“Apa? Kenapa tidak boleh?” Clara refleks bertanya.“Hari ini kita akan sibuk, jadi sebaiknya kamu fokus pada pekerjaan saja.” Sebastian berucap tanpa memandang lawan bicaranya. Entah mengapa saat mendengar Clara meminta izin untuk menjenguk suaminya, Sebastian jadi kesal sendiri.“Apa jadwal kita hari ini?” tanya Sebastian sengaja mengalihkan topik pembicaraan.Clara segera meraih buku catatan dan membukanya. Jadwal hari ini sudah dia rekap kemarin malam. Sesibuk apa pun dirinya, Clara harus menyempatkan diri untuk hal semacam ini karena ini sudah merupakan tugasnya.Saat Clara membaca buku catatannya, dia melihat ada beberapa jadwal penting di antaranya pertemuan dengan dua orang pemimpin perusahan besar yang akan dilakukan di luar kantor. Selebihnya tidak ada yang penting.“Kenapa diam? Kamu tuli?” sergah Sebastian. “Cepat bacakan!” serunya lagi.Clara segera melakukan apa yang Sebastian perintahkan. Dengan lantang Clara membacakan jadwal kegiatan pada hari ini dan berhasil menarik
Stella berlari meninggalkan Clara setelah mengatakan demikian. Dan itu membuat Clara semakin dikurung rasa penasaran. Apa yang membuat Stella menangis seperti itu hingga berakhir menyalahkan dirinya? Setahu Clara, dirinya tidak pernah berbuat buruk terhadap wanita itu. Bahkan ketika Stella menyalahi dirinya, Clara diam saja.Clara menatap pintu ruang kerja Sebastian. Clara berpikir bahwa akar permasalahannya berasal dari dalam sana. Tidak ingin terus dirundung rasa penasaran, Clara harus segera mencari tahu.Clara masuk tanpa mengetuk terlebih dahulu, dan itu berhasil menarik atensi dua orang pria yang ada di dalam ruangan.“Clara! Kamu bisa mengetuk pintu terlebih dahulu!” protes Sebastian. Suaranya terdengar meninggi.“Maafkan saya, Tuan,” ucap Clara. Dia juga tidak tahu bahwa di sini juga ada Ramon. Clara menatap pria itu sekilas kemudian kembali pada Sebastian.“Tuan, apa yang terjadi pada Stella? Kenapa dia menyalahkan saya?” tanya Clara langsung pada intin pembicaraan. Dan itu
Pikiran Clara seketika berfantasi liar ke mana-mana. Namun hal itu segera dipatahkan oleh Sebastian.“Kita sudah melewatkan waktu makan malam, jadi sebaiknya kita makan sekarang.”Clara seketika bernapas lega. Dia nyaris saja berpikir bahwa Sebastian ingin dilayani di saat-saat seperti ini. Padahal pria itu terlihat lelah.Pukul 19.00 waktu setempat, keduanya tiba di sebuah restoran mewah yang berada di pusat kota. Sebastian sudah melakukan reservasi terlebih dahulu.Sebastian mengajak Clara masuk, namun, tidak untuk Ramon. Dan itu menimbulkan rasa tidak enak hati Clara terhadap Ramon. Clara menatap pria yang masih berdiam di balik kemudi mobil, selanjutnya mobil itu bergerak menjauhi area restoran.“Tuan, mengapa Tuan Ramon tidak ikut dengan kita?” tanya Clara sembari mengekor di belakang Sebastian.Yang ditanya seketika melirik ke samping sekilas sebelum akhirnya menjawab. “Dia sudah tahu tugasnya, jadi kamu tidak perlu memikirkan dia.”Clara cukup lega mendengarnya. Mungkin saja
Sebastian menyunggingkan senyumnya. Kenyataan bahwa Clara telah tertidur membuat Sebastian senang. Secara otomatis Clara tidak jadi mengunjungi suaminya. Dan hal itu menimbulkan ketenangan tersendiri bagi Sebastian.Tidak sia-sia Sebastian mengulur waktu. Sebastian memang sengaja mengajak Clara di restoran yang terkenal dengan pelayanan terlama. Dan tujuannya agar Clara melupakan niatnya menjenguk suaminya. Dan Sebastian telah berhasil.“Ke mana lagi, Tuan?” tanya Ramon sebelum kembali menjalankan mobilnya.“Kita pulang sekarang!” titah Sebastian.“Baik.”Kendaraan hitam mengkilat itu bergerak menjauhi area restoran. Sebastian terlihat sangat senang seolah baru mendapatkan sebongkah berlian. Padahal hanya hal kecil yang nilainya tidak ada harganya.Sebastian melirik ke samping dan melihat wanita yang dalam kondisi menutup mata. Dengkuran halus terdengar dan membuat Sebastian yakin bahwa Clara benar-benar tertidur.Tiba di mansion, Ramon keluar terlebih dahulu kemudian membukakan pintu
Clara segera menutup mulutnya saat menyadari nada suaranya yang begitu tinggi. Itu karena dia kaget saat mendengar ucapan Sebastian. Dia segera menunduk kala tatapan tajam Sebastian menghujaninya.“Itu adalah kamarmu, selama tinggal di sini. Kamu akan tidur di kamar itu,” ucap Sebastian.Clara mengangguk saja tanpa mengeluarkan suara.Sebastian melirik ke arah Clara lalu berkata, “Kenapa? Kamu tampak kecewa? Jangan-jangan kamu sungguh ingin satu kamar denganku?” goda Sebastian.Clara melotot. Dia menggeleng cepat kemudian berkata, “Tidak, mana mungkin saya berani begitu.”Sebastian menyunggingkan senyumnya. “Dengar, Clara! Tidak akan ada yang berubah dengan hubungan kita, sekalipun kamu telah berhasil mengandung anakku nanti, hubungan kita hanya sebatas orang tua, tidak lebih, itu sebabnya harus ada batasan antara kita.” Sebastian berkata sembari memotong roti panggang di piring.Clara terdiam. Dia memikirkan ucapan Sebastian. “Jika saya berhasil memberi Anda seorang anak, apakah saya
Hembusan napas lega keluar dari mulut Clara. Dia pikir Sebastian akan berubah pikiran kemudian melarangnya pergi ke rumah sakit. Kalau itu sampai terjadi, entah apa yang akan dirinya lakukan?Clara segera melangkah menuju pintu keluar. Sesuai dengan perintah, Clara menutup pintu ruangan Sebastian dari luar. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah pria itu tidak pulang?“Ini sudah sore.” Clara memeriksa arloji di pergelangan tangannya. Waktu menunjukkan pukul 5 sore.Clara berbalik, dia tersentak kaget saat mendapati sosok lain di depannya. Pria dengan aura yang dingin menusuk. Bahkan lebih dingin dari Sebastian. Wajahnya tampan, tetapi jarang senyum. Dia juga irit sekali bicara.“Tuan Ramon, kamu mengejutkan saya,” ucap Clara.Pria itu tidak merespon melainkan menggeser tubuhnya untuk memberi jalan pada Clara.Hal itu membuat Clara melongo. “Kemarin dia bisa bicara sekarang seperti orang bisu,” batin Clara sembari membawa langkahnya menjauh.Clara berjalan keluar gedung, dan menuju ke
Clara menggeleng, dia segera membuang jauh-jauh perasaan itu. Tidak seharusnya dirinya menaruh rindu terhadap pria lain sedangkan ada pria yang lebih pantas menerima rindunya yaitu William, suaminya.Namun, seperti yang dia lihat. Lelaki itu sama sekali tidak bergerak. Ini sudah satu tahun sejak kecelakaan yang dialaminya. Cahaya kehidupan William seolah meredup. Tubuhnya tidak bergerak sama sekali, namun beberapa organ dalam tubuhnya seperti jantung dan nadinya masih berdenyut.Secercah harapan muncul ketika mengetahu bahwa napas masih melekat di tubuh William. Dan Clara berpikir, mungkin saja jiwa William sedang berkeliaran di luar, dan kesulitan menemukan jalan pulang.Clara mendekati brankar suaminya, kemudian meraih jemari kurus itu lalu menggenggamnya.“Sayang, bangunlah! Apa kamu tidak lelah tidur terus?”Bagai bicara dengan patung, begitulah setiap Clara mengunjungi suaminya. Dia akan bicara sendiri, lalu dijawab sendiri. Kadang dia menganggap dirinya sudah gila karena sudah b
“Tuan Bastian!” Clara jelas saja kaget dan tidak bisa menghindar. Alhasil dia terjatuh dengan posisi Sebastian menindih tubuhnya. Aroma alkohol begitu menyengat.Ramon segera keluar setelah mematikan mesin mobil dan segera menghampiri Sebastian untuk membantunya bangun.“Tuan!” tubuh pria itu ditarik, dan membuatnya berdiri. Penjaga yang melihat itu segera berlari dan membantu. Kedua tangan Sebastian diraih.Setelah tubuh Sebastian berhasil diangkat dari atas tubuhnya, barulah Clara bangkit dari posisinya.“Tuan Ramon, apa yang terjadi pada Tuan Bastian?” tanya Clara.“Beliau mabuk!” jawab Ramon singkat.“Apa? Mabuk?” Seumur-umur bekerja dengan Sebastian, Clara baru mendengar bahwa Sebastian mabuk. Clara memandang pria yang kini tidak sadarkan diri itu. Apa yang terjadi dengan pria ini?Tubuh Sebastian dibawa masuk ke dalam rumah, ada Andrew yang menyambut. Pria itu terlihat biasa saja. Mungkin karena pria itu sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini.Sementara Clara tidak tahu harus
Tiba di tempat tujuan, Ramon memarkirkan kendaraannya sedikit jauh, dan tersembunyi di balik semak-semak. Setelah kendaraan benar-benar berhenti, Sebastian segera turun. Dia melihat kendaraan lain terparkir tak jauh dari kendaraan miliknya. "Sepertinya itu mobil Ziyon!" Sebastian menyipitkan matanya. "Anda benar, Tuan." Sebastian dan Ramon segera mengubah arah langkah mereka, memilih menyusuri jalur alternatif yang terletak di sisi lain kawasan pantai tersebut. Mereka bergerak dengan penuh kehati-hatian di atas karang-karang tajam dan terjal, menjaga keseimbangan di setiap pijakan agar tidak tergelincir. "Hati-hati, Tuan!" Ramon mengingatkan. Sebastian merespon ucapan asistennya dengan sebuah anggukan. Dalam situasi seperti ini, Sebastian tampak lebih tangguh dan percaya, satu hal yang membuat Ramon takjub pada atasannya itu. Keduanya melanjutkan langkah. Tujuan mereka adalah mencapai bagian tebing yang lebih rendah, tempat yang memungkinkan mereka mengamati situasi tanpa terde
Kedua tangan Sebastian mengepal kuat di atas pahanya, menandakan amarah yang bergejolak dalam dirinya. Rahangnya mengeras, dan sorot matanya semakin dingin serta tajam, seolah mampu menembus dinding di hadapannya. Dia mendengarkan penjelasan Ramon dengan saksama, namun setiap kata yang terdengar justru menambah bara dalam dadanya.Meskipun hubungan antara dirinya dan Dareen tidak bisa dikatakan dekat, kabar bahwa pria itu menerima ancaman pembunuhan membuat Sebastian tidak bisa tinggal diam. Bukan hanya karena rasa kemanusiaan, tetapi juga karena dirinya merasa tanggung jawab untuk memastikan tidak ada satu pun yang celaka meski itu adalah Dareen si pria menyabalkan. Dia menatap lurus ke depan, diam-diam menyusun langkah berikutnya. "Jadi Ziyon sekarang berubah menjadi seorang kriminal?" Sebastian menatap Ramon dengan sorot mata tajam. Meski amarah Sebastian bukan ditujukan pada dirinya. Tetap saja Ramon merasa bergidik. Namun, dia mencoba bersikap tenang. "Ziyon tidak sendirian,
Beberapa jam yang lalu. Sebastian menggeser kursinya mendekati Clara. Mencondongkan tubuhnya, ke arah istrinya, mengikis jarak yang tersisa, hingga menyisakan setengah jengkal saja. Wanita itu mengernyitkan dahi, dia dapat merasakan hangatnya deru napas Sebastian yang teratur. Aroma parfum maskulin yang begitu kuat, memikat. Beradu dengan aroma minyak rambut yang sedikit slowly. "Sudah sepi," katanya dengan nada dengan. Clara mengerutkan alis. Dia dapat melihat dua iris milik suaminya menjelajahi setiap jengkal tubuhnya. Hal yang mampu membungkam Clara dari kata-kata yang akan terucap, meski begitu dia tidak diam begitu saja. "Kamu sungguh ingin melakukannya di sini? Di tempat terbuka seperti ini?" tanya Clara tak kalah tenang. Mencoba menyamakan dengan sikap suaminya."Kita bahkan pernah melakukannya di sungai," pungkasnya seolah mematahkan ucapan Clara. Ingatan beberapa bulan yang lalu kembali mencuat. Di mana dirinya dan Sebastian berjalan-jalan di hutan area Mansion. Bermain
Sebastian seketika menarik napas panjang begitu berhasil muncul ke permukaan air. Udara segar segera memenuhi paru-parunya yang terasa seolah hampir meledak akibat kekurangan oksigen. Dengan tubuh yang basah kuyup dan napas terengah-engah, dia mengusap wajahnya yang dipenuhi air asin. Rasa perih segera menusuk kedua matanya, namun dia tidak memedulikannya. Pandangannya segera tertuju pada sosok yang tak sadarkan diri di dekatnya. Pegangannya sangat erat pada kerah pakaian Dareen. mencoba mempertahankan agar tak terlepas. "Menyusahkan saja!" gerutunya. Meski begitu, Sebastian melanjutkan usahanya menyelamatkan Dareen. Tanpa membuang waktu, Sebastian segera menarik tubuh Dareen yang terasa berat akibat pakaian basah dan beban tubuh yang lemas. Arus laut masih berusaha menarik keduanya kembali ke tengah, tetapi Sebastian bertahan, menolak menyerah. Dengan segenap tenaga, ia menyeret tubuh Dareen menuju tepian. Setiap langkah di dalam air yang dalam dan berarus kuat terasa seperti mel
Ziyon dan kedua rekannya tertawa puas, suara mereka menggema di antara dinding tebing yang curam. Tawa itu bukan sekadar luapan kegembiraan, melainkan ejekan yang menyayat—sebuah perayaan atas keberhasilan mereka menyingkirkan Dareen. Dari atas tebing, mereka menyaksikan tubuh pria malang itu terjatuh, kemudian lenyap ditelan deburan ombak yang ganas. Tidak ada rasa bersalah, tidak pula keraguan. Yang tersisa hanyalah kesombongan, seolah mereka baru saja menuntaskan misi penting tanpa cela. "Mampus kamu, Dareen." Senyum jahat terukir di bibir Ziyon ketika tatapannya mengarah pada riak air, titik di mana Dareen baru saja menghilang. Kepuasan, kemenangan tampak terlihat di wajah tampan pria itu. Meski bukan kemenangan sepenuhnya, sebab dirinya tidak mendapatkan apa-apa, hanya sebuah luapan kemarahan akibat apa yang terjadi pada dirinya. Hidupnya hancur dan itu semua karena Dareen. Selanjutnya, Ziyon memiliki rencana untuk membalas pada Sebastian, tetapi dia harus memikirkan rencana
Dareen merasakan napasnya kian sesak. Udara di sekelilingnya begitu terbatas, dan kegelapan total menyelimuti penglihatannya. Suasana pengap menyiksa, membuatnya sulit bernapas dengan leluasa. Kain karung yang membungkus tubuhnya menambah tekanan psikologis yang mencekam. Dia hanya bisa meringkuk dalam posisi tidak nyaman, dalam kondisi tangan dan kaki terikat. Dareen tidak tahu ke mana dia akan dibawa.Tubuhnya terasa sempit terjepit, dan setiap gerakan kecil hanya membuat dirinya semakin sulit bernapas. Dia sadar bahwa dirinya telah dimasukkan ke dalam karung, lalu dilemparkan ke dalam bagasi mobil. Suara dentuman pelan dari luar, guncangan kendaraan, serta bau menyengat dari ruang sempit itu membuatnya nyaris kehilangan kesadaran. Di tengah ketidakpastian dan rasa takut yang kian membuncah, Dareen hanya bisa berharap ada keajaiban yang menyelamatkannya dari situasi mengerikan ini."Setelah ini, kita harus segera kembali ke Santoria," kata Jordy yang tampak tidak sabar. Beberapa h
Rencana terakhir yang terlintas dalam benak Ziyon adalah menghabisi nyawa Dareen. Dia menilai bahwa pemuda itu sudah tidak lagi memiliki nilai guna dalam skema yang telah dia susun. Segala upaya untuk mendapatkan tebusan dari keluarga Dareen berakhir dengan kegagalan, dan setiap menit yang berlalu hanya meningkatkan risiko terungkapnya keberadaan mereka. Dalam pikirannya yang dingin dan penuh perhitungan, Ziyon menyadari bahwa membiarkan Dareen tetap hidup hanya akan menjadi beban. Lebih dari itu, pria muda itu kini menjadi saksi hidup dari seluruh tindakan penculikan yang telah dia lakukan. Maka dari itu, untuk menghapus jejak dan menutup kemungkinan terburuk, Ziyon mengambil keputusan untuk menghabisi Dareen dan membuang jasadnya ke laut agar tidak pernah ditemukan. Sambil menatap ke luar jendela, Ziyon menyinggungkan senyumnya. Kemudian memberi perintah. "Siapkan segala sesuatunya!" Pria bertopeng yang sejak kemarin membantu Dareen melancarkan aksinya kini membuka suara.
Pagi itu, Clara terbangun lebih lambat dari biasanya. Tubuhnya masih terasa lelah setelah malam panjang yang dihabiskan bersama Sebastian. Begitu matanya terbuka, dia segera menoleh ke sisi tempat tidur, namun tak menemukan sosok suaminya di sana. Pintu kamar mandi dalam keadaan terbuka. Tidak ada tanda kehidupan apa pun. Rasa penasaran mulai merayapi benaknya.Dia bangkit perlahan, berjalan menuju kamar bayi. Namun, Kaisar pun tidak berada di tempat tidurnya. Kegelisahan mulai tumbuh di dalam dada Clara. Tanpa pikir panjang, dia segera menuruni tangga untuk mencari tahu keberadaan mereka.Begitu tiba di lantai bawah, aroma masakan hangat menyambutnya. Clara melihat Sania, ibu mertuanya, sedang sibuk menyusun piring di meja untuk sarapan dibantu beberapa pelayan dan Andrew. Sementara itu, Sebastian duduk di kursi utama ruang makan, tampak tenang sambil menyeruput kopi dengan selembar surat kabar di tangan. Begitu melihat Clara, Sania menghentikan kegiatannya sejenak dan tersenyum l
Clara menyunggingkan senyumnya. Jujur saja, Clara merindukan masa-masa ini. Di mana setiap sentuhan Sebastian bagaimana candu baginya. Dia melirik ke arah box bayi. Kaisar tampak lelap dalam tidurnya. Mungkin ini saatnya dirinya menunaikan ibadah suami istri ini. Clara merespon ajakan Sebastian dengan lengan yang dia lingkarkan di leher suaminya. Dia lantas menegakkan tubuhnya. "Aku juga sudah tidak sabar..." Sesaat, ujung hidung lancip keduanya saling bersentuhan. "Kalau begitu, bawa aku ke kamar kita," bisik Clara. Sebastian agak menjauh, menatap istrinya dengan ujung mata yang menyipit. Lantas bibir seksinya, mengulas sebuah senyuman. "Kita belum pernah melakukannya di sini 'kan?" gumamnya lirih. Clara merasakan deru napas hangat menyapu kulit daun telinga. Memunculkan sensasi aneh yang mendebarkan. Dia lantas memandang suaminya. "Jangan di sini, Sayang. Kita bisa mengganggu Kaisar," balas Clara. Saat berhubungan, dirinya cenderung mengeluarkan suara-suara aneh. Sehingga dia