Home / Romansa / Suddenly We Meet / Kejutan Ulang Tahun

Share

Kejutan Ulang Tahun

Author: MaLa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Cik mau makan di sini yakin lo?"

Cika mengangguk sambil tersenyum.

Ana menatap ngeri tampilan dirinya. Sandal jepit, baju oblong, dan celana jeans pendek belel melekat di badannya. "Gue gembel Cik." Dia benar-benar tidak menyadari dandanan on point Cika sedari tadi. Ia kira Cika baru pulang dari suatu acara, sehingga wanita itu sampai memasang bulu mata karenanya. Kalau gini lebih mirip dia mengantar juragannya dari pada makan dengan teman.

"Gue pikir mau beli mie ayam doang. Gue cuma pakai celana sama kaos belel gini, kok gak bilang mau ke restoran ini?"

Begitu masuk Ana langsung mengamati suasana yang ada di dalam salah satu restoran mewah yang ada di Jakarta itu. Suasana yang sepi, pencahayaan yang tidak begitu sempurna, dan jendela besar yang ada di depannya entah kenapa malah membuat bulu kuduknya meremang. Pikirannya melantur ke mana-mana, karena dia memang setidak percaya itu dengan sahabatnya.

Cika menowel lengan Ana. "Duduk di sini,"

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Suddenly We Meet   Cemburu?

    "Ngapain lo senyum-senyum?" Ana menopang dagu menatap menu-menu yang tadi ia pesan bersama Keenan dengan tatapan malas. Laki-laki itu tidak tahu apa, jika saat ini dirinya sedang dilanda rasa bosan yang amat sekali. Sudah hampir satu jam Ana hanya diam di sini melihat Keenan yang sibuk dengan kegiatannya sendiri. Di menit kesepuluh perempuan itu masih mencoba untuk tetap baik-baik saja. Akan tetapi di menit-menit selanjutnya dia sudah tidak tahan lagi. Keenan menggelengkan kepalanya. Entah kenapa melihat sesuatu yang ia beli kemarin sekarang berada di leher Ana, membuat dia senang setengah mati. "Kalung lo bagus. Siapa yang beli?" tanya Keenan. "Elo! Puas?" Lagi, Keenan tertawa setelahnya. Semakin lama hubungannya dengan Ana semakin berjalan dengan baik, itu menurutnya. Walau kata-kata yang mereka ucapkan satu sama lain masih banyak yang terkadang memicu amarah, akan tetapi mereka masih bisa melanjutkannya dengan obrolan tanpa adanya baku hant

  • Suddenly We Meet   Sinta dan Keenan

    "Weeee ... beneran ini kalian memang pacaran?" Adit berlari memukul bahu Keenan dari belakang. Laki-laki itu begitu antusias melihat teman misteriusnya yang tidak pernah mengumbar hal-hal pribadinya itu sekarang kedapatan tengah dekat dengan seorang wanita. Keenan terlihat ramah dengan siapa saja, tetapi sebenarnya dari pada dengan yang lain, laki-laki itu yang paling jarang berbaur dengan yang lainnya. Hanya dengan Adit, Raka, dan Beni sajalah dia bisa berbicara dengan santai. Walau banyak perempuan yang tertarik dengannya pun, tidak pernah terlihat sama sekali dia menanggapinya. "Muka lo kayak abis ketangkap basah aja, Keen?" tanya Adit macam detektif. "Jadi beneran?" Adit menyenggol lengan Keenan. Niat Adit sih bukan apa-apa. Sekedar ingin bercanda saja dengan Keenan, mereka pacaran pun sebenarnya tidak penting juga buatnya. Akan tetapi mengapa ekspresi keduanya seperti orang yang tengah terciduk oleh Satpol PP? Keenan dan Sinta saling tatap. Laki-

  • Suddenly We Meet   Adu Kekuatan

    Keenan sungguh benar-benar tampak bodoh. Banyak mata selama ini yang ternyata selalu mengawasi dia di mana saja dan harusnya ia tahu. Senyum sinis kedua orang tuanya masih terpatri dengan jelas di dalam otak laki-laki itu, ketika dia menjelaskan kenyataan yang sebenarnya. Ternyata keduanya hanya menunggu Keenan untuk berkata jujur. Itulah sebabnya tidak terlihat sama sekali raut keterkejutan dari wajah mama atau pun papa Keenan. Keenan menghela napas berat. Kepalanya sekarang dipenuhi oleh apa yang dikatakan kedua orang tuanya beberapa waktu yang lalu. Papa dan mama Keenan mengatakan, jika memutuskan pertunangan dengan Ana adalah perkara yang mudah, asal laki-laki itu siap dicoret dari daftar anggota keluarga Bagaskara. Tentu saja Keenan belum seberani itu. Ia masih sangat menyayangi kedua orang tuanya. Drrrrrt ... drrrrrrt.... "Halo. Apa! Iya ... iya, aku ke sana sekarang." Keenan segera bergegas begitu mendapatkan telepon dari Sinta yang terdengar b

  • Suddenly We Meet   Pengganggu yang Selalu Mengganggu

    Hari ini Ana memutuskan untuk tidak masuk kerja dulu. Dia tidak mungkin masuk kerja dengan tampilan macam preman habis dikeroyok warga seperti ini. Tidak apalah, hitung-hitung istirahat dari semua masalahnya juga. Kemarin sesuai prediksi dari Ana, mamanya benar-benar menelepon Cika. Untungnya sahabatnya itu sudah tahu apa yang mesti dilakukan, walaupun tanpa adanya briefing terlebih dahulu tentunya. Cika sudah sangat pro memainkan perannya dari zaman sekolah, sehingga Ana tidak perlu mengkhawatirkan masalah tentang dirinya berbohong kepada sang mama. Ada temannya yang selalu bisa diandalkan. Saat Ana sedang asyik bergumul dengan selimut hangatnya, tiba-tiba bunyi ketukan pintu yang bertubi-tubi mengganggu indra pendengarannya. Buru-buru Ana masuk ke dalam kamar mandi dan keluar tiga puluh menit kemudian. Dia sengaja berlama-lama kendati dia hanya cuci muka dan sikat gigi saja. Biar saja orang di luar itu lebih lama menunggu. Itu setimp

  • Suddenly We Meet   Dufan

    "Sorry ... sorry uda lama nunggu, An?" Ana menyenderkan punggungnya di sofa sebuah restoran cepat saji. Memutar bola matanya sembari melipat kedua tangan di dada. "Lo yang minta ketemu dan gue yang selalu harus nunggu. Bagus banget! Nyebelinnya benar-benar gak tanggung-tanggung, ya?" sindir Ana. "Sorry ... baru juga tiga puluh menit, An," Keenan seperti biasa selalu saja berkilah tidak mau kalah. "Baru tiga puluh menit lo bilang? Lo kira gue gak ada kerjaan lain apa selain nunggu lo? Gue ini orang sibuk, kalau lo gak tahu. Tiga puluh menit itu berharga banget buat gue!" "Mbak-mbak pesan coffe lattenya satu. Lo mau pesan lagi?" Keenan seperti biasa tidak mengindahkan amarah Ana. Ana menarik napasnya jengkel. "Kenyang gue!" Keenan terkekeh saat melihat bekas makanan dan bergelas-gelas minuman di atas meja. Cukup jelas menandakan seberapa lama Ana menunggu dirinya. "Lo ada urusan apa panggil gue?" "Gue kemarin udah ngomong

  • Suddenly We Meet   Putusnya Pertunangan

    Sudah dari lima menit yang lalu Keenan memandangi ponsel miliknya. Laki-laki itu mulai gelisah, sebab beberapa panggilan dan pesan darinya tak kunjung ada balasan dari Sinta. Dia jadi berpikir apa lagi kesalahannya kali ini? Keenan ingin langsung menemui Sinta di kantor sebelah, tetapi itu bukan ide yang bagus. Bisa-bisa Sinta malah tambah marah kepada dirinya. Dia benar-benar serba salah, bahkan saat berkunjung ke apartemen Sinta saja, jika tidak janjian terlebih dulu dia tidak akan bertemu dengan kekasihnya. Ya, memang begitu kenyataannya. Apa kata-katanya kemarin melukainya? Tetapi, setelahnya Sinta tetap bersikap biasa saja. Mereka juga sempat janjian bertemu, ya, walaupun mendadak wanitanya memang membatalkannya. "Kerja ... kerja ... jangan mantengin HP terus! Kayak punya pacar aja," sindir Adit. "Usil banget lo jadi orang, Dit!" Adit terkekeh. "Habisnya lo kan yang biasanya yang nyuruh-nyuruh kita kerja. Eh, situ

  • Suddenly We Meet   Perasaan Aneh Muncul Kembali

    Keenan berusaha memejamkan kedua matanya, tapi nihil usahanya sia-sia. Mungkin karena beberapa masalah tidak mampu ia selesaikan dengan baik. Tidak seperti pekerjaannya yang selalu dapat ia cari jalan keluarnya. Urusan kantor ternyata lebih mudah daripada urusan kehidupannya. Setelah kejadian yang terjadi beberapa hari yang lalu, sekarang Keenan tidak lagi bisa menghubungi Ana. Wanita itu tidak pernah mengangkat panggilan darinya atau pun membalas pesannya. Pertunangan mereka benar-benar sudah batal. Untung saja statusnya sebagai anak dari kedua orang tuanya juga tidak ikut menjadi batal. Karena, ya mungkin bukan dia yang memutus pertunangan itu, melainkan Analah yang memutuskannya. Entah apa alasan yang dibuat dari perempuan itu, dirinya juga tidak tahu karena kedua orang tuanya pun tidak mengatakannya. Hubungan Keenan dengan Sinta setelah itu juga tidak pernah ada masalah. Walau sikap kedua orang tuanya agak terlihat sedikit berbeda. Mungkin itu hanya peras

  • Suddenly We Meet   Keenan VS Beni

    Sinta keluar dari kamar hotel, berjalan dengan penuh percaya diri seperti biasa. "Sin?" Sinta enggan sekali menoleh, karena ia sudah hafal betul suara siapa itu yang tadi memanggil namanya. Dia Beni adalah seseorang yang pernah menjadi manusia terpenting di hidupnya. Selama ini perempuan itu begitu menghindari Beni, sebab takut jika dia akan kembali menjatuhkan hatinya. Usaha Sinta mengacuhkan Beni ternyata sia-sia, saat laki-laki itu menghadang jalannya. "Gue buru-buru, Ben?" Dia sungguh takut melihat laki-laki itu yang sudah lama tidak dilihatnya walau kantor mereka di gedung yang sama. "Lo mau pulang? Gue anter ya?" Sinta memicingkan matanya. "Gue uda biasa pulang sendiri!" "Lo kenapa sih, Sin?" "Gue kenapa?" Bisa-bisanya Beni bertanya dirinya kenapa? Laki-laki itu dari dulu memang tidak pernah peka. Apakah selama ini dia juga tidak tahu, jika dirinya menghindarinya karena apa? "Lo tiba-tiba ngejauhin gue, tiba-tiba

Latest chapter

  • Suddenly We Meet   Jujur

    “Ma, aku mau ke belakang dulu. Kuenya sudah habis, nih....” Untuk meyakinkan sang mama, Ana memperlihatkan jika yang tersisa di atas piringnya adalah hanya tinggal udara saja. Karena, jika sampai tersisa secuil saja kue yang baru diberikan oleh mamanya, maka akan tamat riwayatnya saat itu juga. Gadis itu pun kemudian menyipitkan mata ke arah Beni dan memberi kode agar pria itu segera menyusulnya, tentu saja setelah melihat juga tidak ada yang tersisa pada piring sang kakak. Hari ini seperti biasa, saat ibu ratu di keluarga Ana tengah melakukan percobaan membuat kue ala-ala, seluruh anggota keluarga diharuskan untuk berkumpul dan dengan rela menjadi kelinci percobaan mama mereka. Namun untung saja, walau pun pertama kali mencoba resepnya, hampir sembilan puluh sembilan persen produk yang dihasilkan layak untuk dinikmati oleh semuanya, jadi Ana mau pun yang lainnya tidak benar-benar terpaksa melakukannya, kecuali jika dia sedang mengurangi berat badannya. Yah, kue yang terdiri dari tum

  • Suddenly We Meet   Tidak Sesederhana Itu

    Beberapa kali Ana mengatur napas, agar emosinya tidak sampai meledak. Mencoba mengabaikan suara-suara yang mengganggu telinganya, tatkala ia diharuskan menyelesaikan pekerjaan kantornya. Suara-suara itu terus saja mengganggu, bahkan gadis itu sampai harus menutup kedua telinga, demi agar bisa fokus dengan apa yang ada di depannya.Memejamkan mata lalu menghela napa dalam-dalam, akhirnya kesabaran Ana pun sudah berada pada puncak tertingginya. Gadis itu memukul tumpukan sketsa yang sudah dikerjakannya beberapa waktu yang lalu dan menatap lekat-lekat keadaan Cika, sahabatnya yang hanya berjarak beberapa meter saja dari tempatnya. Amarahnya tadi menguap seketika, saat setelah ia melihat keadaan sahabatnya yang jauh dari keadaan baik-baik saja.“Kenapa, Cik? Ada masalah apa?” tanyanya. Sebelum, pada akhirnya berdiri mendorong mundur kursi kerjanya dengan kedua kaki dan berjalan mendekat ke arah Cika.Ana memijat pelipis, sembari mengamati keadaan ruangannya saat ini. Kapal pecah yang umum

  • Suddenly We Meet   Kejutan

    Malam ini Ana dan Cika, mereka berdua sudah tiba di taman tempat Beni menyuruhnya ke sana. Suasana taman gelap, karena memang ini sudah pukul setengah sembilan malam. Memang ada penerangan di sini, namun tidak banyak. Hanya ada beberapa cahaya lampu taman yang cukup minim.Cika mengamati lingkungan sekitarnya. Gadis itu tampak heran, karena tidak biasanya taman sesepi ini. Biasanya, walau tidak banyak orang yang berlalu lalang, setidaknya ketika malam hari di pinggiran taman masih ada beberapa pedagang yang berjualan. Bahkan, kalau Cika tidak salah biasanya juga ada beberapa anak muda yang sedang nongkrong di sana.“Beni ngapain minta lo datang ke sini sih, An?” Cika merinding. Entah karena udara malam ini sangat dingin, ataukah karena tempat ini lebih mirip kuburan. Membuatnya, jadi berpikiran yang tidak-tidak. Dan satu lagi yang juga jadi pertanyaan besar Cika, adalah kenapa Beni menyuruh Ana datang ke sini? Bukan bertemu di rumah atau paling tidak di kafe saja yang banyak peneranga

  • Suddenly We Meet   Obrolan

    Daren menatap rentetan pesan pada layar ponselnya. Pesan-pesan yang banyak itulah yang membuatnya harus berdiam diri di sini dari setengah jam yang lalu. Kalau bukan karena rasa putus asanya, dia pasti akan mengabaikannya saja.Hiruk-pikuk orang-orang membuatnya pusing. Daren rasanya lelah sendiri melihat keramaian-keramaian ini seorang diri, dan sebenarnya dia malas sekali ada orang lain yang akan menemaninya selain Ana, tentu saja.Pandangan Daren lalu dialihkan pada sosok gadis yang berjalan mendekat ke arahnya. Yah, Daren akui, gadis itu memang cantik. Namun, seberapa cantik dia tidak mampu membuatnya melupakan Ana begitu saja. Ana satu-satunya gadis yang membuatnya tertarik sejak awal pertemuan mereka. Entah kenapa, pria itu sendiri juga tidak tahu apa alasannya.“Sudah menunggu lama?” tanya gadis itu. Dengan anggun dia lalu menarik kursi yang ada di depannya, kemudian mendudukinya.Daren tersenyum, hanya sebuah senyuman untuk menghargai lawan bicaranya saja. “Lumayan,” jawabnya.

  • Suddenly We Meet   Perdebatan Singkat

    “Terus ... apa jawaban lo, An?” tanya Cika setelah mendengar cerita Ana tentang Daren beberapa waktu yang lalu. Ceritanya panjang sekali, herannya dia sama sekali tidak pernah bosan mendengarkannya.Gelengan lemas diberikan Ana sebagai jawaban atas pertanyaan dari sahabat dekatnya itu. Ana lunglai, persis sekali seperti manusia yang tidak makan beberapa hari. Yah, berbeda sekali dengan Cika yang selalu saja berapi-api. Apalagi untuk kasus mengatai Ana setelah selesai menceritai.“Kalau lo diam aja ... gila banget, sih. Lo merelakan kesempatan yang enggak tahu bakalan ada sampai kapan lagi.” Cika menyipitkan kedua matanya, menelisik tajam segala mimik wajah yang ditampilkan oleh Ana. “Jangan bilang lo masih bingung atau apalah itu sama perasaan lo sendiri. Jangan lagi deh, An ... sumpah jangan lagi,” tambah gadis itu lagi masih berapi-api. Cika adalah satu-satunya orang yang sangat frustasi dengan ketidaktegasan dari sahabatnya itu. Karena memang, hanya gadis itulah tempat pembuangan s

  • Suddenly We Meet   Pernyataan

    "An, nitip beli in pecel dong pengen, nih!"Ana cemberut, Beni sekarang benar-benar mendalami peran sebagai kakak rupanya, dia sudah berani menyuruh dirinya seenaknya."Aku juga, Kak! Mama sama papa juga nitip sama es boba, ya? Rasa apa aja terserah, yang penting gratis!" Belum juga ia membuka mulut, mulut Tiara jauh lebih cepat bersuara dari pada dirinya. Ana melotot kepada Cika yang hendak akan ikut bersuara juga.“Kenapa melotot kayak gitu, Kak? Jangan jahat-jahat lagi jadi manusia tahu!” sergah Tiara kepadanya.Tunggu, sejak kapan Cika dan Tiara menjadi sekutu? Apa dia ketinggalan sesuatu.“Buruan, Kak ... katanya sekalian sama olahraga juga?” Tiara mendorong-dorong tubuh Ana, seolah menyuruhnya agar segera enyah dari sana. “Keburu siang ... kan enggak enak ya olahraga siang-siang. Panas gitu, jadi gosong lo ntar.”Ana mengibaskan bahunya. "Setidaknya salah satu dari kalian ikut bantu gue dong ... tega banget, sih! Gue kan ke car free day buat olahraga, bukan buat jadi jasa antar

  • Suddenly We Meet   Tidak Sesulit yang Dibayangkan

    Di luar sana Ana bisa melihat orang-orang tengah berbincang dan tertawa di sela-sela perbincangan mereka. Dia hampir lupa rasanya bahagia seperti itu setelah apa yang ia alami akhir-akhir ini. Ternyata, setelah kembali pada realitas, nyatanya masih tetap saja sama. Hatinya, masih merasakan sendu.Pandangan Ana beralih pada pemuda di depannya. Selalu saja tampan, semua mengakui ketampanan itu. Tidak terkecuali dirinya. Iya, dia juga sempat bertahun-tahun menyukainya. Sempat lupa, karena mereka sudah tidak pernah bertemu dan merasakan rasa yang sama lagi saat laki-laki itu kembali menyambangi hidupnya. Sayangnya, lagi-lagi dihancurkan kembali. Ana memang tidak pernah kapok.“An....”Selalu saja bodoh. Ana selalu meyakinkan pertemuannya dengan Keenan adalah pertemuan yang terakhir kalinya. Akan tetapi, saat laki-laki itu kembali memintanya bertemu lagi, Ana selalu saja tidak sanggup menolaknya. Walau pun sesungguhnya ia tahu, bertemu dengan laki-laki itu selalu berakhir tidak baik bagi h

  • Suddenly We Meet   Nyaman?

    “Iih sono-sono! Jangan bikin pemandangan pagi gue jadi kayak film horor deh, An!”Mengabaikan ucapan Cika, Ana berjalan ke luar kamar dengan tubuh yang gontai. Betapa pun perempuan itu malas, dia tetap harus menghadapi kenyataannya hari ini. Kembali bekerja, sesuai rutinitasnya.Cika memandangi penampilan Ana dari atas sampai bawah lalu berdecak. “Lo sisiran enggak, sih? Atau jangan-jangan lo enggak mandi, ya?”Ana terdiam memeriksa rambutnya. Perempuan itu lalu terkekeh. “Eh, iya lupa gue. Mandi gue, Cik. Ngawur aja, lo! Tapi gue lupa sih sikat gigi atau enggak?” Perempuan itu menghembuskan napas pada telapak tangannya.“Jorok, lu!” seru Cika bergidik ngeri.Ana terkekeh. “Ya kali, Cik gue gak sikat gigi. Lo ada-ada aja, ih.”“Bisa jadi, kan? Lo kan anaknya suka ngawur.”Ana mengibaskan tangannya seolah tidak peduli. Perempuan itu menggaruk tengkuknya sambil sesekali menguap.“Idiih ... buruan sisiran napa! Kalu nanti ketemu cogan biar uda cantik, rapi. Duh sini gue sisirin! Sumpek g

  • Suddenly We Meet   Tidak Butuh Bantuan

    Satu jam yang lalu Daren pergi meninggalkan Ana sendirian, akan tetapi gejolak batin yang dirasa setelah kepergian laki-laki itu begitu memberikan efek yang lumayan besar bagi Ana. Perempuan itu tidak tenang.“Kita masih bisa berteman, kan?” ucap Ana menirukan Daren tadi. “Gila apa? Kenapa dia harus berusaha keras sekali mencarinya, jika hanya ingin berteman saja?” Perempuan itu menjambak rambutnya beberapa kali seperti orang gila.“Ke mana aja sih!” sembur Ana begitu mendengar suara pintu rumah terbuka dan suara nyaring sepatu pantofel yang ia yakini adalah Cika pemiliknya. Ya, perempuan itu memang sudah hafal betul bunyi langkah kaki dari sahabatnya itu.Cika meringis mendengar nada penuh amarah dari Ana. Kenapa tiba-tiba dia kena marah? Bukankah seharusnya setelah berlibur, suasana hati sahabatnya itu menjadi lebih baik? Kenapa justru sebaliknya yang ia rasakan? Suasana rumahnya bahkan tiba-tiba menjadi ikut mencekam.Cika melepas sepatu pantofel berhak tujuh sentimeter itu lalu be

DMCA.com Protection Status