Suddenly We Meet

Suddenly We Meet

Oleh:  MaLa  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
6 Peringkat
94Bab
5.8KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Kisah cinta Ana seperti roller coaster.... Secara mengejutkan, keluarga Ana tidak menyetujui hubungannya dengan Beni, padahal keduanya sudah berpacaran selama tujuh tahun. Tak kalah mengagetkan, Ana tiba-tiba dijodohkan dengan musuhnya dari masa lalu. Lalu bagaimana dengan kehidupan Ana selanjutnya? Siapakah jodoh yang akan menemaninya pada akhirnya?

Lihat lebih banyak
Suddenly We Meet Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
andra
ayo kak dilanjut ceritanya semangat
2022-10-06 17:55:11
2
user avatar
andra
bagus ceritanya thor ayo semangat ngelanjutinnya
2022-10-06 17:54:39
2
user avatar
elnyno
bab 48 dan 49 sama isinya, bisa diupdate g biar g rugi koinnya?
2022-05-14 10:18:02
1
user avatar
DaffaAlvaroGavriel Daffa
di tunggu kelanjutanya kak
2022-04-02 17:11:43
1
user avatar
MaLa
Makasi banyak kak Ramdhani....
2022-03-07 22:23:26
0
user avatar
Ramdani Abdul
Lanjutkan, Kak Semangat
2022-03-06 09:50:51
1
94 Bab

Munculnya Masalah

"Sayang ... bisa ya?" rayu Ana kesekian kalinya.  Sudah seminggu ini Ana mencoba membujuk kekasihnya Beni untuk menghadiri acara ulang tahun mamanya, tapi usahanya tetap saja sia-sia. Meskipun dari awal dia sudah menyiapkan hatinya untuk jawaban yang akan keluar dari mulut kekasihnya, tetap saja rasa kecewa itu masih ada. Dia berlagak baik-baik saja di depan Beni, dan sialnya Beni mempercayainya. Hubungan mereka seperti jalan di tempat, sama sekali tidak ada kemajuan. Walau sudah tujuh tahun mereka berpacaran, tapi satu sama lain belum juga sama-sama saling memahami. Setidaknya, itu yang dirasakan Ana. Beberapa tahun belakangan ini, Beni selalu menolak diajak bertemu oleh kedua orang tua Ana, bahkan Ana lupa apa saja alasan dari kekasihnya itu karena saking banyaknya.  Berawal dari acara ulang tahun mamanya yang keempat puluh empat tepatnya di tahun kelima mereka berpacaran, waktu itu Ana mengajak Beni untuk hadir, tetapi tanggapan k
Baca selengkapnya

Semua Semakin Rumit

Satu jam lagi harusnya Ana sudah ada di kantor, tapi walau sudah rapi siap untuk berangkat dia masih harus menunggu waktu yang tepat supaya bisa keluar dari kamar dengan aman. Sudah dua minggu ini ia menghindari orang rumah, berangkat kerja sepagi mungkin dan pulang saat penghuni rumah sudah tertidur. Sayangnya hari ini ia bangun kesiangan, jadi semoga saja ia tidak harus berpapasan dengan sang mama. Ia melihat jam di pergelangan tangan miliknya, membuang napas saat angka tujuh muncul dari dalam sana. Mengendap-endap ia memberanikan diri keluar dari kamar miliknya, bibirnya mulai bergerak membentuk senyuman saat ia berhasil melihat pintu gerbang rumahnya. Akan tetapi ternyata dia terlalu cepat untuk berbahagia, sebelum dia dapat menggapai pintu gerbang rumahnya suara sang mama membuyarkan rencananya. "An, ke sini sebentar Mama sama papa mau ngomong sama kamu," panggil sang mama dari belakang sana. Ana membeku sampai saat mama memegang tangan dan menuntun diri
Baca selengkapnya

Galau

Ana menopang dagu, menoleh ke arah jendela di samping ia duduk, menatap lalu-lalang orang-orang dari dalam kafe, lalu mendial nomor atas nama Cika. Sahabat sejak SMA-nya dulu. "Hey!" Belum sempat ia menelepon, sahabatnya itu sudah muncul di hadapannya. Kebiasaan baik Cika adalah tepat waktu, bertolak belakang dengan dirinya yang dari zaman SMA seringnya datang paling akhir. Ana merasa jika di dunia ini semuanya tepat waktu, maka dunia jadi terasa tidak asyik, maka Analah yang harus berbaik hati melengkapi dunia itu. Tidak ada pilihan lain, kan? Ya, tentu saja itu hanyalah dalih dari Ana saja. Cika tersenyum cantik dan mengambil tempat duduk tepat di hadapannya. Anggun sekali, waktu benar-benar berlari begitu cepat. Cika teman sebangkunya yang sering berlari dengan rok dijinjing, kini sudah menjabat sebagai direktur salah satu perusahaan fashion terbesar di Jakarta. Ana menjadi salah satu desainer juga yang bekerja di dalamnya. "Sorry b
Baca selengkapnya

Jump Scare

Keenan melihat Ana dari kejauhan, sempat terbengong beberapa detik melihat tampilan wanita itu yang tidak biasa. Wanita itu berdandan dan memakai kebaya. Dia tidak menyangka, jika Ana bisa melakukannya. "Kenapa lo bawa ransel gede gitu?" tanya Keenan begitu sampai di tempat mereka janjian. Ia merasa aneh dengan ketidak sesuaian tampilan dari wanita yang ada di depannya itu. "Kenapa lo baru sampai? Ini sudah satu jam tahu, gue nunggu!" serbu Ana tidak berniat menjawab pertanyaan dari Keenan. Lagi pula, mau Ana pakai ransel atau tas karung beras juga bukan urusan dia. "Lonya aja yang kegirangan mau ketemu gue jadi lo sengaja, kan datang tepat waktu? Biasanya juga lo lelet." "Gue lebih tepat waktu dari pada lo!" balas Ana penuh emosi. Ia lalu berdehem, memandangi tampilan laki-laki di hadapannya. Jika dilihat-lihat tampilan mereka agak ... begitu mirip. "Lo habis kondangan? Klimis amat," sindir Ana saat melihat tampilan Keenan yang juga t
Baca selengkapnya

Menyedihkan

Ana duduk di lobi kantor yang sudah familiar sekali bagi dirinya. Tapi kali ini berbeda, hari ini dia tidak menjemput Beni atau mengantar laki-laki itu berangkat kantor. Sayangnya, untuk kali ini dia harus bertemu dengan orang lain. Jakarta akhir-akhir ini terasa begitu panas. Berkali-kali Ana mengusap keringat yang mulai menetes di pelipisnya. Jika saja bukan karena mamanya, dia tidak akan mau-maunya repot keluar kamar di hari sabtu yang terik ini. Mamanya memaksa Ana menjadi kurir dadakan. Bahkan agar lebih cepat sampai di kantor Keenan, beliau sudah memesankan ojek online untuk Ana. Mamanya benar-benar ratu tega. Ini waktu istirahat Ana dan dia harus menemui laki-laki yang paling tidak mau ingin ia temui. Entah bingkisan apa yang berada di tangan cantiknya, dia sendiri juga tidak mau repot-repot ingin mengetahuinya. Palingan ini hanyalah modus mamanya saja untuk mendekatkan dia dengan sang calon mantu idamannya, hal yang sama sekali tidak akan pernah terja
Baca selengkapnya

Reuni dan Nostalgia

Beberapa kali Ana melihat jam di ponselnya. Ia berjalan terburu-buru seolah dikejar oleh waktu. Melihat layar ponselnya sekali lagi, Ana sedikit heran sebab tidak ada notifikasi pesan sama sekali di sana. Hari ini dia benar-benar sibuk, jadi dia tidak sempat berkirim pesan. "An!" Ana menoleh, dilihatnya Cika tengah berlari tergopoh-gopoh berusaha menyamakan langkah. Wanita itu terlihat beberapa kali mengusap butiran keringat yang ada di dahi sambil berusaha mengatur napasnya. "Cik, ngapain lo lari-lari?" "Ngejar lo dodol! Lo ikut kumpul sama anak-anak gak?" tanya Cika. Ana mengernyit lalu menggeleng. "Gue hari ini mau jemput Beni, Cik." "Beni? Lo balikan?" Ana mengerjap, memukul kepala, keningnya lalu ia sandarkan pada kaca pintu mobil miliknya. Membuang napas, ia tersadar, dan menertawai kemirisannya. Orang bilang Ana baik-baik saja. Mungkin memang benar, karena pada kenyataannya dia masih bisa bernapas seperti biasa,
Baca selengkapnya

Dunia Tidak Selebar Daun Singkong

Seluruh penghuni di dalam perut Ana mungkin saat ini sedang unjuk rasa. Cacing-cacing yang ada di sana bisa dia rasakan sedang minta keadilan supaya diberi asupan sesegera mungkin. Sejak kegalauan yang melanda hidupnya, sudah jarang ia memperhatikan penghuni yang ada di dalam perutnya itu. Ana menghentikan mobilnya di sebuah toko kue langganannya bersama Tiara. Baru juga kakinya turun dari mobil, sudah disambut dengan aroma-aroma yang bikin penghuni yang ada di dalam perutnya semakin protes tidak karuan. Hanya dengan mencium aroma-aroma surga itu pun, suasana hatinya seketika langsung berubah seketika. Bibir Ana bergerak, hidungnya benar-benar dimanjakan dengan aroma gurih dan manis dari cokelat keju favoridnya. Dia tidak sabar sekali untuk segera mencicipi kue-kue itu. Ana menggeser pintu kaca toko, suara bunyi gemerincing langsung menyambutnya. Mata  wanita itu berbinar, melihat berbagai jenis kue yang semuanya tidak ada yang Ana tidak sukai. B
Baca selengkapnya

Keenan Galau?

"Kenapa?" tanya Keenan begitu menyadari ekspresi dari sang kekasih. Keenan sudah memenuhi permintaan Sinta. Sudah lama sekali ia tidak pulang ke rumah dan hari ini harusnya ia makan siang bersama mamanya. Mamanya sudah menerornya dari seminggu yang lalu supaya hari sabtu dia tidak perlu bekerja. Sekarang, ia malah lebih mementingkan kekasihnya. Tapi sepertinya usaha Keenan agar Sinta tidak kecewa tetap saja selalu tidak bisa membikin wanitanya bahagia. Sinta menunjuk motor yang saat ini Keenan sedang tunggangi. Keenan lalu turun lalu mengitari motor putihnya yang selama ini lebih sering menemaninya ke mana pun ia pergi. Motornya terlihat baik-baik saja, karena memang tidak pernah telat ia bawa ke bengkel. Baru pagi ini ia bawa ke tempat pencucian motor dan harusnya juga terlihat bersih. Itu sih menurut pandangannya. Sinta berdecak. "Aku habis nyalon Sayang... kan aku udah pernah bilang..." Wanita itu melipat kedua tangannya di dada. "Terus kamu nyuruh aku pak
Baca selengkapnya

Kejutan Ulang Tahun

"Cik mau makan di sini yakin lo?" Cika mengangguk sambil tersenyum. Ana menatap ngeri tampilan dirinya. Sandal jepit, baju oblong, dan celana jeans pendek belel melekat di badannya. "Gue gembel Cik." Dia benar-benar tidak menyadari dandanan on point Cika sedari tadi. Ia kira Cika baru pulang dari suatu acara, sehingga wanita itu sampai memasang bulu mata karenanya. Kalau gini lebih mirip dia mengantar juragannya dari pada makan dengan teman. "Gue pikir mau beli mie ayam doang. Gue cuma pakai celana sama kaos belel gini, kok gak bilang mau ke restoran ini?" Begitu masuk Ana langsung mengamati suasana yang ada di dalam salah satu restoran mewah yang ada di Jakarta itu. Suasana yang sepi, pencahayaan yang tidak begitu sempurna, dan jendela besar yang ada di depannya entah kenapa malah membuat bulu kuduknya meremang. Pikirannya melantur ke mana-mana, karena dia memang setidak percaya itu dengan sahabatnya. Cika menowel lengan Ana. "Duduk di sini,"
Baca selengkapnya

Cemburu?

"Ngapain lo senyum-senyum?" Ana menopang dagu menatap menu-menu yang tadi ia pesan bersama Keenan dengan tatapan malas. Laki-laki itu tidak tahu apa, jika saat ini dirinya sedang dilanda rasa bosan yang amat sekali. Sudah hampir satu jam Ana hanya diam di sini melihat Keenan yang sibuk dengan kegiatannya sendiri. Di menit kesepuluh perempuan itu masih mencoba untuk tetap baik-baik saja. Akan tetapi di menit-menit selanjutnya dia sudah tidak tahan lagi. Keenan menggelengkan kepalanya. Entah kenapa melihat sesuatu yang ia beli kemarin sekarang berada di leher Ana, membuat dia senang setengah mati. "Kalung lo bagus. Siapa yang beli?" tanya Keenan. "Elo! Puas?" Lagi, Keenan tertawa setelahnya. Semakin lama hubungannya dengan Ana semakin berjalan dengan baik, itu menurutnya. Walau kata-kata yang mereka ucapkan satu sama lain masih banyak yang terkadang memicu amarah, akan tetapi mereka masih bisa melanjutkannya dengan obrolan tanpa adanya baku hant
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status