Beranda / Fantasi / Legenda Dewa Racun / Bab 5 - Pernyataan Hao Yexin

Share

Bab 5 - Pernyataan Hao Yexin

Penulis: Murlox
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-14 19:43:59

Dengan satu gerakan, Du Shen mendorong Murong Chen ke belakang. Pemuda itu terhuyung dan jatuh terduduk di lantai, wajahnya memerah karena malu dan marah.

Hao Yexin tersenyum tipis melihat kekalahan Murong Chen. "Sepertinya kau harus berpikir dua kali sebelum mengganggu orang lain, Murong Chen," katanya dengan nada mengejek.

Murong Chen menatapnya dengan penuh kebencian. "Ini belum selesai, Hao Yexin! Kau pikir kau bisa sembunyi selamanya?! Aku akan memastikan kau menyesal telah mempermalukanku hari ini!"

Setelah melontarkan ancaman itu, Murong Chen berdiri dan meninggalkan toko bersama anak buahnya yang masih mengerang kesakitan.

Hening kembali menyelimuti toko setelah Murong Chen pergi. Walau begitu para pengunjung toko yang sebelumnya terdiam kini mulai berbisik-bisik. Mereka takjub melihat bagaimana seorang pemuda sederhana dan terlihat lusuh itu bisa mengalahkan tiga orang tanpa banyak usaha.

Terlebih mereka adalah bagian dari Keluarga Murong di kota Danau Hitam ini. Menurut mereka, Keluarga Murong tak akan melepaskan masalah ini, apalagi dengan kepribadian Murong Chen yang buruk.

Hao Yexin akhirnya membuka mulut. "Terima kasih... atas bantuannya tadi," katanya pelan, menundukkan kepala sedikit sebagai tanda penghormatan.

Du Shen hanya diam acuh tak acuh, lalu mengambil tasnya dan beranjak pergi tanpa berkata apa-apa.

"Tunggu!" Hao Yexin memanggilnya dengan nada mendesak. "Setidaknya biarkan aku mentraktirmu makan sebagai ucapan terima kasih."

Du Shen berhenti sejenak, lalu menoleh sedikit. "Aku tidak butuh balas budi. Jangan pikirkan itu," jawabnya dengan nada datar.

"Tapi... kau telah menyelamatkanku," ujar Hao Yexin lagi, nada suaranya terdengar tulus. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kau tidak ada di sini."

Du Shen menghela napas. Ia sebenarnya tidak suka terlibat terlalu dalam dengan urusan orang lain, tetapi melihat ekspresi penuh harapan di wajah gadis itu, ia akhirnya mengangguk. "Baiklah, tapi jangan terlalu banyak bicara."

Hao Yexin tersenyum lega. Ia memanggil pelayan untuk membawa makanan, dan beberapa saat kemudian, meja mereka dipenuhi dengan hidangan lezat yang menggugah selera.

Saat mereka mulai makan, Hao Yexin akhirnya memberanikan diri bertanya, "Siapa kau sebenarnya? Dan bagaimana kau bisa begitu kuat?"

Du Shen tidak langsung menjawab. Ia memakan potongan daging di piringnya dengan tenang sebelum akhirnya berkata, "Aku hanya seorang pengembara. Tak lebih, tak kurang."

"Tapi... kau tidak seperti pengembara biasa," desak Hao Yexin. "Gerakanmu tadi... Itu bukan sesuatu yang bisa dilakukan oleh sembarang orang."

Du Shen menatapnya sejenak, lalu berkata dengan suara rendah, "Kadang, semakin banyak yang kau tahu, semakin besar bahaya yang menghampirimu. Jadi lebih baik kau tidak bertanya terlalu banyak."

Hao Yexin terdiam, tetapi ia tidak menyerah. Ia tahu bahwa pria di depannya bukan orang biasa, dan ia merasa ada alasan mengapa mereka dipertemukan dalam situasi ini.

"Hmm, paling tidak beritahu aku siapa namamu." ucap Hao Yexin lagi, mata bulatnya mengerjap beberapa kali.

Hao Yexin sebebarnya adalah gadis berparas cantik, kulitnya putih bersih seolah tak memiliki noda sedikitpun. Hal yang paling menggoda adalah senyumnya yang manis, menambah kesan cantik pada wajahnya.

Du Shen yang tak biasa dengan tingkah laku gadis tersebut merasa linglung dan kaku sejenak. Setelah beberapa tahun tinggal di kedalaman hutan, ia hampir tak pernah bertemu sapa dengan gadis manapun, hingga ia tak mengerti bagaimana cara menghadapi perempuan seperti itu. Namun, ia buru-buru kembali ke sikap netralnya.

"Namaku Du Shen... Tolong berhenti berbicara saat aku makan." balasnya kemudian, sembari memakan hidangan di atas meja.

"Baiklah, Du Shen." ucap Hao Yexin dengan senyum manis, "aku harus berterimakasih banyak karena kau menolongku tadi, dan aku minta maaf karena melibatkanmu dalam masalahku." lanjutnya sembari menundukkan kepalanya sedikit sebagai tanda hormat dan permintaan maaf.

Du Shen meletakkan sumpitnya kembali, meneguk minuman di dalam gelasnya, baru kemudian berkata: "Tak masalah. Aku melakukannya untuk diriku sendiri, dan pemuda yang disebut Murong Chen itu tak akan melepaskan masalah ini begitu saja. Dia akan kembali, mengincarmu dan aku." ucapnya.

Hao Yexin merenungkan kata-kata itu dengan tatapan mata yang agak meredup. Ia tahu jelas kepribadian Murong Chen, Tuan Muda sombong dan suka bertindak seenaknya terhadap orang lain.

'Seandainya keluargaku jauh lebih kuat, ayah mungkin tak akan mengabaikan tindakan tak senonoh orang-orang seperti itu.' batin Hao Yexin dengan wajah murung.

Du Shen di seberang meja makan menyaksikan dengan jelas perubahan suasana hati gadis itu. Ia berpikir sesaat, memahami apa yang sedang gadis itu pikirkan.

"Du Shen," panggil Hao Yexin akhirnya setelah hening beberapa saat, panggilan suaranya yang lembut membuyarkan pikiran Du Shen. Wajah gadis itu tampak sedikit merah karena malu-malu mengungkapkan kata-katanya.

Ia pun melirik gadis itu dari sudut matanya dengan penuh tanda tanya, "ada apa?" tanya Du Shen.

"Apa kau..." ucap Hao Yexin sedikit ragu untuk melantunkan kata-katanya.

Du Shen mengangkat sebelah alisnya, bertanya-tanya apa yang gadis itu coba katakan. Tanpa menunggu Hao Yexin melanjutkan kata-katanya, Du Shen sudah selesai memakan hidangan di atas meja dan hendak berpamitan sebelum pergi.

"Bolehkah aku menyewamu sebagai prajurit bayaran?" ucap Hao Yexin akhirnya, ekspresinya teguh penuh harap, namun juga sedikit gugup dan ragu.

Du Shen terdiam sesaat, 'Apa maksudnya itu? Apa dia pikir aku pengembara yang dapat ditaklukkan dengan uang?' batinnya sedikit tak terima, tapi memakluminya.

"Maaf, aku bukan prajurit bayaran... Kau bisa mencari orang lain untuk masalah seperti ini." jawab Du Shen yang membuat ekspresi kecewa terpampang di wajah cantik gadis itu.

'Tak ada alasan bagiku untuk melakukan hal seperti itu? Terlebih, tujuanku saat ini hanya untuk menemukan para bandit itu dan membalas dendam.' batin Du Shen, kali ini wajahnya menatap serius ke arah pintu keluar toko.

Sementara Hao Yexin merasa agak malu dan sepertinya ia telah berlebihan dalam ucapannya. "Kau benar. Aku tak seharusnya mengajukan hal seperti itu pada orang yang tak kukenal."

Tiba-tiba butiran air menetes dari sudut matanya, dan isak tangis yang di tahan namun sedikit terlepas membuat Du Shen merasa sedikit tegang.

'A-apa? Kenapa dia menangis?' pikir Du Shen.

Dan di saat yang sama, ucapan gurunya tiba-tiba terlintas dalam benaknya.

"Du Shen! Kau tahu apa yang paling memalukan dari seorang pria sejati?" tanya sosok tua berjanggut putih di hadapan Du Shen.

Du Shen yang duduk di hadapan gurunya merenung sejenak, "Tentu saja kalah dalam pertarungan. Apalagi ditonton oleh banyak orang. Menurutku itu sangat memalukan." seru Du Shen penuh percaya diri.

Namun, dari jawabannya yang penuh semangat, ia tak menyadari tatapan muram sang guru. Tongkat kayu langsung menggetok kepalanya yang membuat Du Shen meringis kesakitan.

"Kenapa kau memukulku, guru!" ucapnya sembari memegang kepala yang tampak benjol.

"Bodoh! Jawabanmu sungguh tak mencerminkan pria sejati." ujar sang kakek agak kesal.

Du Shen yang bingung lantas bertanya dengan wajah cembrut "Lalu apakah jawaban dari pertanyaan itu?"

"Dengar... Hal paling memalukan dari pria sejati adalah ketika dia membuat perempuan lemah meneteskan air mata!" jawab sang guru, "Pria sejati lebih baik kalah dalam pertarungan dari pada membuat seorang perempuan menangis..."

Kata-kata itu menggema dalam benak Du Shen. Wajahnya yang acuh tak acuh dan dingin, tiba-tiba menatap sedikit lebih lembut sebelum ia berbalik dan melihat Hao Yexin kembali.

"Kau tak seharusnya menagis," ucap Du Shen santai, "sebaliknya, kau harus kuat untuk mampu menopang beban di balik punggungmu... Jika tidak, hal yang mungkin kau coba hindari akan terjadi."

Bab terkait

  • Legenda Dewa Racun   Bab 6 - Kepala Keluarga Hao

    Hao Yexin menyeka butiran air matanya, setelah mempertimbangkan ucapan Du Shen, ia mulai sadar bahwa menangis tak akan menyelesaikan masalah. "Kau benar, tak ada gunanya meratapi dengan kesedihan.""Aku minta maaf karena menunjukkan tingkah memalukanku." lanjutnya sebelum berdiri perlahan.Hao Yexin melangkahkan kakinya keluar dari toko. Namun, kali ini sorot matanya sedikit lebih tajam dan bertekad."Aku bisa mempertimbangkan tawaranmu tadi. Tapi, ada syaratnya," ujar Du Shen, langsung menghentikan langkah Hao Yexin yang hendakk pergi.Gadis itu menoleh kembali dengan tatapan penuh akan tanda tanya. Walaupun masih ada jejak kesedihan dalam raut wajahnya, ia berusaha tetap tegar."Syarat?" gumamnya pelan, menatap ke lantai kayu di bawah kakinya sebelum kembali menatap Du Shen."Aku rasa tak ada gunanya mempertimbangkan ucapanku tadi. Aku hanya mengatakannya tanpa pikir panjang... kau bisa melupakannya." balas Hao Yexin akhirnya setelah memikirkan kembali beberapa hal.Du Shen menghela

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Legenda Dewa Racun   Bab 7 - Desakan Tetua Zhang

    Tetua Zhang yang masih mempertahankan senyum tipisnya menatap gadis muda itu seakan peluang besar telah terbuka. "Kau harus menikah dengan Tuan Muda Murong Chen. Dengan begitu mereka akan membantu menghubungi Tabib Surgawi dengan koneksi mereka di Sekte Azure Dragon." Seketika Hao Yexin kembali membeku, kali ini pikirannya mengembara kemana-mana. Ia tak menyangka bahwa syarat yanng dikatakan Tetua Zhang adalah hal buruk yang tak pernah ia bayangkan.'J-jadi ini tujuan Tetua Zhang? Bagaimana bisa, dia memanfaatkan keadaan ini dan menyeretku demi keuntungannya.' batin Hao Yexin.Wajahnya tampak memerah menahan kemarahan yang seketika tumbuh dalam hatinya. Ia melirik pria tua itu dengan tatapan benci dan kesal.Namun, matanya yang kembali melirik Kepala keluarga terbaring di atas ranjang, membuat pendirian Hao Yexin mulai goyah. Butiran air di pelupuk matanya semkin tak tertahankan, perlahan tumpah membasahi pipinya yang mulus."Kau harus memutuskan, Tuan Putri. Jika tidak, keselamatan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Legenda Dewa Racun   Bab 1 - Dendam Atas Kematian

    Du Shen, seorang pemuda berusia sepuluh tahun, terlahir di sebuah tempat yang disebut desa Yaocun, desa terpencil di bagian timur Benua Yin. Desa yang dihuni oleh kebanyakan petani dan pengrajin, tempat yang begitu tenang, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan kota besar. Du Shen adalah anak yang penuh semangat dan cerdas, meskipun usianya masih muda. Ia tinggal bersama kedua orang tuanya, Du Liong dan Mei Hua, di sebuah rumah kayu sederhana. Kehidupan mereka dipenuhi dengan rutinitas sehari-hari yang damai—berkebun, memelihara ternak, dan sesekali berburu di hutan untuk mencari bahan makanan.Suatu pagi yang cerah, Du Shen pergi ke hutan untuk mengambil kayu bakar atas perintah ibunya. Langkahnya ringan, disertai rasa bahagia karena hari itu cuaca begitu cerah nan indah. Pikirannya melayang, membayangkan sore nanti ia bisa duduk bersama orang tuanya di teras rumah sambil menikmati makanan ringan buatan ibunya dan menikmati secangkir teh hangat. Namun, kebahagiaan itu segera berubah men

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Legenda Dewa Racun   Bab 2 - Penghormatan dan Awal Perjalanan

    Di sebuah hutan lebat di tepian timur Benua Yin, seorang pemuda berdiri di bawah naungan pohon yang rimbun. Suara gemerisik air sungai mengalir lembut di sampingnya, namun suasana hatinya tak selaras dengan kedamaian di sekitarnya. Wajahnya keras, matanya tajam memandang ke depan, penuh dengan tekad yang tak tergoyahkan. Pemuda itu adalah Du Shen, yang kini telah tumbuh dewasa. Bertahun-tahun berlalu sejak peristiwa tragis yang merenggut semua yang ia cintai. Kini ia telah dewasa, dari seorang anak berusia sepuluh tahun, tumbuh lebih tinggi, berotot dan semakin tampan. Dia yang dulu jelas tak dapat dibandingkan dengan dirinya sekarang. Dulu ia sering sekali merengek setelah merasakan betapa pedih dan kerasnya ajaran dari gurunya. "Tunggu saja," gumam Du Shen dengan suara dingin, seraya menggenggam erat gagang pedang yang terselip di pinggangnya. "Mereka akan merasakan kepedihan yang telah lama mengakar di hatiku. Gigi dibalas gigi, mata dibalas mata." Ia berdiri, mengusap nod

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Legenda Dewa Racun   Bab 3 - Tiba di Kota Danau Hitam

    Langit semakin kelabu, awan hitam menggantung rendah di atas Kota Danau Hitam. Angin dingin yang menusuk tulang berhembus kencang, membawa aroma lembab dari danau yang menjadi pusat kota itu. Suasana hiruk pikuk masih terasa di dalamnya, meski beberapa penduduk tampak bergegas menutup kios-kios mereka sebelum hujan deras turun.Setelah perjalanan yang melelahkan, Du Shen akhirnya tiba di gerbang kota yang megah. Pintu gerbang besar dari kayu ek yang kokoh menjulang tinggi, dihiasi ukiran naga dan singa yang melambangkan kejayaan tiga klan aristokrat yang menguasai kota tersebut. Namun, alih-alih terkesan, Du Shen hanya meliriknya dengan acuh.“Berhenti di situ!” seru seorang penjaga gerbang, menghentikan langkahnya. Pria itu bertubuh besar dengan wajah kasar yang dihiasi janggut tebal.Du Shen mendongak sedikit, mengangkat caping bambu yang menutupi sebagian wajahnya. “Ada apa?” tanyanya singkat, suaranya datar tanpa emosi.“Dari mana asalmu?” tanya penjaga itu dengan nada yang tak b

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Legenda Dewa Racun   Bab 4 - Tak Mudah Disentuh

    Du Shen duduk tenang di bangkunya, hanya sesekali meneguk gelas minuman yang tersaji di depannya. Matanya tidak menunjukkan emosi apapun saat ia melirik ke arah Murong Chen. Sikapnya yang santai itu justru mempertegas aura dingin yang mengelilinginya."Aku di sini hanya untuk makan," ujarnya singkat. Suaranya tenang, hampir tak beremosi, namun setiap kata mengandung ketegasan. "Aku tak punya urusan dengan kalian."Hao Yexin yang duduk di depannya segera menangkap nada netral itu. Dia mendengus, mencoba mengalihkan perhatian Murong Chen. "Apa kalian dengar itu, Murong Chen? Kami tidak ada urusan dengan kalian. Jadi lebih baik kau pergi saja!" katanya, suaranya sedikit bergetar meski ia mencoba terdengar percaya diri.Murong Chen tertawa pelan, tawa yang penuh ejekan. Matanya menyipit, memandang Hao Yexin dan Du Shen seperti dua semut kecil di hadapannya. "Kalian dengar itu?" tanyanya kepada anak buahnya, suaranya meninggi. "Dua orang rendahan ini berani mengusirku, Tuan Muda Murong Ch

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11

Bab terbaru

  • Legenda Dewa Racun   Bab 7 - Desakan Tetua Zhang

    Tetua Zhang yang masih mempertahankan senyum tipisnya menatap gadis muda itu seakan peluang besar telah terbuka. "Kau harus menikah dengan Tuan Muda Murong Chen. Dengan begitu mereka akan membantu menghubungi Tabib Surgawi dengan koneksi mereka di Sekte Azure Dragon." Seketika Hao Yexin kembali membeku, kali ini pikirannya mengembara kemana-mana. Ia tak menyangka bahwa syarat yanng dikatakan Tetua Zhang adalah hal buruk yang tak pernah ia bayangkan.'J-jadi ini tujuan Tetua Zhang? Bagaimana bisa, dia memanfaatkan keadaan ini dan menyeretku demi keuntungannya.' batin Hao Yexin.Wajahnya tampak memerah menahan kemarahan yang seketika tumbuh dalam hatinya. Ia melirik pria tua itu dengan tatapan benci dan kesal.Namun, matanya yang kembali melirik Kepala keluarga terbaring di atas ranjang, membuat pendirian Hao Yexin mulai goyah. Butiran air di pelupuk matanya semkin tak tertahankan, perlahan tumpah membasahi pipinya yang mulus."Kau harus memutuskan, Tuan Putri. Jika tidak, keselamatan

  • Legenda Dewa Racun   Bab 6 - Kepala Keluarga Hao

    Hao Yexin menyeka butiran air matanya, setelah mempertimbangkan ucapan Du Shen, ia mulai sadar bahwa menangis tak akan menyelesaikan masalah. "Kau benar, tak ada gunanya meratapi dengan kesedihan.""Aku minta maaf karena menunjukkan tingkah memalukanku." lanjutnya sebelum berdiri perlahan.Hao Yexin melangkahkan kakinya keluar dari toko. Namun, kali ini sorot matanya sedikit lebih tajam dan bertekad."Aku bisa mempertimbangkan tawaranmu tadi. Tapi, ada syaratnya," ujar Du Shen, langsung menghentikan langkah Hao Yexin yang hendakk pergi.Gadis itu menoleh kembali dengan tatapan penuh akan tanda tanya. Walaupun masih ada jejak kesedihan dalam raut wajahnya, ia berusaha tetap tegar."Syarat?" gumamnya pelan, menatap ke lantai kayu di bawah kakinya sebelum kembali menatap Du Shen."Aku rasa tak ada gunanya mempertimbangkan ucapanku tadi. Aku hanya mengatakannya tanpa pikir panjang... kau bisa melupakannya." balas Hao Yexin akhirnya setelah memikirkan kembali beberapa hal.Du Shen menghela

  • Legenda Dewa Racun   Bab 5 - Pernyataan Hao Yexin

    Dengan satu gerakan, Du Shen mendorong Murong Chen ke belakang. Pemuda itu terhuyung dan jatuh terduduk di lantai, wajahnya memerah karena malu dan marah. Hao Yexin tersenyum tipis melihat kekalahan Murong Chen. "Sepertinya kau harus berpikir dua kali sebelum mengganggu orang lain, Murong Chen," katanya dengan nada mengejek. Murong Chen menatapnya dengan penuh kebencian. "Ini belum selesai, Hao Yexin! Kau pikir kau bisa sembunyi selamanya?! Aku akan memastikan kau menyesal telah mempermalukanku hari ini!" Setelah melontarkan ancaman itu, Murong Chen berdiri dan meninggalkan toko bersama anak buahnya yang masih mengerang kesakitan. Hening kembali menyelimuti toko setelah Murong Chen pergi. Walau begitu para pengunjung toko yang sebelumnya terdiam kini mulai berbisik-bisik. Mereka takjub melihat bagaimana seorang pemuda sederhana dan terlihat lusuh itu bisa mengalahkan tiga orang tanpa banyak usaha. Terlebih mereka adalah bagian dari Keluarga Murong di kota Danau Hitam ini. M

  • Legenda Dewa Racun   Bab 4 - Tak Mudah Disentuh

    Du Shen duduk tenang di bangkunya, hanya sesekali meneguk gelas minuman yang tersaji di depannya. Matanya tidak menunjukkan emosi apapun saat ia melirik ke arah Murong Chen. Sikapnya yang santai itu justru mempertegas aura dingin yang mengelilinginya."Aku di sini hanya untuk makan," ujarnya singkat. Suaranya tenang, hampir tak beremosi, namun setiap kata mengandung ketegasan. "Aku tak punya urusan dengan kalian."Hao Yexin yang duduk di depannya segera menangkap nada netral itu. Dia mendengus, mencoba mengalihkan perhatian Murong Chen. "Apa kalian dengar itu, Murong Chen? Kami tidak ada urusan dengan kalian. Jadi lebih baik kau pergi saja!" katanya, suaranya sedikit bergetar meski ia mencoba terdengar percaya diri.Murong Chen tertawa pelan, tawa yang penuh ejekan. Matanya menyipit, memandang Hao Yexin dan Du Shen seperti dua semut kecil di hadapannya. "Kalian dengar itu?" tanyanya kepada anak buahnya, suaranya meninggi. "Dua orang rendahan ini berani mengusirku, Tuan Muda Murong Ch

  • Legenda Dewa Racun   Bab 3 - Tiba di Kota Danau Hitam

    Langit semakin kelabu, awan hitam menggantung rendah di atas Kota Danau Hitam. Angin dingin yang menusuk tulang berhembus kencang, membawa aroma lembab dari danau yang menjadi pusat kota itu. Suasana hiruk pikuk masih terasa di dalamnya, meski beberapa penduduk tampak bergegas menutup kios-kios mereka sebelum hujan deras turun.Setelah perjalanan yang melelahkan, Du Shen akhirnya tiba di gerbang kota yang megah. Pintu gerbang besar dari kayu ek yang kokoh menjulang tinggi, dihiasi ukiran naga dan singa yang melambangkan kejayaan tiga klan aristokrat yang menguasai kota tersebut. Namun, alih-alih terkesan, Du Shen hanya meliriknya dengan acuh.“Berhenti di situ!” seru seorang penjaga gerbang, menghentikan langkahnya. Pria itu bertubuh besar dengan wajah kasar yang dihiasi janggut tebal.Du Shen mendongak sedikit, mengangkat caping bambu yang menutupi sebagian wajahnya. “Ada apa?” tanyanya singkat, suaranya datar tanpa emosi.“Dari mana asalmu?” tanya penjaga itu dengan nada yang tak b

  • Legenda Dewa Racun   Bab 2 - Penghormatan dan Awal Perjalanan

    Di sebuah hutan lebat di tepian timur Benua Yin, seorang pemuda berdiri di bawah naungan pohon yang rimbun. Suara gemerisik air sungai mengalir lembut di sampingnya, namun suasana hatinya tak selaras dengan kedamaian di sekitarnya. Wajahnya keras, matanya tajam memandang ke depan, penuh dengan tekad yang tak tergoyahkan. Pemuda itu adalah Du Shen, yang kini telah tumbuh dewasa. Bertahun-tahun berlalu sejak peristiwa tragis yang merenggut semua yang ia cintai. Kini ia telah dewasa, dari seorang anak berusia sepuluh tahun, tumbuh lebih tinggi, berotot dan semakin tampan. Dia yang dulu jelas tak dapat dibandingkan dengan dirinya sekarang. Dulu ia sering sekali merengek setelah merasakan betapa pedih dan kerasnya ajaran dari gurunya. "Tunggu saja," gumam Du Shen dengan suara dingin, seraya menggenggam erat gagang pedang yang terselip di pinggangnya. "Mereka akan merasakan kepedihan yang telah lama mengakar di hatiku. Gigi dibalas gigi, mata dibalas mata." Ia berdiri, mengusap nod

  • Legenda Dewa Racun   Bab 1 - Dendam Atas Kematian

    Du Shen, seorang pemuda berusia sepuluh tahun, terlahir di sebuah tempat yang disebut desa Yaocun, desa terpencil di bagian timur Benua Yin. Desa yang dihuni oleh kebanyakan petani dan pengrajin, tempat yang begitu tenang, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan kota besar. Du Shen adalah anak yang penuh semangat dan cerdas, meskipun usianya masih muda. Ia tinggal bersama kedua orang tuanya, Du Liong dan Mei Hua, di sebuah rumah kayu sederhana. Kehidupan mereka dipenuhi dengan rutinitas sehari-hari yang damai—berkebun, memelihara ternak, dan sesekali berburu di hutan untuk mencari bahan makanan.Suatu pagi yang cerah, Du Shen pergi ke hutan untuk mengambil kayu bakar atas perintah ibunya. Langkahnya ringan, disertai rasa bahagia karena hari itu cuaca begitu cerah nan indah. Pikirannya melayang, membayangkan sore nanti ia bisa duduk bersama orang tuanya di teras rumah sambil menikmati makanan ringan buatan ibunya dan menikmati secangkir teh hangat. Namun, kebahagiaan itu segera berubah men

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status