Share

9. IRP

Author: Zaidhiya
last update Last Updated: 2024-12-16 17:59:38
Kaif menatap wajah Salwa dengan tatapan yang menusuk, suaranya rendah namun jelas.

"Masuk ke kamarmu, saya tidak memiliki waktu untuk berdebat dengan kamu."

"Aku bukan ingin berdebat denganmu, Mas. Aku hanya meminta untuk dihargai layaknya seorang istri," sahut Salwa dengan suara bergetar.

Kaif menarik nafas dalam-dalam, nadanya meninggi, "Koreksi cara bicaramu itu dan ingatlah posisimu, Salwa! Kamu hanya anak pembantu dan tak lebih dari itu," ucapnya tegas.

"Apa kesalahanku, Mas? Mengapa kau berlaku sekejam ini, sampai-sampai aku tak boleh memanggilmu 'Mas' ketika kita berdua? Sampai kapan kau akan terus memperlakukanku seperti ini?" rintih Salwa sambil mendekati Kaif, matanya sudah berkaca-kaca.

"Jika tak menginginkan aku bukan? Maka, ceraikan saja aku, Tuan," pintanya dengan nada penuh penekanan, menggantikan sapaan 'Mas' dengan 'Tuan'.

Kaif mengangkat satu alis, sinis. "Kamu seorang santri, harusnya kamu paham tentang hukum Islam mengenai istri yang meminta cerai dari s
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Istri Rasa Pembantu    10. IRP

    Dua hari telah berlalu setelah kejadian malam itu. Tidak ada lagi pembicaraan di antara Kaif dan Salwa. Malam itu Sofia langsung pulang setelah mengatakan pada Salwa untuk bertahan sebentar lagi. Perempuan paruh baya itu masih berharap pernikahan Kaif dan Salwa akan bertahan. Di malam hari, Salwa mendapat telepon dari kampung bahwa ibunya sedang sakit. Salwa bingung karena hari sudah malam dan ia belum pernah pulang ke kampung setelah menikah. Ia tidak tahu harus pulang bagaimana. Tanpa pilihan lain, Salwa menghampiri Kaif. "Tuan, aku baru mendapat telepon bahwa ibu sedang sakit di kampung, aku minta izin untuk pulang," ujar Salwa. Kaif menghentikan pergerakan tangannya yang sedang sibuk mengutak-atik keyboard laptop. Pria itu mengalihkan pandangan pada Salwa. "Apakah pekerjaanmu di rumah ini sudah selesai?" tanya Kaif tanpa belas kasih. "Sudah, semuanya sudah aku kerjakan, Tuan," ucap Salwa. "Yah, pergi saja!" "Terima kasih," ucap Salwa dengan lega. Meskipun dalam hati k

    Last Updated : 2024-12-16
  • Istri Rasa Pembantu    11. IRP

    Setelah dua hari berada di rumah kelahirannya, kebahagiaan meluap dari raut wajah Salwa. Senyumnya cerah bak mentari pagi, dan ia bisa berlaku apa adanya di sisi ibu serta saudara-saudarinya. Lihatlah bagaimana ia dilarang menyentuh apapun di dapur, Laila dan Siti, istri Hadi, selalu sigap memanjakan adik mereka itu. Kepulangan Salwa menyuntikkan semangat baru bagi Saida, ibu mereka yang sudah beranjak tua. Kini, perempuan itu bersemangat meninggalkan peraduan yang sebelumnya menjadi pengapnya selama berhari-hari. Semua perubahan ini tidak luput dari mata Kaif, yang juga diawasi oleh mata-mata lain dalam keluarga. Meski di rumah itu semuanya nampak sederhana, Kaif merasakan kedamaian yang mendalam saat dikelilingi hangatnya keluarga Salwa. Bahagia merebak di udara kampung, beberapa tetangga berdatangan hanya untuk mengetahui kabar dari Salwa. Semua ini sangat berbeda dari hiruk-pikuk kota, tempat manusia terjebak dalam pusaran pencapaian pribadi. Keakraban dan kehangatan persaud

    Last Updated : 2024-12-18
  • Istri Rasa Pembantu    12. IRP

    Belum, Bi," jawab Salwa dengan suara yang tetap tenang, hatinya telah berlapis baja menghadapi pertanyaan seperti ini. "Kalian pakai KB ya?" usik Bi Seli lagi dengan tatapan penuh penasaran. "Tidak, Bi," jawab Salwa singkat, merasa sedikit tersudut. Dengan lembut, Bu Seli meraih bahu Salwa, "Sudahlah, jangan kau pikirkan. Pernikahan kalian masih muda, nikmatilah masa-masa ini dengan suami. Saat waktunya tepat, Insya Allah, Allah akan mengirimkan kalian seorang anak yang lucu-lucu." Kata-kata Bi Seli mengalir bagaikan hembusan angin yang menyejukkan, membuat hati Salwa menghangat.Salwa tersenyum, kepalanya mengangguk. Inilah yang ia sukai dengan kehidupan di kampungnya, orang-orang di kampung kelahirannya, saling bahu-membahu dan saling menguatkan bukan saling menghakimi.Percakapan itu tak luput dari pendengaran Kaif, tapi pria itu hanya diam tanpa suara.Di keheningan malam yang menyerupai dua malam sebelumnya, Salwa berniat tidur bersama ibunya. Namun, kehendak Saida malam ini

    Last Updated : 2024-12-18
  • Istri Rasa Pembantu    13. IRP

    Di kamar Sallwa, Kaif sedang berbicara lewat telepon dengan kekasihnya, Hana. "Kenapa harus ambil kontrak itu, Hana? Kamu baru saja keluar dari rumah sakit. Jika butuh uang, katakan saja padaku," kata Kaif dengan suara penuh kekhawatiran. "Tidak, Kaif. Aku hanya akan menerima uangmu bila aku sudah resmi menjadi istrimu. Tapi saat ini," jawab Hana dari ujung sana, suaranya bergetar. "Maaf, Hana. Aku juga tidak ingin menggantung hubungan kita, tapi kamu tahu sendirikan bagaimana mama. Apalagi, kamu tidak ingin menjadi istri kedua," ucap Kaif. Kaif tak menyadari bahwa setiap kata yang terucap terdengar jelas oleh Salwa, gadis berhijab yang berdiri di balik pintu yang tak tertutup sempurna. Hati Salwa berdesir, merasakan luka yang mendalam; bibir bawahnya tergigit kuat, menahan ledakan emosi yang siap meledak. Kaif menutup percakapannya dan menaruh teleponnya. Saat itulah Salwa memutuskan untuk masuk ke dalam kamar, Kaif seperti tidak peduli dengan kehadiran Salwa di kamar itu.Kama

    Last Updated : 2024-12-18
  • Istri Rasa Pembantu    14. IRP

    Empat hari telah berlalu sejak Salwa dan Kaif menginjakkan kaki di kampung halaman, namun tak seorang pun di antara keluarga yang menyadari retaknya rumah tangga yang mereka sembunyikan. Di mata orang-orang, mereka tampak sebagai sepasang kekasih yang saling terpaut hati, meski dalam hati masing-masing, keduanya ahli dalam memerankan topeng yang menipu Hujan turun dengan derasnya hari itu, mengunci setiap keluarga di dalam rumah masing-masing. Ada yang memilih berlindung di balik selimut hangat, ada pula yang mengisi waktu dengan obrolan ringan. Namun, berbeda dengan Salwa bersama dua ponakannya, Diva dan Susi, yang asyik bermain di bawah guyuran hujan, tertawa lepas tanpa beban. Kaif, yang duduk terpaku di antara keluarga, terpikat pada keceriaan yang belum pernah ia lihat sebelumnya pada Salwa. Keindahan dan keceriaannya bagai membuka mata Kaif akan sosok wanita yang telah ia nikahi. Namun, begitu pikiran itu mengusik, segera ia kembali teringat pada Hana—gadis cantik yang ma

    Last Updated : 2024-12-20
  • Istri Rasa Pembantu    15. IRP

    "Kaif, ini yang kedua kalinya aku berpesan padamu, tolong jaga adikku dengan baik, Salwa itu adalah permata kami," ujar Shabir, ia menatap Kaif dengan sorot mata tegas."Sejak kecil kami sangat memanjakannya. Jadi kalau seandainya adikku membuat kesalahan, tolong jangan dibentak, nasihati dengan cara baik-baik, dia pasti akan mendengarkan kamu," lanjut Shabir.Laki-laki yang lebih dewasa dari Kaif itu hampir meneteskan air mata. Seorang Hasbipun akan menangis jika adik kecil yang selalu ia manjakan akan dibawa pergi oleh laki-laki asing yang sudah menjadi suami Salwa.Hasbi berat, tapi apa boleh buat, saat ini, adik kecilnya itu sudah dewasa dan memiliki suami, sudah menjadi kewajiban Salwa untuk berada di sisi suaminya."Abang, di sini rupanya." Segera, Hasbi mengusap matanya yang berkaca-kaca dan segera bangkit, meninggalkan Kaif di belakang.O Langkahnya terburu-buru menuju Salwa, perasaannya campur aduk antara kehilangan dan harapan baru bagi adik tercinta.Tubuh Kaif terpaku, ka

    Last Updated : 2024-12-20
  • Istri Rasa Pembantu    16. IRP

    "Assalamualaikum, kakak ipar," sapa Halik dengan nada berat, seakan membawa tujuan tertentu di balik kedatangannya. Suami Eriana ini bukan tipe yang sering mengunjungi rumah Salwa, apalagi di saat suaminya, Kaif, tengah berada di kantor. "Waalaikum salam," jawab Salwa dengan suara tercekat. Kejutan menggelayut di wajahnya, pertanda kedatangan adik iparnya ini tidak biasa. "Mas Kaif masih ada di kantor," sambungnya cepat, berusaha memberi kode bahwa ini bukan waktu yang tepat untuk berkunjung. "Gak menyuruh aku masuk nih, kakak ipar? Kakiku rasanya sudah pegel berdiri di depan pintu," desak Halik, suaranya menyisakan ruang untuk mendesak. Suasana menjadi semakin tegang ketika Salwa terpaksa membuka pintu, walau hatinya berat. Ruangannya terasa lebih sempit, dingin, hampa. Salwa menggigit bibirnya, cemas. Seorang diri di rumah, dengan Halik yang sering memberikan pandangan yang tidak senonoh padanya dan Salwa tidak suka itu. "Ada perlu apa?" tanyanya, mencoba mempertahankan keten

    Last Updated : 2024-12-26
  • Istri Rasa Pembantu    17. IRP

    Di tengah dinginnya malam yang sunyi, Kaif terburu-buru kembali dari kantor setelah telepon darurat dari adiknya, Eriana. "Dimana Salwa?" tanya Kaif dengan suara yang pada Bi Maryam yang membukakan pintu. "Ada di kamarnya, Tuan. Nona Salwa sedang sa—" ucapan Bi Maryam terpotong, seolah langit menurunkan larangan untuk meneruskannya, karena Tuan Kaif sudah berlari menaiki tangga dengan langkah-langkah yang bergema ke seluruh penjuru rumah. Bi Maryam hanya bisa berbisik lirih, "Semoga Tuan Kaif bisa menenangkan, Nyonya," doanya menggantung di udara yang dingin. Peristiwa sore itu, ketika Bi Maryam kembali dari luar, telah menyambutnya dengan raungan tangis yang menyayat dari kamar mandi. Salwa, yang biasa tersusun rapi dan tenang, kali ini terlihat hancur; rambutnya kusut dan matanya sembab merah, mencerminkan badai yang mengamuk di dalam hatinya. Dengan langkah pasti Kaif membuka pintu kamar Salwa. Dalam keheningan yang terasa menyengat, Salwa yang tengah terhanyut dalam ayat-aya

    Last Updated : 2024-12-26

Latest chapter

  • Istri Rasa Pembantu    78. IRP

    "Mas tanganmu terluka!" Seruan itu pecah di keheningan kamar saat Salwa menyentuh punggung tangan Syakir yang tampak memar. Pria itu, Kaif, kini duduk di pinggir ranjang Tangan Kaif yang lebam itu seakan melukis kesakitan di matanya. "Ini hanya luka kecil, tak perlu khawatir," Kaif mencoba menenangkan, sambil membiarkan tangan hangat Salwa menelusuri lebamnya. Wajah Salwa, yang sedang hamil, menyiratkan kekhawatiran mendalam, lebih dari yang seharusnya untuk luka sekecil itu. "Pasti sakit, ya? Maaf, Mas," suara Salwa bergetar, mata berkaca-kaca menatap Kaif, menyuarakan kepedulian dan kegentaran seorang ibu hamil yang hormonnya melonjak. Kaif hanya mengangguk, gesturnya memperdalam cemas di hati Salwa. Dia bahkan mulai beranjak ingin mengambil perlengkapan obat. Namun, tangan Kaif dengan cepat meraihnya, menghentikan gerak langkahnya. "Bukan di sini yang sakit, Salwa," suara Kaif mendadak serius dan dalam, memotong atmosfer ruangan dengan berat.Salwa mendongak, menatap wajah

  • Istri Rasa Pembantu    77. IRP

    Di dalam kamar Salwa yang tidak begitu luas. Sofia dengan setia menjaga Salwa yang sedang tidur di ranjangnya setelah diperiksa oleh dokter beberapa menit yang lalu.Sementara itu, di luar, Hasbi dan Kaif tengah sibuk di halaman rumah, berbicara dengan polisi mengenai Halik yang sedang mereka upayakan untuk mendapatkan hukuman berat di penjara, seraya api keadilan berkobar di dalam hati mereka.Di dalam kamar.Salwa membuka matanya perlahan, tersadar dari tidur yang tampaknya tidak memberikan kekuatan apa pun kepadanya."Eriana, tolong ambilkan air," suruh Sofia pada Eriana yang juga ada di sana.Tanpa menunda, Eriana segera mengambil segelas air yang sudah tersedia di kamar itu."Ayo minum dulu, Nak," ucap Sofia sambil menopang tubuh Salwa yang terasa seperti puing-puing yang lelah. Salwa hanya dapat menelan dengan susah payah, tiap tegukan terasa seperti pejuangan. Kejadian pagi tadi, membuat Salwa merasa tubuhnya lemas.Kepedulian Sofia terpancar jelas saat ia dengan sabar membantu

  • Istri Rasa Pembantu    76. IRP

    Dentuman keras terdengar bertalu-talu saat Kaif dengan brutalnya memukul Halik yang hingga berdaya, sementara Salwa lemah terpeluk dalam dekapan Sofia. Segalanya berawal ketika Halik mencoba menyeret Salwa ke dalam mobil dengan paksa, namun momen itu terpotong dengan kedatangan Kaif. Tanpa pikir panjang, ia melompat dari mobilnya, amarah membara di dadanya. Bugh bugh bugh... Suara pukulan itu menggema, setiap hantaman Kaif menghujam tanpa ampun ke tubuh Halik yang sudah penuh luka. Halik hanya bisa mengerang kesakitan, badannya seolah tak lebih dari boneka kain yang diseret oleh gelombang amarah Kaif. Sungguh, pertarungan ini mungkin telah berakhir dengan tragis jika bukan karena kedatangan Hasbi dan istrinya di saat yang tepat. Dengan segala kekuatannya, Hasbi berhasil melerai Kaif, menarik Kaif yang masih diliputi amarah dan keinginan untuk melampiaskan lebih banyak lagi penderitaan pada Halik. Namun, Hasbi dengan tegas mengingatkan bahwa semua ini harus berakhir, karena lepas

  • Istri Rasa Pembantu    75. IRP

    Salwa melangkah keluar, menyerap kedamaian pagi yang menyejukkan jiwa. Sapaan hangat dari warga desa yang bersiap menuju kerja menyelinap melalui hawa segar, dan Salwa membalas dengan senyuman yang merekah di wajahnya. "Adek, jangan melewatkan waktu sarapan ya, sarapannya sudah kakak siapkan di meja. Kakak mau ke belakang menemui Bang Hasbi dulu," ujar Istri Hasbi dengan lembut. Salwa mengangguk, "Iya kak, terima kasih banyak." Perempuan itu tersenyum lembut sebelum melangkah menuju belakang rumah. Salwa kemudian duduk di kursi halaman, tempat kesukaannya untuk menikmati pemandangan sekitar. Hasbi sudah membuat kursi itu khusus untuk Salwa, hafal jika adik kesayangannya suka sekali menikmati udara di tempat itu. Sambil mengusap perutnya yang kian membesar, Salwa berbisik lirih, "Rindu ayah ya, Nak," seraya tatapannya terhanyut dalam kenangan tentang sang ayah yang terasa begitu dekat namun jauh.Sudah lima hari berlalu tapi Salwa sendiri yang kalah, tiada hari tanpa merindukan Ka

  • Istri Rasa Pembantu    74. IRP

    Pada hari yang sama saat Salwa dijemput oleh keluarganya, Kaif mengambil keputusan tegas untuk kembali ke Jakarta. Ada tarikan hati yang mendalam yang mendorongnya untuk menyusul Salwa, namun akalnya memenangkan pertarungan dalam benaknya. Salwa memerlukan waktu, dan Kaif tahu ia tidak boleh bertindak egois. Selama tiga hari, Kaif mencoba mengalihkan pikirannya dengan bekerja keras di kantor, berangkat sebelum matahari terbit dan pulang larut malam. Kaif sengaja menyibukkan diri agar terbebas dari lamunan tentang Salwa yang terus menerus menghantuinya. Sofia dan Eriana, setelah kembali dari Amerika, terhanyut dalam kesedihan saat mendengar cerita Pak Toha tentang keadaan Kaif. "Ma, kapan kita ke rumah kak Kaif?" tanya Sofia pada mamanya dengan suara bergetar. "Malam ini saja, saat ini dia pasti sedang ada d kantornya, nanti sekalian kita makan malam bersama," jawab ibunya lembut."Baiklah, Ma." Keputusan Kaif untuk tinggal di rumah pribadinya, meskipun ibunya, Sofia, mendesakn

  • Istri Rasa Pembantu    73. IRP

    "Aku butuh waktu, Tuan. Ini tidak mudah bagiku, aku butuh berfikir karena aku terlalu takut untuk kembali pada laki-laki yang merupakan masa laluku. Masa laluku begitu menyakitkan, aku takut kepahitan itu akan kembali lagi jika aku kembali." Salwa akhirnya mengutarakan uneg-unegnya.Kaif berusaha untuk duduk dari baringnya, menatap wajah sendu perempuan yang sudah ia sakiti begitu dalam.'Apa aku begitu egois memaksanya untuk kembali padaku?' batin Kaif, ia bisa melihat luka dari sorot mata cantik itu."Aku memaafkanmu, Mas." Panggilan Salwa sudah mulai berubah, perempuan itu terkadang memanggil tuan dan juga terkadang memanggil Mas pada Kaif. "Tapi untuk kembali, aku masih belum siap, aku takut sakit lagi dan untuk menyembuhkan itu sangat susah. Aku takut, bisakah mas memahami ketakutanku." Air mata Salwa mengalir juga, sekuat apapun perempuan itu berusaha melupakan kejadian yang menyakitkan di masa lalu, nyatanya Salwa tidak mampu.Sikap kasar Kaif, Halik yang hampir melecehkannya,

  • Istri Rasa Pembantu    72. IRP

    Kaif merengkuh pinggang Salwa erat-erat, mencegah wanita itu melangkah pergi. "Tolong, jangan tinggalkan aku... Aku mohon, Sayang," ratapnya sambil mata mereka terus bertaut dalam tatapan yang penuh dengan harapan dan keputusasaan. "Biarkan aku pergi, Ma ... Tuan, ini tidak lucu." Suara Salwa terdengar getir, usahanya untuk melepaskan cengkeraman Kaif penuh dengan perjuangan. Tangannya mendorong dengan keras, namun Kaif tak bergeming, seolah takut kehilangan sentuhan terakhir darinya. "Maaf, Salwa. Aku tidak pernah ingin menipumu, aku hanya terlalu takut kehilanganmu," ucap Kaif dengan suara yang hampir tak terdengar, diwarnai dengan nada yang lirih dan penuh penyesalan. "Cukup, Tuan. Bukankah kita sudah membicarakan ini semalam? Hormati keputusanku," tegas Salwa. Dengan segenap kekuatan yang ia miliki, ia berhasil melepaskan diri dari pelukan Kaif. Dalam satu dorongan penuh kemarahan dan kekecewaan, Kaif terdorong mundur dan tersungkur ke dinding ranjang dengan keras.Suara d

  • Istri Rasa Pembantu    71. IRP

    "Astaghfirullahaladzim, Tuan Kaif! Tuan Kaif kenapa?" Pak Toha, supir Kaif datang dengan wajah penuh kekawatiran, pria itu terkejut melihat kondisi wajah majikannya. Bagaimana Pak Toha tidak kawatir, dia sudah diamanahkan untuk menjaga majikannya, kondisi Kaif belum sepenuhnya pulih dari komanya waktu itu. Pak Toha mendekati Kaif yang terbaring di pangkuan Salwa."Apa yang terjadi, Non? Ya Allah. Kenapa sampai berdarah seperti ini, bagaimana kalau Tuan Kaif sakit seperti dulu lagi, tuan Kaif masih belum sepenuhnya pulih, Non," ujar pak Toha."Jangan hanya bicara, Pak. Tolong bantu suami saya, kita bawa ke rumah sakit sekarang juga!" perintah Salwa, suaranya meninggi karena terlalu menghawatirkan keadaan Kaif, apalgi setelah mendengar ucapan Pak Toha mengenai keadaan Kaif.Hasbi mulai merasa bersalah, ia terlalu dikalahkan dengan emosinya."Rumah sakit di sini jauh, Non. Yang ada hanya puskesmas dan itu tidak ada gunanya untuk Tuan Kaif. Kita bawa ke rumah saja, di sana ada obat-obat

  • Istri Rasa Pembantu    70. IRP

    "Mau dibawa kemana istriku?" tanya Kaif menghalangi langkah Hasbi yang ingin beranjak dari tempat itu."Menyingkir, jangan sampai saya hilang kendali," tegas Hasbi dengan dingin. Hasbi menatap adiknya yang sedari tadi hanya membisu."Ayo adek, kita pulang," ajak Hasbi pada Salwa."Tidak! Salwa tidak boleh pergi kemana-mana tanpa izin dariku," tegas Kaif.Hasbi menatap Kaif dengan tatapan tajam."Siapa kamu!" "Aku suaminya, bang Hasbi paham Agama bukan? Kenapa sekarang malah ikut campur dalam rumah tangga kami." "Berani sekali kamu membawa-bawa Agama," tegas Hasbi. "Apa kamu sadar bagaimana kamu memperlakukan adik saya selama dua tahun ini, bahkan keluargamu memfitnah Salwa. Adikku adalah perempuan yang terjaga, saya selalu melindunginya, tapi rupanya kamu menyakiti adikku."Ucapan Hasbi membuat dada Kaif terasa sesak, ia menyesali semua yang dilakukan di masa lalu, ia menyesal karena baru menyadari jika Salwa adalah perempuan yang tulus, perempuan yang memang pantas untuk dimuliaka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status