Dibalik Seragam dan Surat Nikah

Dibalik Seragam dan Surat Nikah

By:  Alissandra  Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
Not enough ratings
6Chapters
9views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Alya Putri Kusuma, siswi ceria dan pemain gitar berbakat, hidup bahagia dalam lingkungan sekolahnya yang penuh warna. Namun, dunia Alya terguncang ketika orang tuanya mengatur perjodohan dengan Revan Permana, guru baru yang dikenal dengan ketegasan dan sikap dinginnya. Ketika mereka terpaksa berhadapan dan beradaptasi dengan rencana ini, Alya harus menghadapi tantangan besar, dari meruntuhkan tembok emosional Revan hingga memahami ketegangan yang ada di antara mereka. Dalam perjalanan ini, mereka akan menemukan bahwa cinta dan pengertian bisa muncul dari situasi yang paling tidak terduga. "Dibalik Seragam dan Surat Nikah" adalah kisah tentang pertentangan, penemuan diri, dan bagaimana dua jiwa yang berbeda bisa saling memahami dan menemukan kebahagiaan bersama.

View More
Dibalik Seragam dan Surat Nikah Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
6 Chapters

Hari Pertama Bertemu

“Alya! Fokus dong, sebentar lagi kita mau pentas!” seru Seira sambil tersenyum lebar, matanya berkilat penuh semangat.Aku menatapnya sekilas, kemudian kembali memetik senar gitar, mencoba menemukan melodi yang pas untuk lagu kami. Ruang musik yang sudah akrab dengan kehadiran kami dipenuhi oleh gema suara instrumen—tempat di mana tawa, obrolan serius, dan musik selalu menyatu.Seira berdiri di depan mikrofon, sementara Dino sibuk memukul snare drumnya, pemanasan sebelum latihan dimulai. Di pojokan, Rakha duduk dengan tenang, jari-jarinya gesit di atas senar bass, ekspresinya selalu fokus, meski tak pernah menunjukkan emosi berlebih.“Serius, Alya. Pentas kali ini harus keren! Ini kesempatan besar buat kita,” tambah Seira, kini dengan nada yang lebih mendesak.Aku tersenyum tipis, mengangguk. “Iya, iya. aku cuma merasa perlu menambah sesuatu di intro tadi biar lebih terasa feel-nya.”Rakha yang biasanya pendiam, tiba-tiba menimpali, “Sesuatu yang beda, tapi nggak perlu ribet. Kadang k
Read more

Harmoni dalam Kekacauan

Saat aku berdiri di luar kelas, pikiranku penuh dengan rasa frustrasi dan bersalah. Dari balik pintu, samar-samar terdengar suara guru baru yang tegas itu, melanjutkan pelajaran seperti tak peduli dengan keberadaanku di luar. Tatapannya yang tadi dingin seolah masih terasa, seperti dia puas karena berhasil 'mengusir' ku.Aku menunduk, bermain dengan ujung seragamku, merenung, "Kenapa aku harus terlambat di hari pertama dia mengajar?" Tentu saja, dengan gaya khasku, aku selalu berhasil menciptakan kesan pertama yang... unik.Tiba-tiba, pintu kelas terbuka perlahan, membuatku hampir terkejut. Dino, teman sekelasku yang selalu santai—bahkan mungkin terlalu santai—muncul dengan senyum lemah, seolah dipaksakan."Aku temani kamu di sini, Al.", ucapnya ringan, meski aku tahu dia sedang menahan tawa. “Aku lupa bawa buku kimia.”Aku menatapnya, setengah tidak percaya. "Serius? Jadi kamu lebih memilih berdiri di luar daripada kembali mengambil buku?"Dino mengangkat bahu, seolah keputusan itu h
Read more

Melodi Kesedihan

Aku mengetuk pintu rumah dengan cemas, berharap apa pun yang ingin dibicarakan Ibu tidak seburuk yang aku bayangkan. "Aku pulang!" seruku, suaraku sedikit bergetar. Saat pintu terbuka, aku melihat Ibu sudah duduk di sofa depan televisi, wajahnya terlihat serius meski TV menyala dengan volume rendah. Hawa tegang menyelimuti ruang tamu, membuat jantungku berdegup lebih cepat. Aku melangkah mendekat, mencoba tersenyum meski hati ini penuh tanya. "Ada apa, Bu? Kenapa mendadak sekali?" Ibu menoleh pelan dan menatapku sejenak sebelum menghela napas. "Sebelum ibu menceritakannya, kamu ganti baju dulu," katanya dengan nada tenang tapi tegas. Aku mengangguk, meski rasa penasaran makin menggelayut. Dengan langkah cepat, aku menuju kamar, berganti pakaian, dan mencoba menenangkan diri. Pikiran-pikiran acak terus berputar di kepala. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Ibu terlihat begitu serius? Setelah berganti baju, aku kembali ke ruang tamu, duduk di sebelah Ibu yang kini mematikan televi
Read more

Ritme Perjodohan

Hari yang ditunggu pun tiba. Aku berdiri di depan cermin, mengamati diriku dalam gaun putih kebiruan yang melengkung indah di tubuhku. Gaun itu menambah kilau pada mataku yang cerah. Rambutku disanggul rapi, dengan sedikit aksesori, membuatku merasa seperti karakter dalam dongeng.Namun, di balik kecantikan itu, ada ketegangan yang menyelimuti hatiku. Dapatkah aku menjalani hari ini tanpa memikirkan semua yang terjadi? Janji yang membebani, harapan yang terasa berat. Dengan napas dalam-dalam, aku berusaha mengusir keraguan. Hari ini harus sempurna, meskipun di dalam diriku berperang perasaan yang saling bertentangan."Alya, kamu sudah siap?" tanya Ibu, suaranya lembut namun penuh kekhawatiran."Ya, Bu," jawabku, berusaha terdengar percaya diri meskipun hatiku berdebar.Hari ini adalah hari untuk bertemu dengan keluarga konglomerat, keluarga yang terikat dengan janji yang dibuat kakekku. Ibu melangkah masuk, menatapku dengan penuh kasih. "Kamu cantik sekali, Nak," puji Ibu, matanya be
Read more

Nada-Nada Perjodohan

Tante Mery melangkah anggun menuju Revan, seolah baru saja menaklukkan catwalk, dan mengajaknya duduk di sofa dengan gaya yang sangat percaya diri. Saat mata Revan menangkap sosokku, ekspresinya seketika berubah, seolah dia melihat sesuatu yang tidak seharusnya ada di sini—“Oh, dia muridku!” seolah dia ingin berteriak, sebelum cepat-cepat mengalihkan pandangan, seakan-akan aku adalah hantu dari masa lalu. Jelas sekali, dia berpura-pura tidak mengenalku, seperti aku hanya sekadar ornamen tak diinginkan di ruang tamu—barangkali satu-satunya barang yang tidak pernah diharapkan muncul dalam acara ini. Aku ingin tertawa, tetapi rasanya lebih baik menjaga wajahku tetap serius, mengingat aku sedang berada di rumah orang.Aku menatapnya dengan tajam, sementara dia membalas dengan senyuman sinis yang seolah mengejekku, seperti dia baru saja menangkapku dalam permainan yang tidak aku ketahui aturannya."Alya, ini Revan Permana, cucu kakek," kata Kakek Robert dengan nada bangga."Revan, ini Alya
Read more

Kimia yang Mengguncang Hati

Aku berada di kantin, terasing di tengah hiruk-pikuk teman-teman yang berebut makanan. Suara tawa dan obrolan mereka teredam bagai gemuruh ombak yang jauh, sementara aku memilih duduk diam, wajah tertunduk di atas meja. Mataku tertuju pada kalender di ponsel, jari-jariku menggeser layar hingga angka tujuh muncul di layar. Tujuh hari lagi aku akan bertunangan dengan Revan.Perasaan campur aduk menyelimuti pikiranku. Dalam tujuh hari, aku akan terikat dalam sebuah janji, tapi bukan janji yang kuinginkan. Kepingan-kepingan ketidakpastian mengisi dadaku, seolah ada beban berat yang membuatku sulit bernafas. Semua ini terasa seperti badai yang akan datang—siap menghancurkan segala harapan yang kuimpikan.Suara sendok dan garpu berdenting membuatku tersadar dari lamunan. Teman-temanku sibuk menyiapkan makan siang, berbagi cerita dan canda tawa, seolah dunia di luar sana tidak tahu apa yang akan terjadi padaku. Mereka tidak tahu bahwa di balik senyumku, ada ketakutan yang merayap perlahan, m
Read more
DMCA.com Protection Status