Mirna seorang TKW yang bekerja di luar negeri untuk kehidupan pernikahan yang lebih baik namun saat kembali dia justru mendapatkan kenyataan jika suaminya telah menikah dengan wanita lain, bahkan dia juga membawa wanita itu tinggal bersama di rumah yang Mirna bangun menggunakan uangnya sendiri, celakanya rumah tersebut dibangun diatas tanah mertua sehingga Mirna tidak dapat berbuat apa-apa dan dia terpaksa tinggal bersama di rumah tersebut, namun meskipun rumah tersebut dibangun menggunakan uang Mirna suami dan mertuanya dengan tidak tahu malunya tetap menghina dan merendahkan Mirna. Haruskah Mirna tetap menjalankan pernikahan seperti itu?
View MoreSetelah Reza dan Aira pergi, Mirna kembali sibuk dengan kegiatan di stand rotinya, tersenyum dan bersiap melayani beberapa pelanggan yang mulai mengantre. Namun, tak disangka, seorang wanita paruh baya dengan ekspresi marah tiba-tiba datang ke stand Mirna sambil membawa sekantong roti. "Apa-apaan ini? Roti ini ada lalatnya!" seru wanita itu dengan suara nyaring, membuat pengunjung lain menoleh ke arahnya. Ia mengangkat roti yang sudah setengah dimakan, memperlihatkan bagian dalamnya yang penuh jamur dan lalat kecil yang masih melekat. Mirna tertegun, wajahnya seketika pucat. "Ibu... maaf, mungkin ada kesalahpahaman," ujarnya gugup, mencoba menenangkan wanita tersebut. Namun, wanita itu tidak memperdengarkan penjelasan Mirna dan justru mengangkat suara, "Kesalahpahaman? Ini tidak bisa dimaafkan! Bagaimana kamu bisa menjual makanan kadaluwarsa seperti ini?!" Beberapa pengunjung yang sedang mendekat tiba-tiba ragu. Mereka mulai saling berbisik, melirik stand Mirna dengan tatapan cur
Mirna tertegun ketika menyadari siapa anak kecil itu. "Aira? kamu Aira kan?" Tanya Mirna begitu sudah berada dihadapan anak berusia lima tahun ituAira menoleh dia berusaha mengingat-ingat wajah Mirna. Wajahnya tampak lega begitu dia ingat dengan wajah Mirna. "Tante Mirna!" serunya. Mirna mengelus kepala Aira, berusaha menenangkan gadis kecil yang terlihat ketakutan. sementara itu petugas sekuriti yang berdiri di samping anak tersebut menoleh saat melihat Mirna mendekat. "Ibu, apa Anda mengenal anak ini?"Mirna menanguk dan mengelus kepala Aira, berusaha menenangkan gadis kecil yang terlihat ketakutan."Iya, pak. Dia anak dari teman saya. Bagaimana anak ini bisa sama bapak? tanya Mirna. Petugas sekuriti itu menoleh pada ibu yang berdiri disampingnya. "Ibu ini menemukan anak ini menangis mencari ayahnya. Karena kami belum menemukan ayahnya kami bermaksud membawa anak ini ke kantor dulu supaya bisa lebih aman. Di sana kami bisa jaga dia dengan baik sambil mencari jalan terbaik untuk m
Yuli tersenyum sinis, menatap Devan dengan kekecewaan. "Perceraian? Kalau aku mau, aku pasti sudah pergi jauh begitu saja tanpa harus menjalani proses perceraian. Asal kamu ingat,mas. pernikahan kita tidak pernah terdaftar secara sah.Jadi aku bisa pergi kapan saja." Devan mengepalkan tangannya, matanya merah penuh kemarahan. "Jadi maksud kamu apa? Aku tidak pernah memaksa kamu untuk masuk ke dalam hidupku, kamu sendiri yang menginginkan hal itu."Yuli mendengus, menggeleng pelan sambil memandang Devan dengan tatapan tajam. "Tidak memaksa? Kamu, mungkin tidak memaksa secara langsung, tapi kamu, terus-terusan datang dengan sejuta janji manis, bahkan kamu berjanji jika aku mau menjadi bagian dari hidupmu, kamu akan menjadikan hidupku tiada beban. Sekarang apa? semua janji itu hilang entah ke mana."Devan terdiam, merasa perkataan Yuli menampar harga dirinya. "Tapi kamu juga jangan lupa, kamu sendiri yang awalnya menggoda aku lebih dulu. Ingat tidak ada kucing yang menolak ikan." sengit
Setelah Mirna menghubungi Tiara, Reza dan Mirna berjalan berdampingan menuju restoran favorit Mirna yang tidak jauh dari pengadilan. Wajah Mirna tampak lebih ceria dari biasanya. “Kita kemana? Apa ada tempat yang spesial yang harus kita datangi?” tanya Reza sambil tersenyum. Mirna mengangguk. “Ada restoran kecil dekat taman, disana tempatnya tenang dan makanannya enak-enak. Kak Reza dan Tiara pasti suka.” Setibanya di restoran, mereka memilih meja di sudut yang menghadap ke taman. Tak lama, Tiara datang dengan senyum yang tak kalah antusias. “Hari ini aku yang traktir, kalian pesan apa saja yang kalian suka,” Ucap Mirna. Tiara tersenyum. "Baiklah, kamu jangan menyesal karena aku akan memilih menu yang paling mahal." Goda Tiara. Reza tertawa kecil. “Setuju! kita harus memilih yang paling mahal. Mereka akhirnya memesan beberapa menu andalan dari restoran tersebut. Saat makanan datang, mereka bertiga mulai makan sambil bercanda, di tengah-tengah obrolan mereka, Reza bertanya den
Saat Mirna sampai di depan kost, ia melihat sosok Reza berdiri menunggu di bawah lampu jalan yang remang. Langkah Mirna melambat, dan sejenak ia terdiam, memperhatikan Reza yang tampak sabar menanti dengan sebuah tas kecil di tangannya. Wajah Reza yang biasanya tenang terlihat sedikit letih, tapi senyumnya muncul begitu melihat Mirna mendekat. “Akhirnya kamu sampai juga,” ujar Reza lembut, matanya memancarkan kehangatan yang seolah menghapus semua kelelahan Mirna. Mirna tersenyum, meski hatinya terasa campur aduk. “Maaf kalau membuat Kak Reza menunggu lama. kenapa kak Reza mendadak kemari?" tanyanya, tanyanya agar bisa mengesampingkan pertemuannya dengan Devan yang mengusik perasaannya. "Ada beberapa dokumen yang perlu kamu tanda tangani, dan ini," Reza menyerahkan tas kecil yang dibawanya. “Aku ke Bandung beberapa hari lalu, Jadi, aku bawakan oleh-oleh untuk kamu. Mirna mengintip ke dalam tas itu dan menemukan berbagai macam jajanan khas Bandung, Ia tertawa kecil, merasa terharu
Setelah keluar dari gedung pengadilan dan meninggalkan sang ibu. Dengan langkah berat Devan berjalan menuju tempat dimana mobilnya terparkir, bayangan wajah kecewa dari sang ibu terus terlintas di pikirannya. Begitu ia duduk di dalam mobil, ia menghela napas panjang, memejamkan mata, dan mencoba menenangkan diri. Ocehan sang ibu yang mengkritik keputusannya terngiang di telinganya membuat perasaan bersalahnya kembali muncul. " Apa keputusan aku ini sudah benar?" Batin.Devan bertanya. Devan terdiam sesaat, kemudian meraih ponselnya dan bermaksud untuk menghubungi ibunya, tapi ia ragu dan berhenti. “Tidak, keputusan aku ini sudah tepat. Aku lelah jika masalah ini tak kunjung selesai.” gumamnya, sambil memandang ponsel di tangannya. Keraguan itu masih ada, tetapi ia tahu bahwa perasaan ingin bebas dari pernikahan yang penuh konflik ini lebih kuat daripada bayangan kekecewaan ibunya Ibu Devan pulang dari persidangan dengan wajah penuh kemarahan.Ia mendapati Yuli yang menunggu di ruang
Waktu berlalu begitu cepat, sidang perceraian mereka akan di adakan siang ini. Mirna di dampingi Reza selaku pengacaranya tiba disana lebih awal, sementara Devan tiba beberapa saat setelahnya, dirinya juga di temani sang ibu yang angkuh. Suasana persidangan tampak begitu tegang, disebelah kanan Mirna duduk dengan tenang tapi tetap terlihat kecemasannya, sementara disebelahnya Reza selaku pengacara sudah siap menghadapi persidangan. Disisi lain Devan duduk bersama sang ibu dengan tatapan dingin. Sidang akhirnya dimulai, dan semua perhatian tertuju pada hakim yang membuka persidangan tersebut. Hakim kemudian meminta kedua belah pihak untuk menyampaikan argumen mereka mengenai perceraian tersebut. Reza berdiri mewakili Mirna, berbicara dengan tenang dan penuh kejelasan. “Yang Mulia, klien saya sudah bertahun-tahun menjalani kehidupan pernikahan yang penuh ketidakcocokan, tanpa penghargaan yang layak. Mirna telah mencoba, berulang kali, namun kini merasa bahwa perceraian adalah pil
Meskipun Devan dan Mirna sepakat untuk berpisah, namun pertemuan keduanya berakhir dengan ketegangan. Mirna melangkah keluar dari ruang mediasi dengan pandangan kosong. Dadanya terasa sesak jika teringat dengan ucapan Devan, seolah seluruh perjuangannya selama ini tak ada artinya. Suara pintu yang berderit menyadarkannya, dirinya melihat Reza yang berdiri di ujung lorong. Reza menghampirinya dan tanpa banyak kata, ia hanya mengulurkan sebotol air mineral. "Minum dulu," ucapnya Reza singkat. Mirna sedikit tersentak dari lamunannya, kemudian mengambil dan meneguk air yang berada didalam botol. "Terima kasih,kak." Mereka terdiam beberapa saat. Reza menatapnya sesaat sebelum berkata, “Semua ini pasti berat untuk kamu, tapi kamu pasti bisa melewatinya.” Mirna hanya mengangguk, merasa sedikit tenang dengan kata-kata Reza yang singkat. Reza memandang ke arah taman kecil di luar gedung, lalu berkata, “Ayo, kita duduk di sana sebentar. Udara segar bisa bantu kamu untuk lebih tenang." Me
Devan menatap Yuli dalam-dalam, mencoba menemukan alasan di balik kata-katanya. Bagaimanapun juga, ada logika yang sulit dia bantah. Mirna telah mengganggu kedamaian keluarganya, dan mungkin ini adalah cara untuk membuatnya membayar atas perbuatannya. Tapi dirinya merasa ragu untuk membawa masalah ini ke tingkat yang lebih tinggi. "Ide itu hanya akan membuat situasi semakin rumit saja, aku rasa lebih baik kita tidak perlu melakukan hal tersebut." Ucap DevanYuli mendengus pelan, lalu menatap Devan dengan ekspresi kecewa. "Mas, kenapa kamu selalu lemah?Mirna yang memulai semuanya dengan menggugat cerai, dia ingin menyeret kita ke pengadilan. Kalau kita tidak mengambil tindakan balasan, dia akan merasa menang.""Tapi, yul...kita tidak punya bukti yang cukup, bahkan menurut penyelidikan kebakaran terjadi karena kebocoran tabung gas. Bagaimana kita akan menggugatnya?" Devan merasakan ada dorongan untuk tetap berada di jalur yang lebih aman, meski sebagian hatinya juga tergoda untuk mengi
"Lebih cepat, Mas!” Begitu Mirna Firdiana masuk ke dalam rumah, dia mendengar suara desahan seorang wanita dari dalam kamar, tidak dapat menahan rasa penasarannya Mirna langsung menuju arah kamar, pintu yang tidak tertutup sempurna membuat aktivitas di dalam kamar tersebut dapat dilihat oleh Mirna. Dirinya tercengang melihat pemandangan yang ada di depan matanya, tampak sepasang manusia sedang mengecap kenikmatan duniawi. Mereka bertumpuk menjadi satu di atas tempat tidur tanpa mengenakan sehelai benangpun. Mirna yang masih tercengang hanya dapat mematung di tempatnya saat ini. Sementara sepasang manusia yang masih menikmati penyatuan mereka tidak menyadari jika seseorang sedang mengawasi. Mirna pun terjaga dan tanpa basa basi menendang pintu kamar tersebut. "Mi Mirna," ujar si pria yang terkejut mendapati sang istri tiba-tiba berada di hadapannya. Lelaki itu melompat turun dari ranjang. Mempertontonkan bagian sensitifnya yang masih basah dan mulai mengecil itu. "Apa ini, ...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments