Belum usai acara pelatihan yang dihadiri oleh Rania di sebuah hotel berbintang, ia terpaksa meninggalkan acara. Rania yang sedang dalam kondisi lemah setengah sadar karena sakit yang ia derita, salah masuk kamar dan terpaksa melakukan hubungan semalam dengan Bastian – mantan kekasih sekaligus bos di tempatnya bekerja – yang akan melangsungkan pernikahan dengan Maya dua minggu lagi. Namun sayangnya, dari hubungan singkat itu, Rania harus menerima kenyataan kalau dirinya hamil. Ia hamil anak Bastian yang kini sudah menjadi suami sah Maya. Rania pun memutuskan untuk berhenti, namun Bastian dengan keras menolak pengajuan pengunduran diri Rania. Bagaimana nasib Rania setelah itu? Apakah Rania akan melepaskan janinnya dan tetap bekerja pada Bastian yang begitu sering menindasnya? Atau Rania akan tetap mempertahankan kehamilan itu dan pergi menjauh dari Bastian?
Lihat lebih banyakRuangan rumah sakit dipenuhi keheningan yang mencekam. Jam dinding menunjukkan pukul dua siang ketika pintu kamar terbuka dan seorang dokter spesialis masuk dengan raut wajah serius. Semua mata langsung tertuju padanya.Dokter itu berjalan mendekati ranjang tempat Bintang terbaring lemah. Ia memeriksa kondisi bocah itu dengan seksama, mencatat beberapa hal di berkasnya sebelum akhirnya menatap seluruh keluarga yang berkumpul di dalam ruangan.“Saya ingin membicarakan hasil pemeriksaan terbaru Bintang,” kata dokter dengan suara tenang namun tegas.Rania menggenggam tangan kecil putranya yang terasa dingin. Hatinya berdebar kencang. Begitu pula dengan Rita, Boby, Nora, Prakas, dan tentu saja Bastian yang berdiri dengan wajah tegang di sudut ruangan.Dokter menarik napas dalam, lalu berkata, “Hasil menunjukkan bahwa Bintang mengalami gagal hati akut. Kondisinya cukup serius, dan kami harus bertindak cepat untuk menyelamatkannya.”Ruangan kembali sunyi. Pernyataan itu seperti petir di sia
Pagi itu, udara rumah sakit masih terasa dingin. Rita dan Boby tiba lebih awal dari biasanya, membawa sekantong penuh buah segar dan makanan untuk Rania. Keduanya berjalan menuju kamar tempat Bintang dirawat dengan hati yang dipenuhi kecemasan.Saat mereka masuk, mata mereka langsung tertuju pada sosok Bastian yang tertidur di sofa dengan posisi yang terlihat tidak nyaman. Tubuhnya sedikit membungkuk, kepalanya bertumpu pada lengannya, dan nafasnya terdengar teratur namun lelah. Selimut tipis yang diberikan perawat tadi malam masih membungkus tubuhnya.Rania yang sedang duduk di tepi tempat tidur Bintang, menoleh dan tersenyum lemah melihat kedua orang tuanya.“Dia tidak tidur semalaman,” bisik Rania, sebelum mereka sempat bertanya.Rita menghela napas panjang. Meski dalam hatinya masih ada sedikit ganjalan terhadap Bastian, ia tidak bisa menyangkal bahwa lelaki itu benar-benar peduli terhadap anaknya.“Bagaimana keadaan Bintang?” tanya Boby, suaranya lirih.Rania menatap buah hatinya
Satria berdiri di sudut ruangan, memperhatikan bagaimana Bastian duduk di samping tempat tidur Bintang, menggenggam tangan kecilnya dengan penuh kepedulian. Ada sesuatu dalam tatapan Bastian—ketulusan, ketakutan, sekaligus rasa tanggung jawab yang begitu besar. Hal yang selama ini Satria ingin berikan untuk Rania dan Bintang, namun nyatanya, dia hanya orang luar dalam kisah ini.Ia menghela napas panjang. Melawan perasaannya sendiri, ia akhirnya memilih untuk mundur. Untuk saat ini, Bintang memang membutuhkan orang tua kandungnya. Tidak ada ruang untuknya di sini. Dengan langkah pelan, ia mendekati Rita dan Boby yang masih berdiri di dekat pintu.“Tante, Om... Aku pamit dulu,” katanya dengan suara rendah.Rita menatapnya dengan sorot mata penuh pengertian. “Terima kasih sudah datang, Satria. Kami sangat menghargainya.”Satria tersenyum tipis. “Tidak masalah, Tante. Jika ada yang bisa aku bantu, aku selalu siap.”Boby menepuk pundaknya dengan ringan, tanda penghormatan dan terima kasih
Suasana di rumah sakit masih dipenuhi kecemasan. Setelah diputuskan untuk dirawat inap, Bintang kini berada di kamar VVIP dengan perawatan terbaik. Monitor di samping tempat tidurnya terus berbunyi pelan, menampilkan angka-angka yang mengukur kondisi tubuhnya. Rania tak bergeming dari sisi putranya, menggenggam tangan mungil itu dengan erat. Di wajahnya tergambar kelelahan, namun ia tak ingin pergi barang sejenak pun.Di ruang tunggu rumah sakit, Prakas dan Nora berdiri dengan gelisah. Sesekali, Prakas melirik jam tangannya, menanti kedatangan Bastian yang sudah dalam perjalanan dari Singapura. Nora memeluk dirinya sendiri, berusaha menenangkan diri meski hatinya terus bergetar memikirkan cucunya.Tak lama, langkah cepat terdengar dari arah pintu masuk. Bastian muncul dengan wajah yang penuh kecemasan, masih mengenakan pakaian dari penerbangannya yang terburu-buru. Matanya langsung mencari kedua orang tuanya. Begitu melihat mereka, ia berjalan cepat dan langsung bertanya,“Mami, Papi!
Di lorong rumah sakit yang terasa begitu dingin, Nora dan Prakas berjalan mendekati Rita dan Boby. Ekspresi wajah mereka menyiratkan kekhawatiran yang mendalam. Sebagai orang tua Bastian, mereka memang harus menjaga jarak agar tidak terlalu mencolok. Namun, saat ini, hati mereka benar-benar tak tenang melihat kondisi Bintang yang terbaring lemah di ruang IGD.“Rita... Boby...” suara Nora bergetar saat berbicara, matanya yang mulai berkaca-kaca menatap penuh simpati. “Kami sangat prihatin dengan kondisi Bintang. Apa yang sebenarnya terjadi?”Boby menarik napas panjang, seolah berusaha menahan emosinya yang sudah meluap-luap sejak tadi. Sementara itu, Rita hanya mampu mengusap air matanya yang terus mengalir. “Kami masih menunggu hasil lab,” ucapnya dengan suara lirih. “Dokter masih melakukan berbagai pemeriksaan untuk memastikan penyebabnya.”Prakas menatap Rita dan Boby dengan penuh empati. Ia ingin sekali mengatakan bahwa Bintang bukan hanya cucu mereka, tetapi juga cucu kandungnya s
Langit biru cerah menghiasi pagi yang penuh sukacita di rumah Rania. Halaman yang luas telah disulap menjadi arena pesta bertema karakter Tayo, kesukaan Bintang. Balon berwarna biru, kuning, dan merah bergantungan di setiap sudut, sementara panggung kecil dihiasi dengan ilustrasi bus-bus kecil yang tersenyum ceria. Lagu tema Tayo diputar, menciptakan suasana riang di antara anak-anak yang berlarian dengan penuh kegembiraan.“Selamat ulang tahun, Bintang!” teriak para tamu kecil sambil bertepuk tangan. Bintang, dengan baju kaos bergambar Tayo dan celana jeans kecilnya, tertawa senang saat Rania, ibunya, menggendongnya ke atas panggung.Rania menatap putranya dengan penuh kebahagiaan. Setiap detik pertumbuhan Bintang adalah keajaiban baginya. Anak kecil yang ia perjuangkan seorang diri tanpa seorang suami, kini sudah tumbuh besar dan sehat.“Terima kasih sudah datang, semuanya! Hari ini kita merayakan ulang tahun Bintang yang ke-3. Doakan dia tumbuh menjadi anak yang kuat dan bahagia, y
Usai acara ulang tahun, Rania berdiri di sudut ruangan, berbincang santai dengan dua rekannya. Sorot matanya lelah, namun senyumnya tetap terjaga untuk menghormati tamu yang hadir. Tiba-tiba, Nora menghampirinya.“Permisi, Rania,” sapa Nora dengan suara pelan namun penuh ketegasan. “Bisa bicara sebentar?”Rania menoleh, sedikit terkejut melihat Nora berdiri di hadapannya. Ia mengangguk pelan. “Tentu, Bu.”Mereka berjalan ke sudut ruangan yang lebih sepi, menjauh dari keramaian. Lampu redup menciptakan bayangan lembut di dinding, menambah kesan intim pada percakapan mereka.“Ada apa?” tanya Rania, suaranya tenang namun penuh kewaspadaan.Nora menarik napas panjang sebelum berbicara. “Rania, aku hanya ingin meminta maaf. Aku tahu mungkin ini bukan waktu yang tepat, tapi aku tak ingin menunda lebih lama. Aku minta maaf jika dulu aku atau keluarga kami pernah menyakitimu.”Rania terdiam
Lampu-lampu kristal berkilauan memantulkan cahaya lembut di seluruh ruangan mewah hotel bintang lima di pusat kota Bandung. Aroma bunga mawar dan lili memenuhi udara, menciptakan suasana elegan yang memanjakan indera. Para tamu berpakaian formal berdatangan, berjalan di atas karpet merah yang membentang dari pintu masuk hingga ke aula utama. Suara musik orkestra mengalun lembut, menambah kemewahan pesta ulang tahun Rania yang ke-29.Rania berdiri di tengah aula, mengenakan gaun berwarna merah marun yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Senyumnya memancarkan kehangatan, meski hatinya berdebar karena momen yang penuh makna ini. Di sampingnya, Bintang, putranya yang berusia dua tahun, tampak menggemaskan dalam setelan kecil berwarna putih dengan dasi kupu-kupu hitam. Matanya yang jernih menyorotkan keceriaan polos seorang anak kecil.Boby dan Rita—orang tua kandung Rania—berdiri dengan penuh kebanggaan di sisi mereka. Boby mengenakan setelan jas hitam klasik, sementara Rita tampil angg
Malam itu begitu sunyi di taman belakang rumah megah milik Prakas dan Nora. Lampu-lampu taman yang redup memancarkan cahaya hangat di antara dedaunan yang bergerak pelan tertiup angin malam. Bastian duduk di bangku kayu tua, menatap kosong ke arah kolam kecil yang tenang. Wajahnya tampak lelah, matanya dipenuhi bayang-bayang masa lalu yang sulit dihapus.Tak lama kemudian, Nora datang menghampiri, membawa secangkir kopi panas di tangannya. Ia duduk di samping putranya tanpa mengucapkan sepatah kata pun, hanya meletakkan kopi di meja kecil di depan mereka. Keheningan menyelimuti sejenak sebelum Nora akhirnya membuka suara dengan lembut.“Kopi hangat selalu bisa menenangkan pikiran yang kacau,” katanya, mencoba mencairkan suasana.Bastian menghela napas, menundukkan kepala. “Terima kasih, Mami,” jawabnya pelan tanpa menyentuh kopi itu.Nora menatap putranya dengan penuh kasih. “Bastian, sudah berapa lama kamu duduk di sini, merenung tanpa arah? Apa kamu pikir dengan begitu semua masalah
“Nggghh ....”Suara lenguhan keluar dari bibir Rania ketika Bastian mulai menyapu lehernya dengan kecupan yang lebih panas lagi. Desahan itu semakin terdengar jelas ketika bibir basah seorang pria mulai menggelitik bahkan menggigit lembut daun telinga Rania.Bibir bastian menari-menari di leher dan daun telinga Rania, sementara tangannya mulai melepas sendiri celananya, membuat rongga yang luar biasa hingga sebuah benda yang mulai menegang merasa lega.Bastian mendorong lembut tubuh Rania hingga rebah ke atas ranjang. Melepas rok span yang dikenakan wanita itu, lalu menarik paksa segi tiga pengaman milik Rania. Basah, itulah yang terasa di tangan Bastian ketika menyentuh segitiga pengaman milik Rania.Tidak lama, sebuah benda mulai memaksa masuk ke dalam tubuh Rania. Sesuatu yang membuat rasa sakit dan nyeri menguasai bagian bawah miliknya.“Auuhh ... sakit ...,” lirih Rania. Ia berusaha mendorong tubuh kekar itu.“Jangan ...,” ucapnya lagi. Rania sadar kalau semua ini tidak boleh ter...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen