Home / Fantasi / Legenda Dewa Racun / Bab 4 - Tak Mudah Disentuh

Share

Bab 4 - Tak Mudah Disentuh

Author: Murlox
last update Last Updated: 2025-01-11 20:32:02

Du Shen duduk tenang di bangkunya, hanya sesekali meneguk gelas minuman yang tersaji di depannya.

Matanya tidak menunjukkan emosi apapun saat ia melirik ke arah Murong Chen. Sikapnya yang santai itu justru mempertegas aura dingin yang mengelilinginya.

"Aku di sini hanya untuk makan," ujarnya singkat. Suaranya tenang, hampir tak beremosi, namun setiap kata mengandung ketegasan. "Aku tak punya urusan dengan kalian."

Hao Yexin yang duduk di depannya segera menangkap nada netral itu. Dia mendengus, mencoba mengalihkan perhatian Murong Chen. "Apa kalian dengar itu, Murong Chen? Kami tidak ada urusan dengan kalian. Jadi lebih baik kau pergi saja!" katanya, suaranya sedikit bergetar meski ia mencoba terdengar percaya diri.

Murong Chen tertawa pelan, tawa yang penuh ejekan. Matanya menyipit, memandang Hao Yexin dan Du Shen seperti dua semut kecil di hadapannya. "Kalian dengar itu?" tanyanya kepada anak buahnya, suaranya meninggi. "Dua orang rendahan ini berani mengusirku, Tuan Muda Murong Chen? Bahkan jika ayah gadis itu seorang pedagang kaya, dia tak akan sanggup melindungi mereka dari keluargaku!"

Hao Yexin berdiri, menatap Murong Chen dengan marah. "Jaga mulutmu, Murong Chen!" teriaknya. "Jika bukan karena keluargaku bekerja sama dengan keluargamu, aku tak akan pernah sudi memandang wajah menjijikkanmu!"

Ucapan itu seperti bara yang dilemparkan ke dalam api. Murong Chen melangkah maju dengan mata membara. Ia mengangkat tangannya, bersiap menampar Hao Yexin. Tapi gerakan itu terhenti seketika.

Tangan Murong Chen tertahan di udara. Sebuah tangan kokoh menggenggam pergelangan tangannya dengan erat. Itu adalah tangan Du Shen. Wajah pemuda berpakaian lusuh itu tetap datar, tetapi matanya memancarkan ketajaman seperti pedang yang siap menebas kapan saja.

"Jangan ganggu orang lain, apalagi berani memukul wanita," kata Du Shen, suaranya rendah namun tegas.

Murong Chen menarik tangannya, mencoba melepaskan diri, tetapi genggaman Du Shen terasa seperti jerat baja yang tak bisa digoyahkan. "Apa kau tahu siapa aku?" gertak Murong Chen. "Berani menyentuhku, kau pasti ingin mati!"

Du Shen mendekatkan wajahnya, tatapannya dingin menusuk. "Yang aku tahu, kau terlalu banyak bicara," balasnya. "Orang-orang mungkin akan lari terbirit-birit, bukan karena takut padamu, tapi karena tak tahan melihat wajah jelekmu."

Ucapan itu membuat seluruh toko hening. Para pengunjung memandang dengan tak percaya. Tak ada yang pernah berani menghina Murong Chen seperti itu, apalagi seorang pemuda lusuh yang tampaknya berasal dari kalangan rendah.

Hao Yexin menatap Du Shen dengan campuran rasa kaget dan kekaguman. Ia tak pernah menduga seseorang yang baru ditemuinya akan berani menantang Murong Chen secara terang-terangan.

Murong Chen menggeram. Wajahnya memerah karena amarah. "Kau benar-benar mencari mati!" bentaknya. Ia melambaikan tangannya, memberi isyarat kepada tiga anak buahnya.

"Tangkap dia! Buat dia menyesal karena telah menghinaku, Tuan Muda dari Keluarga Murong!"

Ketiga pria bertubuh kekar yang membawa pedang di pinggangnya segera maju. Salah satu dari mereka, pria berbadan paling besar, mendekati Du Shen dengan tinju terangkat.

"Hmp, beraninya kau menghina Tuan Muda kami! Kau akan menyesal telah dilahikan ke dunia ini!" katanya.

Tinju itu melesat cepat, membidik wajah Du Shen. Tapi Du Shen bergerak lebih cepat. Dengan satu langkah ringan ke samping, ia menghindari serangan itu. Sebelum pria itu sempat bereaksi, Du Shen mengayunkan tangannya, menghantam wajah pria itu dengan keras.

Benturan itu cukup kuat untuk membuat pria besar itu terjungkal ke belakang, menghantam deretan meja berderet rapi di belakangnya hingga menjadi berantakan.

Dua anak buah Murong Chen lainnya maju bersamaan, wajah mereka dipenuhi amarah. Salah satu dari mereka mencabut pedangnya, mengayunkannya ke arah Du Shen.

Namun, Du Shen seperti bayangan yang tak bisa disentuh. Setiap serangan mereka meleset, bahkan sebelum pedang itu mendekat, Du Shen sudah berada di posisi lain. Gerakannya begitu cepat dan gesit, membuat dua pria itu terlihat seperti badut yang sedang berusaha mengejar bayangan.

Dalam beberapa detik, salah satu pria itu terpukul mundur dengan satu serangan ke dada, membuatnya terhempas ke lantai. Pria terakhir mencoba menusuk Du Shen dengan pedangnya, tetapi Du Shen hanya menangkap bilah pedang itu dengan dua jarinya.

Mata pria itu membelalak. "Mus...mustahil!" serunya.

Du Shen tersenyum tipis. Dengan satu gerakan, ia memutar pedang itu, membuat pria itu terlempar ke belakang, menabrak meja hingga pingsan.

Du Shen masih berdiri dengan tenang, seperti gunung yang tak tergoyahkan. Tiga anak buah Murong Chen yang sebelumnya tampak penuh percaya diri kini terkapar di lantai, mengerang kesakitan.

Hao Yexin menatap pemandangan itu dengan mata membulat, sulit percaya bahwa pria yang tampak seperti pengembara lusuh mampu melumpuhkan tiga orang bertubuh kekar hanya dalam hitungan detik. "Kau..." gumamnya pelan, tetapi ia tidak melanjutkan kata-katanya.

Sementara itu, Murong Chen berdiri terpaku di tempatnya. Matanya melebar, tidak percaya pada apa yang baru saja terjadi di depan matanya.

"Apa-apaan ini?! Kalian bahkan tidak bisa mengalahkan satu pengemis sialan?!" bentaknya dengan suara penuh kemarahan. Ia menendang salah satu anak buahnya yang terkapar, melampiaskan rasa frustrasinya.

Du Shen mendesah pelan, tampak bosan dengan situasi ini. Ia menatap Murong Chen dengan dingin, matanya seperti belati yang menusuk langsung ke jantung lawan. "Kalau kau punya nyali, hadapi aku sendiri. Jangan hanya berkoar dan menyuruh orang lain berkelahi untukmu."

Perkataan itu menusuk harga diri Murong Chen. Rahangnya mengeras, dan wajahnya memerah karena marah. "Kau berani meremehkanku?! Kau tidak tahu dengan siapa kau berurusan, bocah!"

Murong Chen menghunus pedangnya, sebuah senjata bermata dua yang tampak berkilau di bawah cahaya redup. Ia melangkah maju dengan senyum licik, tetapi senyum itu tidak mampu menyembunyikan ketidakpastian yang mulai menggerogoti hatinya.

Du Shen tidak bergerak, hanya berdiri di tempatnya dengan tangan tetap tergulung di depan dada. Tatapannya tetap tenang, tetapi ada aura dingin yang menyelimuti tubuhnya, membuat suasana di dalam toko semakin mencekam.

Murong Chen menyerang dengan gerakan cepat, mengayunkan pedangnya ke arah kepala Du Shen. "Rasakan ini, dasar pengemis tak tahu diri!"

Namun, sebelum pedang itu sempat mendekati Du Shen, gerakan Murong Chen terhenti tiba-tiba. Sebuah tangan mencengkeram pergelangan tangannya dengan kekuatan luar biasa, menghentikan serangan itu di udara.

Du Shen tidak hanya menahan pedang itu, tetapi juga memelintir lengan Murong Chen dengan gerakan cepat. Pedang di tangan Murong Chen terlepas, jatuh ke lantai dengan bunyi nyaring.

"Aaaargh! Lepaskan aku, kau bajingan!" Murong Chen berteriak kesakitan, tetapi tidak mampu melawan kekuatan Du Shen.

Du Shen menatapnya dengan tatapan penuh penghinaan. "Kau terlalu lemah untuk bermain-main dengan senjata. Pergilah sebelum kupatahkan kedua kakimu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Legenda Dewa Racun   Bab 5 - Pernyataan Hao Yexin

    Dengan satu gerakan, Du Shen mendorong Murong Chen ke belakang. Pemuda itu terhuyung dan jatuh terduduk di lantai, wajahnya memerah karena malu dan marah. Hao Yexin tersenyum tipis melihat kekalahan Murong Chen. "Sepertinya kau harus berpikir dua kali sebelum mengganggu orang lain, Murong Chen," katanya dengan nada mengejek. Murong Chen menatapnya dengan penuh kebencian. "Ini belum selesai, Hao Yexin! Kau pikir kau bisa sembunyi selamanya?! Aku akan memastikan kau menyesal telah mempermalukanku hari ini!" Setelah melontarkan ancaman itu, Murong Chen berdiri dan meninggalkan toko bersama anak buahnya yang masih mengerang kesakitan. Hening kembali menyelimuti toko setelah Murong Chen pergi. Walau begitu para pengunjung toko yang sebelumnya terdiam kini mulai berbisik-bisik. Mereka takjub melihat bagaimana seorang pemuda sederhana dan terlihat lusuh itu bisa mengalahkan tiga orang tanpa banyak usaha. Terlebih mereka adalah bagian dari Keluarga Murong di kota Danau Hitam ini. M

    Last Updated : 2025-01-14
  • Legenda Dewa Racun   Bab 6 - Kepala Keluarga Hao

    Hao Yexin menyeka butiran air matanya, setelah mempertimbangkan ucapan Du Shen, ia mulai sadar bahwa menangis tak akan menyelesaikan masalah. "Kau benar, tak ada gunanya meratapi dengan kesedihan.""Aku minta maaf karena menunjukkan tingkah memalukanku." lanjutnya sebelum berdiri perlahan.Hao Yexin melangkahkan kakinya keluar dari toko. Namun, kali ini sorot matanya sedikit lebih tajam dan bertekad."Aku bisa mempertimbangkan tawaranmu tadi. Tapi, ada syaratnya," ujar Du Shen, langsung menghentikan langkah Hao Yexin yang hendakk pergi.Gadis itu menoleh kembali dengan tatapan penuh akan tanda tanya. Walaupun masih ada jejak kesedihan dalam raut wajahnya, ia berusaha tetap tegar."Syarat?" gumamnya pelan, menatap ke lantai kayu di bawah kakinya sebelum kembali menatap Du Shen."Aku rasa tak ada gunanya mempertimbangkan ucapanku tadi. Aku hanya mengatakannya tanpa pikir panjang... kau bisa melupakannya." balas Hao Yexin akhirnya setelah memikirkan kembali beberapa hal.Du Shen menghela

    Last Updated : 2025-02-04
  • Legenda Dewa Racun   Bab 7 - Desakan Tetua Zhang

    Tetua Zhang yang masih mempertahankan senyum tipisnya menatap gadis muda itu seakan peluang besar telah terbuka. "Kau harus menikah dengan Tuan Muda Murong Chen. Dengan begitu mereka akan membantu menghubungi Tabib Surgawi dengan koneksi mereka di Sekte Azure Dragon." Seketika Hao Yexin kembali membeku, kali ini pikirannya mengembara kemana-mana. Ia tak menyangka bahwa syarat yanng dikatakan Tetua Zhang adalah hal buruk yang tak pernah ia bayangkan.'J-jadi ini tujuan Tetua Zhang? Bagaimana bisa, dia memanfaatkan keadaan ini dan menyeretku demi keuntungannya.' batin Hao Yexin.Wajahnya tampak memerah menahan kemarahan yang seketika tumbuh dalam hatinya. Ia melirik pria tua itu dengan tatapan benci dan kesal.Namun, matanya yang kembali melirik Kepala keluarga terbaring di atas ranjang, membuat pendirian Hao Yexin mulai goyah. Butiran air di pelupuk matanya semkin tak tertahankan, perlahan tumpah membasahi pipinya yang mulus."Kau harus memutuskan, Tuan Putri. Jika tidak, keselamatan

    Last Updated : 2025-02-04
  • Legenda Dewa Racun   Bab 8 - Diremehkan

    Du Shen malah tersenyum sederhana, ia mengangguk sesaat, namun gelak tawa cekikikan terdengar dari arah samping mereka.Tetua Zhang dan Tabib Liu tampak menahan perut mereka yang sakit karena tawa."Anda dengar, Tabib Liu? Pemuda ini benar-benar menganggap dirinya sebagai tabib." ujar Tetua Zhang menahan tawanya.Sedangkan Tabib Liu mengusap butiran air mata yang keluar setelah tawa terbahak-bahak. "Aku sendiri yang telah berlatih teknik pengobatan selama puluhan tahun, mengaku tak mampu menyembuhkan penyakit Kepala keluarga Hao." ucapnya dalam jeda, "namun, kau yang tak lebih dari setengah umurku, tiba-tiba datang dan mengaku sebagai tabib." lanjutnya."Benar, apa yang bisa dilakukan pemuda lusuh sepertimu?" sambung Tetua Zhang kali ini dengan tatapan serius, ucapannya penuh penghinaan.Du Shen menatap kedua pria paruh baya itu dengan tatapan dingin dan seringai tipis."Kepala keluarga Hao tak menderita penyakit, melainkan menderita karena racun." ujar Du Shen membuat Tetua Zhang dan

    Last Updated : 2025-02-05
  • Legenda Dewa Racun   Bab 9 - Bentrokan Dua Jenis Racun

    Menghina gurunya berarti orang itu siap untuk mati. Namun, Du Shen menahan gejolak emosinya yang tumbuh seketika, mencoba untuk tetap tenang dan fokus pada penyembuhan Kepala keluarga Hao.Tabib Liu dan Tetua Zhang masih tertawa penuh penghinaan, tapi mereka tak tahu bahwa nama mereka telah masuk ke dalam daftar hitam di lubuk hati Du Shen.Mengabaikan cemohan mereka, Du Shen kembali membuka tutup botol kecil di tangannya. Tampak asap kehijauan yang samar keluar, memberikan sensasi dingin dan mematikan dari racun itu."T-tunggu." potong Hao Yexin dengan tatapan ragu. "Apakah ini akan baik-baik saja?" tanyanya kehawatir.Bagaimanapun jika Du Shen gagal dalam mengobati ayahnya, maka semua akan menjadi lebih buruk dari apa yang dia harapkan. Saat ini ia hanya bisa pasrah dan membiarkan Du Shen memenuhi harapannya.Segera cairan dalam botol itu di tuangkan ke dalam mulut Hao Jifeng, Du Shen menutup hidungnya agar racun itu tertelan sepenuhnya.Tak berselang lama, Kepala keluatga Hao menun

    Last Updated : 2025-02-05
  • Legenda Dewa Racun   Bab 10 - Ucapan Terimakasih

    Tabib Liu tersenyum sinis mengira tindakannya akan berhasil. Tapi, sebuah aliran Qi kehijauan melenghentikan jarum itu di tengah udara, membuat pandangan semua orang teralihkan."Kau lihat itu, Nona Hao? Tabib bodoh ini mencoba membunuh ayahmu dengan trik kecil." ujar Du Shen tertawa getir sembari meraih jarum itu yang mengambang di udara.Mata Hao Yexin membulat tak percaya, ia menatap tajam Tabib Liu dengan tatapan penuh amarah. "Beraninya kau, tabib penipu ingin membunuh ayahku!" tegasnya, suaranya terdengar tajam.Hao Yexin meraih pedang di samping dinding ruangan, menghunusnya sebelum menebas ke arah Tabib Liu berdiri.Walaupun Hao Yexin bukanlah seniman bela diri ahli, namun gerakannya cukup cepat di mata orang biasa."Berhenti!" seru Tetua Zhang, menahan tebasan pedang itu dengan telapak tangannya yang diselimuti energi Qi."Apa kau sadar dengan tindakanmu, Tuan Putri! Bagaimana bisa kau mengancungkan pedang ke a

    Last Updated : 2025-02-06
  • Legenda Dewa Racun   Bab 11 - Kemaraha Murong Chen

    Di kediaman keluarga Murong, suasana tegang menyelimuti ruang utama. Murong Chen, seorang pemuda dengan aura angkuh, duduk di atas kursi kayu berukir di samping meja bundar kecil. Matanya yang tajam memancarkan kemarahan, sementara urat-urat di pelipisnya tampak menonjol. Wajahnya kini terlihat mengeras, menyiratkan kekecewaan dan rasa frustrasi yang memuncak."Tabib bodoh! Bagaimana bisa kau gagal membuat Kepala Keluarga Hao sekarat, kau benar-benar merusak segalanya!" suaranya menggema tajam di ruangan itu, membuat seorang pria paruh baya yang berlutut di hadapannya gemetar ketakutan.Tabib Liu membungkukkan tubuhnya lebih dalam, keningnya menghantam lantai dengan bunyi pelan namun terdengar jelas. "T-tuan Muda! Mohon ampuni saya! Saya telah melakukan semua yang diperintahkan. Namun, jika bukan karena pemuda itu, rencana ini pasti sudah berhasil," katanya dengan nada penuh permohonan.Murong Chen menggeram, tangannya yang memegang cangkir teh bergetar hebat hingga cangkir itu retak

    Last Updated : 2025-02-07
  • Legenda Dewa Racun   Bab 12 - Ramuan Pemurnian Qi

    Sementara Du Shen tetap tenang, ekspresinya tidak menunjukkan kesombongan sedikit pun. "Ramuan ini bukanlah sesuatu yang dapat ditemukan dengan mudah, bahkan di antara para alkemis terbaik sekalipun," lanjutnya. "Namun, seperti yang kubilang, dunia ini tidak sempurna. Ramuan ini memiliki batasnya sendiri."Hao Jifeng masih terpaku, pikirannya dipenuhi berbagai rencana. Ramuan ini tidak hanya berharga, tetapi juga bisa menjadi kartu as dalam upaya meningkatkan kekuatan keluarganya di antara klan-klan besar lainnya. Ia tahu, kesempatan seperti ini tidak datang dua kali.Dia, yang sejak tadi menatap ramuan itu dengan penuh kekaguman, akhirnya membuka mulut, suaranya sedikit bergetar karena antisipasi."Lalu, berapa harga jual untuk satu butir ramuan ini, Tuan Shen?" tanyanya, berusaha terdengar tenang, meskipun di dalam hatinya ia sudah bersiap mendengar angka yang akan membuat kantongnya menjerit.Peluh dingin mulai mengalir di pelipisnya. Harapan kecil terbesit dalam benaknya—semoga ha

    Last Updated : 2025-02-08

Latest chapter

  • Legenda Dewa Racun   Bab 95 - Ikatan Jiwa

    Dengan gerakan tenang, Du Shen menggigit ibu jarinya, meneteskan setitik darah segar. Darah itu tidak jatuh ke tanah, melainkan melayang di udara, berpendar dengan cahaya merah tua yang samar dan dikelilingi aura Qi tipis yang berputar perlahan.Rubah itu, yang seolah memahami apa yang Du Shen lakukan, juga menggigit jarinya. Setetes darah kemerahan muncul dan ikut melayang di udara, menyatu dengan tetesan darah Du Shen.Begitu kedua darah itu bertemu, keduanya bergetar, lalu perlahan menyatu membentuk satu gumpalan merah yang bersinar lembut, dikelilingi pusaran energi spiritual yang memancar tenang. Dalam sekejap, gumpalan itu terbelah menjadi dua cahaya kecil yang masing-masing melesat masuk ke dalam tubuh Du Shen dan tubuh rubah ekor sembilan itu.Seketika itu, sebuah koneksi halus namun kuat terjalin di antara mereka. Aura mereka saling menyatu, dan jiwa mereka beresonansi seolah dapat saling memahami satu sama lain.Ritual itu dikenal sebagai Ikatan Jiwa—ikatan sakral yang hanya

  • Legenda Dewa Racun   Bab 94 - Rekan Baru

    Setelah penjelasan panjang lebar dari Zhao Lao mengenai Hutan Kabut Ilusi dan Wilayah Dewa Leluhur, Du Shen hanya mengangguk tenang. Pandangannya dingin namun dalam, seakan memikirkan seribu langkah ke depan. Dengan gerakan pelan, ia memberi isyarat pada Zhao Lao dan muridnya untuk pergi."Terima kasih atas informasinya. Sekarang, kalian boleh pergi," ucapnya singkat.Zhao Lao langsung membungkuk sopan, kemudian menarik lengan muridnya. Namun Han Jue justru mematung, matanya masih menatap lekat ke arah Du Shen—walau tidak berani menatap langsung tepat ke mata pemuda itu. Pupil matanya bergetar halus, seolah dipenuhi keraguan.Sebelumnya, ia begitu yakin bahwa pria ini hanyalah kultivator muda biasa yang tak mengerti betapa luasnya dunia ini. Namun setelah mendengar gurunya yang begitu menghormati Du Shen dan melihat bagaimana makhluk buas itu tunduk padanya, benaknya mulai kacau. Ada sesuatu yang jauh lebih dalam dari sekadar kekuatan—sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan, seperti aura

  • Legenda Dewa Racun   Bab 93 - Permintaan Maaf dan Sedikit Informasi

    Dengan langkah yang terasa berat, Zhao Lao akhirnya memberanikan diri untuk melangkah maju. Wajahnya yang sebelumnya dipenuhi dengan ketegangan kini dipulas dengan ekspresi ragu dan penuh kehati-hatian. Ia sedikit menunduk hormat, lalu mengepalkan kedua tangannya di depan dada sebagai bentuk penghormatan para kultivator."Mohon maafkan tindakan menyinggung kami sebelumnya, Tuan," ucap Zhao Lao, nadanya jauh lebih sopan dan merendah dibandingkan sikapnya beberapa saat lalu. "Kami sungguh tidak tahu dengan siapa kami berhadapan. Jika diperkenankan… bolehkah kami tahu siapa Anda sebenarnya?"Suasana mendadak hening, seolah alam pun menahan napas. Angin yang tadi berhembus lembut kini terasa dingin menusuk kulit, membawa ketegangan yang tak terlihat namun jelas terasa.Du Shen hanya menatapnya diam. Pandangannya dingin, seolah tak terusik sedikit pun oleh perubahan sikap pria tua itu. Namun ada seulas senyum getir yang perlahan mengembang di sudut bibirnya—senyum yang cukup mengintimidasi

  • Legenda Dewa Racun   Bab 92 - Bukan Tandingan

    Di sisi lain, Du Shen mengangkat kepalanya perlahan, menatap Han Jue dan Zhao Lao secara bergantian. Matanya tenang, tapi menyimpan kedalaman yang tak terjangkau."Beraninya kau menghindar dan meremehkan kekuatanku… mati saja kau!" teriak Han Jue, amarah semakin membara di matanya.Teriakannya menggema, membuyarkan lamunan Zhao Lao yang sedari tadi terus mengamati situasi dengan penuh keraguan. Ia sudah bisa melihat ke mana arah pertarungan ini akan berakhir—dan ia tidak menginginkan hal itu terjadu sama sekali.Han Jue bukan murid biasa. Ia adalah anak didik kebanggaannya, salah satu jenius muda di Sekte Azure Dragon, dikenal luas karena kekuatan serta potensinya yang luar biasa. Namun, pemuda yang berdiri di hadapan mereka ini—bukanlah seseorang yang bisa di hadapi oleh muridnya.Zhao Lao menggertakkan giginya. Ia tak boleh membiarkan muridnya terseret lebih jauh dalam konfrontasi ini. Aura yang terpancar dari Du Shen tak berkurang sedikit pun, malah semakin tajam seperti pedang yan

  • Legenda Dewa Racun   Bab 91 - Keraguan Zhao Lao

    Lusinan bilah pedang Qi melesat dari segala arah, mengoyak udara dengan suara siulan tajam. Setiap bilah memancar dalam cahaya merah muda yang menyilaukan, melesat ke arah Du Shen bagaikan hujan kematian yang tak terelakkan.Namun Du Shen segera bergerak dengan lincah, kecepatannya luar biasa hingga mustahil untuk lihat oleh mata biasa. Dalam sekejap, Du Shen membelokkan tubuhnya ke kiri, lalu memutar ke belakang dengan kecepatan yang mengejutkan. Tubuhnya seakan lentur bagai aliran air, melayang di udara dan berputar seperti dedaunan yang menari dihembus angin.Beberapa bilah pedang Qi nyaris menyentuh jubahnya, bahkan sehelai rambutnya pun hampir tertebas, namun tak satu pun dari serangan itu berhasil menyentuhnya. Setiap langkahnya seolah sudah diperhitungkan dengan presisi mutlak, membuatnya tampak seperti bayangan yang menari di antara bilah-bilah mematikan.Han Jue membelalak, nafasnya terasa sedikit tercekat.'Bagaimana bisa?' pikirnya, matanya melebar tak percaya. Ia tahu bet

  • Legenda Dewa Racun   Bab 90 - Provokasi dan Ancaman

    "Kalau iya, memangnya kenapa?" sahut Du Shen, nadanya datar namun menusuk, diselimuti aura dingin dan keangkuhan layaknya anak muda dari kalangan terhormat yang terbiasa berada di atas angin.Seketika udara di sekeliling terasa berat. Kalimat itu, yang terucap dengan begitu ringan, seolah menampar harga diri mereka. Pria tua yang berdiri tegak di balik jubah biru tuanya tampak terdiam beberapa detik. Wajah keriputnya semula tenang, namun kini perlahan mengeras, menampakkan sorot mata gelap penuh tekanan. Ada kilatan kemarahan yang tak bisa ditutupi, meski ia mencoba mempertahankan sikap berwibawa dan bijaknya."Kalau begitu... serahkan saja rubah itu. Kami akan mengurus sisanya," ucapnya pelan namun tajam, seolah kata-katanya adalah perintah yang tak bisa dibantah.Mendengarnya Du Shen hanya mendengus pelan, sudut bibirnya terangkat tipis dalam senyum sinis. Ia melirik sekilas ke arah rubah ekor sembilan yang masih tergeletak di atas tanah, tubuhnya gemetar menahan rasa sakit dari lu

  • Legenda Dewa Racun   Bab 89 - Kemunculan Pria Tua dan Seorang Gadis

    Rubah ekor sembilan. Salah satu binatang buas langka yang tercatat dalam sejarah Benua Yin. Keberadaannya begitu jarang hingga sebagian orang menganggapnya hanya dongeng. Namun kenyataan di depan mata Du Shen berkata lain.Du Shen berdiri terpaku di antara rimbun hutan berkabut, menatap tubuh makhluk itu yang kini tergeletak lemah di atas tanah yang becek oleh darah. Cahaya keemasan yang samar masih memancar dari tubuh binatang itu, rubah ini telah mencapai tingkat kultivasi ranah Golden Core—sebuah pencapaian langka bahkan di antara makhluk-makhluk buas lainnya di dunia ini. Inti roh dan darah rubah ini, jika dimurnikan, bisa menjadi bahan utama dalam pembuatan pil tingkat tinggi atau Artefak tingkat tinggi yang berkualitas.Tak heran jika banyak orang-orang ataupun kultivator ingin memburunya.Tubuh rubah itu tampak compang-camping. Bekas tebasan dan tusukan tampak melekat di seluruh tubuhnya, dengan darah yang terus mengalir tak terkendali. Beberapa jarum perak setipis bulu masih

  • Legenda Dewa Racun   Bab 88 - Rubah Ekor Sembilan

    Di bawah cahaya bulan purnama yang menggantung tinggi di langit malam, sinarnya yang pucat menembus celah dedaunan lebat hutan. Cahaya itu memantul lembut di permukaan kabut tipis yang menggantung rendah, menciptakan ilusi seperti dunia mimpi. Suasana tampak tenang di permukaan, namun Du Shen merasakan kejagalan yang tak bisa dijelaskan.Ia berdiri tegak di atas sebuah batu datar, jubahnya berkibar lembut tertiup angin malam. Matanya menyipit, menatap ke arah barat, tempat hawa yang tidak biasa mulai merambat perlahan. Hidungnya mengendus samar, mendeteksi bau logam tipis bercampur dengan aroma tanah basah."Kabut ini tidak biasa," gumamnya dalam hati. "Seolah-olah mengandung Qi yang terdistorsi… presepsiku bahkan tak bisa menembus lebih dari beberapa kilometer. Sesuatu… atau mungkin seseorang… telah mengacaukan medan spiritual tempat ini."Beberapa detik berlalu. Kemudian, tanah tiba-tiba bergetar, ranting-ranting dan dedaunan kering juga tampak berderak. Suara langkah besar yang me

  • Legenda Dewa Racun   Bab 87 - Kosep Hukum Ruang

    Di dunia ini, kekuatan sejati tidak lahir semata dari tenaga murni, teknik kultivasi kuno, atau tubuh yang diperkuat ribuan kali lipat. Semua itu hanyalah fondasi awal—batu pijakan kasar di jalan panjang menuju pemahaman yang sebenarnya.Di atas semua bentuk kekuatan itu... terdapat sesuatu yang tak terlihat, tak tersentuh, namun mengatur segala hal. Ada yang menyebutnya esensi alam, ada pula yang memanggilnya napas dunia. Tapi, mereka yang telah menyelami kedalaman dunia kultivasi dan membelah batas pikiran menyebutnya dengan satu nama, yaitu: "Hukum".Hukum adalah kebenaran murni, bagaikan benang halus yang menenun keberadaan seluruh alam semesta ini. Tanpa hukum, dunia dan seisinya tak akan pernah berjalan, dan hukum itu sendiri diciptakan untuk mengatur seluruh kehidupan agar berjalan pada tempatnya.Di dunia ini terdapat bergagai jenis hukum, seperti hukum Api yang membakar tanpa ampun, bukan karena suhu, tapi karena ia memahami kehendak akan kehancuran. Begitu pula hukum-hukum l

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status