Du Shen, anak muda dari desa terpencil Yaocun, hidup damai bersama orang tuanya hingga tragedi mengerikan menghancurkan segalanya. Ia mendapati desanya terbakar habis, dan warga, termasuk ayahnya, menjadi korban kekejian para kelompok bandit. Ketidakberdayaan menyaksikan kehancuran itu menanamkan dendam mendalam di hati Du Shen. Sayangnya ia terlalu lemah untuk mencoba menghentika para bandit itu. Tubuh kecilnya menyerah pada kelelahan dan trauma, hingga ia terbangun di tempat asing, dirawat oleh seorang lelaki tua misterius. Lelaki itu menawarkan bimbingan untuk menjadikan Du Shen lebih kuat. Di bawah pelatihan keras sang guru, Du Shen menempa dirinya, bertekad menuntut balas dan melampaui batasnya. Namun, perjalanan menuju balas dendam ini dipenuhi tantangan dan misteri yang akan menguji tekadnya. Inilah awal dari kisah epik seorang anak muda yang kelak dikenal sebagai "Dewa Racun."
Lihat lebih banyakTanpa pikir panjang, Tetua Qin melambaikan tangannya, memberi isyarat kepada para pelayan untuk segera membawa Murong Chen dan Xiao Mei keluar dari ruangan. Dua pemuda itu masih berusaha membantah, namun para pelayan bergerak cepat, menggiring mereka keluar tanpa banyak perlawanan."Kalian tak perlu membuang waktuku lagi dengan ocehan tak berguna," suara Tetua Qin terdengar tegas, wajahnya menampakkan ketidaksabaran yang jelas.Murong Chen mendengus kesal, sementara Xiao Mei menggertakkan giginya dengan tatapan penuh kebencian ke arah Du Shen. "Kau akan menyesalinya," gumamnya lirih sebelum akhirnya dipaksa keluar.Setelah ruangan kembali sunyi, Tetua Qin menarik napas panjang, merasakan kelegaan yang amat sangat. 'Walaupun mereka berasal dari keluarga terpandang di kota ini, mengabaikan keduanya lebih baik daripada kehilangan pemuda berbakat seperti ini,' pikirnya dengan mata berbinar.Begitu suasana menjadi lebih tenang, ia kembali menatap Du Shen, kali ini dengan tatapan lebih ra
"Khmm!" Tetua Qin terbatuk pelan, suaranya terdengar sedikit serak. Ia berusaha menenangkan diri, mencoba menyembunyikan keterkejutan yang masih bergemuruh dalam dadanya. Namun, tak peduli seberapa keras ia berusaha, matanya tak bisa menyembunyikan kilatan kagum yang masih tersisa.Sebelumnya, ia mengira dirinya telah melihat segalanya dalam dunia Artefak. Namun, pemuda yang tampak biasa-biasa saja di hadapannya ini telah membuktikan bahwa ia salah besar.Dengan langkah ringan namun penuh penghormatan, Tetua Qin merapatkan kedua genggaman tangannya di depan dada, lalu sedikit menundukkan kepalanya."Orang tua ini harus meminta maaf atas kebodohannya..." ucapnya penuh penghormatan. Kata-katanya bagaikan petir yang menyambar di tengah ruangan itu.Orang-orang yang menyaksikan langsung membelalakkan mata mereka, tak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.Tetua Qin… seorang tokoh terhormat dari Paviliun Seribu Harta… meminta maaf dan menunduk hormat?Kepala para pelayan dan or
"Biarkan aku melihatnya! Biarkan aku melihatnya!" seru Tetua Qin dengan nada penuh semangat, matanya berbinar seperti seorang sarjana yang baru saja menemukan gulungan kitab kuno yang hilang selama berabad-abad.Langkahnya maju dengan penuh antusiasme, seakan tidak sabar untuk merasakan sendiri energi dari belati yang baru saja diukir dengan inskripsi misterius oleh Du Shen.Namun, di tengah kegembiraannya, ekspresi gugup mulai muncul di wajah beberapa orang yang menyaksikan, terutama Xiao Mei dan Murong Chen. Mereka tidak menyangka bahwa Tetua Qin, seorang ahli Artefak yang selama ini dikenal penuh kehati-hatian, tiba-tiba menunjukkan minat yang begitu besar."Tetua Qin, sebaiknya Anda jangan terlalu mudah percaya pada pemuda ini. Bisa saja ini adalah jebakan yang dia rancang untuk menipu kita semua," ujar Murong Chen, segera melangkah maju untuk menghalangi niat Tetua Qin."Benar!" sambung Xiao Mei dengan suara sedikit gemetar, meskipu
Du Shen lalu mengeluarkan sebuah pena logam sederhana dari sakunya dan meletakkan sebotol kecil berisi darah binatang buas di atas meja kayu. Setelah itu, ia menaruh belati perak yang sebelumnya yang dia digunakan untuk memotong Belati Iblis Bulan.Tindakan itu langsung menarik perhatian semua orang, tetapi sebelum ada yang sempat mengutarakan pendapatnya, suara penuh sindiran terdengar dari arah sampingnya."Apa lagi yang kau coba lakukan?" Xiao Mei mencibir dengan nada penuh ejekan. "Mencoba menipu mata kami dengan trik licikmu lagi?"Ekspresinya berubah semakin jelek, matanya memancarkan ketidaksenangan yang nyata.Sejak awal, ia berharap bisa mempermalukan Du Shen dan membuktikan bahwa pemuda itu hanyalah seorang penipu. Namun, kenyataannya justru sebaliknya. Setiap kata dan tindakan Du Shen selalu membuatnya terkejut dan semakin frustrasi.Melihat pemuda itu dengan santai mengeluarkan alat-alat seperti ingin membuktikan sesuatu, Xiao Mei merasa tak bisa hanya berdiam diri dan mem
"Bagaimana bisa…?" gumam Hong Xie. Suaranya terdengar lirih, nyaris tak terdengar. Matanya masih terpaku pada sisa-sisa Belati Iblis Bulan yang kini tergeletak tak berarti di atas lantai, terpotong menjadi dua bagian yang tak lagi memiliki daya tarik apa pun.'Apakah… belati itu memang Artefak cacat?' pikirnya dengan keraguan yang kini mulai menyelimuti benaknya.Beberapa saat lalu, ia adalah salah satu orang yang paling marah saat Du Shen terang-terangan menghina mahakarya pemimpin Paviliun mereka. Namun kini, dengan bukti yang begitu jelas di depan mata, pendiriannya mulai goyah.Sementara itu, Murong Chen dan Xiao Mei masih berdiri kaku, mata mereka membelalak dalam ketidakpercayaan. Apa yang mereka lihat barusan benar-benar di luar dugaan.Artefak tingkat tiga… hasil mahakarya seorang ahli terkemuka di Kota Danau Hitam… Hancur dalam satu tebasan oleh belati biasa.Itu tidak masuk akal. Tak mungkin benda sekuat itu bisa dihancurkan semudah membelah tahu dengan pisau dapur!Namun,
Xiao Mei menyilangkan tangan di depan dada, sudut bibirnya terangkat dalam senyum sinis. Matanya dipenuhi penghinaan saat menatap Du Shen.'Huh~ Orang ini? Mari lihat kebodohan apa lagi yang akan kau lakukan,' pikirnya, menikmati pertunjukan yang menurutnya hanya akan berakhir dengan Du Shen mempermlaukan dirinya sendiri.Di tengah suasana yang agak tegang itu, Du Shen dengan tenang mengulurkan tangannya dan meraih kembali Belati Iblis Bulan yang masih dipegang oleh Hong Xie.Cahaya temaram dari kristal di dinding-dinding kayu memantul pada bilah perak belati itu, menciptakan kilauan cahaya yang memancarkan aura tajam dan ganas.Tanpa ragu, Du Shen mengayunkan belati itu beberapa kali di udara.Gerakannya halus, tetapi penuh perhitungan. Setiap ayunan menciptakan suara desiran kecil, seolah bilah belati itu sedang membelah udara dengan kekuatan tersembunyi.Mata semua orang tertuju padanya. Namun, sebelum ada yang bisa mengerti maksud tindakannya, suara cemoohan terdengar."Apa yang c
Di tengah suasana tegangan yang menggelayuti ruangan itu, tiba-tiba suara serak nan berat bergema dari arah samping."Ada apa ini?" suara itu langsung memecah keheningan.Perlahan, seorang pria paruh baya berjalan dengan langkah anggun dan penuh wibawa mendekat ke arah mereka. Setiap gerakannya menunjukkan otoritas yang sulit dibantah, seakan hanya dengan kehadirannya saja, seluruh ruangan harus tunduk dan patuh.Tatapan tajamnya menyapu seluruh orang yang berkumpul di tempat itu.Mata beberapa pelayan dan orang-orang di dalam ruangan Paviliun Seribu Harta segera melebar dalam ketegangan. Sosok ini bukan orang biasa yang dapat diremehkan begitu saja.Dia adalah Tetua Qin Cong, wakil pemimpin Paviliun Seribu Harta.Begitu melihat pria itu muncul, Xiao Mei buru-buru melangkah maju, tak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas ini."T-Tetua Qin, anda akhirnya datang!" serunya dengan nada penuh hormat, bahkan mendahului para pelayan yang seharusnya menyambut pria itu lebih dulu.Qin Cong meng
Hong Xie mengangguk, meski ada sedikit keraguan di matanya. Dari interaksi yang berlangsung di depannya, ia mulai memahami beberapa hal. Tatapan matanya sesekali melirik ke arah Hao Yexin, yang gerak-geriknya tampak agak kaku, seolah menahan sesuatu dalam dirinya.Namun, sebagai pelayan yang terlatih, ia tetap mempertahankan ekspresi ramahnya. Dengan nada sopan, ia berkata,"Baiklah, Tuan. Saya akan menyiapkan Belati Iblis Bulan ini untuk Anda, dan untuk pembayarannya bisa—"Ucapan Hong Xie mendadak terhenti. Sebuah lambaian tangan yang tegas menghentikannya sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya.Du Shen. Pemuda itu berdiri tegak dengan ekspresi tidak senang. Tatapan tajamnya menusuk langsung ke arah pelayan tersebut, seakan menelanjangi setiap pikiran yang tersembunyi.Hong Xie merasakan dadanya sedikit bergetar. Ia menelan ludah, lalu menundukkan kepala dengan gugup. Ada sesuatu dalam tatapan pemuda itu yang berbeda—sebuah tekanan tak kasatmata yang membuatnya merasa kecil."A-
Begitu matanya menangkap sosok itu, ekspresi Hao Yexin langsung berubah. Tatapannya yang semula santai kini dipenuhi kejengkelan dan amarah yang mendidih. Ia hampir tak percaya dengan nasib sialnya hari ini.Dari sekian banyak tempat yang bisa ia kunjungi, kenapa harus bertemu dengan dia lagi?Pria itu—Murong Chen—berdiri dengan tangan disilangkan di dada, menatap mereka dengan senyum miring yang penuh ejekan. Wajahnya yang memang sudah menyebalkan kini semakin membuat darah Hao Yexin bergejolak."Huh? Kemanapun aku melangkah, kalian pasti mengikutiku," cibir Murong Chen, suaranya dipenuhi keangkuhan yang menjengkelkan. "Nona Hao, apa yang kau lakukan di sini?"Hao Yexin mengerutkan kening, tatapannya penuh ketidaksenangan."Huh? Aku harusnya mengatakan kalau aku benar-benar sial bertemu denganmu di tempat ini," balasnya sinis.Murong Chen terkekeh ringan, seakan menikmati kejengkelan di wajah Hao Yexin. Namun, sebelum ia bisa membalas, suara lain yang lebih feminin terdengar dari sam
Du Shen, seorang anak muda berusia sepuluh tahun, terlahir di sebuah tempat yang disebut desa Yaocun, desa terpencil di bagian timur Benua Yin. Desa yang dihuni oleh kebanyakan petani dan pengrajin, tempat yang begitu tenang, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan kota besar. Du Shen adalah anak yang penuh semangat dan cerdas, meskipun usianya masih muda. Ia tinggal bersama kedua orang tuanya, Du Liong dan Mei Hua, di sebuah rumah kayu sederhana. Kehidupan mereka dipenuhi dengan rutinitas sehari-hari yang damai—berkebun, memelihara ternak, dan sesekali berburu di hutan untuk mencari bahan makanan. Suatu pagi yang cerah, Du Shen pergi ke hutan untuk mengambil kayu bakar atas perintah ibunya. Langkahnya ringan, disertai rasa bahagia karena hari itu cuaca begitu cerah nan indah. Pikirannya melayang, membayangkan sore nanti ia bisa duduk bersama orang tuanya di teras rumah sambil menikmati makanan ringan buatan ibunya dan menikmati secangkir teh hangat. Namun, kebahagiaan itu segera...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen