Home / Romansa / Istri Rasa Pembantu / 6. AMARAH KAIF

Share

6. AMARAH KAIF

Author: Zaidhiya
last update Last Updated: 2024-11-29 15:30:54

"Uh, gimana ya." Salwa menggigit bibirnya, ragu. Perasaannya berkecamuk, antara ingin menerima atau menolak secara halus.

"Mbak, please..." lanjut Fatih, matanya semakin memohon.

Akhirnya, Salwa mengangguk perlahan. Dia kemudian melangkah menuju mobil tempat Bi Maryam sudah menunggu.

"Bibi pulang dulu saja ya, aku mau makan siang dengan adik kelasku dulu," beritahu Salwa pada Bi Maryam.

"Bagaimana jika kami menunggu nyonya," tawar Bi Maryam.

"Tidak perlu Bi, nanti aku pesan taxi saja, bibi pulang dulu," suruh Salwa.

"Baik, nyonya." Bi' Maryam mengangguk patuh. "Hati-hati ya, nyonya," tambahnya.

***

Di restoran, Salwa dan Fatih, kini duduk berhadapan.

Suasana semakin hangat ketika Fatih mulai bercerita, mendominasi pembicaraan.

Dia mengamati Salwa dengan tatapan kagum. Akan tetapi, istri Kaif itu tak menyadarinya.

"Aku perhatikan sepertinya banyak hal yang sudah terjadi dalam hidup Mbak, mbak Salwa baik-baik saja kan?" tanyanya dengan nada penuh kepedulian.

"Aku baik-baik saja, kenapa kamu bertanya seperti itu?" Salwa menatapnya, bingung. Rasa ingin tahu mulai bercampur dengan kekhawatiran. Apa wajahnya begitu terlihat, jika ia tidak bahagia dengan hidupnya saat ini.

"Mbak Salwa yang sekarang gak banyak bicara seperti yang aku kenal, mbak berbeda, sepertinya ada sesuatu yang sudah terjadi pada mbak?" tebak Fatih, Salwa menelan salivanya, terkejut dengan ucapan Fatih.

Nyatanya hidup berumah tangga bersama Kaif selama tiga bulan ini menciptakan perubahan dalam dirinya. Ia seakan kehilangan keceriaan dalam dirinya.

10 menit berlalu, Fatih yang memang orangnya banyak bicara, akhirnya bisa membuat Salwa tertawa hingga akhirnya Salwa terpancing, ia menikmati candaan ringan bersama adik kelasnya itu.

Padahal mereka sedang menikmati makanannya, tapi mereka masih asik dengan obrolannya, mereka seakan lupa adab ketika makan karena Fatih yang terus memancingnya untuk berbicara.

Tanpa mereka sadari, tidak jauh dari mereka, ada sepasang mata yang menatapnya dengan tatapan tidak suka. Dia Kaif, tawa seseorang yang tidak asing di telinganya membuat Kaif mengalihkan netranya, ia sampai tidak menghiraukan panggilan Hana di depannya. Yah, saat ini Kaif memang sengaja mengajak Hana makan siang dan ternyata mereka satu restoran dengan Salwa dan Fatih.

"Kaif, apa yang kamu lihat?" tanya Hana, ia sudah merasa kesal karena ucapannya tak direspon oleh Kaif.

'Katanya mau ke supermarket, ternyata dia malah selingkuh dengan pria ingusan itu. Katanya dia sangat menjaga adab tapi lihatlah, bagaimana dia menikmati kebersamaan dengan laki-laki tidak jelas itu,' batin Kaif, wajahnya sudah merah padam.

Tangan Kaif terkepal, Hana yang penasaran, akhirnya ikut melihat kemana arah pandang Kaif.

Degh

Hana terkejut, saat Kaif sudah berdiri dari duduknya, melangkah dengan arogannya mendekati meja yang ditempati Salwa.

"Tu-tuan," kata Salwa terbata-bata, ia terkejut dengan kedatangan Kaif yang tiba-tiba berdiri di depannya.

Tanpa mengucapkan satu katapun, Kaif mencekal tangan Salwa, menariknya keluar dari restoran itu, ia tidak peduli dengan teguran Fatih

Dengan amarah yang terpancar di matanya, Kaif mengendarai mobil dengan kecepatan penuh membuat Mahira ketakutan.

"Tuan istighfar, jangan ngebut," pinta Salwa dengan suara gemetar. "Tuan, dengarkan penjelasanku dulu."

Di dalam mobil yang melaju kencang, Kaif dengan kasar memukul setir tanpa mengurangi kecepatan, kepalanya menegang, pembuluh nadinya tampak menonjol di pelipis, dan wajahnya merah padam menunjukkan kemarahannya yang mendalam.

"MUNAFIK!" teriaknya lantang. Sementara itu, Salwa, yang terjepit dalam situasi genting, wajahnya pucat pasi dengan mata yang tergenang air mata, berpegangan erat pada kursi mobil.

Suasana semakin menegang saat Kaif mengerem mendadak dan suara keras dari ban mobil menderu di jalan.

"Tu-tuan ja-ngan seperti i-ini," desis Salwa dengan suara gemetar, matanya terpejam kuat menahan ketakutan.

Kaif yang amarahnya belum reda, menoleh tajam kepada Salwa. Tidak ada rasa belas kasih dalam pandangan matanya yang tajam seperti belati.

"Kamu berlindung di balik wajah polosmu, berpura-pura seperti perempuan suci. Tapi nyatanya, kamu perempuan munafik, perempuan murahan!" sembur Kaif dengan suara penuh kebencian.

Salwa mundur, merasa terpojok dan ketakutan semakin mendalam saat Kaif semakin mendekati, wajahnya masih merah padam penuh emosi. 

"Apa begini kelakuan aslimu di belakang saya? Sudah berapa malam kau habiskan bersama kekasih sialanmu itu?" cecar Kaif lagi, setiap kata keluar dari mulutnya bak peluru yang melukai hatinya.

"Tuan, tuan salah faham, di-dia,"

Salwa menggigil saat ingin menjelaskan, tapi Kaif seolah tidak mendengarnya.

 Tiba-tiba, jeritan tajam mengisi ruangan, "Tidak bisakah kamu bersabar sebentar saja, perempuan murahan!!!" Dengan raut muka merah padam, Kaif berteriak semakin dekat, membuat jantung Salwa berdegup kencang. 

Nafas Salwa menjadi tersengal-sengal, takut melanda seluruh tubuhnya. Ia selalu mengenal Kaif sebagai pria yang dingin, yang suka bicara ketus padanya, namun kebrutalan Kaif kali ini sungguh di luar ekspektasi Salwa. Kaif seakan menunjukkan wajah yang tidak pernah ia kenal sebelumnya.

 "AWS... Tuan sakit," desah Salwa ketika merasakan cekalan kuat di lengannya, memotong aliran darahnya. 

Kaif mendekat, nyaris bersentuhan dengan wajah Salwa yang sekarang sudah memucat.

"Mama selalu memuji kamu, tapi kamu menghianati mama dengan menjadi perempuan murahan." Bibir Kaif bergetar, napasnya memburu. 

Salwa menutup mata, mencoba mencari kekuatan dalam diri.

 "A-aku bukan perempuan murahan," ucapnya lemah, nyaris tak terdengar karena gemetar yang tak terkendali.

Bersambung

Related chapters

  • Istri Rasa Pembantu    7. IRP

    Kaif tersenyum mengejek lalu berkata, "Jika bukan perempuan murahan lalu perempuan yang bagaimana? Perempuan rendahan, perempuan kotor, perempuan pezina, perempuan apa lagi, kamu adalah perempuan yang tidak memiliki harga diri, murahan!""Ya Allah," ucap Salwa sembari tangannya menyentuh dadanya yang terasa tersayat karena setiap ucapan Kaif. Dimata Kaif Salwa seperti tidak ada harga dirinya, padahal Salwa baru pertama kali bertemu dengan seorang pria, itupun bukanlah kekasih gelapnya seperti yang dituduhkan, tapi adik kelas yang Salwa anggap seperti adiknya sendiri."Seharusnya kamu katakan dari awal jika kamu memiliki kekasih, saya pasti akan mempermudah kamu untuk bertemu dengannya, tapi kamu lakukan dengan cara diam-diam, sok-sokan izin ke supermarket tapi ternyata." Kaif geleng-geleng kepala, tidak habis fikir dengan apa yang dilihatnya."Rencana selanjutnya kalian apa? Jika saja saya tidak memergoki kalian, pasti kalian akan melakukan cek in, benar begitu bukan?""Tolong beri a

    Last Updated : 2024-12-14
  • Istri Rasa Pembantu    8. IRP

    Ponsel Kaif berbunyi, segera pria itu keluar dari kamar dengan membanting pintu. Kaif masih memiliki kesadaran untuk tidak berbuat lebih pada Salwa, karena jika ia sampai kehilangan kendali maka dirinya sendiri yang akan rugi. Tubuh Salwa luruh ke lantai, ucapan Kaif sungguh sangat menyakitkan, pria itu menuduhnya tanpa memberi kesempatan untuk menjelaskan. *** "Kamu kemana saja sih, Kaif. Kamu mengajak aku makan siang tapi kamu yang meninggalkan aku sendiri di restoran," gerutu Hana dari balik telepon. Kaif mengusap wajahnya dengan kasar, emosinya membuat ia lupa dengan sang kekasih yang masih ada di restoran. "Maafkan aku, kamu dimana sekarang? aku jemput ya?" tawar Kaif, suaranya terdengar lembut sangat berbeda saat berbicara pada Salwa. "Tidak usah, aku sudah pesan taxi," tolak Hana. "lain kali kalau tidak memiliki niat membawa aku makan siang, gak usah sama sekali," ketus Hana, suara gadis di balik telepon itu terdengar sangat kesal. "Maafkan a—" Belum selesai, Kai

    Last Updated : 2024-12-14
  • Istri Rasa Pembantu    9. IRP

    Kaif menatap wajah Salwa dengan tatapan yang menusuk, suaranya rendah namun jelas. "Masuk ke kamarmu, saya tidak memiliki waktu untuk berdebat dengan kamu." "Aku bukan ingin berdebat denganmu, Mas. Aku hanya meminta untuk dihargai layaknya seorang istri," sahut Salwa dengan suara bergetar. Kaif menarik nafas dalam-dalam, nadanya meninggi, "Koreksi cara bicaramu itu dan ingatlah posisimu, Salwa! Kamu hanya anak pembantu dan tak lebih dari itu," ucapnya tegas. "Apa kesalahanku, Mas? Mengapa kau berlaku sekejam ini, sampai-sampai aku tak boleh memanggilmu 'Mas' ketika kita berdua? Sampai kapan kau akan terus memperlakukanku seperti ini?" rintih Salwa sambil mendekati Kaif, matanya sudah berkaca-kaca. "Jika tak menginginkan aku bukan? Maka, ceraikan saja aku, Tuan," pintanya dengan nada penuh penekanan, menggantikan sapaan 'Mas' dengan 'Tuan'. Kaif mengangkat satu alis, sinis. "Kamu seorang santri, harusnya kamu paham tentang hukum Islam mengenai istri yang meminta cerai dari s

    Last Updated : 2024-12-16
  • Istri Rasa Pembantu    10. IRP

    Dua hari telah berlalu setelah kejadian malam itu. Tidak ada lagi pembicaraan di antara Kaif dan Salwa. Malam itu Sofia langsung pulang setelah mengatakan pada Salwa untuk bertahan sebentar lagi. Perempuan paruh baya itu masih berharap pernikahan Kaif dan Salwa akan bertahan. Di malam hari, Salwa mendapat telepon dari kampung bahwa ibunya sedang sakit. Salwa bingung karena hari sudah malam dan ia belum pernah pulang ke kampung setelah menikah. Ia tidak tahu harus pulang bagaimana. Tanpa pilihan lain, Salwa menghampiri Kaif. "Tuan, aku baru mendapat telepon bahwa ibu sedang sakit di kampung, aku minta izin untuk pulang," ujar Salwa. Kaif menghentikan pergerakan tangannya yang sedang sibuk mengutak-atik keyboard laptop. Pria itu mengalihkan pandangan pada Salwa. "Apakah pekerjaanmu di rumah ini sudah selesai?" tanya Kaif tanpa belas kasih. "Sudah, semuanya sudah aku kerjakan, Tuan," ucap Salwa. "Yah, pergi saja!" "Terima kasih," ucap Salwa dengan lega. Meskipun dalam hati k

    Last Updated : 2024-12-16
  • Istri Rasa Pembantu    11. IRP

    Setelah dua hari berada di rumah kelahirannya, kebahagiaan meluap dari raut wajah Salwa. Senyumnya cerah bak mentari pagi, dan ia bisa berlaku apa adanya di sisi ibu serta saudara-saudarinya. Lihatlah bagaimana ia dilarang menyentuh apapun di dapur, Laila dan Siti, istri Hadi, selalu sigap memanjakan adik mereka itu. Kepulangan Salwa menyuntikkan semangat baru bagi Saida, ibu mereka yang sudah beranjak tua. Kini, perempuan itu bersemangat meninggalkan peraduan yang sebelumnya menjadi pengapnya selama berhari-hari. Semua perubahan ini tidak luput dari mata Kaif, yang juga diawasi oleh mata-mata lain dalam keluarga. Meski di rumah itu semuanya nampak sederhana, Kaif merasakan kedamaian yang mendalam saat dikelilingi hangatnya keluarga Salwa. Bahagia merebak di udara kampung, beberapa tetangga berdatangan hanya untuk mengetahui kabar dari Salwa. Semua ini sangat berbeda dari hiruk-pikuk kota, tempat manusia terjebak dalam pusaran pencapaian pribadi. Keakraban dan kehangatan persaud

    Last Updated : 2024-12-18
  • Istri Rasa Pembantu    12. IRP

    Belum, Bi," jawab Salwa dengan suara yang tetap tenang, hatinya telah berlapis baja menghadapi pertanyaan seperti ini. "Kalian pakai KB ya?" usik Bi Seli lagi dengan tatapan penuh penasaran. "Tidak, Bi," jawab Salwa singkat, merasa sedikit tersudut. Dengan lembut, Bu Seli meraih bahu Salwa, "Sudahlah, jangan kau pikirkan. Pernikahan kalian masih muda, nikmatilah masa-masa ini dengan suami. Saat waktunya tepat, Insya Allah, Allah akan mengirimkan kalian seorang anak yang lucu-lucu." Kata-kata Bi Seli mengalir bagaikan hembusan angin yang menyejukkan, membuat hati Salwa menghangat.Salwa tersenyum, kepalanya mengangguk. Inilah yang ia sukai dengan kehidupan di kampungnya, orang-orang di kampung kelahirannya, saling bahu-membahu dan saling menguatkan bukan saling menghakimi.Percakapan itu tak luput dari pendengaran Kaif, tapi pria itu hanya diam tanpa suara.Di keheningan malam yang menyerupai dua malam sebelumnya, Salwa berniat tidur bersama ibunya. Namun, kehendak Saida malam ini

    Last Updated : 2024-12-18
  • Istri Rasa Pembantu    13. IRP

    Di kamar Sallwa, Kaif sedang berbicara lewat telepon dengan kekasihnya, Hana. "Kenapa harus ambil kontrak itu, Hana? Kamu baru saja keluar dari rumah sakit. Jika butuh uang, katakan saja padaku," kata Kaif dengan suara penuh kekhawatiran. "Tidak, Kaif. Aku hanya akan menerima uangmu bila aku sudah resmi menjadi istrimu. Tapi saat ini," jawab Hana dari ujung sana, suaranya bergetar. "Maaf, Hana. Aku juga tidak ingin menggantung hubungan kita, tapi kamu tahu sendirikan bagaimana mama. Apalagi, kamu tidak ingin menjadi istri kedua," ucap Kaif. Kaif tak menyadari bahwa setiap kata yang terucap terdengar jelas oleh Salwa, gadis berhijab yang berdiri di balik pintu yang tak tertutup sempurna. Hati Salwa berdesir, merasakan luka yang mendalam; bibir bawahnya tergigit kuat, menahan ledakan emosi yang siap meledak. Kaif menutup percakapannya dan menaruh teleponnya. Saat itulah Salwa memutuskan untuk masuk ke dalam kamar, Kaif seperti tidak peduli dengan kehadiran Salwa di kamar itu.Kama

    Last Updated : 2024-12-18
  • Istri Rasa Pembantu    14. IRP

    Empat hari telah berlalu sejak Salwa dan Kaif menginjakkan kaki di kampung halaman, namun tak seorang pun di antara keluarga yang menyadari retaknya rumah tangga yang mereka sembunyikan. Di mata orang-orang, mereka tampak sebagai sepasang kekasih yang saling terpaut hati, meski dalam hati masing-masing, keduanya ahli dalam memerankan topeng yang menipu Hujan turun dengan derasnya hari itu, mengunci setiap keluarga di dalam rumah masing-masing. Ada yang memilih berlindung di balik selimut hangat, ada pula yang mengisi waktu dengan obrolan ringan. Namun, berbeda dengan Salwa bersama dua ponakannya, Diva dan Susi, yang asyik bermain di bawah guyuran hujan, tertawa lepas tanpa beban. Kaif, yang duduk terpaku di antara keluarga, terpikat pada keceriaan yang belum pernah ia lihat sebelumnya pada Salwa. Keindahan dan keceriaannya bagai membuka mata Kaif akan sosok wanita yang telah ia nikahi. Namun, begitu pikiran itu mengusik, segera ia kembali teringat pada Hana—gadis cantik yang ma

    Last Updated : 2024-12-20

Latest chapter

  • Istri Rasa Pembantu    54. IRP

    Salwa membuka pintu dengan wajah yang terlihat tegang dan nafasnya sedikit tercekat. Di depannya, Pak Mahdi dibantu masuk oleh seorang pria ber-masker dan bertopi, yang tak lain adalah Kaif, dan Salwa belum menyadarinya. "Ya Allah, Bapak kenapa?" pekik Salwa perasaan khawatir bercampur panik. Di sisi lain, seorang wanita paruh baya yang merupakan istri Pak Mahdi, terdengar dari samping toko, "Ada apa, Nduk?" tanyanya dengan suara yang serak, khawatir tergambar jelas di wajahnya. " Bapak, Bu," jawab Salwa, suaranya gemetar. Dengan sigap, Bu Nia melangkah ke arah mereka, kepalanya terangguk memberi isyarat. "Ayo, dibawa masuk," perintahnya lembut namun pasti. Dengan langkah yang teratur dan penuh perhatian, Kaif menggiring Pak Mahdi menuju kamar, menaruhnya perlahan di kasur tua yang bersuara keriatan. "Ibu ambil air minum dulu," ucap Bu Nia, bersiap meninggalkan ruangan. "Biar aku saja, Bu. Ibu temanin Bapak saja," sahut Salwa cepat, mencoba mengurangi beban sang ibu. Dengan

  • Istri Rasa Pembantu    53. IRP

    "Ini, Bu Nisa, hanya sisa lauk ini. Apakah cukup?" DeghKaif yang awalnya sibuk dengan ponselnya, seketika mendongak. Suara lembut itu menusuk kalbu, menggema dalam relung hatinya yang paling dalam, membuat detak jantungnya berhenti sejenak.Napas Kaif tersengal, matanya langsung berkaca-kaca ketika pandangannya tertuju pada sosok perempuan yang selama ini ia cari keberadaannya. Maliha Ana Salwa, begitulah nama perempuan yang kini sedang berdiskusi dengan Bu Nisa itu. Sungguh, dia adalah istrinya yang telah lama hilang dari pelukannya. "Tolong letakkan ini di sana, Ya mbak? Tangan saya kotor," pinta Bu Nisa dengan lembut. "Tentu, Bu," sahut Ana, yang tak lain adalah Salwa.Kaif lngsung menundukkan kepala, bukan karena tidak ingin menatap istrinya, tetapi dia masih terbelenggu oleh permintaan terakhir Salwa yang terpahat di memorinya. Dia ingin mendekatinya dengan segala kesopanan, tidak ingin membuat Salwa terkejut dengan kehadirannya. Dari kejauhan, Kaif merasakan detak langka

  • Istri Rasa Pembantu    52. IRP

    Di tengah keheningan desa yang tersembunyi jauh dari hiruk pikuk kota, Kaif menemukan tempat yang dia yakini sebagai janji suci yang harus dipenuhinya. "Desa ini sempurna, Pak Sandi. Hanya memiliki surau, sehingga pembangunan Masjid akan membawa banyak berkah bagi warga di sini," ujar Kaif dengan penuh keyakinan. Misi Kaif bukan sekadar membangun sebuah struktur fisik. Itu adalah nazar yang terbentuk dari perjuangan dan doa saat ia berjuang melawan sakit yang hampir merenggut nyawanya. "Jika saya diberi kesempatan kedua untuk hidup, maka saya akan membangun sebuah masjid," itulah janjinya. Pak Sandi, pria yang dipercayai Kaif untuk mencari lokasi yang ideal, mengangguk mengerti. "Desa ini memang tidak banyak diketahui oleh banyak orang, sehingga untuk mendapatkan bantuan saja terasa sulit. Tapi itulah yang menjadikannya tempat yang pas. Masjid di sini akan menjadi pusat komunitas yang solid," kata Pak Sandi sambil menyelidiki sekeliling. Kaif menarik napas dalam, mencermati ha

  • Istri Rasa Pembantu    51. IRP

    Usai telepon terputus, napas Kaif terhembus lega. Ia menginstruksikan supirnya untuk bergerak cepat kembali ke Jakarta. Salwa, istrinya, tidak ada di kampung halamannya, dan kini Kaif harus memutar otak untuk menemukannya. Pikirannya bergejolak, dan setiap detik terasa seperti berjalan di atas bara api. Ke mana harus mencari? Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi padanya? Linglung dan gelisah, Kaif terus menerus meminta perlindungan dari Yang Maha Kuasa, berharap agar istrinya ditemukan dalam keadaan selamat. "Setelah ini, Tuan Kaif akan mencari Non Salwa dimana?" tanya Pak Toha memecah keheningan. Kaif yang duduk di sampingnya, mengalihkan pandangan pada Pak Toha dan berkata, "Salwa tidak memiliki banyak kenalan di Jakarta, tapi ada satu orang yang dia kenal." "Siapa, Tuan?" "Tambah kecepatannya, Pak Toha," perintah Kaif. *** "Baru mencari dia sekarang? Dulu kemana saja anda, Tuan Kaif? Saat di depan mata anda abaikan, tapi setelah pergi kau mencarinya. Perbuatan

  • Istri Rasa Pembantu    50. IRP

    Amukan Hasbi tak terkendali ketika Kaif membongkar semua kebenaran yang menyakitkan. Tubuh Kaif layu tanpa daya menyerah pada hantaman demi hantaman yang dilancarkan oleh Hasbi. "Kenapa adikku harus terjebak menikah dengan orang sepertimu? Dia begitu lugu, dia rela disalahkan hanya demi menuruti suaminya yang bangsat ini," ujar Hasbi dengan mata yang memerah dan air mata yang meleleh tanpa bisa ia tahan. Penyesalan mendalam terpancar dari raut wajah Hasbi yang sekarang terguncang oleh kesadaran yang datang terlambat. Dia sendiri yang dulu meninggalkan adiknya, menampar bahkan melarangnya untuk pulang. Dengan suara yang bergetar, dia berbisik pilu, "Astaghfirullah, adikku..." Tangannya tak henti-hentinya menghujam ke tubuh Kaif yang kian memar, seraya mengabaikan setiap bisikan penyesalan dan permohonan maaf Kaif. Keadaan semakin kacau hingga tiba-tiba Siti muncul bagai oasis di tengah padang pasir. Dengan nafas tersengal, dia menerobos ke dalam dan dengan berani menghalau suaminy

  • Istri Rasa Pembantu    49. IRP

    "Menurut pak Toha, istriku sudah melahirkan apa belum ya?""Istri yang mana ya, Tuan?" tanya pak Toha dengan hati-hati, kawatir pertanyaannya menyinggung Kaif."Siapa lagi kalau bukan, Salwa. Hanya dia istriku," kata Kaif."Saya kurang tahu, Tuan. Tapi kemungkinan belum tuan. Kalau tidak salah sekarang kandungan Nona Salwa berusia 8 bulan. Karena saya pernah mendengar pembicaraan Nona Salwa dengan Bi Maryam empat bulan yang lalu," jelas Pak Toha.Ucapan panjang Pak Toha membuat Kaif tersenyum tipis.'Maaf Salwa, aku tidak bisa menuruti keinginanmu,' batin Kaif.***Mendung tebal dan jalanan yang semrawut menyelimuti hati Kaif, membuat langkahnya terhenti. Dengan berat hati, ia memutuskan untuk menunda perjalanan dan beristirahat di sebuah penginapan, karena perhitungannya, ia akan sampai di rumah Salwa pukul sepuluh malam. Waktu yang sangat larut di kampung halamannya, dimana nyaris semua jiwa telah terlelap dalam dinginnya malam. Matahari belum sepenuhnya menyingkap tirai fajarnya

  • Istri Rasa Pembantu    48. IRP

    "Jaga batasanmu, Hana!" ucap Kaif dengan suara yang keras. Pak Toha, yang menyaksikan adegan itu, merasa kebingungan yang dalam. Kerutan di keningnya semakin dalam. Bukankah Hana adalah istri Kaif? Hana, dengan mata berkaca-kaca, berlutut di hadapan Kaif. "Mas, maafkan aku, aku khilaf. Berikan aku kesempatan lagi," rayunya dengan suara serak. "Demi anak yang sedang aku kandung ini, aku memohon." Situasi itu terasa memotong napas, menebar aroma konflik yang mendalam dan menyayat hati di udara sore itu. Hana terduduk lemah, seraya menyimpan sejuta harapan dan penyesalan.Menunggu jawaban dari Kaif yang masih terpaku, terhujam dalam dilema yang menyelimuti kesenyapan yang sejatinya penuh dengan kenangan mereka berdua."Anak siapa? Benih dari laki-laki bajingan itu yang harus aku kasihani?" Kaif menatap wajah Hana dengan tatapan tidak suka. "Sekarang pergi dari rumah saya, hubungan kita sudah berakhir satu bulan yang lalu!""Tidak, Mas. Aku masih ingin mempertahankan pernikahan ini,"

  • Istri Rasa Pembantu    47. IRP

    Salwa menatap kosong seluruh ruang di rumah Sofia yang kini sunyi, terasa semakin hampa setiap detiknya. Dengan ketegaran yang membara, dia menyusun barang-barangnya satu per satu, tanpa kepastian tentang ke mana langkah selanjutnya akan mengarah. Memikirkan pulang ke kampung halamannya bukanlah pilihan, saudaranya sudah menutup pintu untuknya. "Hei, Nak. Kita pergi dari rumah ini, selalu temani mama ya, Nak," gumam Salwa lembut sambil mengelus perutnya yang kian membesar, berharap masa depan cerah untuk buah hatinya. Ketika Salwa melangkahkan kaki keluar kamar, pandangannya menyusuri setiap sudut yang kini hanya berbekas kenangan. Tiba-tiba, suara familiar menghentikan langkahnya. "Non Salwa." Suara Bi Maryam terdengar memanggil dari kejauhan. "Bibi masih belum pulang kampung?" tanya Salwa dengan nada lembut. "Sebentar lagi, Non," sahut Bi Maryam, nada suaranya menenangkan. Salwa tersenyum pahit, "Hati-hati, Bi'." "Non Salwa, mari ikut bibi pulang ke rumah bibi di kampung

  • Istri Rasa Pembantu    46. IRP

    "Ma, boleh aku ikut ke bandara, aku mohon," pinta Salwa pada Sofia, saat Kaif sudah ada di dalam mobil ambulance. Awalnya Sofia ingin menolak, tapi ia berubah fikiran hingga mengizinkan Salwa untuk ikut mengantar. Waktu seperti berlalu begitu cepat, saat ini mereka sudah ada di bandara. Sofia akan membawa Kaif ke Amerika dengan menggunakan pesawat khusus , dimana pesawat itu sudah dilengkapi dengan alat medis. Pada saat detik-detik Kaif dan Sofia bersiap memasuki pesawat, kesedihan semakin menyelimuti Salwa. Perpisahan yang akan terjadi begitu nyata hingga membuat dadanya sesak, dan jantungnya seolah tertindih beban berat. "Kaif, apa kamu merasa baik-baik saja?" Sofia memecah kesunyian sambil memandang Kaif yang berusaha menggerakkan - gerakkan jemarinya sehingga wajah pria itu memerah karena terlalu memaksa. Dengan gerakan yang teramat pelan, Salwa membungkuk di hadapan Kaif, kedua tangan lembutnya menyentuh tangan Kaif dengan penuh kasih. "Kenapa, Tuan? Apakah ada yang

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status