Share

Ancaman Maya

“Auh ....” Seorang wanita melenguh ketika seseorang tanpa sengaja menabraknya. Ia adalah salah satu tamu istimewa di hotel milik Bastian. Wanita itu dan suaminya—Boby—sedang menyewa kamar terbaik dan mahal di hotel itu selama mereka menginap di Jakarta.

“Maaf, Bu ... Saya minta maaf, saya benar-benar tidak sengaja,” ucap Rania.

“Tidak masalah,” jawab sang wanita seraya menekan langkah tanpa menoleh sedikit pun ke arah Rania.

Rania membalik tubuhnya, melihat langkah kaki wanita yang sedang berjalan dengan anggun keluar dari hotel. Rania tersenyum, ia bahkan tidak tahu kenapa ia tersenyum. Walau tidak melihat dengan jelas siapa wanita yang baru saja ia tabrak, Rania merasa ada perasaan yang berbeda di hatinya tatkala berada dekat dengan wanita itu.

Sepersekian detik kemudian, Rania tersentak. Ia kembali memasang wajah serius lalu menekan langkah menuju ruangannya.

“Rania, kamu kemana saja? Tadi pak Bastian nyariin dan kelihatannya ia marah sama kamu,” ucap salah seorang rekan kerja Rania.

“Lho, bukankah aku sudah izin sama HRD? Aku juga sudah tulis di papan pengumunan kalau aku mau kemana.” Rania menunjuk ke arah papan pengumuman.

“Iya, aku sudah jelaskan, tapi pak Bastian nggak mau tahu. Katanya kamu disuruh ke ruangannya kalau kamu sudah sampai di kantor,” ucap sang wanita.

Rania menghela napas. Apa lagi ini? Batinnya.

“Sebaiknya kamu segera menemui pak Bastian sebelum nanti dapat masalah.” Sang rekan menampakkan mimik wajah serius.

Rania mengangguk. Tanpa menjawab, Rania pun segera menekan langkah menuju ruangan Bastian.

“Apa anda memanggil saya, Pak?” tanya Rania.

“Mau apa kamu menemui Maya?” ucap Bastian ketus. Pria itu menatap Rania dengan tatapan tajam, seolah ingin menelan mentah-mentah wanita itu.

“Bukan saya yang menemui Maya, tapi Maya yang meminta saya menemuinya,” tegas Rania.

“Untuk apa?” tanya Bastian. Ia berjalan mendekat ke arah Rania, kembali menyandarkan bokongnya ke tepi meja tepat di sebelah Rania. Ke dua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana.

“Ia memintaku menjauhimu, itu saja,” jelas Rania, singkat.

Bastian menolehkan wajahnya ke arah Rania yang masih tertunduk.

“Kamu tidak mengatakan apa pun pada Maya’kan?” tanya Bastian.

Rania menggeleng, “Jika aku mengatakannya, pasti Maya sudah uring-uringan saat ini.”

“Baguslah ... Ingat Rania, kamu hanya bawahan di sini. Jadi jangan macam-macam terhadapku atau Maya.” Bastian sedikit membungkuk hingga Rania bisa merasakan wajah pria itu begitu dekat dengannya.

Rania sendiri hanya bisa diam. Ia bahkan tidak tahu harus berkata apa.

Tiba-tiba saja pandangan mata Bastian terarah ke bibir Rania. Bibir itu masih menyisakan luka menganga. Bastian hendak menyentuh bibir itu, namun tiba-tiba saja sebuah suara menyentaknya.

“Apa-apan ini!” ucap Maya tiba-tiba.

Ia masuk, menarik kasar tubuh Rania lalu melempar wanita itu dengan kasar hingga Rania tersungkur ke lantai.

“Apa yang anda lakukan pada saya, Bu?” tanya Rania. Ia tidak tahu kenapa tiba-tiba Maya murka.

“Rania, bukankah tadi sudah aku peringatkan, jangan macam-macam terhadapku dan Bastian. Sekarang kamu mencoba menggoda Bastian,” tuduh Maya.

“Saya tidak melakukan hal itu,” ucap Rania.

Maya seketika menoleh ke arah Bastian, “Kamu juga, ngapain kamu tadi, ha? Kalian berciuman?” Ke dua bola mata Maya menatap tajam ke dua bola mata Bastian.

Ya, Maya memang salah paham. Posisi yang ia lihat ketika masuk ke dalam ruangan Bastian memang seperti itu adanya. Seolah melihat Bastian mencium Rania.

Bastian hanya diam, memperbaiki kerah jasnya lalu berjalan menuju kursi kebesarannya.

Maya kembali menoleh ke arah Rania. Menampar keras pipi Rania yang baru saja berdiri dan belum tegak sempurna.

“Dasar wanita murahan! Kamu tahu kalau Bastian itu sebentar lagi akan menikah denganku. Berani-beraninya kamu menggodanya. Jadi ini tujuanmu sebenarnya,” ucap Maya.

Rania menyentuh pipinya yang panas. Pipi mulus itu memerah. Ia menoleh sesaat ke arah Bastian, berharap pria itu akan membela dirinya. Namun Bastian hanya diam saja, memerhatikan ke dua wanita yang kini berdiri di hadapannya.

“Anda salah paham, Bu,” ucap Rania. Ia berusaha bersikap santai.

“Sekarang keluar kamu dari sini. Ingat Rania, aku bisa saja melakukan hal yang buruk kepadamu. Jadi jangan macam-macam terhadapku,” ancam Maya.

Rania menghela napas. Segera ia tekan langkah dan ia tinggalkan ruangan itu.

Maya membalik tubuhnya, berjalan mendekat ke arah Bastian. Maya berdiri di belakang kursi kebesaran Bastian seraya melingkarkan ke dua tangannya di leher calon suaminya.

“Sayang, aku kangen,” lirih Maya.

Bastian melepaskan tangan Maya dari lehernya. Pria itu bangkit lalu berdiri tepat di hadapan Maya.

“Kenapa kamu ke sini?” tanya Bastian, dingin.

“Kenapa aku ke sini? Memangnya aku salah menemui calon suamiku sendiri? Katanya kamu sibuk’kan, jadi aku datang ke sini supaya tidak menganggu kesibukan kamu. Kalaupun kamu mau kerja, ya kerja saja. Aku tidak akan menganggu. Paling, aku cuma minta kecupan dari kamu.” Maya melingkarkan ke dua tangannya di leher Bastian. Seketika ia daratkan bibir cantiknya di atas bibir Bastian.

“Sayang, kamu tidak punya hubungan apa pun dengan Rania’kan? Aku yakin calon suamiku bukan pria murahan yang dengan mudahnya menerima kembali wanita sisa orang lain,” ucap Maya setelah melepaskan ciumannya.

Bastian menggeleng.

“Baguslah ... Aku percaya padamu. Aku mencintaimu,” lirih Maya tepat di depan daun telinga Bastian. Wanita itu kembali mengecup bibir Bastian.

Bastian sama sekali tidak melakukan penolakan. Ia bahkan menikmati percumbuan itu. Bastian mendorong lembut tubuh Maya dan menyandarkan tubuh tunangannya itu ke meja.

Maya terbakar gairah. Kecupan yang awalnya ringan, malah berubah parah. Mereka tidak hanya beradu bibir, tapi juga saling bertukar lidah. Suara erangan mulai menggema di ruangan yang kedap suara itu.

“Aarrgghh ....” Suara lenguhan Maya terdengar seiring dengan turunnya bibir basah Bastian ke lehernya.

Bastian menyapu lembut leher itu dengan lidahnya, membuat Maya menggeliat bak cacing kepanasan.

Di tengah adegan setengah panas yang dilakukan oleh Maya dan Bastian, tiba-tiba seseorang muncul dari balik pintu. Hanya sesaat memang, tapi Maya bisa melihat dengan jelas siapa yang baru saja datang dan kembali menutup rapat pintu itu.

“Sayang ... Kamu belum mengunci pintunya,” lirih Maya yang semakin terbakar gairah.

Bastian langsung menyambar remot. Ia tekan tombol pengunci dengan cepat lalu ia angkat tubuh Maya ke atas meja.

“Kamu nakal, Sayang ...,” ucap wanita itu seraya menggigit bibir bawah.

Bastian tidak menjawab sebab ia memang tidak banyak bicara. Segera ia lepaskan jas yang membalut tubuhnya lalu ia lempar ke atas sofa.

Bastian sudah tidak tahan, ia lucuti sendiri celananya dan celana milik Maya. Ia pun membuat penyatuan di sana.

“Owwhhh ....” Maya mengerang hebat ketika Bastian mulai membuat pergerakan.

Suara erangan tunangannya membuat Bastian semakin menggila. Ia membuat pergerakan yang semakin cepat hingga tubuh Maya menggigil hebat.

“Ayo lebih cepat lagi, Sayang,” pinta Maya. Tangannya tersandar ke dinding, ia biarkan kekasihnya membuat pergerakan secepat yang ia mau.

Bastian menarik kuat pinggang Maya hingga Maya mengerang pelan, merasakan sesuatu yang luar biasa semakin dalam.

“Yeah, seperti itu,” lirih Maya yang sudah berantakan.

Bastian semakin tak terkendali, mempercepat pergerakannya hingga ...

“Aaaaahhh ....”

Lenguhan ke duanya mengakhiri adegan panas siang itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status