Share

Luka di Bibir Rania

Penulis: NHOVIE EN
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-14 07:50:32

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Bastian terjaga, merasa ada yang ganjal pada dirinya. Tangan kanan pria itu segera menekan saklar lampu utama, membuat kamar yang temaram menjadi terang benderang.

Bastian menyibak selimut. Kaget, ada noda darah segar yang menempel di sprei ranjang yang saat ini ia duduki. Bastian memerhatikan sprei itu, mencoba mengingat kembali apa yang terjadi semalam.

Hanya beberapa detik, lalu pria itu segera berdiri dan merasa tidak peduli. Tapi tiba-tiba kakinya menginjak sesuatu sebuah benda bulat mirip gelang yang terbuat dari batu giok asli.

Bastian menggeser kakinya, mengambil benda yang sangat ia kenali itu. Ya, itu memang gelang. Gelang yang terbuat dari beberapa butir batu giok asli yang dipadu dengan rantai yang terbuat dari emas asli milik Rania. Gelang yang salah satu sisinya ada ukiran bergambar mahkota dengan corak yang khas. Sepertinya hanya Rania saja yang punya ukiran dengan corak demikian.

Bastian sangat tahu jika itu gelang milik Rania sebab dulu ia pernah bersama wanita itu dua tahun lamanya. Menjalin kasih hingga sesuatu pun terjadi, membuat hubungan mereka kandas di tengah jalan.

Bastian mengambil gelang itu, memasukkannya ke dalam saku jas yang ia gantung di dinding bangku yang ada di kamar itu. Kemudian pria itu berlalu ke kamar mandi, membersihkan diri dan pergi dari kamar hotel menuju kantor miliknya.

***

The Lion Hotel Jakarta.

Rania masih sibuk dengan layar komputernya. Sesekali ia melirik jam tangan dan jarum pendek di jam itu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Wanita itu tidak sabar menunggu waktu istirahat siang, sebab ia ingin kembali ke hotel tempat ia mengikuti pelatihan, menanyakan ke staf hotel apakah cleaning service di hotel itu menemukan gelang miliknya.

“Rania, ke ruanganku sekarang!” ucap Bastian tiba-tiba. Pria itu baru saja datang dan menyentak konsentrasi Rania.

Rania mengangguk. Sungguh ia tidak nyaman saat ini. Apa lagi mulai saat ini, ia akan sering bertemu dengan Bastian. Hampir setiap hari.

Sebelumnya di kantor cabang, ia tidak terlalu sering melihat bosnya itu karena Bastian memang jarang berada di sana.

Rania bangkit dari duduknya, menekan langkah menuju ruangan direktur utama perusahaan itu. Sebuah hotel berbintang lima yang sangat bonafit di Jakarta.

“Permisi, Pak,” ucap Rania sopan.

“Duduk!” perintah Bastian dengan wajah tegas penuh kesombongan.

Rania berusaha tersenyum walau sebenarnya ia sangat enggan melakukan hal itu. Rania berjalan mendekat, lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan Bastian.

Bastian menekan sebuah remot. Remot yang berfungsi untuk membuka tutup pintu secara otomatis, bahkan bisa membuka dan mengunci pintu secara otomatis juga. Bastian ingin memastikan kalau pintu itu sudah terkunci dengan aman.

“Ada apa anda memanggil saya, Pak?” tanya Rania, sopan. Masih membekas di otaknya wajah polos Bastian yang terlelap nikmat di kamar hotel tadi malam, namun berusaha ditepis oleh wanita itu.

Bastian hanya diam. Tatapannya sangat tajam seolah ingin menerkam wanita cantik yang kini duduk di hadapannya.

“Maaf, Pak?” ucap Rania. Ia sedikit mengernyit.

Bastian menghela napas. Ia ambil sesuatu dari dalam saku jasnya lalu ia lempar dengan lembut sebuah benda ke atas meja hingga berhenti tepat di hadapan Rania.

Rania terkejut melihat benda yang ada di hadapannya. Sebuah gelang yang sudah ia rawat dan jaga dengan baik selama ini. Gelang yang diberikan oleh ibunya sedari ia kecil.

“Dari mana anda mendapatkan gelang ini, Pak?” tanya Rania dengan senyum sumringah. Ia sangat bahagia, sebab gelang itu benar-benar sangat berharga baginya.

Bastian berdecak. Tampak emosi namun masih saja diam.

“Terima kasih sudah mengembalikan gelang ini. Apa ada lagi yang bisa saya lakukan, Pak? Jika tidak ada, saya akan kembali bekerja,” ucap Rania.

“Mengapa kamu melakukannya?” Tiba-tiba sebuah kalimat keluar dari bibir Bastian. Pria itu bahkan tidak menoleh sama sekali ke arah Rania.

Rania gelagapan. Ia tahu maksud pertanyaan Bastian. Wanita yang pintar bicara itu tiba-tiba saja kehilangan kata-kata.

“M—maaf, Pak. Ini semua hanya salah paham. Saya tidak tahu kenapa saya bisa berada di dalam kamar anda tadi malam. Sa—saya ... Saya tidak enak badan karena alergi.” Rania berucap seraya menunduk.

Bastian menghela napas, “Kamu tahu kalau saya akan menikah,” ucap Bastian.

“Iya, saya tahu ... Saya sungguh tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi semalam.” Rania tiba-tiba saja terdiam.

Bastian bangkit dari duduknya, berjalan perlahan lalu kini menyandarkan bokongnya di tepi meja tepat di samping Rania.

“Jangan sampai Maya tahu, atau kamu akan dapat masalah besar,” ucap Bastian.

“I—iya, saya akan pastikan kalau bu Maya atau siapa pun tidak akan tahu,” ucap Rania seraya tergagap.

Tiba-tiba saja Bastian memegang lengan kiri Rania, menarik wanita itu dengan kasar lalu menyandarkannya ke dinding ruangan.

“Pak, apa yang akan anda lakukan?” tanya Rania.

Bastian sama sekali tidak menjawab. Pria itu seketika mendaratkan bibirnya dengan kasar ke bibir Rania. Ia kulum bibir manis Rania dengan paksa.

“Auh, sakit!” lirih Rania seraya memegang bibirnya yang berdarah.

Ya, Bastian membuat bibir itu terluka. Bastian menggigitnya dengan kasar hingga menyisakan luka menganga di bibir cantik Rania.

Bastian menyentuh bibirnya sesaat, membersihkan sisa darah yang menempel di bibirnya. Pria itu seketika membetulkan jasnya, menekan kembali remot pintu dan pergi begitu saja meninggalkan ruangan itu.

Rania masih terpaku. Bibirnya terasa perih dan berdarah. Ia tidak tahu, kenapa Bastian tiba-tiba melakukan hal itu. Ia memang merindukan ciuman manis dari Bastian, tapi bukan ciuman yang seperti itu. Ciuman yang dirindukannya adalah ciuman penuh kelembutan yang sering mereka lakukan dulunya ketika mereka masih menjalin kasih. Ciuman penuh cinta.

Namun yang Rania dapatkan saat ini malah sebaliknya. Bastian menyakitinya, menciumnya dengan brutal dan membuat luka menganga di bibir Rania. Membuat Rania seolah tidak punya harga diri di depan Bastain.

Rania segera meninggalkan ruangan bos besarnya itu. Ia berlari menuju kamar mandi. Ia seka air mata dan juga bibirnya yang terluka. Ia marah dan kecewa dengan Bastian.

Kenapa kamu lakukan semua ini padaku, Tian? Apa salahku padamu? Bukankah kamu yang sudah memutuskan hubungan kita dulunya. Kamu yang meninggalkan aku dan memilih Maya. Lalu kenapa kamu melakukan semua ini kepadaku?  Rania membatin seraya terisak.

Tiba-tiba saja seseorang masuk. Rania dengan cepat mencuci mukanya dan menyeka pipinya untuk menyembunyikan air mata yang tadinya mengalir tanpa bisa dicegah.

“Rania, bibir kamu kenapa?” tanya Inaya—rekan kerja Rania.

“Oh ini ... aku sariawan, berusaha memencetnya tapi nggak tahunya malah kena kuku dan jadinya luka,” bohong Rania.

“Ya Ampun, Rania ... Tajam sekali kukumu sehingga membuat luka robekan seperti itu. Mau aku ambilkan plester?” tawar Inaya.

“Tidak, aku nggak apa-apa kok. Aku mau ke ruangan dulu,” ucap Rania.

Inaya mengangguk. Wanita itu terus memerhatikan langkah kaki Rania. Setelah Rania menghilang dari pandangan, Inaya pun langsung menghubungi seseorang.

***

Flowerina Resto and Cafe.

Rania masuk ke resto itu, berjalan menuju sebuah meja. Di salah satu kursi, sudah duduk seorang wanita cantik yang dulunya sangat berarti bagi Rania. Namun sayang, kini wanita itu tidak lebih dari musuh.

“Ada apa kamu memanggilku ke sini?” tanya Rania. Kini ia sudah duduk di salah satu kursi tepat di depan Maya. Maya sengaja memanggilnya datang ke sana dan mengajaknya berbincang empat mata.

“Ada apa dengan bibirmu?” tanya Maya dengan tatapan sinis.

“Oh, ini ... Aku tidak sengaja melukainya sendiri. Kena kuku ketika aku ingin memencet sariawanku,” bohong Rania.

“Aku harap kamu tidak bohong.” Maya menatap ke dua netra Rania dengan tajam.

“Buat apa aku bohong?” balas Rania.

“Entahlah ... Rania, kamu tahukan kalau sebentar lagi aku akan menikah dengan Bastian. Dua minggu lagi aku jadi nyonya besar di keluarga Bastian.” Maya menatap Rania dengan tajam.

“Iya, aku tahu itu dan aku ucapkan selamat akan hal itu,” balas Rania.

“Jadi aku harap kamu jangan macam-macam terhadapku, Rania. Aku tahu, kamu dulu adalah mantan kekasihnya Bastian, namun itu dulu. Sekarang Bastian adalah milikku. Aku sudah bertunangan dengannya dan dua minggu lagi aku akan menikah dengan Bastian. Jadi aku harap, kamu jangan membuat gara-gara. Aku tidak akan segan-segan mencelakaimu jika kamu berani menggoda Bastian.” Maya mencoba mengancam.

“Apa maksudmu, Maya? Aku sama sekali tidak pernah menggoda Bastian. Lagi pula Bastian adalah masa laluku. Aku sudah melupakannya sejak lama, bahkan sejak ia memutuskan hubungan denganku dan lebih memilih kamu untuk melanjutkan hidupnya.” Rania memalingkan wajah sesaat.

“Baguslah kalau kamu mengerti. Aku hanya ingin mengingatkan. Jangan sampai nanti kamu menyesal karena sudah berani membuat masalah denganku.” Kembali Maya menatap tajam ke dua netra cokelat terang milik Rania.

Rania terdiam. Ia sadar kalau dirinya bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan Maya. Ia tidak punya kuasa apa pun. Berbeda dengan Maya yang merupakan anak seorang terpandang yang merupakan rekan bisnis keluarga Bastian. Apa pun yang ia inginkan, pasti bisa ia lakukan.

“Dua minggu lagi aku akan menikah dengan Bastian. Tolong kamu jangan mengacau di sana.” Maya berdiri, meninggalkan begitu saja minuman yang sudah ia pesan tanpa menyentuhnya.

Rania menghela napas. Ia tatap minuman yang ada di hadapannya yang sama sekali belum ia sentuh.

Maya mengancamku. Aku tahu ia tidak main-main dengan ancamannya. Ah, bagaimana kalau Maya tahu semalam aku tidur dengan tunangannya? Tidak, maya tidak boleh tahu. Karir dan reputasiku di kantor akan hancur jika Maya mengetahuinya. Rania membatin.

Rania bergegas meninggalkan resto itu. Sungguh, ia tidak ingin mendapat masalah karena pasti akan sangat berpengaruh untuk karirnya.

Komen (30)
goodnovel comment avatar
Wiediajheng
Ya ampun mayaaa.. jika emang kamu yakin Bastian cinta kamu dan ingin menikah Ama kamu Kenapa pulaakk kamu harus nganc4m2 Rania segala... Takut kamu yaa ditinggalkan Bastian..
goodnovel comment avatar
Wiediajheng
Maksud Bastian apa tuh... Kok nyiuuuum Rania trus dilukain gitu..
goodnovel comment avatar
Endah Spy
j4hat ih si Bastian ngapain juga pakai bikin luka di bibir Rania, nggak perlu bersikap kasar seperti itu napa sih! itu juga si Maya, main ngancam2 si Rania .. dih, kenapa weh? siapa jg yang merebut Bastian, asal kamu tahu aja kalo bastian dan rania malah dah tidur bareng, pasti bakalan reog kamu..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Ancaman Maya

    “Auh ....” Seorang wanita melenguh ketika seseorang tanpa sengaja menabraknya. Ia adalah salah satu tamu istimewa di hotel milik Bastian. Wanita itu dan suaminya—Boby—sedang menyewa kamar terbaik dan mahal di hotel itu selama mereka menginap di Jakarta.“Maaf, Bu ... Saya minta maaf, saya benar-benar tidak sengaja,” ucap Rania.“Tidak masalah,” jawab sang wanita seraya menekan langkah tanpa menoleh sedikit pun ke arah Rania.Rania membalik tubuhnya, melihat langkah kaki wanita yang sedang berjalan dengan anggun keluar dari hotel. Rania tersenyum, ia bahkan tidak tahu kenapa ia tersenyum. Walau tidak melihat dengan jelas siapa wanita yang baru saja ia tabrak, Rania merasa ada perasaan yang berbeda di hatinya tatkala berada dekat dengan wanita itu.Sepersekian detik kemudian, Rania tersentak. Ia kembali memasang wajah serius lalu menekan langkah menuju ruangannya.“Rania, kamu kemana saja? Tadi pak Bastian nyariin dan kelihatannya ia marah sama kamu,” ucap salah seorang rekan kerja Rani

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-14
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Spot Penuh Kenangan

    Rania terduduk di kursi kerjanya. Masih terngiang jelas adegan serta posisi panas Bastian dan Maya di ruang direktur utama. Walau hanya sekilas, namun cukup membekas dan menyakitkan di hati Rania.“Ada apa, Ran?” tanya Laura—rekan kerja Rania sekaligus sahabat baik wanita itu.Rania bergidik, “A—aku nggak apa-apa kok. Tadi niatnya aku mau antar file ke ruangan pak Bastian untuk ditanda tangani. Tapi nggak tahunya di dalam ada bu Maya.”“Lho, bukannya tadi kamu lihat kalau bu Maya datang dan masuk ke ruangan itu? Kamu ketemu sama bu Maya’kan?” tanya Laura.“Iya tapi aku nggak nyangka kalau—. Ah, lupakan saja.” Rania mencoba menghindari Laura.“Rania, kamu mau kemana?” tanya Laura.Rania tidak menggubris. Ia terus melangkahkan kakinya berjalan menuju lift. Susah payah Rania menahan air mata, karena di dalam lift ia tidak sendirian. Ada beberapa orang lagi yang ada di sana, menuju lantai yang berbeda.Rania sendiri menuju lantai paling atas. Rooftop, itu adalah tempat tujuan wanita itu.

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-14
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Topeng Inaya

    Rania kaget, tiba-tiba saja Bastian melempar dokumen yang baru saja ia berikan ke wajah wanita itu. Beberapa lembar dokumen berserakan di lantai, sementara wajah Rania sedikit perih karena Bastian melempar dokumen itu dengan cukup keras ke wajahnya. Ia terlihat sangat murka.Dengan cepat, Rania mengemasi lembar demi lembar dokumen yang kini sudah tida beraturan. Padahal ia sudah menyusunnya dengan sangat baik sebelumnya.“Kenapa anda melemparnya, Pak?” tanya Rania. Ia masih berusaha bersikap sopan. Bastian sendiri hanya memalingkan wajah tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepadanya.“Kamu pikir kenapa?” Bastian bertanya balik. Pria itu masih enggan menatap wajah Rania.Rania menghela napas. Ia lihat lembar demi lembar yang baru saja ia kemas dari lantai. Rania terkejut, matanya terbelalak.“M—maaf, Pak. Ini salah paham. Sa—saya, bukan ini yang saya kerjakan tadi. Saya tidak mau menuduh, tapi bisa jadi ada yang menggantinya dengan dokumen ini. Sebelum mengantarnya ke sini, saya meletak

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-14
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Pernyataan Cinta

    Jakarta, kediaman Maya.Maya tersenyum simpul membaca pesan singkat yang baru saja ia terima dari salah seorang anak buah Bastian. Rencananya berhasil dan tentu saja membuatnya sangat senang.“Maya, kamu sedang apa?” tanya seseorang. Ia adalah nyonya Ami—ibu kandung Maya.“Eh, mami. Ini lagi memerhatikan desain gaun yang akan aku pakai di nikahan nanti. Menurut mami gimana?” Maya memperlihatkan layar ponselnya ke arah Ami.“Bagus, tapi menurut mami ini terlalu terbuka.” Kening Ami sedikit mengernyit.“Justru model terbaru memang seperti ini, Mi. Mami ini terlalu kuno,” balas Maya.“Terserah kamu saja kalau begitu. Oiya, mami dengar mantan pacarnya Bastian dipindahkan ke kantor pusat. Apa benar?” tanya Ami.Maya meletakkan ponselnya di atas meja. Wanita itu bangkit dan berjalan menuju dinding kaca kamarnya.“Iya, Mi. Ia baru saja dipindahkan hari ini.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Permintaan Inaya?

    Sebuah tangan kekar terulur ke arah Rania. Rania menoleh ke atas, menatap seorang pria yang kini siap menawarkan bantuan.Rania membalas uluran tangan itu. Sang pria menarik tangan Rania dengan lembut hingga kini berdiri tepat di sampingnya.“Apa yang sudah kamu lakukan terhadap Rania?” tanya Farel. Sorot matanya sangat tajam menoleh ke arah Inaya. Ia sangat marah.“Saya tidak sengaja, Pak. Tadi ketika saya lewat, Rania juga tiba-tiba lewat,” bohong Inaya.“Jangan bohong kamu, Inaya. Saya melihat jelas apa yang sudah kamu lakukan pada Rania.” Farel berjalan mendekat. Pria itu tidak mampu menyembunyikan kemarahannya dari Inaya.“M-maafkan saya, Pak. Sa—saya.” Inaya gugup.“Ini peringatan terakhir buat kamu, Inaya. Kalau sampai nanti kamu menyakiti Rania lagi, saya tidak akan segan-segan memberikan surat peringatan untuk kamu. Saya bisa melaporkan kamu ke pak Bastian atas perbuatan buruk kamu pada karyawan lain. Kamu bisa dapat masalah nanti,” ancam Farel.Inaya sedikit gemetar. Tanpa me

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Will You Marry Me?

    Ballroom The Lion Hotel Jakarta.Ruangan besar di salah satu hotel bintang lima di Jakarta itu sudah di sulap menjadi ruang pesta yang sangat megah dan mewah. Dekorasi bernuansa putih dan sedikit aksen biru metalik—warna kesukaan Maya dan Bastian. Maya pecinta warna putih sementara Bastian pecinta warna biru metalik.Ada dua lantai di sana dan ke dua lantai dipenuhi dengan meja serta kursi yang bisa ditempati oleh tamu undangan yang datang. Ada beberapa suguhan juga yang terhidang di sana. Mulai dari masakan khas Indonesia, sampai masakan luar negeri pun ada.Di bagian depan, terdapat panggung yang berisi pelaminan dengan dekorasi mewah dan berkelas. Sudah duduk di sana Bastian dan Maya dengan pakaian pengantin yang sangat bersinar. Maya terlihat sangat anggun dan seksi dengan pakaian pengantin berwarna putih dengan belahan dada rendah, sementara Bastian tampak gagah dan tampan dengan jas modern dengan warna senada.Sepanjang acara, tidak pernah putus senyum terukir dari bibir ke duany

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Malam Pertama

    Will You marry me? Terngiang kalimat itu di telinga Rania. Sementara Farel masih menunggu jawaban wanita itu. Tangannya tampak pegal memegangi kotak perhiasan yang kini masih terpampang manis di depan Rania.“Bagaimana, Ran?” tanya Farel.Rania yang sedari tadi masih melongo, tiba-tiba saja tersenyum kecil. Ia raih tangan Farel lalu ia turunkan tangan itu dengan lembut tanpa mengambil kotak perhiasan yang diberikan Farel kepadanya.“Kenapa, Ran?” tanya Farel. Pria itu tentu sangat kecewa dengan sikap Rania yang secara tidak langsung sudah memberikan jawaban yang tidak diharapkan oleh pria itu.“Aku masih belum siap, Mas. Maaf ...,” jawab Rania.“Tapi kenapa?” Farel masih mendesak.“Aku tidak tahu. Sebaiknya kita jalani saja dulu. Nanti kalau aku sudah siap, aku sendiri yang akan memberitahumu.” Rania berusaha tersenyum.“Apa tidak ada sedikit saja perasaanmu terhadapku, Rania?” Farel menggenggam lembut tangan kanan Rania.“Jujur saja, perasaan itu memang ada. Tapi aku tidak berani memu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-18
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kabar Mengejutkan

    Satu bulan lebih berlalu semenjak kejadian malam menyedihkan itu. Malam di mana Rania kehilangan kesuciannya.Rania terjaga. Kali ini ia sendirian di kamar apartemen sewaannya sebab Jihan sudah beberapa hari dinas luar kota. Rania merasa sangat pusing, perutnya juga terasa mual.Belum sempat melirik ke jam dinding, Rania langsung turun dari ranjang dan berjalan cepat menuju kamar mandi. Ia muntah di sana. Memuntahkan udara ke westafel yang terdapat di dalam kamar mandi.Rania menyeka wajahnya dengan air. Ia tatap wajah cantiknya lewat pantulan cermin yang ada di hadapannya. Wajah itu tampak sangat pucat.Rania kembali menghidupkan kran air. Ia tampung air mengalir itu dengan ke dua telapak tangannya lalu kembali ia basuhkan ke wajahnya. Segar, itulah yang terasa saat ini.Merasa dirinya sudah sedikit lega, Rania pun beranjak masuk kembali ke dalam kamar. Ia dudukkan bokongnya di tepi ranjang lalu ia tatap jam dinding yang terdapat di dalam kamar itu. Benda bulat itu menunjukkan pukul e

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-21

Bab terbaru

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Maaf, Aku Tidak Suka!

    Pagi itu, sinar matahari masuk melalui jendela ruang keluarga rumah Rania. Di atas meja, beberapa cangkir teh hangat tersusun rapi, sementara di ruang tamu terdengar tawa renyah Bintang yang sedang bermain di atas karpet bersama mobil-mobilan kecilnya.“Ma, lihat ini!” teriak Bintang sambil menunjukkan mainan barunya yang kemarin ia beli bersama Rania.Sebelum Rania sempat menjawab, suara bel rumah berbunyi.“Sebentar, Bintang,” kata Rania sambil melangkah ke pintu.Begitu pintu terbuka, seorang pria dengan setelan kasual—kaus putih dan celana jeans—tersenyum hangat. Satria, pria yang belakangan ini sering mampir ke rumah Rania, berdiri dengan sebuah kantong kertas besar di tangannya.“Pagi, Rania. Ini untuk Bintang,” ujarnya sambil menyerahkan kantong itu.Rania melirik kantong tersebut, lalu ke arah Satria dengan ekspresi sedikit bingung. “Kamu nggak perlu repot-repot setiap kali datang, Mas.”Satria hanya tertawa kecil. “Aku nggak merasa repot, kok. Aku senang bisa membawakan sesua

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Dunia Baru Maya

    Kepulan asap pesawat terbang tampak membumbung tinggi di udara Bandara Soekarno-Hatta. Maya berdiri di tepi jendela kaca besar di ruang tunggu, memandang ke arah landasan pacu. Matanya kosong, wajahnya lelah, tetapi bibirnya tetap membentuk garis tegas seolah ia tidak ingin menunjukkan kelemahan. Di tangannya, paspor dan tiket penerbangan ke Frankfurt, Jerman, tergenggam erat.Hari ini, segalanya berubah. Perceraian yang baru saja disahkan beberapa minggu lalu telah menghapus statusnya sebagai istri dari Bastian, seorang pengusaha ternama di Jakarta.“Bu Maya, sudah waktunya boarding,” suara sopir pribadinya memecah keheningan.Maya menoleh sekilas. “Kamu pulang saja. Terima kasih sudah mengantarkan,” jawabnya singkat.Pria itu mengangguk hormat sebelum pergi, meninggalkan Maya sendirian.Maya menarik napas panjang dan berjalan menuju gerbang keberangkatan. Sepanjang langkahnya, ingatan tentang rumah megah yang pernah ia tinggali bersama Bastian menghantui pikirannya. Di sana, ia pern

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kerinduan Terhadap Kampung Halaman

    Pagi ini, aroma embun bercampur harum bunga dari taman rumah Rania membuat suasana terasa sejuk. Udara segar Bandung menjadi pelengkap sempurna untuk perjalanan menuju Lembang. Sebuah mobil SUV hitam mewah sudah terparkir rapi di depan rumah, menunggu penumpangnya.Seorang sopir pribadi berdiri di sisi mobil, mengenakan seragam rapi, sementara seorang bodyguard berjaga tidak jauh darinya. Tugas mereka hari ini adalah memastikan perjalanan keluarga Rania berjalan lancar dan aman.Rania muncul dari dalam rumah, mengenakan pakaian kasual tetapi tetap elegan. Rambutnya yang tergerai membuat wajahnya terlihat segar meski kesibukan akhir-akhir ini menguras energinya. Di sampingnya, Bintang berlari kecil dengan semangat khas anak kecil, menggenggam tangan boneka superhero kesayangannya.“Mama, nanti di Lembang kita bisa lihat bunga banyak, kan?” tanya Bintang dengan mata berbinar.“Tentu saja, Sayang,” jawab Rania sambil mengusap kepala p

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Keteguhan Hati Bastian

    Siang itu, matahari menyinari gedung perkantoran megah yang menjadi pusat kesibukan Bastian sehari-hari. Di lantai paling atas, ruangan kantor Bastian tampak luas dengan dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan kota Jakarta yang sibuk. Suasana ruangan beraroma kopi dan kayu cedar, mencerminkan kepribadian Bastian yang tegas dan profesional.Seorang asisten mengetuk pintu sebelum membukanya. “Pak Bastian, ada Bu Ami dan Pak Gery yang ingin bertemu.”Bastian, yang tengah duduk di belakang meja kerjanya, menghentikan pekerjaannya sejenak. Ia menatap asistennya dengan ekspresi tenang. “Persilakan mereka masuk.”Beberapa saat kemudian, Ami dan Gery memasuki ruangan. Ami mengenakan gaun pastel elegan, sementara Gery terlihat rapi dalam setelan formal. Mereka memasang senyum ramah, meskipun ketegangan terlihat di mata mereka.“Selamat siang, Mami, Papi,” sapa Bastian sambil berdiri dan menjabat tangan mereka. “Silakan duduk.”“Terima kasih, Nak,” jawab Ami dengan nada lembut, berusaha me

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Seketika Marah

    Pagi itu, sinar matahari yang hangat menerobos masuk melalui jendela besar di ruang makan. Aroma roti panggang yang baru keluar dari oven bercampur dengan wangi kopi hitam yang pekat memenuhi udara, menciptakan suasana nyaman di rumah keluarga Rania.Di meja makan besar, keluarga kecil itu berkumpul. Boby dan Rita duduk di sisi kepala meja, sementara Cucu, ibu angkat Rania, duduk bersebelahan dengan Bintang yang sibuk menyendokkan bubur ke mulut kecilnya. Rania, mengenakan gaun rumah sederhana berwarna pastel, duduk di sisi lain meja, tampak menikmati secangkir teh hangat.“Mama, tolong minta rotinya,” pinta Bintang dengan suaranya yang riang.Rania tersenyum, mengambil sepotong roti panggang dan menyerahkannya ke tangan kecil putranya. “Pelan-pelan makannya, Sayang. Jangan sampai tumpah lagi, ya.”“Iya, Ma,” jawab Bintang dengan pipi yang sudah menggembung karena bubur.Suasana pagi itu begitu hangat, dipenuhi c

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Berita Yang Mengusik

    Hujan deras mengguyur Bandung sejak semalam, menciptakan suasana dingin dan temaram yang terasa menusuk hingga ke tulang. Di dalam kamar bernuansa krem yang hangat, Rania duduk di tepi ranjang, menggenggam ponselnya dengan wajah terkejut. Portal berita yang terpampang di layar menampilkan sebuah judul yang membuat dadanya berdebar."Pebisnis Ternama Bastian Pramudista Akan Ceraikan Istrinya, Maya Kartika!"Rania membaca ulang judul itu, seolah ingin memastikan bahwa matanya tidak salah menangkap kata-kata yang terpampang di sana. Ia menelusuri artikel tersebut, membacanya perlahan dengan alis berkerut.Keputusan itu tak disangka. Bastian, pria yang dulu pernah mengisi ruang hatinya, kini menjadi pusat perhatian publik karena rencana perceraian ini. Nama Maya disebut-sebut terlibat dalam skandal yang mencoreng reputasi keluarga mereka.“Bastian...” bisik Rania lirih, hampir tidak percaya.Ia meletakkan ponselnya di samping, menarik napas panjang, lalu memandang keluar jendela. Rintik h

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Keputusan Bulat Bastian

    Sore ini, Bastian duduk di ruang kerjanya dengan ekspresi wajah yang gelap. Di atas mejanya, berkas-berkas yang menjadi bukti nyata perselingkuhan Maya dan penyelewengan dana yang dilakukan bersama Ronal terhampar dengan jelas. Semua bukti telah ia kumpulkan, dari laporan transaksi mencurigakan hingga foto-foto dan pesan-pesan pribadi yang tidak dapat disangkal lagi.Bastian mengepalkan tangannya, mencoba mengendalikan amarah yang bergejolak dalam dadanya. Namun, semakin ia melihat bukti-bukti itu, semakin sulit baginya untuk menahan diri. Pernikahan yang ia jaga dengan segala usahanya ternyata dihancurkan begitu saja oleh orang yang seharusnya menjadi pasangannya.“Cukup sudah,” gumamnya, suaranya penuh dengan kemarahan yang tertahan.Ia mengambil tumpukan dokumen itu, lalu melangkah cepat menuju kamar utama. Pintu kamar didorongnya dengan keras, membuat Maya yang sedang duduk di depan cermin berdandan terkejut.“Bastian?” Maya berbalik, menatap suaminya dengan bingung.Bastian tidak

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kehadiran Satria Yang Tiba-tiba

    Malam itu, suasana di rumah Rania begitu tenang. Suara tawa kecil Bintang menggema di ruang keluarga. Anak itu duduk di karpet sambil bermain balok susun, ditemani Rania yang sesekali tersenyum melihat polah lucunya. Ia tampak cantik dengan balutan baju santai berwarna lembut, rambutnya diikat rapi.Namun, ketenangan itu berubah saat suara klakson halus terdengar dari halaman depan. Rania menoleh ke arah pintu, bingung. “Siapa malam-malam begini?” gumamnya pelan.Tak lama kemudian, Rita muncul dari arah ruang makan. Ia melangkah ke arah pintu utama sambil memanggil Boby. “Pa, ada tamu rupanya. Kamu tahu siapa?”Boby, yang sedang membaca koran di sofa, melipat bacaannya dan ikut berjalan ke pintu. “Sudah kukatakan tadi. Satria bilang ingin mampir,” jawabnya santai.Rania mengernyitkan dahi. “Mas Satria?” tanyanya, nyaris tidak percaya.Rita menoleh dan tersenyum. “Iya, sayang. Kamu nggak dengar kami bicara tadi siang? Dia ingin berkunjung.”Belum sempat Rania menjawab, pintu terbuka, m

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Penyesalan Nora dan Prakas

    Malam sudah menjelang ketika Nora dan Prakas tiba di rumah mereka. Udara dingin mengiringi langkah keduanya yang berat. Meski lampu-lampu rumah menyala terang, suasana hati mereka gelap oleh kabar yang baru saja mereka terima tadi siang dari Bastian.Nora meletakkan tas tangannya di atas meja kecil di ruang tamu, lalu menghela napas panjang. “Pi,” panggilnya pelan, menoleh pada Prakas yang duduk di sofa dengan wajah serius. “Apa yang kita lakukan sekarang?”Prakas tidak langsung menjawab. Ia menatap lurus ke depan, pikirannya melayang ke berbagai kemungkinan yang bisa terjadi.“Pi?” Nora kembali memanggil, suaranya lebih pelan.Prakas menghela napas berat sebelum akhirnya menjawab. “Aku tidak tahu, Mi. Jujur saja, aku tidak pernah menyangka akan menghadapi situasi seperti ini.”Nora duduk di samping suaminya, menatap wajah pria yang sudah menemaninya selama puluhan tahun itu. “Masih jelas di ingatan kita, bagaimana dulu kita menolak Rania untuk menjadi bagian dari keluarga ini. Tapi s

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status