Share

Bab 5

Seruni menggeleng. “Bukannya saya tidak mau, Pak. Tapi saya tidak enak dengan teman-teman yang lain. Masa cuma saya yang makan siang dengan Pak Catra,” ungkapnya.

Pria berkacamata itu tersenyum. “Kamu tenang saja. Besok aku cari alasan biar kita bisa keluar bersama.”

“Apa tidak akan jadi masalah, Pak?” Seruni merasa ragu dengan apa yang akan atasannya itu lakukan.

Catra menggeleng. “Kenapa harus jadi masalah? Tinggal bilang saja mau follow up konsumen yang hari ini datang. Janji ketemu besok siang di rumah atau kantornya. Selesai ‘kan masalahnya,” ucapnya dengan enteng.

“Wah Pak Catra hebat, langsung bisa menemukan alasan yang tepat.” Seruni mengacungkan dua jempol pada atasannya. Merasa kagum pada pria berkacamata itu.

Catra pun tertawa kecil mendapat pujian dari bawahannya itu.

“Terima kasih atas tumpangannya, Pak,” ucap Seruni kala mobil Catra sudah tiba di depan rumah orang tuanya.

“Sama-sama,” sahut Catra sambil melepas sabuk pengamannya.

Melihat apa yang dilakukan oleh sang atasan, Seruni lantas bertanya, “Pak Catra, mau ikut saya turun?”

Catra mengangguk. “Iya. Aku janji ‘kan tadi mau menjelaskan sama orang tuamu kalau kamu beneran baru pulang kerja, bukan main sama teman,” sahutnya.

“Tidak usah, Pak. Saya tadi sudah pamit kok mau pulang malam karena dapat jadwal jaga stan,” tolak Seruni.

“Tidak apa-apa, Seruni. Sebagai atasan, aku harus memastikan orang tuamu tidak marah karena kamu pulang telat. Harusnya ‘kan sejak tadi kamu sampai rumah, tapi karena aku ajak makan, kamu jadi terlambat.” Catra tetap keukeuh pada pendiriannya.

Mau tak mau Seruni pun mengizinkan atasannya ikut turun dan bertemu orang tuanya. Wanita yang mengenakan blus kerja warna biru muda dan rok span selutut itu membuka pintu pagar. Dia mengetuk pintu rumah yang sudah tampak sunyi dan gelap karena lampu di ruang tamu sudah dipadamkan.

Tak lama kemudian lampu ruang tamu menyala. Setelah itu terdengar suara pergerakan anak kunci sebelum pintu dibuka dari dalam. Tampak sesosok pria paruh baya yang mengenakan singlet putih dan sarung motif kotak-kotak dengan rambut sedikit berantakan berdiri di depan pintu.

Pria itu mengernyit melihat putrinya pulang larut malam dengan seorang pria dengan penampilan khas orang kantoran.

“Selamat malam, Pak. Perkenalkan saya Catra. Saya atasannya Seruni di kantor. Mohon maaf hari ini Seruni pulangnya terlambat karena tadi saya ajak makan dulu sebelum pulang. Tadi banyak yang berkunjung ke pameran, sampai tidak sempat makan. Karena itu saya mengajaknya makan setelah pameran selesai.” Catra menyapa bapak Seruni sekaligus menjelaskan alasan putrinya terlambat pulang. Tak lupa dia mengajak pria paruh baya itu bersalaman.

“Oh, bosnya Seruni. Kenalkan saya Harun, bapaknya Seruni.” Pria yang rambutnya sudah sebagian memutih itu menimpali Catra dengan ramah.

“Tolong putrinya jangan dimarahi karena pulang terlambat, Pak,” pinta Catra.

Harun melirik Seruni yang sejak tadi diam dan menunduk. Setelah itu kembali beralih pada Catra. “Tentu saja tidak. Apalagi Pak Catra sudah menjelaskan penyebabnya. Mari silakan masuk, Pak,” ucapnya.

“Maaf, Pak, mungkin lain waktu. Sekarang sudah malam. Karena Seruni sudah sampai rumah dan saya sudah menjelaskan pada Pak Harun, saya pamit pulang, Pak,” sahut pria berkacamata itu.

“Terima kasih sudah mengantar anak saya, Pak,” ujar Harun.

“Sama-sama. Selamat malam dan selamat beristirahat, Pak.” Catra kembali menyalami Harun sebelum beranjak dari rumah itu. Dia menutup pintu pagar sebelum menuju mobil yang terparkir di depan rumah orang tua Seruni. Catra pun menekan klakson sekali saat akan meninggalkan rumah tersebut.

“Benar itu bosmu? Bukan pacar barumu?” tanya Harun saat mobil Catra sudah pergi.

“Bapak ga percaya kalau Pak Catra itu bosku?” Seruni malah balik bertanya pada sang bapak.

“Bapak ‘kan cuma tanya. Kalau benar dia bosmu, berarti orangnya baik. Mau ngantar kamu pulang karena kemalaman,” sahut Harun.

“Pak Catra memang baik, Pak. Makanya aku betah kerja di sana. Aku ke kamar dulu ya, Pak,” pamit Seruni sebelum Harun banyak bertanya soal Catra.

***

“Seruni, sudah kamu hubungi konsumen yang semalam?” tanya Catra saat melewati meja salah satu anak buahnya itu.

Seruni yang paham dengan apa yang dimaksud Catra langsung mengangguk. “Sudah, Pak. Mereka jadi minta bertemu siang ini,” jawabnya.

“Kamu sudah minta alamatnya ‘kan?” tanya Catra lagi untuk meyakinkan anggota tim pemasaran lainnya.

“Sudah, Pak. Sudah dikasih juga map-nya,” timpal Seruni.

“Sip. Kalau begitu kita nanti langsung ke sana,” ucap Catra sebelum masuk ke ruangannya.

“Semalam ramai ya stannya? Sampai ada yang mau di-follow up segala,” tanya salah satu rekan Seruni dalam tim pemasaran.

“Lumayanlah. Untung ada Pak Catra jadi aku ga kewalahan pas mereka minta diskon besar,” terang Seruni.

“Jadi nanti kamu perginya sama Pak Catra?” tanya orang itu lagi.

Seruni mengangguk. “Iya. Karena semalam Pak Catra yang melayani orang itu. Biar nanti kalau deal dan minta diskon bisa langsung bicara sama Pak Catra. Aku ‘kan ga berani memutuskan memberi diskon di luar ketentuan.”

“Iya juga sih. Semoga closing ya, biar jadi penglaris pameran kita,” lontar orang yang tadi.

“Aamiin,” sahut Seruni.

Saat memasuki jam makan siang, Catra keluar dari ruangannya. Di ruang divisi pemasaran sudah tak banyak orang. Hanya ada Seruni dan satu orang lainnya. Anggota tim yang lain ada yang mendapat jadwal berjaga pameran, ada juga yang bertemu dengan konsumen, atau mem-follow up orang yang berminat dengan properti yang mereka tawarkan.

Divisi pemasaran adalah divisi yang paling jarang berada di kantor. Mereka pasti datang pagi untuk absen setelah itu bisa pergi untuk menyebarkan brosur, janji temu dengan orang, atau melakukan hal lain yang berkaitan dengan pekerjaan. Bila tidak ada pekerjaan ke luar, mereka berdiam di kantor. Membuat laporan atau membuat daftar orang yang harus di-follow up.

“Seruni, ayo kita berangkat.” Catra sudah membawa ransel dan kunci mobil.

“Saya bereskan meja saya sebentar, Pak,” jawab Seruni yang tadi sedang memasang iklan di situs penjualan properti.

“Kalau begitu aku tunggu di mobil ya,” sahut Catra.

“Mobilnya parkir di mana, Pak?” lontar Seruni yang memang tidak tahu di mana atasannya itu biasa memarkirkan kendaraannya.

“Aku tunggu di lobi saja kalau begitu,” putus Catra daripada harus menerangkan di mana mobilnya berada.

“Ya, Pak. Secepatnya saya ke lobi.” Seruni gegas menutup laptop lalu memasukkannya ke ransel. Tak lupa dia membawa brosur, kartu nama, dan notes di dalam tas. Setelah berpamitan dengan temannya, Seruni ke luar dari ruangan divisi pemasaran.

Begitu Seruni tiba di lobi, Catra langsung mengajak bawahannya itu menuju tempat parkir mobilnya.

“Kamu mau makan siang di mana? Restoran biasa atau yang di hotel?” tanya Catra saat kendaraannya mulai melaju meninggalkan perusahaan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status