Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)

Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)

By:  LeeNaGie  Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating
58Chapters
1.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Setelah dua tahun berpisah, akhirnya Arini dan Brandon kembali dipertemukan di sebuah perusahaan. Arini yang sekarang menyandang status janda, menyimpan misteri perceraian yang tidak diketahui oleh Brandon. Merasa iba dengan sahabatnya, Brandon menjodohkan Arini dengan Fahmi. Kedekatan mereka berdua mulai mengusik hati Brandon. Hingga suatu hari ia mengajak Arini untuk saling mengisi kekosongan di atas tempat tidur. "Awas kalau lo jatuh cinta sama gue, Bran." "Nggak bakalan, In. Kita hanya partner di atas ranjang aja. Just for fun, gak boleh baper!" Akankah hubungan Arini dan Brandon benar-benar sebatas di atas ranjang? Ataukah salah satu di antara mereka menjadi pengkhianat atas janji yang telah disepakati? Rintangan apa saja yang akan mereka hadapi?

View More
Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2) Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Agustin Ratnasari
Ditunggu updatenya kak
2024-07-30 21:43:52
1
58 Chapters

BAB 1: Hal yang Mustahil

Seorang wanita berjalan pelan dengan tangan terulur ke depan. Kening berkerut di wajah tirusnya ketika kaki melangkah maju perlahan. Mata yang ditutup kain berwarna hitam sudah jelas tidak bisa melihat apa yang akan ditempuh. Berkat pegangan dari pria yang berada di belakang, ia berhasil memasuki ruang tamu vila yang berukuran besar.“Apaan sih, Bran? Mata gue kok pakai ditutup segala?” desisnya di tengah kebingungan.“Lihat aja nanti. Lo pasti senang bukan main begitu lihat kejutan yang ada di dalam,” bisik Brandon memegang bahu wanita itu.Decakan pelan keluar dari sela bibir mungil berwarna kemerahan milik Arini. Dia terpaksa harus menahan diri, agar tahu kejutan apa yang disediakan oleh Brandon, laki-laki yang telah menjadi sahabatnya sejak sebelas tahun belakangan.Dua tahun berpisah dari sahabat tersayang membuat hari yang dilewati Arini menjadi kelabu. Tidak ada lagi canda dan tawa yang menemani keseharian seperti sebelumnya. Kegagalan pernikahan membuat wanita cantik itu menja
Read more

BAB 2: Upgrade Versi 0.0

Kelopak lebar Arini berkedip pelan mendengar perkataan Brandon barusan. Manik cokelatnya masih beradu tatap dengan netra hitam sayu milik lelaki itu. Perlahan tawa aneh keluar dari sela bibir berwarna ranum tersebut.“Ha … ha … emang ada hubungan di-upgrade? Ada-ada aja lo.” Arini langsung berdiri karena suasana mendadak canggung. “Gue naik dulu ke atas ya. Pegel nih badan. Mau berbaring dulu.”Saat hendak maju satu langkah, Brandon berhasil menangkap tangannya. Dalam satu kali tarikan, Arini duduk lagi di sofa.“Emang lo nggak mau kalau kita upgrade hubungan?”Arini menjepit bibir ketika mengalihkan pandangan ke tempat lain. Tidak ada jawaban yang keluar dari bibirnya.“In?”“Apa?” sahut wanita itu cuek.Brandon mengembuskan napas pelan ketika menggelengkan kepala. Tatapannya masih mengitari paras Arini yang tampak letih.“Istirahat dulu gih. Nanti malam aja kita bahas,” suruhnya segera berdiri, lalu mengulurkan tangan.“Bareng ke atas yuk! Gue juga mau istirahat.” Brandon melirik ke
Read more

BAB 3: Para Fans Brandon

AriniSenyum indah merekah di paras tirus seorang wanita yang sedang berdiri di depan gedung berwarna biru. Kepala menengadah ke atas ketika tarikan napas panjang terdengar dari sela hidung mancungnya. Sepasang lubang tampak menghiasi kedua belah pipi.Hari ini ia kembali bekerja seperti biasa, setelah libur dua hari. Menghabiskan liburan bersama dengan Lisa dan Brandon mampu mengangkat beban di pundaknya. Sekarang, kaki yang dihiasi sepatu kets adidas KW itu bisa melangkah ringan.Ponsel yang bergetar di saku celana jeans menyentakkan lamunan. Tangan ramping berwarna kuning langsat itu merogoh saku, lalu mengeluarkan gadget pipih dari sana. Lagi-lagi kedua lesung pipi muncul ketika bibir mungil Arini tertarik ke samping.Brandon: Hari ini masuk jam 10 ‘kan, In? Tolong take tempat buat gue di sebelah lo sebelum sif 12. :*Arini tergelak singkat melihat emoticon cium yang ada di pesan Brandon barusan. Decakan pelan keluar dari sela bibir saat kepala bergerak ke kiri dan kanan, sehingga
Read more

BAB 4: Minder (Rendah Diri)

BrandonAlih-alih menanyakan tentang kedekatan Arini dan Fahmi, Brandon memilih diam. Dia yakin sahabatnya pasti akan bercerita jika memang ada sesuatu di antara mereka.Begitu mulai bekerja, Brandon memutuskan fokus menangani keluhan pelanggan terlebih dahulu. Dia tidak berbincang dengan Arini, karena khawatir jika nanti melakukan kesalahan dalam memberikan solusi atas masalah yang dihadapi pelanggan.Bekerja di bidang contact center benar-benar membutuhkan fokus maksimal. Harus mampu menganalisa kendala yang alami pelanggan, sehingga bisa memberikan solusi yang tepat. Salah sedikit saja, kerugian bisa terjadi. Alhasil gaji yang diterima per bulan harus dipotong untuk mengganti kerugian materi yang disebabkan kelalaian.Apalagi Brandon dan Arini bekerja di channel chat. Dalam satu kali waktu harus menangani lima pelanggan dengan lima keluhan berbeda juga. Terkadang sering lupa dengan kendala yang ditanyakan. Mereka musti membaca ulang lagi chat sebelumnya, agar ingat masalah yang dih
Read more

BAB 5: Hanya Sebatas Sahabat

Arini“Gue dan Arini itu cuma sahabatan. Kita udah kenal dari SMA, jadi jangan mikir yang aneh-aneh!”Kalimat yang diucapkan Brandon ketika tiba di area kubikel kembali berputar di ingatan Arini. Entah berapa kali diulang bagai kaset kusut sejak ia meninggalkan lantai tujuh beberapa menit lalu.Kenapa, Rin? Ada yang salah? Kok lo kayaknya terganggu sama perkataan Brandon tadi? Bukannya kalian emang hanya sebatas sahabat? protes batinnya menyadarkan.“Faktanya emang gitu, ‘kan?” gumamnya tanpa sadar.“Fakta apa, Rin?” tanya pemilik suara bas yang kini berjalan di sampingnya.Pandangan yang hanya menatap lantai gedung B1 kini berpindah ke kanan. “Eh?”“Kamu lagi pikirkan apa?” Fahmi menghentikan langkah sebelum mendorong jeruji putar berwarna hitam, agar bisa keluar dari gedung.Kepala yang dihiasi rambut panjang diikat ke atas itu menggeleng pelan. Arini tersenyum aneh seraya menggoyangkan kedua tangan.“Nggak ada apa-apa kok, Bang,” sahutnya lalu memegang tali tas ransel yang menggant
Read more

BAB 6: Kedatangan Mendadak Brandon

Brandon“Pulang sekarang, Bran?” tanya pria berkepala plontos ketika melihat Brandon mengambil botol minum.Hanya botol minum yang boleh dibawa ke dalam ruangan. Perusahaan melarang para agent membawa ponsel, dompet dan benda lain. Dikhawatirkan data pelanggan bisa bocor dan disalahgunakan oleh mereka.“Iya, Bang,” jawabnya singkat, “duluan ya.”Brandon langsung meninggalkan ruangan tepat satu menit menjelang pukul 21.00. Kaki panjangnya melangkah cepat menuju loker. Dengan sigap ia mengambil tas, lalu menutupnya lagi. Pikiran yang tidak tenang sejak tadi menuntun pria itu bergerak ke basemen parkiran.Ketika berada di dalam lift, pandangan netra sayu Bran menatap layar ponsel yang menunjukkan ruang chat dengan Arini. Pesan yang dikirim satu jam lalu belum dibalas olehnya. Brandon membuang napas singkat memikirkan alasan pesannya belum dibalas oleh wanita itu.“Apa masih sama Fahmi ya?” duganya memejamkan mata.Begitu pintu lift terbuka, Bran bergegas menuju sepeda motor yang selalu m
Read more

BAB 7: Persyaratan Gila Brandon

AriniMata cokelat lebar Arini membulat sempurna mendengar syarat yang diajukan Brandon. Ini sungguh gila! Bagaimana bisa ia melakukan kencan ganda, apalagi melibatkan Fahmi? Astaga, darah seakan naik ke kepala yang dihiasi rambut hitam panjang itu sekarang. Embusan napas keras ditiupkan ke atas, sehingga poni yang menutupi kening terangkat ke atas.“Nggak mau! Nggak akan pernah!” cetus Arini menggeleng tegas.“Kalau gitu gue juga nggak akan pernah temui cewek-cewek yang disodorin Nyokap,” balas Brandon melipat tangan di depan dada berlagak cuek.“Bran!” protes Arini dengan mata sedikit mengecil.Brandon berdiri lalu melangkah menuju wastafel untuk membersihkan tangan. Perut yang lapar, tidak mengizinkannya untuk berdebat dengan Arini sekarang. Tiba di tempat duduk, pria itu mulai mencampurkan nasi dan ayam goreng yang sudah diolesi saus.Arini ingin mencecar dengan kata-kata, tapi tidak jadi. Dia bisa melihat sahabatnya sedang kelaparan. Kasihan juga jika diomeli, bisa tersedak atau
Read more

BAB 8: Rencana yang Gagal Total

AriniBunyi dering ponsel membangunkan Arini yang sedang tidur lelap. Tangan perlahan meraba bagian samping bantal mencari keberadaan gadget pipih tersebut. Kelopak mata cokelat miliknya terbuka sedikit ketika melihat siapa yang menelepon sepagi ini.“Tante Lisa!” sentaknya membuat kelopak langsung terangkat sempurna.Wanita itu berdeham berkali-kali sebelum menggeser tombol hijau ke atas. “Halo, Tan,” sapanya setelah yakin suara terdengar normal.“Rin. Maaf telepon kamu pagi-pagi,” sahut Lisa terdengar gelisah di seberang sana.“Nggak apa-apa, Tan. Aku juga udah bangun,” balas Arini setengah berbohong. Gengsi jika wanita paruh baya itu tahu kalau dirinya masih tidur pukul 06.00.“Tante boleh minta tolong tidak?”“Iya, Tan. Ada yang bisa aku bantu?”“Brandon tadi telepon Tante, katanya tidak bisa datang hari ini. Lagi demam. Kamu bisa ke apartemennya, Rin? Tante khawatir kenapa-napa.” Lisa mengutarakan maksud dan tujuan menelepon Arini sepagi ini.“Tante lagi di Bandung temani Om, bar
Read more

BAB 9: Rasa yang Aneh

Arini tersentak sehingga tubuhnya mundur ke belakang. Tatapan mata cokelat itu kembali tertumpu dengan netra sayu Brandon. Mereka berbagi pandang dalam waktu yang lama. Suasana ini membuat keduanya bingung. Mendadak aneh.“Gue … mau bikin sarapan dulu. Lo pasti belum makan dari tadi.”Lagi-lagi Brandon menahan tangan Arini. Dia menggeleng pelan. “Bentar lagi Bi Ijah datang bawain makanan.”Wanita itu mengalihkan pandangan ke tempat lain untuk mengurangi rasa gugup. Bingung juga mencari cara untuk mengatasi rasa canggung ini.“In. Gue kedinginan. Bisa tolong ambil selimut di kamar nggak?” pinta Brandon saat badan mulai menggigil.Air muka Arini langsung berganti cemas. Tangannya bergerak meraba kening, pipi hingga leher Brandon.“Ya ampun, panas lo naik lagi, Bran. Beneran udah minum obat?” selidik Arini curiga.Brandon tidak menjawab karena tubuh bergetar bersamaan dengan bibir yang bergerak cepat.“Mending ke kamar aja deh, Bran. Masih kuat ‘kan?”Pria itu mengedipkan mata pelan pert
Read more

BAB 10: Kebablasan

“Gue kabari Bang Fahmi dulu kalau nggak jadi pergi. Kasihan nanti tungguin,” cetus Arini menarik tangannya.Usaha yang dilakukan gagal, karena pegangan Brandon begitu erat. “Lo perhatian banget sama Fahmi. Gue lagi sakit lo marahin,” tudingnya dengan tampang seperti anak kecil.Arini menatap malas. “Kok gitu sih? Gue ‘kan lebih perhatian sama lo. Buktinya langsung datang pas tahu lo demam.”Wanita itu menarik napas panjang, kemudian melepaskan pegangan tangan Brandon. Dia merapikan lagi selimut agar tetap menghangatkan tubuh yang masih gemetar.“Sekarang lo tidur dulu. Gue mau kasih tahu Bang Fahmi.” Arini mengambil handuk kecil yang menempel di kening Brandon, lantas membasahkannya dengan air hangat. Dia meletakkan lagi kain tebal tersebut di kening pria itu sebelum berdiri.“Habis itu ke sini ya. Jangan tinggalin gue.” Brandon menggeleng pelan. “Nggak, lo sarapan dulu gih. Jangan sampai sakit juga gara-gara jagain gue.”Arini mengangguk seraya menegakkan tubuh. “Tidur ya, Bran. Isti
Read more
DMCA.com Protection Status