dareen merasakan napasnya kian sesak. Udara di sekelilingnya begitu terbatas, dan kegelapan total menyelimuti penglihatannya. Suasana pengap menyiksa, membuatnya sulit bernapas dengan leluasa. Kain karung yang membungkus tubuhnya menambah tekanan psikologis yang mencekam. Dia hanya bisa meringkuk dalam posisi tidak nyaman, dalam kondisi tangan dan kaki terikat. Dareen tidak tahu ke mana dia akan dibawa.Tubuhnya terasa sempit terjepit, dan setiap gerakan kecil hanya membuat dirinya semakin sulit bernapas. Dia sadar bahwa dirinya telah dimasukkan ke dalam karung, lalu dilemparkan ke dalam bagasi mobil. Suara dentuman pelan dari luar, guncangan kendaraan, serta bau menyengat dari ruang sempit itu membuatnya nyaris kehilangan kesadaran. Di tengah ketidakpastian dan rasa takut yang kian membuncah, Dareen hanya bisa berharap ada keajaiban yang menyelamatkannya dari situasi mengerikan ini."Setelah ini, kita harus segera kembali ke Santoria," kata Jordy yang tampak tidak sabar. Beberapa h
Rencana terakhir yang terlintas dalam benak Ziyon adalah menghabisi nyawa Dareen. Dia menilai bahwa pemuda itu sudah tidak lagi memiliki nilai guna dalam skema yang telah dia susun. Segala upaya untuk mendapatkan tebusan dari keluarga Dareen berakhir dengan kegagalan, dan setiap menit yang berlalu hanya meningkatkan risiko terungkapnya keberadaan mereka. Dalam pikirannya yang dingin dan penuh perhitungan, Ziyon menyadari bahwa membiarkan Dareen tetap hidup hanya akan menjadi beban. Lebih dari itu, pria muda itu kini menjadi saksi hidup dari seluruh tindakan penculikan yang telah dia lakukan. Maka dari itu, untuk menghapus jejak dan menutup kemungkinan terburuk, Ziyon mengambil keputusan untuk menghabisi Dareen dan membuang jasadnya ke laut agar tidak pernah ditemukan. Sambil menatap ke luar jendela, Ziyon menyinggungkan senyumnya. Kemudian memberi perintah. "Siapkan segala sesuatunya!" Pria bertopeng yang sejak kemarin membantu Dareen melancarkan aksinya kini membuka suara.
Pagi itu, Clara terbangun lebih lambat dari biasanya. Tubuhnya masih terasa lelah setelah malam panjang yang dihabiskan bersama Sebastian. Begitu matanya terbuka, dia segera menoleh ke sisi tempat tidur, namun tak menemukan sosok suaminya di sana. Pintu kamar mandi dalam keadaan terbuka. Tidak ada tanda kehidupan apa pun. Rasa penasaran mulai merayapi benaknya.Dia bangkit perlahan, berjalan menuju kamar bayi. Namun, Kaisar pun tidak berada di tempat tidurnya. Kegelisahan mulai tumbuh di dalam dada Clara. Tanpa pikir panjang, dia segera menuruni tangga untuk mencari tahu keberadaan mereka.Begitu tiba di lantai bawah, aroma masakan hangat menyambutnya. Clara melihat Sania, ibu mertuanya, sedang sibuk menyusun piring di meja untuk sarapan dibantu beberapa pelayan dan Andrew. Sementara itu, Sebastian duduk di kursi utama ruang makan, tampak tenang sambil menyeruput kopi dengan selembar surat kabar di tangan. Begitu melihat Clara, Sania menghentikan kegiatannya sejenak dan tersenyum l
Clara menyunggingkan senyumnya. Jujur saja, Clara merindukan masa-masa ini. Di mana setiap sentuhan Sebastian bagaimana candu baginya. Dia melirik ke arah box bayi. Kaisar tampak lelap dalam tidurnya. Mungkin ini saatnya dirinya menunaikan ibadah suami istri ini. Clara merespon ajakan Sebastian dengan lengan yang dia lingkarkan di leher suaminya. Dia lantas menegakkan tubuhnya. "Aku juga sudah tidak sabar..." Sesaat, ujung hidung lancip keduanya saling bersentuhan. "Kalau begitu, bawa aku ke kamar kita," bisik Clara. Sebastian agak menjauh, menatap istrinya dengan ujung mata yang menyipit. Lantas bibir seksinya, mengulas sebuah senyuman. "Kita belum pernah melakukannya di sini 'kan?" gumamnya lirih. Clara merasakan deru napas hangat menyapu kulit daun telinga. Memunculkan sensasi aneh yang mendebarkan. Dia lantas memandang suaminya. "Jangan di sini, Sayang. Kita bisa mengganggu Kaisar," balas Clara. Saat berhubungan, dirinya cenderung mengeluarkan suara-suara aneh. Sehingga dia
"Mom, kamu mendengarku? Aku diculik!" Dareen berteriak di depan layar ponsel yang disodorkan Ziyon ke arahnya. Tidak ada jawaban. Hening. Selanjutnya hanya terdengar suara seseorang berteriak dari kejauhan. "Lucia, Sadarlah!" Itu suara Louis, ayahnya. Wajah Dareen menegang. Apa yang dikatakan oleh ayahnya barusan? Mengapa sang ayah berteriak? Dan Mengapa dia meminta sang ibu untuk sadar? Apa yang terjadi? Apa ibunya sedang pingsan? Pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi isi kepala Dareen. Sampai membuatnya ingin meledak. Wajahnya yang ketakutan semakin pucat dengan sudut bibirnya yang pecah dihiasi darah yang telah mengering. "Dad! Jawab aku!" pekik Dareen dengan raut wajah penuh kekhawatiran. Tidak ada jawaban. Dareen menatap layar ponsel. Panggilan masih berlangsung. Ziyon mengamati Dareen, sebelah sudut bibirnya ditarik ke samping. Detik selanjutnya, dia menjauhkan ponsel itu dari Dareen. "Sudah cukup!" Ziyon mengakhiri panggilan. Dareen refleks mendongak. Menatap Ziyon yang t
Dareen tersentak kala Ziyon melempar sesuatu tepat di wajahnya. Benda itu jatuh ke lantai yang kusam setelahnya. Dareen melihat ke bawah, ternyata dua kartu kredit miliknya yang tak berguna. Kemudian Dareen menatap ke arah Ziyon. Wajahnya tampak dipenuhi amarah. Kemungkinan pria itu baru saja menggunakan kartu tersebut. Dan sama seperti dirinya yang dibuat kesal oleh kartu kredit sialan itu. "Sudah kubilang 'kan, kartu itu memang tidak ada isinya." Dareen menertawakan kebodohan Ziyon. Padahal Dareen sudah memberitahu sebelumnya. Akan tetapi, pria itu malah tidak percaya. "Kamu benar-benar membuat aku marah!" teriak Ziyon. Frustasi. Saat mendengar bahwa Dareen bersenang-senang di luar negeri. Dengan segenap harta yang tersisa, Ziyon berniat menyusul, untuk merampas semua yang Dareen miliki. Nyatanya, pria itu tidak memiliki apa-apa. Ziyon tidak bisa menyentuh Sebastian karena dia tidak memiliki kuasa apa pun. Aset dan seluruh harta maupun saham telah habis. Kedua orang tuanya sem