Home / Romansa / Istri Rasa Pembantu / 2. KONSEKUENSI DALAM PERNIKAHAN

Share

2. KONSEKUENSI DALAM PERNIKAHAN

Author: Zaidhiya
last update Last Updated: 2024-10-16 12:43:48

“Ya sudah, Mama mau pulang ya, Salwa. Ini Mama ada belikan gamis untukmu. Tadi pergi ke mall gak sengaja lihat ini, lalu keingat menantu. Langsung saja Mama beli. Semoga kamu suka ya.” Sofia tersenyum sembari memberikan paper bag di tangannya pada Salwa.

Salwa mengambil paper bag itu meski merasa canggung.

Baru satu minggu Salwa menjadi menantunya, tapi entah sudah berapa pakaian baru yang mertuanya itu belikan untuk Salwa.

Apa orang kaya memang sebebas itu?

Bebas membeli apa saja yang menarik dimatanya…

Cukup lama keduanya di rumah Salwa. Bahkan, mereka menikmati masakan yang Salwa masak meski Erina masih menatap Salwa dengan tatapan tidak suka.

Hanya saja, Salwa tak memedulikan itu semua dan tetap melayani mertua dan iparnya sebaik yang ia bisa.

***

Di malam hari, Kaif baru saja pulang kerja mendadak membuka pintu dengan kasar.

Salwa dikejutkan dengan sikapnya, terlebih ia melempar uang merah beberapa lembar ke wajah Salwa yang entah berapa jumlahnya.

“Dasar perempuan murahan!!!"

Deg!

“Apa maksudmu, Tuan?” Suara Salwa terdengar gemetar saat ia bertanya.

Sungguh, Salwa menahan kepedihan hati yang hampir tak tertahankan. Tidak pernah dalam hidupnya merasa terhina seperti ini.

“Kau pasti mengadu yang bukan-bukan pada Mama, membuat mama marah pada saya di kantor, hah?” kata Kaif dengan suara meninggi, setiap kata yang keluar dari mulut Kaif terasa seperti tamparan keras yang menyayat hati Salwa.

'Tuhan, apa lagi ini?' Gumam Salwa dalam hati.

Salwa tak mampu lagi menahan air mata yang perlahan mengalir di pipi. Selama ini, walau dia sering membentak dengan kata-kata kasar, tetapi belum pernah seintens ini.

Salwa bertanya pada dirinya sendiri, apakah ia sudah begitu buruk sampai suaminya itu marah seperti ini? Salwa ingin membela diri, memberikan penjelasan dan melawan, tetapi bibirnya terasa kaku dan gemetar tak terkendali.

Dikepala Salwa dipenuhi bayang-bayang ketakutan dan cemas akan apa yang akan terjadi pada rumah tangganya.

Dia, pria yang seharusnya melindungi dan mendampingi Salwa, tapi kini malah menjadi sumber ketakutan Salwa sendiri. Gadis berhijab itu teringat akan keluarganya di kampung, yang selalu memperlakukan dirinya dengan penuh kasih sayang, manja, sebagai anak bungsu yang dicintai. Namun kini, semuanya seperti terbalik, rasa sakit dan takut berganti posisi.

“Apa kamu bisu?!” teriaknya memecah lamunan Salwa.

Salwa tersentak. Beruntung ia tidak memiliki riwayat penyakit jantung.

“Tuan, bisakah bicara pelan? Aku tidak tuli, Tuan.” Akhirnya Salwa berujar dengan suara lirih, mencoba meredam ketakutan yang menggelegak.

Tangannya tiba-tiba menghantam meja makan dengan keras.

Brak!

Gebrakannya membuat mata Salwa terpejam karena terkejut.

“Demi Allah, Tuan. Aku tidak mengadu yang bukan-bukan pada Mama,” ucap Salwa dengan suara gemetar, “siang tadi, memang mama dan kak Eriana berkunjung ke sini. Mereka menanyakan soal pembantu dan keamanan di rumah ini, dan aku menjawab sejujur-jujurnya,” jelas Salwa berharap bisa memadamkan amarah Kaif.

Namun saat itu juga, raut wajah Kaif merah padam, kemarahan tampak memuncak di raut wajahnya.

Tiba-tiba, dia meremas lengan Salwa dengan kuat.

“Aww ... sakit, Tuan,” rintih Salwa pelan.

Kekuatan yang Kaif gunakan membuat gadis muda itu tak bisa melawan.

“Bukankah kamu belajar di pesantren?” bentaknya dengan nada keras, “apa gurumu di sana tidak mengajarkan bagaimana menjaga aib suami?!"

Suara Kaif bertambah lantang, menyiratkan kemarahan yang lebih mengerikan dari pada pengurus keamanan saat Salwa masih menjadi santri.

“Maaf, Tuan. Aku tidak bermaksud membuat Tuan marah,” sahut Salwa dengan suara bergetar mencoba menenangkan situasi, “aku janji, setelah ini aku akan lebih berhati-hati saat berbicara dengan Mama."

Namun, permohonan maaf Salwa seolah tak terdengar. Tangannya masih mencengkeram erat, tak peduli dengan air mata yang mulai mengalir dari mata Salwa. Sakit yang gadis itu rasakan begitu nyata tapi dia benar-benar tidak peduli dengan rasa sakit itu.

Brugh!

Suara yang tajam terdengar saat tubuh Salwa terdorong dan jatuh terlentang di lantai dingin.

Napas Salwa terengah-engah. Setiap senti tubuhnya berdenyut karena sakit. Ini adalah

pertama kalinya ia merasakan kekerasan fisik yang begitu nyata, yang melukai bukan hanya raga tapi juga jiwa.

“Ya Allah,” bisik Salwa lirih dalam tangis, mencari kekuatan dalam doa.

Kaif berdiri dengan tatapan tajam sekaligus dingin, seolah belum puas dengan penderitaan yang baru saja dia sebabkan. Tiba-tiba ia kembali melangkah mendekati Salwa, segera Salwa mundur, tubuhnya bergetar di setiap gerakannya, mencoba menjauh dari bayangan yang kian menyeramkan.

Apakah pria ini yang seharusnya menjadi pelindungku? batin Salwa.

Pikiran itu melintas di benak Salwa sambil merasakan perih yang menyayat hati.

Suaminya, yang mestinya menjadi benteng perlindungan, kini berubah menjadi lawan yang hendak menghancurkan hidupnya.

“Tu-tuan, tolonglah ... aku ini istrimu." Suara Salwa bergetar, memelas, harapannya hanyut dalam keheningan. Namun, Kaif hanya mendengus dingin.

Cengkraman di dagu Salwa semakin erat, seakan ingin menyatakan dominasinya. Air

matanya berderai, membasahi kulit tangan besar Kaif yang ditumbuhi bulu.

“Sudah kubilang, jaga batasanmu, Salwa! Bagiku, kamu tidak lebih dari seorang pembantu di rumah ini!" ucapnya dengan nada merendahkan sebelum akhirnya melepaskan cengkramannya.

Apakah ini hukuman yang harus Salwa terima Sebagai istrinya? Apakah ini peran yang harus ia pikul? Ah, betapa malang nasib gadis itu.

Sungguh kejam kehidupan yang Salwa rasakan saat ini. Namun, ia harus tetap berjuang, mencari kekuatan di tengah duka yang mendera, bahkan dari orang yang seharusnya menjaganya dan menjadi pelindung.

“Kamu sudah menerima pernikahan ini, padahal aku tidak pernah menginginkan perempuan sepertimu. Kamu sudah hadir dalam hidupku maka kamu harus siap dengan konsekuensinya,” tambah Kaif lagi.

Mata Salwa yang semula nanar kini menatap balik dengan pandangan tajam,

mempertahankan secercah harga diri yang tersisa. Apa maksud dari ucapannya?

“Konsekuensi yang seperti apa, Tuan? Sebelumnya tidak ada seorang pun yang memberi tahu padaku jika ternyata aku harus berhadapan dengan keadaan seperti ini. Aku bahkan tak pernah mengenalmu sebelumnya, dan Tuan juga tidak tahu tentangku."

" Jika Tuan tidak menginginkan aku, mengapa Tuan menikahiku? Jika menurut Tuan, aku tidak layak menjadi pendampingmu, mengapa tidak akhiri saja hubungan ini? Aku begitu lelah dengan semua ini, Tuan!"

Rasa sakit yang menyerang memaksa Salwa untuk berbicara dengan terbuka dan meluapkan semua perasaan serta isi hati yang terpendam.

Kaif diam, tetapi kemarahan terus meresap dalam raut wajahnya.

Salwa mulai berpikir, apakah ia begitu tidak berharga baginya? Apakah dia merasa menyesal karena sudah menikahinya? Bagaimana hubungan ini akan berlangsung ke depannya jika semua ini terus berlanjut?

“Silakan ceraikan saja aku, Tuan,” pinta Salwa dengan suara lirih dan hati yang mati rasa.

bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kartini Tini
iy klw ga suka kenapa juga harus dinikahi.,,ayo salwa semangat lawan aja lki2 yg ga punya hati.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri Rasa Pembantu    3. BAJU COUPLE

    Sayangnya, keinginan itu tak tercapai. Meski demikian, hubungan Salwa dengan Kaif tidak ada perubahan setelah perdebatan tiga bulan yang lalu. Salwa hanya bicara seperlunya saja, mendadak menjadi perempuan pendiam, padahal itu bukanlah sifatnya yang sebenarnya.Mereka memang tinggal satu atap, tapi seperti orang asing yang tak pernah saling kenal, kegiatan Salwa setiap harinya mengerjakan pekerjaan rumah, memasak meskipun Kaif tidak pernah menyentuh masakan Salwa."Ini siapa yang masak?" tanya Kaif pada pembantu di rumah itu, Bi' Maryam. Yah sesuai permintaan Sofia. Kaif mempekerjakan pembantu di rumahnya."Ini masakan nyonya, tuan," jawab Bi' Maryam."Singkirkan sampah-sampah ini, dan masak lagi, saya tunggu 15 menit," perintah Kaif.Salwa yang masih ada di dapur hanya bisa mengusap dada, padahal sudah sering kali iamendapatkan penolakan, tapi tetap saja ia terus mencoba, dengan harapan tuan Kaif akan luluh.Salwa perempuan paham akan ilmu agama, itu sebabnya berat baginya u

    Last Updated : 2024-10-17
  • Istri Rasa Pembantu    4. KEKASIH KAIF

    Salwa bingung harus bereaksi apa, selain memegang dadanya yang terasa perih mendengar tangisan wanita di hadapan Kaif–kian pecah. "Aku tahu sekarang, kamu sudah hidup bersamanya di bawah satu atap, menyentuhnya, membayangkan saja membuatku sangat hancur." Kaif menghela napas. "Aku tidak mencintainya, aku tidak sudi menyentuhnya, kami memang tinggal satu atap, tapi aku tidak melayaninya sebagai seorang istri," jujur Kaif, “perempuan kampung itu bukan seleraku. Aku bahkan tersiksa selalu bersandiwara di depan keluarga jika aku mencintainya. Mimpiku untuk membangun bahtera rumah tangga masih tetap bersamamu bukan dengan dia." Cukup sudah.Dengan nafas tidak beraturan, Salwa menjauh dari tempat itu.Padahal sudah ia tegaskan pada hatinya untuk tidak manja? Untuk tidak terbawa perasaan atas ucapan suaminya? Tapi, malam ini Salwa gagal.Nyatanya Salwa sudah mencintai, Kaif, suami yang tak pernah menginginkannya.Di sinilah Salwa berada, di kamar mandi, ia hidupkan kran air dan menangis

    Last Updated : 2024-10-17
  • Istri Rasa Pembantu    5. Meminta Izin pada Suami

    Di dalam mobil yang melaju cepat di jalanan Jakarta, hanya ada keheningan yang memisahkan Kaif dan Salwa. Tiada kata terucap di antara keduanya, masing-masing larut dalam dunia pikirannya sendiri. Kaif dengan tegas memegang kemudi, pandangannya lurus ke depan, seolah mencoba untuk menembus kemacetan kota yang tak pernah tidur ini. Salwa, di sisi lain, terus menatap keluar jendela, mengamati pemandangan yang baginya tampak lebih menarik daripada kekacauan emosional yang ia alami saat ini. Di dalam dadanya, perih masih terasa membara. Berbagai upaya telah ia lakukan untuk menepis rasa sakit itu, tetapi semua terasa sia-sia. Pada akhirnya, Kaif memutuskan untuk memecah keheningan. "Kau tahu, perempuan cantik tadi?" suaranya cukup untuk membuat Salwa mengalihkan pandangannya sejenak dari jendela. Walaupun hatinya gundah, pendengarannya tajam menangkap setiap kata yang diucapkan Kaif. "Dia Hana Salsabila, perempuan pintar, cerdas, dan baik. Dan yang paling penting, dia adalah cint

    Last Updated : 2024-10-17
  • Istri Rasa Pembantu    6. AMARAH KAIF

    "Uh, gimana ya." Salwa menggigit bibirnya, ragu. Perasaannya berkecamuk, antara ingin menerima atau menolak secara halus. "Mbak, please..." lanjut Fatih, matanya semakin memohon. Akhirnya, Salwa mengangguk perlahan. Dia kemudian melangkah menuju mobil tempat Bi Maryam sudah menunggu. "Bibi pulang dulu saja ya, aku mau makan siang dengan adik kelasku dulu," beritahu Salwa pada Bi Maryam. "Bagaimana jika kami menunggu nyonya," tawar Bi Maryam. "Tidak perlu Bi, nanti aku pesan taxi saja, bibi pulang dulu," suruh Salwa. "Baik, nyonya." Bi' Maryam mengangguk patuh. "Hati-hati ya, nyonya," tambahnya. *** Di restoran, Salwa dan Fatih, kini duduk berhadapan. Suasana semakin hangat ketika Fatih mulai bercerita, mendominasi pembicaraan. Dia mengamati Salwa dengan tatapan kagum. Akan tetapi, istri Kaif itu tak menyadarinya. "Aku perhatikan sepertinya banyak hal yang sudah terjadi dalam hidup Mbak, mbak Salwa baik-baik saja kan?" tanyanya dengan nada penuh kepedulian. "A

    Last Updated : 2024-11-29
  • Istri Rasa Pembantu    7. IRP

    Kaif tersenyum mengejek lalu berkata, "Jika bukan perempuan murahan lalu perempuan yang bagaimana? Perempuan rendahan, perempuan kotor, perempuan pezina, perempuan apa lagi, kamu adalah perempuan yang tidak memiliki harga diri, murahan!""Ya Allah," ucap Salwa sembari tangannya menyentuh dadanya yang terasa tersayat karena setiap ucapan Kaif. Dimata Kaif Salwa seperti tidak ada harga dirinya, padahal Salwa baru pertama kali bertemu dengan seorang pria, itupun bukanlah kekasih gelapnya seperti yang dituduhkan, tapi adik kelas yang Salwa anggap seperti adiknya sendiri."Seharusnya kamu katakan dari awal jika kamu memiliki kekasih, saya pasti akan mempermudah kamu untuk bertemu dengannya, tapi kamu lakukan dengan cara diam-diam, sok-sokan izin ke supermarket tapi ternyata." Kaif geleng-geleng kepala, tidak habis fikir dengan apa yang dilihatnya."Rencana selanjutnya kalian apa? Jika saja saya tidak memergoki kalian, pasti kalian akan melakukan cek in, benar begitu bukan?""Tolong beri a

    Last Updated : 2024-12-14
  • Istri Rasa Pembantu    8. IRP

    Ponsel Kaif berbunyi, segera pria itu keluar dari kamar dengan membanting pintu. Kaif masih memiliki kesadaran untuk tidak berbuat lebih pada Salwa, karena jika ia sampai kehilangan kendali maka dirinya sendiri yang akan rugi. Tubuh Salwa luruh ke lantai, ucapan Kaif sungguh sangat menyakitkan, pria itu menuduhnya tanpa memberi kesempatan untuk menjelaskan. *** "Kamu kemana saja sih, Kaif. Kamu mengajak aku makan siang tapi kamu yang meninggalkan aku sendiri di restoran," gerutu Hana dari balik telepon. Kaif mengusap wajahnya dengan kasar, emosinya membuat ia lupa dengan sang kekasih yang masih ada di restoran. "Maafkan aku, kamu dimana sekarang? aku jemput ya?" tawar Kaif, suaranya terdengar lembut sangat berbeda saat berbicara pada Salwa. "Tidak usah, aku sudah pesan taxi," tolak Hana. "lain kali kalau tidak memiliki niat membawa aku makan siang, gak usah sama sekali," ketus Hana, suara gadis di balik telepon itu terdengar sangat kesal. "Maafkan a—" Belum selesai, Kai

    Last Updated : 2024-12-14
  • Istri Rasa Pembantu    9. IRP

    Kaif menatap wajah Salwa dengan tatapan yang menusuk, suaranya rendah namun jelas. "Masuk ke kamarmu, saya tidak memiliki waktu untuk berdebat dengan kamu." "Aku bukan ingin berdebat denganmu, Mas. Aku hanya meminta untuk dihargai layaknya seorang istri," sahut Salwa dengan suara bergetar. Kaif menarik nafas dalam-dalam, nadanya meninggi, "Koreksi cara bicaramu itu dan ingatlah posisimu, Salwa! Kamu hanya anak pembantu dan tak lebih dari itu," ucapnya tegas. "Apa kesalahanku, Mas? Mengapa kau berlaku sekejam ini, sampai-sampai aku tak boleh memanggilmu 'Mas' ketika kita berdua? Sampai kapan kau akan terus memperlakukanku seperti ini?" rintih Salwa sambil mendekati Kaif, matanya sudah berkaca-kaca. "Jika tak menginginkan aku bukan? Maka, ceraikan saja aku, Tuan," pintanya dengan nada penuh penekanan, menggantikan sapaan 'Mas' dengan 'Tuan'. Kaif mengangkat satu alis, sinis. "Kamu seorang santri, harusnya kamu paham tentang hukum Islam mengenai istri yang meminta cerai dari s

    Last Updated : 2024-12-16
  • Istri Rasa Pembantu    10. IRP

    Dua hari telah berlalu setelah kejadian malam itu. Tidak ada lagi pembicaraan di antara Kaif dan Salwa. Malam itu Sofia langsung pulang setelah mengatakan pada Salwa untuk bertahan sebentar lagi. Perempuan paruh baya itu masih berharap pernikahan Kaif dan Salwa akan bertahan. Di malam hari, Salwa mendapat telepon dari kampung bahwa ibunya sedang sakit. Salwa bingung karena hari sudah malam dan ia belum pernah pulang ke kampung setelah menikah. Ia tidak tahu harus pulang bagaimana. Tanpa pilihan lain, Salwa menghampiri Kaif. "Tuan, aku baru mendapat telepon bahwa ibu sedang sakit di kampung, aku minta izin untuk pulang," ujar Salwa. Kaif menghentikan pergerakan tangannya yang sedang sibuk mengutak-atik keyboard laptop. Pria itu mengalihkan pandangan pada Salwa. "Apakah pekerjaanmu di rumah ini sudah selesai?" tanya Kaif tanpa belas kasih. "Sudah, semuanya sudah aku kerjakan, Tuan," ucap Salwa. "Yah, pergi saja!" "Terima kasih," ucap Salwa dengan lega. Meskipun dalam hati k

    Last Updated : 2024-12-16

Latest chapter

  • Istri Rasa Pembantu    78. IRP

    "Mas tanganmu terluka!" Seruan itu pecah di keheningan kamar saat Salwa menyentuh punggung tangan Syakir yang tampak memar. Pria itu, Kaif, kini duduk di pinggir ranjang Tangan Kaif yang lebam itu seakan melukis kesakitan di matanya. "Ini hanya luka kecil, tak perlu khawatir," Kaif mencoba menenangkan, sambil membiarkan tangan hangat Salwa menelusuri lebamnya. Wajah Salwa, yang sedang hamil, menyiratkan kekhawatiran mendalam, lebih dari yang seharusnya untuk luka sekecil itu. "Pasti sakit, ya? Maaf, Mas," suara Salwa bergetar, mata berkaca-kaca menatap Kaif, menyuarakan kepedulian dan kegentaran seorang ibu hamil yang hormonnya melonjak. Kaif hanya mengangguk, gesturnya memperdalam cemas di hati Salwa. Dia bahkan mulai beranjak ingin mengambil perlengkapan obat. Namun, tangan Kaif dengan cepat meraihnya, menghentikan gerak langkahnya. "Bukan di sini yang sakit, Salwa," suara Kaif mendadak serius dan dalam, memotong atmosfer ruangan dengan berat.Salwa mendongak, menatap wajah

  • Istri Rasa Pembantu    77. IRP

    Di dalam kamar Salwa yang tidak begitu luas. Sofia dengan setia menjaga Salwa yang sedang tidur di ranjangnya setelah diperiksa oleh dokter beberapa menit yang lalu.Sementara itu, di luar, Hasbi dan Kaif tengah sibuk di halaman rumah, berbicara dengan polisi mengenai Halik yang sedang mereka upayakan untuk mendapatkan hukuman berat di penjara, seraya api keadilan berkobar di dalam hati mereka.Di dalam kamar.Salwa membuka matanya perlahan, tersadar dari tidur yang tampaknya tidak memberikan kekuatan apa pun kepadanya."Eriana, tolong ambilkan air," suruh Sofia pada Eriana yang juga ada di sana.Tanpa menunda, Eriana segera mengambil segelas air yang sudah tersedia di kamar itu."Ayo minum dulu, Nak," ucap Sofia sambil menopang tubuh Salwa yang terasa seperti puing-puing yang lelah. Salwa hanya dapat menelan dengan susah payah, tiap tegukan terasa seperti pejuangan. Kejadian pagi tadi, membuat Salwa merasa tubuhnya lemas.Kepedulian Sofia terpancar jelas saat ia dengan sabar membantu

  • Istri Rasa Pembantu    76. IRP

    Dentuman keras terdengar bertalu-talu saat Kaif dengan brutalnya memukul Halik yang hingga berdaya, sementara Salwa lemah terpeluk dalam dekapan Sofia. Segalanya berawal ketika Halik mencoba menyeret Salwa ke dalam mobil dengan paksa, namun momen itu terpotong dengan kedatangan Kaif. Tanpa pikir panjang, ia melompat dari mobilnya, amarah membara di dadanya. Bugh bugh bugh... Suara pukulan itu menggema, setiap hantaman Kaif menghujam tanpa ampun ke tubuh Halik yang sudah penuh luka. Halik hanya bisa mengerang kesakitan, badannya seolah tak lebih dari boneka kain yang diseret oleh gelombang amarah Kaif. Sungguh, pertarungan ini mungkin telah berakhir dengan tragis jika bukan karena kedatangan Hasbi dan istrinya di saat yang tepat. Dengan segala kekuatannya, Hasbi berhasil melerai Kaif, menarik Kaif yang masih diliputi amarah dan keinginan untuk melampiaskan lebih banyak lagi penderitaan pada Halik. Namun, Hasbi dengan tegas mengingatkan bahwa semua ini harus berakhir, karena lepas

  • Istri Rasa Pembantu    75. IRP

    Salwa melangkah keluar, menyerap kedamaian pagi yang menyejukkan jiwa. Sapaan hangat dari warga desa yang bersiap menuju kerja menyelinap melalui hawa segar, dan Salwa membalas dengan senyuman yang merekah di wajahnya. "Adek, jangan melewatkan waktu sarapan ya, sarapannya sudah kakak siapkan di meja. Kakak mau ke belakang menemui Bang Hasbi dulu," ujar Istri Hasbi dengan lembut. Salwa mengangguk, "Iya kak, terima kasih banyak." Perempuan itu tersenyum lembut sebelum melangkah menuju belakang rumah. Salwa kemudian duduk di kursi halaman, tempat kesukaannya untuk menikmati pemandangan sekitar. Hasbi sudah membuat kursi itu khusus untuk Salwa, hafal jika adik kesayangannya suka sekali menikmati udara di tempat itu. Sambil mengusap perutnya yang kian membesar, Salwa berbisik lirih, "Rindu ayah ya, Nak," seraya tatapannya terhanyut dalam kenangan tentang sang ayah yang terasa begitu dekat namun jauh.Sudah lima hari berlalu tapi Salwa sendiri yang kalah, tiada hari tanpa merindukan Ka

  • Istri Rasa Pembantu    74. IRP

    Pada hari yang sama saat Salwa dijemput oleh keluarganya, Kaif mengambil keputusan tegas untuk kembali ke Jakarta. Ada tarikan hati yang mendalam yang mendorongnya untuk menyusul Salwa, namun akalnya memenangkan pertarungan dalam benaknya. Salwa memerlukan waktu, dan Kaif tahu ia tidak boleh bertindak egois. Selama tiga hari, Kaif mencoba mengalihkan pikirannya dengan bekerja keras di kantor, berangkat sebelum matahari terbit dan pulang larut malam. Kaif sengaja menyibukkan diri agar terbebas dari lamunan tentang Salwa yang terus menerus menghantuinya. Sofia dan Eriana, setelah kembali dari Amerika, terhanyut dalam kesedihan saat mendengar cerita Pak Toha tentang keadaan Kaif. "Ma, kapan kita ke rumah kak Kaif?" tanya Sofia pada mamanya dengan suara bergetar. "Malam ini saja, saat ini dia pasti sedang ada d kantornya, nanti sekalian kita makan malam bersama," jawab ibunya lembut."Baiklah, Ma." Keputusan Kaif untuk tinggal di rumah pribadinya, meskipun ibunya, Sofia, mendesakn

  • Istri Rasa Pembantu    73. IRP

    "Aku butuh waktu, Tuan. Ini tidak mudah bagiku, aku butuh berfikir karena aku terlalu takut untuk kembali pada laki-laki yang merupakan masa laluku. Masa laluku begitu menyakitkan, aku takut kepahitan itu akan kembali lagi jika aku kembali." Salwa akhirnya mengutarakan uneg-unegnya.Kaif berusaha untuk duduk dari baringnya, menatap wajah sendu perempuan yang sudah ia sakiti begitu dalam.'Apa aku begitu egois memaksanya untuk kembali padaku?' batin Kaif, ia bisa melihat luka dari sorot mata cantik itu."Aku memaafkanmu, Mas." Panggilan Salwa sudah mulai berubah, perempuan itu terkadang memanggil tuan dan juga terkadang memanggil Mas pada Kaif. "Tapi untuk kembali, aku masih belum siap, aku takut sakit lagi dan untuk menyembuhkan itu sangat susah. Aku takut, bisakah mas memahami ketakutanku." Air mata Salwa mengalir juga, sekuat apapun perempuan itu berusaha melupakan kejadian yang menyakitkan di masa lalu, nyatanya Salwa tidak mampu.Sikap kasar Kaif, Halik yang hampir melecehkannya,

  • Istri Rasa Pembantu    72. IRP

    Kaif merengkuh pinggang Salwa erat-erat, mencegah wanita itu melangkah pergi. "Tolong, jangan tinggalkan aku... Aku mohon, Sayang," ratapnya sambil mata mereka terus bertaut dalam tatapan yang penuh dengan harapan dan keputusasaan. "Biarkan aku pergi, Ma ... Tuan, ini tidak lucu." Suara Salwa terdengar getir, usahanya untuk melepaskan cengkeraman Kaif penuh dengan perjuangan. Tangannya mendorong dengan keras, namun Kaif tak bergeming, seolah takut kehilangan sentuhan terakhir darinya. "Maaf, Salwa. Aku tidak pernah ingin menipumu, aku hanya terlalu takut kehilanganmu," ucap Kaif dengan suara yang hampir tak terdengar, diwarnai dengan nada yang lirih dan penuh penyesalan. "Cukup, Tuan. Bukankah kita sudah membicarakan ini semalam? Hormati keputusanku," tegas Salwa. Dengan segenap kekuatan yang ia miliki, ia berhasil melepaskan diri dari pelukan Kaif. Dalam satu dorongan penuh kemarahan dan kekecewaan, Kaif terdorong mundur dan tersungkur ke dinding ranjang dengan keras.Suara d

  • Istri Rasa Pembantu    71. IRP

    "Astaghfirullahaladzim, Tuan Kaif! Tuan Kaif kenapa?" Pak Toha, supir Kaif datang dengan wajah penuh kekawatiran, pria itu terkejut melihat kondisi wajah majikannya. Bagaimana Pak Toha tidak kawatir, dia sudah diamanahkan untuk menjaga majikannya, kondisi Kaif belum sepenuhnya pulih dari komanya waktu itu. Pak Toha mendekati Kaif yang terbaring di pangkuan Salwa."Apa yang terjadi, Non? Ya Allah. Kenapa sampai berdarah seperti ini, bagaimana kalau Tuan Kaif sakit seperti dulu lagi, tuan Kaif masih belum sepenuhnya pulih, Non," ujar pak Toha."Jangan hanya bicara, Pak. Tolong bantu suami saya, kita bawa ke rumah sakit sekarang juga!" perintah Salwa, suaranya meninggi karena terlalu menghawatirkan keadaan Kaif, apalgi setelah mendengar ucapan Pak Toha mengenai keadaan Kaif.Hasbi mulai merasa bersalah, ia terlalu dikalahkan dengan emosinya."Rumah sakit di sini jauh, Non. Yang ada hanya puskesmas dan itu tidak ada gunanya untuk Tuan Kaif. Kita bawa ke rumah saja, di sana ada obat-obat

  • Istri Rasa Pembantu    70. IRP

    "Mau dibawa kemana istriku?" tanya Kaif menghalangi langkah Hasbi yang ingin beranjak dari tempat itu."Menyingkir, jangan sampai saya hilang kendali," tegas Hasbi dengan dingin. Hasbi menatap adiknya yang sedari tadi hanya membisu."Ayo adek, kita pulang," ajak Hasbi pada Salwa."Tidak! Salwa tidak boleh pergi kemana-mana tanpa izin dariku," tegas Kaif.Hasbi menatap Kaif dengan tatapan tajam."Siapa kamu!" "Aku suaminya, bang Hasbi paham Agama bukan? Kenapa sekarang malah ikut campur dalam rumah tangga kami." "Berani sekali kamu membawa-bawa Agama," tegas Hasbi. "Apa kamu sadar bagaimana kamu memperlakukan adik saya selama dua tahun ini, bahkan keluargamu memfitnah Salwa. Adikku adalah perempuan yang terjaga, saya selalu melindunginya, tapi rupanya kamu menyakiti adikku."Ucapan Hasbi membuat dada Kaif terasa sesak, ia menyesali semua yang dilakukan di masa lalu, ia menyesal karena baru menyadari jika Salwa adalah perempuan yang tulus, perempuan yang memang pantas untuk dimuliaka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status