Share

BAB 4: Minder (Rendah Diri)

Author: LeeNaGie
last update Last Updated: 2024-06-29 16:40:53

Brandon

Alih-alih menanyakan tentang kedekatan Arini dan Fahmi, Brandon memilih diam. Dia yakin sahabatnya pasti akan bercerita jika memang ada sesuatu di antara mereka.

Begitu mulai bekerja, Brandon memutuskan fokus menangani keluhan pelanggan terlebih dahulu. Dia tidak berbincang dengan Arini, karena khawatir jika nanti melakukan kesalahan dalam memberikan solusi atas masalah yang dihadapi pelanggan.

Bekerja di bidang contact center benar-benar membutuhkan fokus maksimal. Harus mampu menganalisa kendala yang alami pelanggan, sehingga bisa memberikan solusi yang tepat. Salah sedikit saja, kerugian bisa terjadi. Alhasil gaji yang diterima per bulan harus dipotong untuk mengganti kerugian materi yang disebabkan kelalaian.

Apalagi Brandon dan Arini bekerja di channel chat. Dalam satu kali waktu harus menangani lima pelanggan dengan lima keluhan berbeda juga. Terkadang sering lupa dengan kendala yang ditanyakan. Mereka musti membaca ulang lagi chat sebelumnya, agar ingat masalah yang dihadapi pelanggan.

“Hari ini kebanyakan kendala pembayaran ya,” desis Arini seraya menekuk pelan jari-jari yang mulai lelah mengetik di atas keyboard laptop.

“Iya nih. Apalagi BRI lagi routing off (kendala pembayaran dikarenakan sistem bank),” sahut Brandon tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop.

Pria itu membaca confluence (semacam wikipedia untuk product knowledge) untuk mencari penanganan kendala.

“Kalau metode pembayarannya BRI langsung eskalasi aja ke tier dua, biar cepet selesai,” saran Brandon melirik sebentar.

Dia bersiap menyalin kalimat cara pemesanan voucher hotel di kolom balasan chat yang ada di aplikasi Zopim (aplikasi yang digunakan oleh customer service chat untuk membalas keluhan pelanggan). Setelahnya, Brandon menekan enter.

Semua agent bisa mengembuskan napas lega menjelang pukul 18.00. Biasanya jam segini incoming chat (sebutan untuk chat masuk) menurun drastis. Sekaranglah saatnya mereka bisa bersantai dan memiliki kesempatan untuk berbincang. Apalagi level supervisor dan manajer operasional (OM) sudah pulang.

Brandon menoleh sebentar ke arah Fahmi berada. Pria itu duduk di bagian ujung kubikel yang mereka tempati sekarang. Sejak tadi, mata sipit Fahmi sering melihat Arini. Pandangan netra sayu itu bergerak ke samping kiri. Arini masih fokus mengerjakan solving tiket (mengubah status summary chat menjadi diselesaikan), karena sebentar lagi pulang.

“In, Fahmi dari tadi lihatin lo tuh,” pancing Brandon berbisik di samping telinga Arini. Dia tidak bisa menahan diri untuk berkata.

Arini menghentikan aktivitas, kemudian melirik ke ujung kanan kubikel. “Lagi kerja tuh,” sahutnya cuek saat tidak mendapati Fahmi melihat ke arahnya.

“Sekarang iya, tadi lihatin lo.”

“Cuma buat pastikan gue nggak diganggu sama lo kali,” cibir Arini menjulurkan sedikit lidah.

Brandon kembali memutar otak agar bisa memancing Arini mengatakan yang sebenarnya. Dengan tingkat kepintaran yang hanya sebatas rata-rata, ia tidak bisa mendapatkan ide. Artinya rencana pria itu bisa dikatakan gagal total.

“Arini, jangan tarik chat lagi. Fokus dengan solving-an tiket,” perintah Fahmi yang sedang menjaga channel chat hari ini.

“Iya, Bang.”

Bibir Brandon berkerut-kerut mendengar perkataan Fahmi barusan.

“Aku nggak disuruh berhenti juga ya, Bang?” goda salah satu agent chat perempuan.

“Kamu pulang masih lama. Tarik chat yang banyak,” balas Fahmi tertawa singkat.

“Huuu … pilih kasih. Sama Kak Arini aja baik banget,” komentar yang lainnya.

Telinga Brandon terasa panas mendengar gurauan yang dialamatkan oleh agent lain kepada Fahmi dan Arini. Ketika ingin mengajak Arini berbicara lagi, wanita itu malah meminta izin ke luar ruangan karena aux (sistem untuk menghitung waktu izin istirahat makan, short break, toilet dan salat) masih tersisa banyak.

“Izin habisin aux dulu, Bang,” ujar Arini sebelum menekan tombol ‘Aux’ di aplikasi.

“Oke. Lanjut.” Fahmi tersenyum manis kepala Arini.

Tanpa berbicara wanita itu bergerak meninggalkan tempat duduk. Sayang juga jika tidak dihabiskan, karena waktu yang tersisa masih banyak. Total waktu yang diberikan oleh perusahaan kepada masing-masing agent untuk beristirahat adalah 90 menit. Mereka harus bijak menggunakan waktu tersebut.

“Eh, Kak Arini itu janda ‘kan ya?” Tiba-tiba terdengar bisik tetangga dari belakang tempat duduk.

“Emang kalau janda kenapa?”

Suara ini cukup akrab di telinga Brandon. Pria itu menoleh sedikit dan mendapati seorang perempuan berambut ikal menatap seram di balik kacamata yang dikenakan. Dia tahu kalau orang itu adalah Siti, teman satu kos Arini.

“Ya aneh aja sih. Udah sok deketin Kak Brandon, sekarang mau deket-deket sama Bang Fahmi.” Kali ini suara pertama yang menanggapi lagi.

Mereka berbicara seperti itu tanpa sadar ada Brandon duduk di belakang. Pria itu berusaha menahan diri untuk tidak berkomentar. Dia ingin tahu orang seperti apa yang menjadi teman satu kos Arini.

“Nggak ada yang aneh kok. Kak Arini itu cantik, jadi wajar deket sama dua cowok cakep seantero TravelAnda. Jangan syirik deh!” tanggap Siti ketus.

Beberapa agent terus berkomentar karena mulai gabut. Ketika incoming chat tidak banyak, para agent hanya menangani dua sampai tiga chat bersamaan, sehingga mereka memiliki waktu untuk bergibah. Berbeda ketika chat masuk naik seperti tadi siang. Jangankan berbicara, untuk mengisi ulang botol minum saja sulit.

“Tapi menurutku sih, lebih baik Kak Arini sama Bang Fahmi daripada Bang Brandon.” Suara lain menimpali. “Bang Fahmi orangnya baik, dewasa dan nggak pernah aneh-aneh. Sedangkan Bang Brandon tahu sendiri gimana?”

Suara sumbang kembali bergumam mengiyakan pendapat agent perempuan yang entah siapa ini, karena Brandon masih membelakangi kubikel yang mereka tempati. Pria itu hanya bisa menggertakkan gigi mendengar apa yang didengarkan barusan. Dia mulai berpikir, apakah itu sebabnya Arini tidak mau menjalin hubungan lebih dari sekedar sahabat?

Lo pasti nggak mau punya suami kayak gue ‘kan, In? Apalagi masa lalu gue buruk banget. Image gue nggak sebagus Fahmi di sini, batin Brandon terdengar menyedihkan.

Pandangan Brandon beralih kepada Fahmi yang serius menatap laptop. Selama satu tahun lebih bekerja di sini, ia mengenal bagaimana kebiasaan pria yang kini menjabat sebagai Team Leader.

Seperti yang dikatakan agent barusan, Fahmi memang tidak pernah aneh-aneh. Menggoda agent wanita saja selama ini tidak pernah. Ketika tiba waktu salat, ia akan segera beribadah. Prestasi di kantor juga bagus. Buktinya bekerja selama enam bulan sebagai agent, Fahmi berhasil naik jabatan menjadi Team Leader.

Brandon mendesah pelan ketika sadar dirinya tidak ada apa-apa dibandingkan dengan Fahmi. Pria itu memutar tubuh sedikit, sehingga bisa melihat siapa saja yang menggibahkan sahabatnya barusan.

“Kalian dengar baik-baik.” Perkataan Brandon membuat beberapa agent perempuan itu langsung mengalihkan perhatian. Mereka terkejut karena baru sadar orang yang dibicarakan ternyata ada di belakang.

“Gue dan Arini itu cuma sahabatan. Kita udah kenal dari SMA, jadi jangan mikir yang aneh-aneh!” tegas Brandon dengan tatapan intimidasi.

“Sekali lagi kalian bergunjing seperti ini  tentang Arini, harus berhadapan sama gue!” sambungnya kemudian.

Tidak ada yang berani berkomentar jika Brandon sudah berbicara. Semua diam seperti ada lem di bibir masing-masing. Hanya Siti yang berani bersuara.

“Rasain, makanya jadi orang jangan julid,” celetuknya kesal.

Ketika memutar balik tubuh menghadap laptop, Brandon terkejut melihat keberadaan Arini yang sudah berdiri di sampingnya. Wanita itu menatap datar sebentar, sebelum duduk lagi di kursi.

“Ti-tiket solve lo udah selesai semua, In?” gagap Brandon tahu arti tatapan Arini.

“Hmmm,” gumam wanita itu singkat.

Arini langsung mengganti status aux, kemudian log-out dari semua aplikasi yang digunakan saat bekerja, karena sudah waktunya pulang.

“Pulang sekarang Arini?” Fahmi tiba-tiba telah berdiri di samping Arini.

Wanita itu tersenyum singkat sebelum mengangguk. “Iya, Bang.”

Setelah mengunci layar monitor, Arini segera berdiri. Dia menoleh sebentar ke arah Brandon. “Gue pulang dulu, Bran,” pamitnya singkat.

Brandon mengangguk dengan seulas senyum paksa. “Hati-hati ya.”

Tilikan netra hitamnya beralih ke arah Fahmi. “Tolong jaga Iin baik-baik ya, Bang,” pintanya nyaris tercekat.

Dia hanya merelakan Arini berjalan meninggalkan floor bersama Fahmi. Walau hati meronta, Brandon tidak bisa berbuat apa-apa. Yang diinginkannya sekarang adalah kebahagiaan sahabat yang sangat disayangi.

Mungkin Fahmi adalah orang yang tepat buat lo, In. Maaf kalau gue sempat kepedean waktu minta lo buat upgrade hubungan, lirih Brandon di dalam hati.

Bersambung....

Related chapters

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   BAB 5: Hanya Sebatas Sahabat

    Arini“Gue dan Arini itu cuma sahabatan. Kita udah kenal dari SMA, jadi jangan mikir yang aneh-aneh!”Kalimat yang diucapkan Brandon ketika tiba di area kubikel kembali berputar di ingatan Arini. Entah berapa kali diulang bagai kaset kusut sejak ia meninggalkan lantai tujuh beberapa menit lalu.Kenapa, Rin? Ada yang salah? Kok lo kayaknya terganggu sama perkataan Brandon tadi? Bukannya kalian emang hanya sebatas sahabat? protes batinnya menyadarkan.“Faktanya emang gitu, ‘kan?” gumamnya tanpa sadar.“Fakta apa, Rin?” tanya pemilik suara bas yang kini berjalan di sampingnya.Pandangan yang hanya menatap lantai gedung B1 kini berpindah ke kanan. “Eh?”“Kamu lagi pikirkan apa?” Fahmi menghentikan langkah sebelum mendorong jeruji putar berwarna hitam, agar bisa keluar dari gedung.Kepala yang dihiasi rambut panjang diikat ke atas itu menggeleng pelan. Arini tersenyum aneh seraya menggoyangkan kedua tangan.“Nggak ada apa-apa kok, Bang,” sahutnya lalu memegang tali tas ransel yang menggant

    Last Updated : 2024-06-29
  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   BAB 6: Kedatangan Mendadak Brandon

    Brandon“Pulang sekarang, Bran?” tanya pria berkepala plontos ketika melihat Brandon mengambil botol minum.Hanya botol minum yang boleh dibawa ke dalam ruangan. Perusahaan melarang para agent membawa ponsel, dompet dan benda lain. Dikhawatirkan data pelanggan bisa bocor dan disalahgunakan oleh mereka.“Iya, Bang,” jawabnya singkat, “duluan ya.”Brandon langsung meninggalkan ruangan tepat satu menit menjelang pukul 21.00. Kaki panjangnya melangkah cepat menuju loker. Dengan sigap ia mengambil tas, lalu menutupnya lagi. Pikiran yang tidak tenang sejak tadi menuntun pria itu bergerak ke basemen parkiran.Ketika berada di dalam lift, pandangan netra sayu Bran menatap layar ponsel yang menunjukkan ruang chat dengan Arini. Pesan yang dikirim satu jam lalu belum dibalas olehnya. Brandon membuang napas singkat memikirkan alasan pesannya belum dibalas oleh wanita itu.“Apa masih sama Fahmi ya?” duganya memejamkan mata.Begitu pintu lift terbuka, Bran bergegas menuju sepeda motor yang selalu m

    Last Updated : 2024-07-22
  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   BAB 7: Persyaratan Gila Brandon

    AriniMata cokelat lebar Arini membulat sempurna mendengar syarat yang diajukan Brandon. Ini sungguh gila! Bagaimana bisa ia melakukan kencan ganda, apalagi melibatkan Fahmi? Astaga, darah seakan naik ke kepala yang dihiasi rambut hitam panjang itu sekarang. Embusan napas keras ditiupkan ke atas, sehingga poni yang menutupi kening terangkat ke atas.“Nggak mau! Nggak akan pernah!” cetus Arini menggeleng tegas.“Kalau gitu gue juga nggak akan pernah temui cewek-cewek yang disodorin Nyokap,” balas Brandon melipat tangan di depan dada berlagak cuek.“Bran!” protes Arini dengan mata sedikit mengecil.Brandon berdiri lalu melangkah menuju wastafel untuk membersihkan tangan. Perut yang lapar, tidak mengizinkannya untuk berdebat dengan Arini sekarang. Tiba di tempat duduk, pria itu mulai mencampurkan nasi dan ayam goreng yang sudah diolesi saus.Arini ingin mencecar dengan kata-kata, tapi tidak jadi. Dia bisa melihat sahabatnya sedang kelaparan. Kasihan juga jika diomeli, bisa tersedak atau

    Last Updated : 2024-07-23
  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   BAB 8: Rencana yang Gagal Total

    AriniBunyi dering ponsel membangunkan Arini yang sedang tidur lelap. Tangan perlahan meraba bagian samping bantal mencari keberadaan gadget pipih tersebut. Kelopak mata cokelat miliknya terbuka sedikit ketika melihat siapa yang menelepon sepagi ini.“Tante Lisa!” sentaknya membuat kelopak langsung terangkat sempurna.Wanita itu berdeham berkali-kali sebelum menggeser tombol hijau ke atas. “Halo, Tan,” sapanya setelah yakin suara terdengar normal.“Rin. Maaf telepon kamu pagi-pagi,” sahut Lisa terdengar gelisah di seberang sana.“Nggak apa-apa, Tan. Aku juga udah bangun,” balas Arini setengah berbohong. Gengsi jika wanita paruh baya itu tahu kalau dirinya masih tidur pukul 06.00.“Tante boleh minta tolong tidak?”“Iya, Tan. Ada yang bisa aku bantu?”“Brandon tadi telepon Tante, katanya tidak bisa datang hari ini. Lagi demam. Kamu bisa ke apartemennya, Rin? Tante khawatir kenapa-napa.” Lisa mengutarakan maksud dan tujuan menelepon Arini sepagi ini.“Tante lagi di Bandung temani Om, bar

    Last Updated : 2024-07-24
  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   BAB 9: Rasa yang Aneh

    Arini tersentak sehingga tubuhnya mundur ke belakang. Tatapan mata cokelat itu kembali tertumpu dengan netra sayu Brandon. Mereka berbagi pandang dalam waktu yang lama. Suasana ini membuat keduanya bingung. Mendadak aneh.“Gue … mau bikin sarapan dulu. Lo pasti belum makan dari tadi.”Lagi-lagi Brandon menahan tangan Arini. Dia menggeleng pelan. “Bentar lagi Bi Ijah datang bawain makanan.”Wanita itu mengalihkan pandangan ke tempat lain untuk mengurangi rasa gugup. Bingung juga mencari cara untuk mengatasi rasa canggung ini.“In. Gue kedinginan. Bisa tolong ambil selimut di kamar nggak?” pinta Brandon saat badan mulai menggigil.Air muka Arini langsung berganti cemas. Tangannya bergerak meraba kening, pipi hingga leher Brandon.“Ya ampun, panas lo naik lagi, Bran. Beneran udah minum obat?” selidik Arini curiga.Brandon tidak menjawab karena tubuh bergetar bersamaan dengan bibir yang bergerak cepat.“Mending ke kamar aja deh, Bran. Masih kuat ‘kan?”Pria itu mengedipkan mata pelan pert

    Last Updated : 2024-07-25
  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   BAB 10: Kebablasan

    “Gue kabari Bang Fahmi dulu kalau nggak jadi pergi. Kasihan nanti tungguin,” cetus Arini menarik tangannya.Usaha yang dilakukan gagal, karena pegangan Brandon begitu erat. “Lo perhatian banget sama Fahmi. Gue lagi sakit lo marahin,” tudingnya dengan tampang seperti anak kecil.Arini menatap malas. “Kok gitu sih? Gue ‘kan lebih perhatian sama lo. Buktinya langsung datang pas tahu lo demam.”Wanita itu menarik napas panjang, kemudian melepaskan pegangan tangan Brandon. Dia merapikan lagi selimut agar tetap menghangatkan tubuh yang masih gemetar.“Sekarang lo tidur dulu. Gue mau kasih tahu Bang Fahmi.” Arini mengambil handuk kecil yang menempel di kening Brandon, lantas membasahkannya dengan air hangat. Dia meletakkan lagi kain tebal tersebut di kening pria itu sebelum berdiri.“Habis itu ke sini ya. Jangan tinggalin gue.” Brandon menggeleng pelan. “Nggak, lo sarapan dulu gih. Jangan sampai sakit juga gara-gara jagain gue.”Arini mengangguk seraya menegakkan tubuh. “Tidur ya, Bran. Isti

    Last Updated : 2024-07-26
  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   BAB 11: Double Date

    AriniBeberapa hari kemudianSepasang mata cokelat mengerjap perlahan saat mendengar ponsel berdering. Jemari panjang nan ramping kuning langsat bergerak mengambil ponsel di samping bantal. Kernyitan muncul di antara alis ketika pandangan terpaku ke layar gadget pipih tersebut.“Bran,” gumamnya berusaha menghalau kantuk yang masih terasa.“Tumben telepon pagi-pagi,” sapa Arini setelah menggeser tombol hijau.“Pengin denger suara lo pertama kali, In.” Suara serak Brandon sudah mewakili tanda ia baru saja bangun tidur.Kerutan di kening Arini semakin rapat. “Maksudnya.”“Ya, pengin suara lo yang pertama kali gue denger pas bangun tidur,” jelas Brandon diiringi tawa renyah, tapi terdengar malas khas orang bangun tidur.Arini berdecak seraya mengubah posisi tidur menjadi telentang. “Udah, ‘kan? Gue mau mandi dulu.”“Belum.”Kali ini wanita tersebut mendesah pelan. Andai sekarang ia menelepon pacar atau suaminya tentu ia akan senang mendengar kalimat yang dilontarkan Brandon. Namun, Arini

    Last Updated : 2024-07-27
  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   BAB 12: Gejolak

    “Gue kangen ayam kecap buatan lo, In.”Itulah yang dikatakan Brandon agar Arini setuju pulang dengannya. Sumpah demi apapun, ia terganggu dengan kehadiran Fahmi di sisi sahabatnya. Jika sebelumnya Bran semangat menjodohkan pria itu dengan Iin, tapi sekarang berbeda. Dia benar-benar tidak mau melihatnya lagi di dekat wanita itu.Arini tetaplah sama dengan sebelumnya, yang menjadikan Brandon sebagai prioritas utama. Sejak dulu, ia tidak bisa menolak jika Bran sudah meminta sesuatu. Begitu kuat ikatan persahabatan yang terjadi di antara mereka.“Maaf, Bang. Kita ngobrolnya lain kali ya?” ucap Arini merasa bersalah kepada Fahmi, sebelum mereka pergi dari restoran. Dia bisa melihat kekecewaan yang tergambar di wajah pria itu.Namun, Fahmi mengerti kenapa Arini memilih pulang bersama dengan Brandon dibandingkan dengannya. Dia lebih dewasa dari sepasang sahabat tersebut, sudah seharusnya mampu berpikir dengan jernih. Mereka sudah bersahabat sejak lama, sementara ia hanya pendatang dan tidak

    Last Updated : 2024-07-28

Latest chapter

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   SPECIAL CHAPTER: LISA - SANDY

    LISAAku menatap nanar sesosok tubuh yang kini terbaring lemah di tempat tidur ruangan ICU. Pria yang menjadi cinta dalam hidup dan ayah dari putraku tak sadarkan diri dua minggu belakangan. Mas Sandy pingsan setelah Bran menyerahkan bukti penggelapan dana yang melibatkan istri mudanya, Ayu.Kalian benar, selama enam tahun belakangan diri ini dimadu olehnya. Aku tak pernah mendunga sebelumnya Mas Sandy akan mengkhianati cinta kami dengan menikahi wanita lain yang usianya jauh lebih muda dariku, apalagi seusia dengan putra kami, Brandon.Jangan ditanya lagi betapa hancur hati ini saat tahu dia menikah lagi, tapi ternyata itu tak mampu membuatku membencinya. Rumah tangga yang kami bina selama dua puluh lima tahun dengan penuh cinta mampu membuatku memaafkannya. Ya, aku sangat mencintai pria itu.“Maafkan Mas, Lis. Mas sungguh tidak ingin mengkhianati cinta kita, tapi kejadian itu membuatnya hamil. Mas harus bertanggung jawab,” ucap Mas Sandy ketika aku tahu pengkhianatannya.Ayu, maduku

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   Extra Part 2: Kebahagiaan

    Beberapa bulan kemudianEnam pasang mata melihat sesosok bayi yang sedang tertidur pulas di dalam box yang kini berada di ruang tamu. Keenam orang itu mengelilingi dengan tatapan takjub ke arah Elfarehza, putra pertama Arini dan Brandon.“Aku pengin punya anak juga!” seru Siti sambil bertepuk sekali.“Nikah gih. Udah ada calonnya ini. Tunggu apa lagi?” ledek Edo yang berdiri di sebelah Widya.“Kalian jangan pacaran lama-lama. Buruan nikah,” cetus Arini semangat.Mereka berenam melihat ke arah Arini yang sedang bermain dengan Rezky, putra Moza. Batita itu sangat bahagia bisa bertemu lagi dengannya. Ternyata Arini tipe wanita yang dengan mudah mencuri perhatian anak-anak. Buktinya Rezky dan Farzan langsung lengket dengan perempuan itu.Keenam tamu tersebut mengambil duduk di tempat masing-masing, meninggalkan El—panggilan Elfarehza—yang masih tidur pulas di dalam box.“Bang Edo dan Widya kapan mau nikah?” tanya Arini menyipitkan mata ke arah mereka.Betul sekali, Edo dan Widya menjalin

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   Extra Part 1: Pernikahan Keysa

    Memasuki usia kandungan delapan bulan, Arini mulai diserang gangguan tidur. Posisi tidur terasa tidak nyaman membuatnya sebentar miring ke kiri dan sebentar ke kanan. Ketika telentang, ia kesulitan bernapas. Alhasil pagi ini ia masih mengantuk.Keinginan untuk tidur lagi setelah salat Subuh, tidak bisa terwujudkan. Empat jam lagi, ia akan berangkat ke pesta pernikahan Keysa. Artinya, ini adalah kesempatan Arini bertemu dengan produser idola. Siapa lagi jika bukan Raline Rahardian yang merupakan sahabat karib mantan atasannya tersebut.Keysa yang tidak tahu tentang kehamilan Arini malah memintanya menjadi pagar ayu dan mengirimkan kebaya lima hari lalu. Jelas saja kebaya tersebut tidak muat di tubuh Arini yang sudah melar. Belum lagi kandungan yang membesar. Alhasil, ia harus meminta bantuan Georgio untuk membuat ulang gaun yang sama.“Konyol nggak sih pagar ayu lagi hamil?” celetuk Arini merasa aneh saat Keysa kekeh memintanya jadi pagar ayu, meski sudah tahu ia sedang hamil.“Sekali-

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   BAB 100: Menuai Hasil Perbuatan Sendiri

    Pagi harinya, Arini terbangun dengan perasaan masih belum percaya kalau Brandon benar-benar ada di sampingnya. Pria itu tidur dengan rambut gondrong yang tidak diikat. Ternyata apa yang terjadi tadi malam bukanlah mimpi.Arini juga ingat bagaimana mereka melepas kerinduan tadi malam sampai bercinta di kamar mantan pacar Brandon. Jika diingat-ingat malu juga melakukannya di sana. Namun, tiga bulan sepi yang dilalui tidak mengizinkan mereka menunggu sampai tiba di apartemen.Mereka mengisi malam dengan berbagi cerita, termasuk bagaimana Brandon bisa tahu kalau Arini ada di rumah Moza. Barulah Arini tahu, kalau pria itu pernah melihat postingan Moza dan mendengar suaranya ketika menelepon.“Ibu hamil yang gue lihat di Teras Kota, anak kecil usia tiga tahunan, suara Moza waktu gue telepon lo sampai postingan foto hasil USG di IG Moza. Semuanya tuntun gue sampai temukan tempat lo sembunyi, In,” papar Brandon tadi malam.Selesai mandi, Arini dan Brandon langsung pamitan kepada Moza dan Suke

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   BAB 99: Mengetahui Kebenaran

    AriniArini tenggelam dalam pikiran sendiri. Dia masih ingat dengan pertemuan yang tidak disengaja tadi siang. Pria itu pasti Brandon, ia tidak mungkin salah mengenali suaminya sendiri. Meski penampilan orang tersebut berbeda dari biasa, tapi Arini yakin kalau sosok yang dilihat tadi adalah Brandon.Hatinya remuk menyaksikan kebahagiaan yang terpampang nyata. Sheila tersenyum lebar, begitu juga Brandon. Mereka tampak seperti pasangan suami istri yang bahagia dan saling mencintai. Apakah itu berarti Brandon sudah benar-benar melupakannya?“Lo harus pastikan dulu, Rin. Jangan berpikiran macam-macam sebelum semuanya jelas.” Begitu kata Moza beberapa jam lalu.“Gimana kalau mereka beneran jatuh cinta, Moz?”“Ya itu risiko. Lo yang biarkan mereka nikah dengan alasan kasihan sama Tante Lisa. Sekarang hadapi, jangan lari,” tegasnya sambil memegang bahu Arini yang rapuh. “Pilihannya ada dua. Tetap berada di samping Brandon apapun yang terjadi atau lo boleh balik lagi ke sini. Gue dengan senan

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   BAB 98: Petunjuk-petunjuk yang Diabaikan

    BrandonBrandon termenung sepanjang perjalanan kembali ke Jakarta. Entah kenapa, ia terus memikirkan ibu hamil yang dilihat bersama dengan anak kecil tadi. Jelas-jelas itu bukan Arini. Jika benar, siapa anak kecil itu?Dia tahu persis Arini tidak memiliki sanak saudara, apalagi kenalan yang tinggal di daerah itu. Dugaan tersebut langsung dienyahkan Brandon. Mungkin karena sangat merindukan istrinya, sehingga berpikir wanita tadi mirip dengan Arini.Mata sayu itu terpejam ketika kepala bersandar nyaman di kursi belakang kendaraan. Otak Brandon dipaksa berpikir keras di mana istrinya berada. Ke mana lagi ia harus mencari wanita itu? Dia bahkan meminta bantuan detektif swasta untuk mencari, tapi masih belum ada kabar sampai sekarang.Terlalu berisiko jika melaporkan kepada polisi, karena bisa menimbulkan kehebohan di media elektronik dan cetak. Yunus dan Asma akan tahu kalau Arini tidak bersama dengannya sekarang. Asma jelas belum tahu perihal kepergian Arini, karena tidak menghubungi Br

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   BAB 97: Hanya Ilusi?

    AriniTiga bulan kemudian.Pagi ini Arini terbangun dengan kehampaan di dalam diri. Tidak ada Brandon yang memeluk dan mengucapkan selamat pagi, juga memberi kecupan di kening seperti yang kerap dilakukannya. Brandon, barangkali lelaki itu sudah hidup bahagia dengan Sheila sekarang. Itulah yang ada di pikirannya.Sedetik kemudian Arini menepisnya. Dia percaya kalau Brandon tidak akan menjalankan peran sebagai suami sungguhan untuk Sheila. Ah, tiga bulan lamanya ia pergi meninggalkan sang suami. Mustahil jika pria itu tidak menyalurkan hasrat biologis yang kuat.Tubuh Arini tiba-tiba bergetar membayangkan semuanya. Jari-jarinya bergerak membelai perut yang sudah terlihat. Senyum dipaksa terbit di wajah yang sedikit berisi. Apapun yang terjadi, ia harus bertahan demi anak yang ada di dalam kandungan.“Kamu kangen sama Papi ya, Sayang?” bisiknya tadi pagi, “Mami juga kangen banget. Sabar ya. Nanti kalau udah lahir, kamu bisa ketemu sama Papi.”Begitulah Arini menghibur diri setiap pagi k

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   BAB 96: From Enemy to Best Friend

    AriniSepasang kelopak lebar mulai mengerjap. Perlahan dua manik cokelat mulai terlihat memancarkan kesedihan yang mendalam. Tangan ramping dihiasi kulit kuning langsat itu meraba ke sisi kiri tempat tidur yang kosong. Rasa rindu yang membelit beberapa hari ini sungguh sulit untuk diredam.“Gue kangen sama lo, Bran,” bisik Arini dengan mata berkaca-kaca.Dia mulai melow lagi saat ingat dengan suami tercinta. Apalagi hari ini adalah hari pernikahan Brandon dengan Sheila. Pandangan netranya beralih ke jam dinding yang berada di dinding atas meja rias kamar Moza. Pernikahan itu seharusnya diselenggarakan tiga jam lagi, tepat pukul 10.00.Mata Arini terpejam rapat saat terus berusaha menyabarkan hati dan menerima semua dengan lapang dada. Sementara ia tidak bisa kembali ke sisi Brandon sampai bayi yang dikandung lahir.“Rin.” Terdengar suara Moza diselingi ketukan pintu kamar.“Ya?” sahutnya berusaha bangkit.Kepala kembali berdenyut membuat tubuhnya enggan beranjak ke posisi duduk. Setia

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   BAB 95: Cinta yang Hilang

    BrandonTiga hari ini Brandon tidak henti mencari keberadaan Arini. Dia menghubungi Siti, Widya dan teman-teman yang lain, tapi tetap saja tidak ada yang tahu di mana wanita itu berada sekarang. Ingin menghubungi Asma di Bukittinggi, tapi diurungkan. Mustahil istrinya pulang ke sana setelah dibuang oleh keluarga sendiri.Rindu yang menggebu bercampur rasa takut membuat batin Brandon tidak tenang. Akhirnya, ia kehilangan lagi wanita yang sangat dicintai.“Lo udah janji nggak akan tinggalin gue, In,” desah Brandon di balik meja kerja.Sejak Arini pergi, semangat untuk bekerja menurun drastis. Gairah hidup seakan direnggut pergi bersama dengan wanita tersebut. Setiap malam ia selalu merindukan sang istri. Ah, lebih tepatnya di setiap aliran darahnya, ia rindu Arini. Detak jantung Brandon pun menyerukan namanya.“Pulang, In,” gumamnya penuh harap.Brandon mengambil ponselnya lagi dan mencoba menghubungi Arini, tapi hasilnya tetap nihil. Nomor sang istri masih belum aktif. Dia mengirimkan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status