Home / Romansa / Istri Rasa Pembantu / 4. KEKASIH KAIF

Share

4. KEKASIH KAIF

Author: Zaidhiya
last update Last Updated: 2024-10-17 10:37:11

Salwa bingung harus bereaksi apa, selain memegang dadanya yang terasa perih mendengar tangisan wanita di hadapan Kaif–kian pecah.

"Aku tahu sekarang, kamu sudah hidup bersamanya di bawah satu atap, menyentuhnya, membayangkan saja membuatku sangat hancur."

Kaif menghela napas. "Aku tidak mencintainya, aku tidak sudi menyentuhnya, kami memang tinggal satu atap, tapi aku tidak melayaninya sebagai seorang istri," jujur Kaif, “perempuan kampung itu bukan seleraku. Aku bahkan tersiksa selalu bersandiwara di depan keluarga jika aku mencintainya. Mimpiku untuk membangun bahtera rumah tangga masih tetap bersamamu bukan dengan dia."

Cukup sudah.

Dengan nafas tidak beraturan, Salwa menjauh dari tempat itu.

Padahal sudah ia tegaskan pada hatinya untuk tidak manja? Untuk tidak terbawa perasaan atas ucapan suaminya?

Tapi, malam ini Salwa gagal.

Nyatanya Salwa sudah mencintai, Kaif, suami yang tak pernah menginginkannya.

Di sinilah Salwa berada, di kamar mandi, ia hidupkan kran air dan menangis sejadi-jadinya,

“Inilah resiko yang harus kuhadapi karena aku masih memilih bertahan, padahal sudah jelas aku tak diinginkan,” gumam Salwa.

"Ibu … Salwa harus bagaimana? Salwa tidak ingin buat ibu malu, Salwa tidak ingin menyakiti mama Sofia, Salwa harus bagaimana ibu," gumam Salwa lagi dengan hati yang rapuh.

***

"Salwa, kamu dari mana saja? Kamu sudah makan?" tanya Sofia pada Salwa

"Belum, ma, ini mau mengambil makanan," jawab Salwa, ia berusaha untuk terlihat baik-baik saja padahal hatinya sedang rapuh, ucapan Kaif tentang dirinya selalu terbayang di kepalanya.

"Ya sudah, makan sana, mama masih mau nemuin teman mama yang belum pulang," ucap Sofia.

Salwa mengangguk, Sofia mengerutkan keningnya, merasa aneh dengan wajah menantunya.

"Kamu menangis?" tanya Sofia the point, Salwa kelagapan. "Ya ampun, kamu kenapa Salwa, pasti ada yang menyakitimu ya, siapa dia? bilang pada mama," tanya Sofia

"Ma, tidak ada, tadi saat aku ke dapur untuk mengambil air minum, gak sengaja menyentuh cabe dan parahnya malah mengenai mataku, jadinya begini ma, kayak orang menangis ya, ma," kata Salwa beralasan.

"Iya, pasti perih banget ya, kasihan banget sih menantu mama, lain kali hati-hati ya, untung gak kenapa-kenapa,"

Salwa bernafas lega, karena mama mertuanya tidak mencurigainya.

"Maaf ma, bukan maksud aku mau membohongi mama, aku hanya tidak ingin membuat mama sedih, mama terlalu berharap padaku dan aku tidak tega mematahkan harapan mama," gumam Salwa.

Di saat Salwa ingin mengambil makanan di plasmanan, langkahnya terhenti, saat melihat Eriana dan perempuan yang ia lihat bersama Kaif tadi sedang berbicara di sana, Salwa ingin pergi, tapi langkahan terhenti karena panggilan Eriana.

Eriana menarik Hana mendekat, matanya menyipit seraya mengumbar senyum sinis.

"Salwa, kenalin nih, Hana, desainer terkenal. Dia pacar Kaif sebelum kamu muncul di hidup adikku," ujarn Eriana, suara berat dengan nuansa menyindir.

Salwa merasa dadanya sesak, bibirnya menggigit-gigit seraya memandang sosok yang didekatinya. Dengan postur ideal dan aura elegan, Hana tampak mempesona, sebuah penjelasan mengapa Kaif terpesona dengannya.

Dengan ragu, Salwa mengulurkan tangannya. "Salam kenal, aku Salwa."

"Hana," sahut wanita itu singkat.

Salwa melihat tangannya tergantung di udara, rasa kecewa mulai kembali dirasa hingga tiba-tiba saja, Hana mendekat dan memeluknya. Kejutan terpancar dari wajah Salwa, mengira Hana akan menyampaikan kata-kata menyakitkan.

Namun, alih-alih kata, Hana justru memberikan belaian di punggungnya tanpa sepatah kata pun. Sementara itu, Eriana, yang berdiri mematung melihat aksi Hana.

Tampaknya ia lupa bahwa Hana bukanlah tipe yang mudah melepaskan amarah dengan kata-kata kasar–melainkan tindakan.

bersambung

Related chapters

  • Istri Rasa Pembantu    5. Meminta Izin pada Suami

    Di dalam mobil yang melaju cepat di jalanan Jakarta, hanya ada keheningan yang memisahkan Kaif dan Salwa. Tiada kata terucap di antara keduanya, masing-masing larut dalam dunia pikirannya sendiri. Kaif dengan tegas memegang kemudi, pandangannya lurus ke depan, seolah mencoba untuk menembus kemacetan kota yang tak pernah tidur ini. Salwa, di sisi lain, terus menatap keluar jendela, mengamati pemandangan yang baginya tampak lebih menarik daripada kekacauan emosional yang ia alami saat ini. Di dalam dadanya, perih masih terasa membara. Berbagai upaya telah ia lakukan untuk menepis rasa sakit itu, tetapi semua terasa sia-sia. Pada akhirnya, Kaif memutuskan untuk memecah keheningan. "Kau tahu, perempuan cantik tadi?" suaranya cukup untuk membuat Salwa mengalihkan pandangannya sejenak dari jendela. Walaupun hatinya gundah, pendengarannya tajam menangkap setiap kata yang diucapkan Kaif. "Dia Hana Salsabila, perempuan pintar, cerdas, dan baik. Dan yang paling penting, dia adalah cint

    Last Updated : 2024-10-17
  • Istri Rasa Pembantu    6. AMARAH KAIF

    "Uh, gimana ya." Salwa menggigit bibirnya, ragu. Perasaannya berkecamuk, antara ingin menerima atau menolak secara halus. "Mbak, please..." lanjut Fatih, matanya semakin memohon. Akhirnya, Salwa mengangguk perlahan. Dia kemudian melangkah menuju mobil tempat Bi Maryam sudah menunggu. "Bibi pulang dulu saja ya, aku mau makan siang dengan adik kelasku dulu," beritahu Salwa pada Bi Maryam. "Bagaimana jika kami menunggu nyonya," tawar Bi Maryam. "Tidak perlu Bi, nanti aku pesan taxi saja, bibi pulang dulu," suruh Salwa. "Baik, nyonya." Bi' Maryam mengangguk patuh. "Hati-hati ya, nyonya," tambahnya. *** Di restoran, Salwa dan Fatih, kini duduk berhadapan. Suasana semakin hangat ketika Fatih mulai bercerita, mendominasi pembicaraan. Dia mengamati Salwa dengan tatapan kagum. Akan tetapi, istri Kaif itu tak menyadarinya. "Aku perhatikan sepertinya banyak hal yang sudah terjadi dalam hidup Mbak, mbak Salwa baik-baik saja kan?" tanyanya dengan nada penuh kepedulian. "A

    Last Updated : 2024-11-29
  • Istri Rasa Pembantu    7. IRP

    Kaif tersenyum mengejek lalu berkata, "Jika bukan perempuan murahan lalu perempuan yang bagaimana? Perempuan rendahan, perempuan kotor, perempuan pezina, perempuan apa lagi, kamu adalah perempuan yang tidak memiliki harga diri, murahan!""Ya Allah," ucap Salwa sembari tangannya menyentuh dadanya yang terasa tersayat karena setiap ucapan Kaif. Dimata Kaif Salwa seperti tidak ada harga dirinya, padahal Salwa baru pertama kali bertemu dengan seorang pria, itupun bukanlah kekasih gelapnya seperti yang dituduhkan, tapi adik kelas yang Salwa anggap seperti adiknya sendiri."Seharusnya kamu katakan dari awal jika kamu memiliki kekasih, saya pasti akan mempermudah kamu untuk bertemu dengannya, tapi kamu lakukan dengan cara diam-diam, sok-sokan izin ke supermarket tapi ternyata." Kaif geleng-geleng kepala, tidak habis fikir dengan apa yang dilihatnya."Rencana selanjutnya kalian apa? Jika saja saya tidak memergoki kalian, pasti kalian akan melakukan cek in, benar begitu bukan?""Tolong beri a

    Last Updated : 2024-12-14
  • Istri Rasa Pembantu    8. IRP

    Ponsel Kaif berbunyi, segera pria itu keluar dari kamar dengan membanting pintu. Kaif masih memiliki kesadaran untuk tidak berbuat lebih pada Salwa, karena jika ia sampai kehilangan kendali maka dirinya sendiri yang akan rugi. Tubuh Salwa luruh ke lantai, ucapan Kaif sungguh sangat menyakitkan, pria itu menuduhnya tanpa memberi kesempatan untuk menjelaskan. *** "Kamu kemana saja sih, Kaif. Kamu mengajak aku makan siang tapi kamu yang meninggalkan aku sendiri di restoran," gerutu Hana dari balik telepon. Kaif mengusap wajahnya dengan kasar, emosinya membuat ia lupa dengan sang kekasih yang masih ada di restoran. "Maafkan aku, kamu dimana sekarang? aku jemput ya?" tawar Kaif, suaranya terdengar lembut sangat berbeda saat berbicara pada Salwa. "Tidak usah, aku sudah pesan taxi," tolak Hana. "lain kali kalau tidak memiliki niat membawa aku makan siang, gak usah sama sekali," ketus Hana, suara gadis di balik telepon itu terdengar sangat kesal. "Maafkan a—" Belum selesai, Kai

    Last Updated : 2024-12-14
  • Istri Rasa Pembantu    9. IRP

    Kaif menatap wajah Salwa dengan tatapan yang menusuk, suaranya rendah namun jelas. "Masuk ke kamarmu, saya tidak memiliki waktu untuk berdebat dengan kamu." "Aku bukan ingin berdebat denganmu, Mas. Aku hanya meminta untuk dihargai layaknya seorang istri," sahut Salwa dengan suara bergetar. Kaif menarik nafas dalam-dalam, nadanya meninggi, "Koreksi cara bicaramu itu dan ingatlah posisimu, Salwa! Kamu hanya anak pembantu dan tak lebih dari itu," ucapnya tegas. "Apa kesalahanku, Mas? Mengapa kau berlaku sekejam ini, sampai-sampai aku tak boleh memanggilmu 'Mas' ketika kita berdua? Sampai kapan kau akan terus memperlakukanku seperti ini?" rintih Salwa sambil mendekati Kaif, matanya sudah berkaca-kaca. "Jika tak menginginkan aku bukan? Maka, ceraikan saja aku, Tuan," pintanya dengan nada penuh penekanan, menggantikan sapaan 'Mas' dengan 'Tuan'. Kaif mengangkat satu alis, sinis. "Kamu seorang santri, harusnya kamu paham tentang hukum Islam mengenai istri yang meminta cerai dari s

    Last Updated : 2024-12-16
  • Istri Rasa Pembantu    10. IRP

    Dua hari telah berlalu setelah kejadian malam itu. Tidak ada lagi pembicaraan di antara Kaif dan Salwa. Malam itu Sofia langsung pulang setelah mengatakan pada Salwa untuk bertahan sebentar lagi. Perempuan paruh baya itu masih berharap pernikahan Kaif dan Salwa akan bertahan. Di malam hari, Salwa mendapat telepon dari kampung bahwa ibunya sedang sakit. Salwa bingung karena hari sudah malam dan ia belum pernah pulang ke kampung setelah menikah. Ia tidak tahu harus pulang bagaimana. Tanpa pilihan lain, Salwa menghampiri Kaif. "Tuan, aku baru mendapat telepon bahwa ibu sedang sakit di kampung, aku minta izin untuk pulang," ujar Salwa. Kaif menghentikan pergerakan tangannya yang sedang sibuk mengutak-atik keyboard laptop. Pria itu mengalihkan pandangan pada Salwa. "Apakah pekerjaanmu di rumah ini sudah selesai?" tanya Kaif tanpa belas kasih. "Sudah, semuanya sudah aku kerjakan, Tuan," ucap Salwa. "Yah, pergi saja!" "Terima kasih," ucap Salwa dengan lega. Meskipun dalam hati k

    Last Updated : 2024-12-16
  • Istri Rasa Pembantu    11. IRP

    Setelah dua hari berada di rumah kelahirannya, kebahagiaan meluap dari raut wajah Salwa. Senyumnya cerah bak mentari pagi, dan ia bisa berlaku apa adanya di sisi ibu serta saudara-saudarinya. Lihatlah bagaimana ia dilarang menyentuh apapun di dapur, Laila dan Siti, istri Hadi, selalu sigap memanjakan adik mereka itu. Kepulangan Salwa menyuntikkan semangat baru bagi Saida, ibu mereka yang sudah beranjak tua. Kini, perempuan itu bersemangat meninggalkan peraduan yang sebelumnya menjadi pengapnya selama berhari-hari. Semua perubahan ini tidak luput dari mata Kaif, yang juga diawasi oleh mata-mata lain dalam keluarga. Meski di rumah itu semuanya nampak sederhana, Kaif merasakan kedamaian yang mendalam saat dikelilingi hangatnya keluarga Salwa. Bahagia merebak di udara kampung, beberapa tetangga berdatangan hanya untuk mengetahui kabar dari Salwa. Semua ini sangat berbeda dari hiruk-pikuk kota, tempat manusia terjebak dalam pusaran pencapaian pribadi. Keakraban dan kehangatan persaud

    Last Updated : 2024-12-18
  • Istri Rasa Pembantu    12. IRP

    Belum, Bi," jawab Salwa dengan suara yang tetap tenang, hatinya telah berlapis baja menghadapi pertanyaan seperti ini. "Kalian pakai KB ya?" usik Bi Seli lagi dengan tatapan penuh penasaran. "Tidak, Bi," jawab Salwa singkat, merasa sedikit tersudut. Dengan lembut, Bu Seli meraih bahu Salwa, "Sudahlah, jangan kau pikirkan. Pernikahan kalian masih muda, nikmatilah masa-masa ini dengan suami. Saat waktunya tepat, Insya Allah, Allah akan mengirimkan kalian seorang anak yang lucu-lucu." Kata-kata Bi Seli mengalir bagaikan hembusan angin yang menyejukkan, membuat hati Salwa menghangat.Salwa tersenyum, kepalanya mengangguk. Inilah yang ia sukai dengan kehidupan di kampungnya, orang-orang di kampung kelahirannya, saling bahu-membahu dan saling menguatkan bukan saling menghakimi.Percakapan itu tak luput dari pendengaran Kaif, tapi pria itu hanya diam tanpa suara.Di keheningan malam yang menyerupai dua malam sebelumnya, Salwa berniat tidur bersama ibunya. Namun, kehendak Saida malam ini

    Last Updated : 2024-12-18

Latest chapter

  • Istri Rasa Pembantu    68. IRP

    Ada rasa gugup saat Bu Nia mengatakan jika Salwa ingin bicara berdua, senang pasti tapi gugup juga ada. Ceklek ...Pintu kamar sempit itu terbuka perlahan, memperlihatkan Salwa yang duduk di pinggir ranjang, pandangannya jauh menerawang ke luar jendela. Kaif masuk, lalu langsung duduk di lantai dengan sikap yang terasa begitu berat. Salwa menghela nafas panjang, ia masih memiliki tatakrama. Air matanya menggenang, namun dia masih berusaha mempertahankan ketegaran di hadapannya. "Tidak, kamu tetap di situ, Salwa," ucap Kaif dengan suara serak. Namun, Salwa tidak menghiraukan. Dengan perlahan, ia turun dari ranjang, dan duduk di lantai, persis di depan Kaif, hingga mereka berdua duduk berhadapan dalam kesunyian yang melekat. Tidak ada yang membuka suara. Salwa menatap ke dinding dengan tatapan yang terasa membeku, sementara Kaif, dengan mata yang tergenang air mata, tidak bisa berhenti memandang wajah Salwa yang begitu ia rindukan. "Salwa." Suara Kaif akhirnya memecah kesunyian

  • Istri Rasa Pembantu    67. IRP

    "Saya atas nama warga di sini, dengan segala kerendahan hati memohon maaf, Pak Kaif. Kami seharusnya menyelidiki lebih dahulu sebelum berkata kasar pada Mbak Ana secara tidak adil," kata seorang wanita dengan mata berkaca-kaca dan nada suara bergetar yang menunjukkan penyesalan mendalam. "Kalian semua, bubar!" teriak Kaif, suaranya menggema, tegas dan tak terbantahkan. Namun, para warga masih berkerumun, harapan dan kecemasan terpatri di wajah mereka, takut bahwa Syakir mungkin akan menghentikan pembangunan masjid yang telah lama dinantikan."Apa tuan Kaif akan menghentikan pembangunan masjid di desa ini?" tanya seorang laki-laki paruh baya, terlihat kecemasan di wajahnya. "Lihat saja nanti , tapi jika kalian masih berdiri di depan rumah ini dipastikan bangunan itu akan saya hancurkan hari ini juga," ancam Kaif, pria itu masih kesal pada mereka.Segera para warga bubar, begitupun dengan Abdul. Dalam diam, dia menyimpan perasaan pada Salwa, wanita yang telah menolaknya beberapa har

  • Istri Rasa Pembantu    66. IRP

    "Kenapa Mbak Ana ada di rumah yang ditempati Pak Kaif?" tanya seorang warga dengan nada tinggi, mata membelalak penuh keheranan. Selama ini, Salwa, perempuan yang dikenal sebagai perempuan baik-baik dan taat dalam agamanya "Kenapa harus ditanya, sudah pasti janda ini berzina dengan Tuan kota itu. Padahal perutnya sudah membuncit, janda itu masih berani bermain api dengan Tuan kota!" sindir Abdul, pria muda yang baru kembali dari rantau, nada suaranya penuh kecaman. Pria itulah yang mengajak para warga untuk menggerebek mereka. "Astaghfirullahaladzim, hati-hati dengan ucapanmu, Abdul!" tegas Bu Nia, melindungi martabat anak angkatnya dari tuduhan yang menyakitkan. Namun, bisikan lain muncul, "Tapi Bu, yang Abdul katakan ada benarnya. Kenapa juga Ana berada di rumah Pak Kaif, mereka berduaan dalam rumah ini. Sementara supirnya berada di lokasi pembangunan masjid? " kecurigaan dan prasangka di antara mereka. Wajah-wajah penuh tanya, desas-desus yang tidak berkesudahan, semuanya

  • Istri Rasa Pembantu    65. IRP

    “Tolong biarkan seperti ini dulu, Sayang,” rayu Kaif dengan suara yang lembut tetapi penuh autoritas. Itu adalah tangan Kaif, pria itu sengaja membiarkan Salwa memasuki kamar pribadinya karena ia lebih dekat dengan istrinya, kesempatan seperti ini mungkin tidak akan datang lagi.Salwa berusaha melepaskan diri dari tangan besar itu, namun sia-sia. Tangan Kaif seakan dibuat dari baja, kuat dan tak tergoyahkan. Dalam keputusasaan, Salwa mencubit lengan Kaif, namun bukan kesakitan yang terpancar dari wajah pria itu, melainkan ketenangan yang mengganggu. Ia mulai mengelus perut besar Salwa dengan kelembutan, membuat Salwa dengan segala kebingungannya merasa nyaman di bawah sentuhan itu. "Bagaimana kabar anak Papa, hm?" suara Kaif lembut, berbicara kepada bayi dalam kandungan Salwa. "Maafkan Papa yang baru datang. Sungguh, Papa sangat bahagia karena bisa bertemu dengan kalian lagi" kata Kaif, matanya sesekali melirik wajah Salwa. "Bantu Papa untuk membujuk Mama, ya Sayang. Kamu dan Mama

  • Istri Rasa Pembantu    64. IRP

    Kegelisahan menguasai setiap sudut wajah Salwa. Di hadapannya, potongan mangga yang seharusnya menyegarkan hanya tersentuh angin. Pikirannya tidak dapat lepas dari Kaif, ia gelisah mengingat keadaan kaki pria itu, bayang-bayang kekhawatiran menghantuinya. Hati Salwa yang terpenjara rasa cemas, akhirnya mendorongnya berdiri, mengambil langkah demi langkah menuju rumah di sebelah, hanya beberapa langkah saja dari rumah yang ia tempati. Kebetulan saja, di depan pintu ia berpapasan dengan Pak Toha yang baru saja melangkah keluar. Dengan mata yang mencari, Salwa bertanya dengan nada sopan, "Dimana dia, Pak?" Mata Pak Toha berbinar penuh pengertian, "Eh, Tuan Kaif ya, Non?" Salwa hanya mengangguk, tak sabar menunggu jawaban. "Tuan ada di dalam, Non. Silahkan masuk." Pak Toha langsung membukakan pintu lebar-lebar bagi Salwa untuk lewat, setelah itu menutup pintu pelan di belakangnya. Pak Toha ersenyum simpul, ia berbisik pada diri sendiri, "Lebih baik aku jalan-jalan saja, hati Tua

  • Istri Rasa Pembantu    63. IRP

    "Hush, Nduk. Bicara baik-baik, ini Nak Kaif sudah berbaik hati akan mengambilkan mangga untukmu. Minta maaf sekarang," tegas Pak Mahdi. Salwa hanya menggeleng, bibirnya menggumam kesal. "Kenapa harus minta maaf, Pak. Aku tidak salah." "Kamu terus berkata kasar pada Nak Kaif, itu yang salah. Sekarang minta maaf padanya," Pak Mahdi memerintah lagi dengan nada yang lebih serius. "Iya, Bapak," ujar Salwa, menghela napas dalam-dalam, suaranya berat karena pasrah. Dalam diam, Kaif menahan senyum tipis, matanya tanpa sengaja menangkap ekspresi wajah Salwa, meskipun terlihat ditekuk tapi dimata Kaif terlihat begitu menggemaskan. Salwa memandang Kaif dengan tatapan tajam, bibirnya mulai berkata, "Maaf," suaranya terdengar ketus. "Tidak apa-apa," jawab Kaif, suaranya lembut menatap Salwa. Salwa menghela napas, matanya memutar dengan ekspresi kesal. 'Dia ke Jakarta pasti untuk mendatangi istri tersayangnya, kenapa juga masih harus datang ke sini, ngeselin banget,' batin Salwa

  • Istri Rasa Pembantu    62. IRP

    "Kasur ini adalah sebagai kata terima kasih karena ibu dan bapak memberikan tuan Kaif dan saya tempat tinggal di desa ini," tambah Pak Toha lagi.Kedua kasir itu segera dibawa ke dalam rumah Pak Mahdi, satu kasur diletakkan di kamar Pak Mahdi dan satunya lagi di kamar Salwa. Bu Nia tercengang, nyaris tidak percaya bahwa ia kini akan merasakan tidur di kasur yang begitu empuk. Sementara itu, Salwa hanya bisa menatap kasur yang teratur di kamarnya, rasanya ia tidak sanggup menyentuh kasur tersebut, seolah-olah segala kenangan akan terbang bersama sentuhannya. "Dia sudah kembali ke Jakarta, apa dia benar-benar pergi? " Gumam Salwa. "Baguslah kalau dia pergi dari desa ini, tapi kenapa aku merasa sedih?"Salwa mulai teringat dengan ucapannya tadi malam pada Kaif, ia akui ucapannya itu begitu tajam. Mungkinkah pria itu tersinggung dengan ucapan Salwa?Salwa terus bertanya-tanya, bahkan seharian ini pikirannya terus melayang pada wajah sendu Kaif yang memohon maaf padanya tadi malam. Nyata

  • Istri Rasa Pembantu    61. IRP

    Ucapan Salwa terhujam bagai belati di dada Kaif, seolah membelah jantungnya menjadi dua. Pria itu terhuyung keluar dari kamar, hati diperlak oleh rasa penyesalan yang tak berujung. "Tuan, baik-baik saja?" tanya Pak Toha, yang langsung mengernyit melihat wajah pucat pasi majikannya, yang matanya memerah seakan-akan menceritakan seribu luka batin.Kaif melangkah ke dalam kamar yang sesak dan sempit, tempat dia akan menghabiskan malam dengan kasur tipis yang seolah tak lebih baik dari tanah keras. Malam itu, Kaif bukan tidur, melainkan pria itu duduk di atas sajadah. Tangannya terangkat, memegang Al Qur'an dengan gemetar. Ayat demi ayat mulai dilantunkannya, setiap kata mengalir seperti air mata yang membawa keluh kesahnya pada Sang Pencipta. Kaif berharap lelah jiwanya bisa terobati, berharap Allah menjadi tempat berlabuh dalam gelombang duka yang tengah dihadapinya. Malam beralih menjadi siang, dan wajah Kaif yang semula muram perlahan disulam dengan kedamaian. Pria itu selalu m

  • Istri Rasa Pembantu    60. IRP

    "Salwa, memang tak ada kata yang cukup untuk menebus dosaku terhadapmu," ucap Kaif sambil menundukkan kepala, suaranya tercekat oleh rasa penyesalan yang mendalam. "Kesalahanku sungguh keterlaluan, telah membawamu pada air mata dan penghinaan," lanjutnya .Mata Salwa memalingkan pandang, ia tidak kuasa menahan pilu di rongga dadanya saat teringat perlakuan Kaif dan keluarganya yang kini mencoba ia lupakan dengan mengganti nama menjadi Ana. Namun, kedatangan Kaif seakan membongkar kembali beban yang sudah ia tinggalkan. "Salwa, jangan hanya berdiam diri, lepaskanlah kemarahanmu padaku, lontarkan kata-kata terpedasmu, atau pukullah aku sesukamu, aku layak untuk itu!" Kaif mendesaknya, nada suaranya menggema penyesalan yang tak termaafkan. Salwa menatap mata Kaif, dan dengan suara yang penuh kepahitan, ia bertanya, "Dan setelah semua itu, apa yang akan aku dapatkan, Tuan? Kesembuhan? Kepuasan? Tidak! Kau hanya membangkitkan kembali luka yang telah aku usahakan untuk sembuh." Rasa sa

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status