Salwa kira Kaif akan mencintainya seiring berjalan waktu meski mereka menikah karena perjodohan. Akan tetapi, Salwa salah. Kehadiran cinta pertama sang suami menyadarkan Salwa akan posisinya. Hanya saja, mengapa Kaif tampak tak senang saat ia memilih menyerah dan meminta cerai?
Lihat lebih banyakSalwa membuka pintu dengan wajah yang terlihat tegang dan nafasnya sedikit tercekat. Di depannya, Pak Mahdi dibantu masuk oleh seorang pria ber-masker dan bertopi, yang tak lain adalah Kaif, dan Salwa belum menyadarinya. "Ya Allah, Bapak kenapa?" pekik Salwa perasaan khawatir bercampur panik. Di sisi lain, seorang wanita paruh baya yang merupakan istri Pak Mahdi, terdengar dari samping toko, "Ada apa, Nduk?" tanyanya dengan suara yang serak, khawatir tergambar jelas di wajahnya. " Bapak, Bu," jawab Salwa, suaranya gemetar. Dengan sigap, Bu Nia melangkah ke arah mereka, kepalanya terangguk memberi isyarat. "Ayo, dibawa masuk," perintahnya lembut namun pasti. Dengan langkah yang teratur dan penuh perhatian, Kaif menggiring Pak Mahdi menuju kamar, menaruhnya perlahan di kasur tua yang bersuara keriatan. "Ibu ambil air minum dulu," ucap Bu Nia, bersiap meninggalkan ruangan. "Biar aku saja, Bu. Ibu temanin Bapak saja," sahut Salwa cepat, mencoba mengurangi beban sang ibu. Dengan
"Ini, Bu Nisa, hanya sisa lauk ini. Apakah cukup?" DeghKaif yang awalnya sibuk dengan ponselnya, seketika mendongak. Suara lembut itu menusuk kalbu, menggema dalam relung hatinya yang paling dalam, membuat detak jantungnya berhenti sejenak.Napas Kaif tersengal, matanya langsung berkaca-kaca ketika pandangannya tertuju pada sosok perempuan yang selama ini ia cari keberadaannya. Maliha Ana Salwa, begitulah nama perempuan yang kini sedang berdiskusi dengan Bu Nisa itu. Sungguh, dia adalah istrinya yang telah lama hilang dari pelukannya. "Tolong letakkan ini di sana, Ya mbak? Tangan saya kotor," pinta Bu Nisa dengan lembut. "Tentu, Bu," sahut Ana, yang tak lain adalah Salwa.Kaif lngsung menundukkan kepala, bukan karena tidak ingin menatap istrinya, tetapi dia masih terbelenggu oleh permintaan terakhir Salwa yang terpahat di memorinya. Dia ingin mendekatinya dengan segala kesopanan, tidak ingin membuat Salwa terkejut dengan kehadirannya. Dari kejauhan, Kaif merasakan detak langka
Di tengah keheningan desa yang tersembunyi jauh dari hiruk pikuk kota, Kaif menemukan tempat yang dia yakini sebagai janji suci yang harus dipenuhinya. "Desa ini sempurna, Pak Sandi. Hanya memiliki surau, sehingga pembangunan Masjid akan membawa banyak berkah bagi warga di sini," ujar Kaif dengan penuh keyakinan. Misi Kaif bukan sekadar membangun sebuah struktur fisik. Itu adalah nazar yang terbentuk dari perjuangan dan doa saat ia berjuang melawan sakit yang hampir merenggut nyawanya. "Jika saya diberi kesempatan kedua untuk hidup, maka saya akan membangun sebuah masjid," itulah janjinya. Pak Sandi, pria yang dipercayai Kaif untuk mencari lokasi yang ideal, mengangguk mengerti. "Desa ini memang tidak banyak diketahui oleh banyak orang, sehingga untuk mendapatkan bantuan saja terasa sulit. Tapi itulah yang menjadikannya tempat yang pas. Masjid di sini akan menjadi pusat komunitas yang solid," kata Pak Sandi sambil menyelidiki sekeliling. Kaif menarik napas dalam, mencermati ha
Usai telepon terputus, napas Kaif terhembus lega. Ia menginstruksikan supirnya untuk bergerak cepat kembali ke Jakarta. Salwa, istrinya, tidak ada di kampung halamannya, dan kini Kaif harus memutar otak untuk menemukannya. Pikirannya bergejolak, dan setiap detik terasa seperti berjalan di atas bara api. Ke mana harus mencari? Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi padanya? Linglung dan gelisah, Kaif terus menerus meminta perlindungan dari Yang Maha Kuasa, berharap agar istrinya ditemukan dalam keadaan selamat. "Setelah ini, Tuan Kaif akan mencari Non Salwa dimana?" tanya Pak Toha memecah keheningan. Kaif yang duduk di sampingnya, mengalihkan pandangan pada Pak Toha dan berkata, "Salwa tidak memiliki banyak kenalan di Jakarta, tapi ada satu orang yang dia kenal." "Siapa, Tuan?" "Tambah kecepatannya, Pak Toha," perintah Kaif. *** "Baru mencari dia sekarang? Dulu kemana saja anda, Tuan Kaif? Saat di depan mata anda abaikan, tapi setelah pergi kau mencarinya. Perbuatan
Amukan Hasbi tak terkendali ketika Kaif membongkar semua kebenaran yang menyakitkan. Tubuh Kaif layu tanpa daya menyerah pada hantaman demi hantaman yang dilancarkan oleh Hasbi. "Kenapa adikku harus terjebak menikah dengan orang sepertimu? Dia begitu lugu, dia rela disalahkan hanya demi menuruti suaminya yang bangsat ini," ujar Hasbi dengan mata yang memerah dan air mata yang meleleh tanpa bisa ia tahan. Penyesalan mendalam terpancar dari raut wajah Hasbi yang sekarang terguncang oleh kesadaran yang datang terlambat. Dia sendiri yang dulu meninggalkan adiknya, menampar bahkan melarangnya untuk pulang. Dengan suara yang bergetar, dia berbisik pilu, "Astaghfirullah, adikku..." Tangannya tak henti-hentinya menghujam ke tubuh Kaif yang kian memar, seraya mengabaikan setiap bisikan penyesalan dan permohonan maaf Kaif. Keadaan semakin kacau hingga tiba-tiba Siti muncul bagai oasis di tengah padang pasir. Dengan nafas tersengal, dia menerobos ke dalam dan dengan berani menghalau suaminy
"Menurut pak Toha, istriku sudah melahirkan apa belum ya?""Istri yang mana ya, Tuan?" tanya pak Toha dengan hati-hati, kawatir pertanyaannya menyinggung Kaif."Siapa lagi kalau bukan, Salwa. Hanya dia istriku," kata Kaif."Saya kurang tahu, Tuan. Tapi kemungkinan belum tuan. Kalau tidak salah sekarang kandungan Nona Salwa berusia 8 bulan. Karena saya pernah mendengar pembicaraan Nona Salwa dengan Bi Maryam empat bulan yang lalu," jelas Pak Toha.Ucapan panjang Pak Toha membuat Kaif tersenyum tipis.'Maaf Salwa, aku tidak bisa menuruti keinginanmu,' batin Kaif.***Mendung tebal dan jalanan yang semrawut menyelimuti hati Kaif, membuat langkahnya terhenti. Dengan berat hati, ia memutuskan untuk menunda perjalanan dan beristirahat di sebuah penginapan, karena perhitungannya, ia akan sampai di rumah Salwa pukul sepuluh malam. Waktu yang sangat larut di kampung halamannya, dimana nyaris semua jiwa telah terlelap dalam dinginnya malam. Matahari belum sepenuhnya menyingkap tirai fajarnya
"Jaga batasanmu, Hana!" ucap Kaif dengan suara yang keras. Pak Toha, yang menyaksikan adegan itu, merasa kebingungan yang dalam. Kerutan di keningnya semakin dalam. Bukankah Hana adalah istri Kaif? Hana, dengan mata berkaca-kaca, berlutut di hadapan Kaif. "Mas, maafkan aku, aku khilaf. Berikan aku kesempatan lagi," rayunya dengan suara serak. "Demi anak yang sedang aku kandung ini, aku memohon." Situasi itu terasa memotong napas, menebar aroma konflik yang mendalam dan menyayat hati di udara sore itu. Hana terduduk lemah, seraya menyimpan sejuta harapan dan penyesalan.Menunggu jawaban dari Kaif yang masih terpaku, terhujam dalam dilema yang menyelimuti kesenyapan yang sejatinya penuh dengan kenangan mereka berdua."Anak siapa? Benih dari laki-laki bajingan itu yang harus aku kasihani?" Kaif menatap wajah Hana dengan tatapan tidak suka. "Sekarang pergi dari rumah saya, hubungan kita sudah berakhir satu bulan yang lalu!""Tidak, Mas. Aku masih ingin mempertahankan pernikahan ini,"
Salwa menatap kosong seluruh ruang di rumah Sofia yang kini sunyi, terasa semakin hampa setiap detiknya. Dengan ketegaran yang membara, dia menyusun barang-barangnya satu per satu, tanpa kepastian tentang ke mana langkah selanjutnya akan mengarah. Memikirkan pulang ke kampung halamannya bukanlah pilihan, saudaranya sudah menutup pintu untuknya. "Hei, Nak. Kita pergi dari rumah ini, selalu temani mama ya, Nak," gumam Salwa lembut sambil mengelus perutnya yang kian membesar, berharap masa depan cerah untuk buah hatinya. Ketika Salwa melangkahkan kaki keluar kamar, pandangannya menyusuri setiap sudut yang kini hanya berbekas kenangan. Tiba-tiba, suara familiar menghentikan langkahnya. "Non Salwa." Suara Bi Maryam terdengar memanggil dari kejauhan. "Bibi masih belum pulang kampung?" tanya Salwa dengan nada lembut. "Sebentar lagi, Non," sahut Bi Maryam, nada suaranya menenangkan. Salwa tersenyum pahit, "Hati-hati, Bi'." "Non Salwa, mari ikut bibi pulang ke rumah bibi di kampung
"Ma, boleh aku ikut ke bandara, aku mohon," pinta Salwa pada Sofia, saat Kaif sudah ada di dalam mobil ambulance. Awalnya Sofia ingin menolak, tapi ia berubah fikiran hingga mengizinkan Salwa untuk ikut mengantar. Waktu seperti berlalu begitu cepat, saat ini mereka sudah ada di bandara. Sofia akan membawa Kaif ke Amerika dengan menggunakan pesawat khusus , dimana pesawat itu sudah dilengkapi dengan alat medis. Pada saat detik-detik Kaif dan Sofia bersiap memasuki pesawat, kesedihan semakin menyelimuti Salwa. Perpisahan yang akan terjadi begitu nyata hingga membuat dadanya sesak, dan jantungnya seolah tertindih beban berat. "Kaif, apa kamu merasa baik-baik saja?" Sofia memecah kesunyian sambil memandang Kaif yang berusaha menggerakkan - gerakkan jemarinya sehingga wajah pria itu memerah karena terlalu memaksa. Dengan gerakan yang teramat pelan, Salwa membungkuk di hadapan Kaif, kedua tangan lembutnya menyentuh tangan Kaif dengan penuh kasih. "Kenapa, Tuan? Apakah ada yang
“Salwa!!!"Seorang gadis yang sedang berkutat dengan peralatan dapur hanya bisa menghela napas, saat teriakan itu mengejutkannya.Selalu saja seperti ini. Padahal, pendengarannya tidaklah bermasalah.Gegas, Salwa mematikan kompor, lalu melangkah menuju ke arah suara itu—kamar suaminya.Ya, satu minggu yang lalu, Salwa boyong dari pesantren dan ia langsung dijodohkan oleh ibunya dengan putra majikannya di kota. Padahal gadis muda itu tidak pernah bermimpi akan menikah muda. Ia masih memiliki cita-cita untuk menjadi seorang sarjana, tetapi Salwa tidak mampu menolak permintaan perempuan yang sangat berarti dalam hidupnya itu.Kaif Safiraz, seorang CEO dari perusahaan ternama di Jakarta. Siapa yang tidak kenal dengan pria itu? Orang-orang selalu memujinya. Namanya sangat berpengaruh di ibu kota dan dalam dunia bisnis. Ia laki-laki tampan, memiliki tubuh atletis, bermata elang, wajah yang sempurna seperti ke-Arab-Araban. Kaif Safiras, selalu membuat siapa saja akan menunduk jika...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen