Setelah dikhianati oleh tunangannya, Seruni memutuskan menjadi kekasih gelap Catra, manajernya yang sudah beristri. Berulang kali dikhianati membuatnya tak percaya lagi pada cinta dan kesetiaan. Hubungan yang dijalaninya dengan Catra hanya untuk kesenangan semata dan pelampiasan kekecewaannya. Seruni tanpa sengaja bertemu dengan Bagas, mantan tetangga yang pernah dia tolak cintanya. Tanpa diduga, manajer hotel itu masih menyimpan rasa dan menawarkan cinta padanya. Karena Seruni sudah trauma dikhianati, dia kembali menolaknya. Namun, Bagas pantang menyerah. Dia terus mendekati dan meyakinkan Seruni kalau cintanya benar-benar tulus. Apakah Seruni bisa lepas dari Catra dan menerima Bagas? Atau justru memanfaatkan Bagas sebagai pelampiasan?
Lihat lebih banyak“Run, aku lihat Mas Panca di hotel sama cewek,” ucap Intan dari seberang telepon.
Seruni yang sedang bermalas-malasan di atas tempat tidur sontak bangun. Seketika badannya terasa dingin mendengar sang tunangan berada di hotel bersama wanita lain. “Kamu jangan bercanda, In,” sahutnya. Dalam hati dia berharap sahabatnya sejak SMA itu hanya bercanda dan menggodanya.
“Buat apa aku bercanda, Run. Demi Allah aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri,” jelas Intan.
Seruni merasakan jantungnya berdebar semakin kencang. “Memangnya kamu sekarang di mana kok bisa lihat Mas Panca di hotel?” tanyanya berusaha tetap tenang.
“Aku lagi ngantar keponakanku berenang di hotel. Pas aku datang dia baru keluar dari restoran terus berjalan ke lift. Berarti dia menginap di sini ‘kan. Aku pikir tadi sama kamu, tapi setelah benar-benar aku perhatikan ternyata bukan kamu. Mana mereka rangkulan mesra banget, Run,” jawab Intan.
“Memangnya kamu sudah putus sama Mas Panca?” tanyanya kemudian.
Seruni menggeleng meskipun Intan tidak bisa melihatnya. “Aku belum putus sama Mas Panca. Malah sedang merencanakan lamaran setelah beberapa waktu lalu kami tunangan. Orang tuaku akhirnya setuju aku nikah sama Mas Panca setelah perjuangan panjang kami mendapatkan restu,” jawabnya.
“Oh ya, In, kamu yakin itu Mas Panca? Jangan-jangan hanya mirip saja.” Dia masih belum percaya pada informasi yang diberikan oleh sahabatnya.
“Aku yakin banget, Run. Kalau kamu tidak percaya datang saja ke sini.” Intan kemudian menyebutkan nama hotel dan juga alamatnya.
“Aku akan coba minta rekaman CCTV biar kamu tidak menganggap aku bohong. Kebetulan aku kenal sama manajer hotel ini,” sambungnya.
“Ya, aku akan ke sana setelah mandi,” putus Seruni setelah berpikir beberapa saat.
“Oke. Aku tunggu. Kamu naik ojol atau taksi saja, Run. Jangan bawa motor sendiri kalau ke sini,” pesan Intan yang mengkhawatirkan keselamatan sang sahabat bila membawa kendaraan sendiri.
“Iya, nanti aku naik ojol. Aku siap-siap dulu.” Tanpa menunggu jawaban sang sahabat, Seruni mengakhiri panggilan itu secara sepihak. Dia melempar asal ponsel pintarnya di atas tempat tidur.
Seruni menyandarkan punggung di tembok kamar. Untuk yang ke sekian kalinya dia dikhianati oleh kekasihnya. Kenapa nasibnya selalu buruk dalam percintaan? Setiap kali dekat dan pacaran dengan pria pasti berakhir dengan pengkhianatan. Apa memang kesetiaan itu sudah tidak ada lagi di dunia ini?
Panca, pria yang dua tahun terakhir menjalin hubungan dengannya juga mengkhianatinya. Padahal mereka sudah bertunangan dan sedang merancang acara untuk lamaran serta pernikahan setelah berhasil mendapatkan restu dari kedua orang tua.
Bapak dan ibu Seruni awalnya memang tidak setuju putri mereka berpacaran dengan Panca karena menganggap pria itu bukan pria yang baik. Namun karena Seruni bersikeras meyakinkan kalau Panca adalah calon suami yang baik dan dia idamkan, akhirnya mereka memberikan restu. Apalagi Panca juga selalu menunjukkan itikad baik dan keseriusannya di depan kedua orang tua Seruni.
***
Seruni akhirnya tiba di hotel yang disebutkan oleh Intan. Dia lantas menghubungi sahabatnya itu. “In, kamu di mana? Aku sudah di lobi,” ucapnya setelah Intan menjawab panggilannya.
“Tunggu sebentar. Aku ke sana,” sahut Intan dari seberang telepon.
Seruni pun memutuskan duduk di lobi sambil menunggu sahabatnya datang. Tak lama kemudian Intan datang bersama seorang pria tinggi dan gagah yang mengenakan setelan jas dan membawa alat komunikasi di tangannya. Dia merasa seperti pernah melihat pria itu, tapi entah di mana. Yang jelas pria itu bukan kekasih Intan.
“Run, kenalkan ini Mas Bagas, manajer hotel ini yang kebetulan kakak sepupuku. Dia tadi yang tadi membantuku melihat rekaman CCTV Mas Panca dan wanita itu. Kalau tidak ada Mas Bagas mungkin aku tidak akan bisa melihat rekaman CCTV karena tidak boleh diakses oleh sembarang orang. Ada untungnya kenal sama orang dalam yang punya kedudukan.” Intan menjelaskan pada Seruni tanpa diminta.
Seruni tersenyum pada pria yang bernama Bagas itu. Dia mengulurkan tangan kanan, mengajak bersalaman sebagai tanda sopan santun. “Saya Seruni. Terima kasih atas bantuannya, Pak,” ucapnya saat mereka berjabat tangan.
“Sama-sama,” sahut pria itu dengan senyum yang tak lepas dari wajah tampannya.
“Maaf kalau saya menanyakan hal yang pribadi. Apa pria yang di CCTV itu pacarnya Mbak Seruni?” tanya sang manajer hotel pada sahabat adik sepupunya. Meskipun usia Seruni lebih muda, dia tetap harus bersikap sopan.
“Iya, Mas. Mereka sebenarnya sudah tunangan dan mau menikah, tapi malah ada kejadian seperti ini,” beber Intan. Gadis itu lantas menyerahkan gawainya pada sang sahabat.
“Ini tadi aku ambil video rekaman CCTV-nya, Run. Kamu bisa lihat sendiri itu Mas Panca beneran atau bukan,” ucapnya.
Dengan jantung berdebar, Seruni menerima gawai Intan. Tangannya sedikit gemetar saat melihat video yang diputar di layar ponsel pintar itu. Mendadak bibirnya kelu dan hatinya teriris-iris melihat video tunangannya berangkulan dengan wanita lain. Dari gestur tubuh keduanya, terlihat jelas kalau mereka tidak hanya berteman biasa.
“Benar Mas Panca ‘kan itu?” tanya Intan karena sahabatnya tak juga berbicara.
Seruni hanya mengangguk lemah. Wanita itu langsung menjatuhkan diri di sofa karena tiba-tiba tubuhnya sudah tak bertenaga. Siapa pun pasti akan syok saat mendapati pasangannya berselingkuh.
“Run, kamu gapapa ‘kan?” Intan seketika panik melihat wajah pucat sang sahabat.
Sekali lagi Seruni hanya menjawab dengan gelengan kepala. Bibirnya bahkan terlalu lemas untuk sekedar membuka. Dia berusaha menguasai diri dengan memejamkan mata dan mengambil napas panjang kemudian mengembuskannya dengan pelan.
“Apa kalian ingin ke kamar di mana pria itu menginap?” Manajer hotel itu tiba-tiba memberikan penawaran.
“Apa boleh, Mas?” Intan justru yang tampak bersemangat, sementara Seruni masih tetap diam. Wanita itu tak ingin terlihat lemah meskipun pada kenyataannya hatinya sudah hancur lebur. Dia berusaha menahan agar air matanya tak sampai keluar.
“Boleh asalkan tidak sampai membuat keributan dan membuat tamu yang lain tidak nyaman,” jawab sang manajer hotel.
“Run, ayo kita ke kamarnya Mas Panca.” Intan mengajak sahabatnya dengan penuh semangat.
“Buat apa, In?” Seruni akhirnya bersuara meskipun terdengar pelan.
“Ya melabrak dia sama selingkuhannya lah. Masa iya kamu mau ikutan indehoy sama mereka,” tukas Intan yang merasa gemas pada sahabatnya yang hanya terlihat pasrah.
“Tapi kita ga boleh buat keributan, In. Ingat ‘kan apa yang dikatakan Mas Bagas tadi.” Seruni mengingatkan sang sahabat.
“Melabraknya dengan elegan dong, Run, jangan pakai gaya bar-bar. Kalau kamu tidak mau, biar aku saja yang melakukannya,” sahut Intan yang ikut emosi karena sahabatnya sudah dikhianati.
“Keponakanmu gimana?” Seruni tiba-tiba ingat kalau sahabatnya itu sedang mengantar keponakannya berenang di hotel tersebut.
“Aman. Dia sama mamanya kok. Ada teman-temannya juga. Tadi aku udah izin sama kakakku mau ngurus sesuatu,” jelas Intan.
“Ayolah, Run. Jangan banyak alesan. Pria kaya Mas Panca itu harus dapat pelajaran biar ga seenak hati mempermainkan hati wanita. Apalagi kalian berencana menikah, bisa-bisanya malah indehoy sama wanita lain.” Intan semakin gemas pada Seruni yang enggan bertindak.
“Mas Bagas, tolong antar aku ke kamar pria berengsek itu. Biar aku yang melabrak kalau temanku ini tidak mau.” Indah lantas beralih pada manajer hotel yang sejak tadi menyimak pembicaraan dua sahabat itu.
“Ayo aku antar.” Manajer hotel itu kemudian mengajak Intan pergi ke kamar Panca.
“Tunggu!” teriak Seruni.
Runi terkesiap mendengar pertanyaan Bagas. Dia tidak menduga manajer hotel itu akan menanyakan hal itu padanya. "Maksud Mas Bagas pacarku?" Bagas menggeleng. "Ga harus pacar, siapa pun yang sekarang sedang dekat denganmu."Seruni diam sejenak sebelum menanggapi Bagas. "Aku ga punya pacar, Mas. Aku ga mau berkomitmen lagi, Mas. Aku trauma dikhianati," akunya."Maaf karena sudah mengingatkanmu pada hal yang menyakitkan." Bagas jadi merasa bersalah. Seruni tersenyum ke arah Bagas. "Tidak ada yang perlu dimaafkan karena Mas Bagas tidak salah," ucapnya.Setelah itu tak ada lagi yang berbicara. Hening menguasai saat mobil Bagas melaju dengan kecepatan sedang. Seruni yang duduk di samping Bagas, memilih menatap keluar jendela, sementara manajer hotel itu fokus mengendarai mobil sambil sesekali melirik ke samping kirinya."Runi, kamu marah sama aku?" tanya Bagas tiba-tiba. Memecah kesunyian di antara mereka.Seruni menoleh dengan kening mengerut. "Marah? Enggak kok. Memangnya aku kelihatan
Seruni menatap Intan lekat. Dia seolah bertanya pada sahabatnya itu lewat tatapan mata, apakah mau menemani Bagas mencari sepatu atau pulang saja seperti niat mereka sebelumnya. Intan memandang Bagas dengan senyum menyeringai. "Nanti kita dapat apa kalau nemenin Mas Bagas?" Dia tidak mau kalau tidak mendapatkan apa-apa dari kakak sepupunya itu. "Kalian bisa beli apa pun yang kalian mau. Sepatu, tas, baju, atau apa saja terserah," timpal Bagas dengan santai. Dia terus menampakkan senyum di wajah tampannya. Intan mengangguk. "Oke kalau begitu. Ayo, kita temani Mas Bagas, Run," ucapnya dengan penuh antusias. Ketiga orang itu akhirnya masuk ke salah satu toko yang menjual sepatu impor. Bagas melihat-lihat model sepatu olahraga, tapi tak ada yang cocok di hatinya. Mereka pun masuk dan keluar toko beberapa kali karena lagi-lagi Bagas belum menemukan yang sesuai keinginannya. "Mas, sebenarnya model kaya apa sih yang pengen dibeli. Masa sudah lima toko kita masuki tapi belum ada yan
Seruni menutup matanya sambil menghela napas panjang. “Aku tahu, In, tapi aku ga bisa berhenti begitu saja. Jujur, aku nyaman saat bersama dia. Baru kali ini aku merasa dihargai.”"Apa dia pernah menyatakan cinta dan bilang mau berpisah dengan istrinya kalau kamu menerimanya?" tanya Intan dengan nada sinis.Seruni mengangguk. "Pernah. Tapi aku ga mau, In. Aku ga mau jatuh cinta dan berkomitmen lagi. Aku benar-benar trauma."“Terus hubunganmu sama dia itu apa kalau tidak ada komitmen, Run?” desak Intan yang merasa gemas pada sahabatnya.“Kami tidak ada komitmen apa pun, In. Hanya saling memberi kenyamanan satu sama lain,” aku Seruni.Intan membelalakkan mata mendengar pengakuan sahabatnya. Dia tak percaya sahabatnya yang dulu sangat lugu, benar-benar berubah 180 derajat dalam waktu sebentar. Tak bertemu dua bulan saja, Intan sudah merasa asing dengan perubahan Seruni.“Jadi hubungan kalian tanpa status?” tanya Intan memastikan.Seruni mengangguk. “Iya, In. Aku sudah trauma dikhianati.
Pertanyaan Intan sontak membuat Seruni terkejut. Bukannya bercerita tentang keseharian mereka malah menanyakan pria yang sudah mengkhianati cintanya. Namun dia juga bisa mengerti kenapa sahabatnya itu bertanya, mengingat betapa hancur hatinya saat mengetahui perselingkuhan sang mantan tunangan. Dan setelah peristiwa tersebut, baru hari ini mereka bertemu.Seruni mengulum senyum. “Buang-buang waktu dan energi saja kalau aku tidak langsung move on dari dia, In. Buat apa mengingat-ingat pria yang sudah mengkhianati cinta tulus kita,” tukasnya.Intan tampak menghela napas lega. “Syukurlah kalau kamu sudah move on. Apa itu berarti sekarang kamu lagi dekat sama seseorang?” tanyanya sambil menatap san
Intan tertawa mendengar pertanyaan kakak sepupunya. “Normalnya ‘kan orang itu sukanya sama yang sebaya atau yang selisih umurnya tidak banyak, bukan sama anak kecil, Mas. Udah kaya pedo—” Belum sempat gadis itu menyelesaikan kalimatnya, Bagas sudah menyela.“Heh, aku pria normal ya. Aku bukan pria seperti yang ada di pikiranmu itu.” Bagas dengan cepat meluruskan pemikiran sang adik sepupu yang mengira dia punya kelainan s3ksual karena suka dengan Seruni yang selisih umurnya delapan tahun lebih muda darinya.Intan kembali tertawa. “Iya, aku percaya Mas Bagas pria yang normal, kalau ga normal pasti udah jadi tulang lunak.” Gadis itu malah makin meledek sang kakak sepupu.
Seruni menyadari perubahan sikap Catra jadi dia harus bisa bersikap bijak agar tidak membuat pria yang sudah banyak membantunya itu tidak tersinggung atau sakit hati. “Kalau memang benar apa yang Pak Catra katakan tadi, saya tidak peduli. Saya tidak kenal dekat dengan Mas Bagas, kami juga baru dua kali bertemu,” ucapnya.“Berulang kali sudah saya katakan kalau saya tidak percaya lagi pada cinta dan komitmen. Jadi tidak mungkin saya menerima cintanya atau pria mana pun. Kita yang sudah sedekat ini dan melakukan hubungan yang sudah melampaui batas saja, tetap tidak ada komitmen 'kan?” sambung Seruni.“Banyaknya luka dan sakit yang sayang rasakan, membuat saya tidak mau membuka hati lagi. Bi
Petang itu, Catra mengajak Seruni mandi bersama. Tentu saja keduanya tak hanya mandi, tapi juga menyatukan diri. Mereka tak ubahnya pasangan pengantin baru yang sedang dimabuk cinta dan mencoba berbagai gaya dan tempat untuk memadu cinta.Usai mandi, Seruni mengeringkan rambut dengan hair dryer yang tadi dibeli. Kini dia bisa menata rambut karena sudah ada bermacam sisir. Mau membentuk rambut dengan model apa pun, dia bisa. Sesudah itu Seruni merias diri dengan kosmetik yang tadi juga dibelikan oleh Catra.Catra mengisi waktunya dengan melihat semua pergerakan Seruni. Matanya seolah tak mau lepas sedetik pun dari wanita itu. Seruni sudah benar-benar menguasai dirinya.
Kening Catra mengerut mendengar pertanyaan Seruni. “Kamu tidak mau melakukannya?” Dia tak dapat menyembunyikan rasa kecewanya. Tatapan matanya tampak sangat terluka.Namun tak lama kemudian Seruni tertawa kecil. “Tentu saja saya mau memasangkan cincin. Maaf, tadi saya sengaja menggoda Pak Catra,” akunya.Catra pun menghela napas lega. Senyum di wajahnya kemudian mengembang sempurna. “Kamu sudah berani ya sekarang menggodaku. Awas saja nanti aku beri hukuman. Sekarang pasang cincinnya.” Dia mengulurkan tangan kanannya pada Seruni.Wanita yang menutupi tubuhnya dengan selimut itu kemudian ba
Catra menggeleng. “Buat apa? Tidak ada gunanya.”“Apa Pak Catra tidak merasa dikhianati?” Seruni semakin penasaran.Pria berkacamata itu diam sejenak. “Harga diriku jelas terluka, tapi aku tak mau ambil pusing dan mempermasalahkan soal itu. Toh kami sama-sama tidak saling mencintai. Untuk apa terus bertahan dalam pernikahan palsu itu,” ujarnya.“Tapi sebelum ini bahkan Pak Catra tidak mau bercerai karena tidak mudah dan akan mendapat tentangan dari orang tua. Kenapa sekarang berubah pikiran?” pancing Seruni.Catra tersenyum manis pada wanita yang sudah mencuri hatinya itu. “Semua kulakukan karena kamu. Andai kita tidak seperti sekarang, mungkin aku juga tidak akan berpikir untuk bercerai. Tapi karena sekarang ada wanita yang harus aku perjuangkan cintanya, maka aku harus secepatnya mengakhiri pernikahan yang tidak sehat itu,” ungkapnya.“Saya jadi pihak ketiga dong, Pak,” lonta
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen