Share

Ciuman Pertama Farel

Penulis: NHOVIE EN
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-22 10:12:08
“Ran, kamu baik-baik saja?” tanya Farel. Kening pria itu sedikit mengernyit sebab ia lihat wajah Rania lemah dan semakin sayu.

Rania berusaha tersenyum seraya mengangguk, “Mas, kita pulang sekarang yuk.

Farel mengangguk, “Bagaimana dengan hasilnya? Kata dokter kamu sakit apa?”

“A—aku ... Aku nggak kenapa-kenapa kok, Mas. Aku hanya kecapekan saja. Tekanan darahku juga lagi rendah, makanya sangat drop. Aku mau istirahat, Mas. Aku mau pulang,” ucap Rania.

“Iya ... Aku akan antar kamu pulang. Tapi sebelumnya kita mampir ke restoran dulu ya,” ucap Farel.

Rania menggeleng, “Aku benar-benar butuh istirahat, Mas.”

“Maksud aku bukan makan di sana. Tapi aku mau beliin kamu makanan untuk kamu makan nanti di apartemen.” Farel tersenyum.

“Nggak usah, Mas. Lagian di rumah makanan lagi banyak kok. Jihan sedang tidak di rumah, jadi makanannya nggak ada yang makan. Aku juga tidak berselera,” balas Rania.

Farel menghela napas, “Baiklah ... Kali ini aku tidak akan memaksa. Aku akan mengantarmu pulang.”

F
NHOVIE EN

Selamat Pagi ... Apa kabar, teman-teman. Semoga sehat selalu ya ... Jangan lupa follow aku agar aku semakin semangat nulisnya ... Salam Sayang Penuh Cinta, KISS ^_^

| 15
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (22)
goodnovel comment avatar
Endah Spy
duhh farel harusnya lihat kondisi lah, malah main nyosor kaya gtu dah tau kan rania mau istirahat
goodnovel comment avatar
Wiediajheng
Rania saat ini butuh sendiri butuh ketenangan Butuh waktu untuk berpikir Masalahnya semakin sulit dengan kondisi diperutnya kini .. Kalo Rania ngaku hil kira2 farel mau ngga yaa menutup aib rania
goodnovel comment avatar
Wiediajheng
Yaa elah farel kenapa kebablasan Rania lagi sakit mood nya jelek pulaaak. Haisssss
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Mengundurkan Diri

    Rania terduduk di lantai tepat di depan pintu unit apartemen. Punggungnya ia sandarkan ke pintu sementara tangannya tergeletak begitu saja di atas lantai.Rania menangis. Sepeninggal Farel, wanita itu memang tidak mampu mengendalikan dirinya. Air mata yang memang sudah memaksa keluar dari tadi, akhirnya tumpah ruah. Rania terisak, sendiran di sana.Kenapa harus aku? Lirih Rania.Rania melirik gelang giok hijau yang masih melekat cantik di pergelangan tangannya. Rania buka gelang itu lalu ia tatap seraya ia elus dengan lembut. Rania menyesal, menyesal sudah mengecewakan sang ibu yang kini berada di desa Lembang. Ia bahkan tidak tahu harus berbuat apa.Masih dalam keadaan terisak, Rania mengelus perutnya yang masih datar. Terlintas sejenak pikiran buruk di hatinya. Membuang anak itu dan kembali menjalani kehidupan yang normal di kota Jakarta.Namun tiba-tiba Rania tersadar. Anak itu sama sekali tidak bersalah, jadi ia tidak pantas menerima hukuman seberat itu. Apa lagi sampai dibuang kar

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-23
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Bastian Datang?

    Perlahan, Rania melepaskan tangannya dari genggaman Farel tanpa menoleh ke arah pria itu. Rania tetap melangkahkan kakinya. Ia seka air matanya yang masih saja tumpah ruah, lalu ia pun segera masuk ke dalam taksi online yang sudah ia pesan.Farel terdiam. Ia tidak ingin memaksakan diri. Ingin rasanya Farel menyusul Rania saat ini juga, namun Farel sadar jika Rania juga butuh privasi. Ia pun membiarkan wanita itu pergi, masuk ke dalam taksi online dan menghilang dari pandangannya.“Sesuai aplikasi, Kak?” tanya sang sopir taksi.“Iya, Mas,” balas Rania.Sang sopir taksi memerhatikan Rania lewat pantulan kaca spion yang ada di atas kepalanya.“Kakaknya menangis?” tanya sang sopir taksi.Rania gelagapan. Segera ia seka air matanya dengan telapak tangan kanannya.Sang sopir taksi meraih kotak tisu yang terletak di atas dashboard mobil. Ia ambil kotak tisu itu lalu ia berikan kepada Rania.“Terima kasih,” ucap Rania.“Seberat apa pun masalah kita, harusnya kita tidak terlalu membuang-buang a

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-24
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Bertemu Seseorang

    Rania sudah sampai di dalam gerbong salah satu kereta api yang akan membawanya ke stasiun Bandung. Ia dudukkan bokongnya di salah satu bangku dengan nomor yang sama dengan nomor tiket yang ia miliki.Rania menghela napas. Ia tatap kota Jakarta yang sebentar lagi akan ia tinggalkan. Rania sudah memutuskan akan melanjutkan hidupnya di tanah kelahirannya—desa Lembang. Setidaknya, itulah yang Rania tahu. Apakah ada rahasia lain atau tidak, Rania belum mengetahuinya.“Kamu Rania’kan?” tanya seseorang yang kini duduk tepat di hadapan Rania. Seorang wanita berhijab yang memerhatikan Rania sejak mendudukkan bokongnya di kursi.Rania yang tadinya melamun, memutar wajahnya. Ia tatap wanita manis yang ada di hadapannya.“Hana?” tanya Rania dengan sedikit mengernyit. Ia tidak yakin tapi ia berusaha menebak.Sang wanita tersenyum, “Iya, aku Hana. Masa kamu sudah lupa saja? Kita satu SD lo dulunya,” ucap wanita bernama Hana.“Oiya, maaf ... Soalnya sekarang penampilan kamu sudah berbeda. Makanya ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-25
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Farel Kecewa

    The Lion Hotel Jakarta.Bastian melangkahkan kakinya, masuk ke dalam ruangan pribadinya. Di atas meja, ia lihat ada sebuah buket bunga. Ia ambil buket itu lalu ia baca.Selamat atas proyek barunya, Sayang.Begitulah tulisan yang tertera di kartu ucapan yang terdapat pada buket bunga.Bastian sudah bisa menebak kalau buket bunga itu dari maya—istrinya. Bastian mengambil buket itu, lalu meletakkannya di meja berbeda. Tidak terlihat perasaan senang di hatinya.Tidak lama, bel berbunyi. Bastian meraih remot lalu membuka pintu itu secara otomatis. Pintu terbuka, seorang pria pun melangkah masuk dengan dokumen di tangannya.“Maaf, Pak,” ucap Farel sopan. Ia letakkan dokumen yang ada di tangannya di atas meja.“Duduk!” perintah Bastian.Farel mengangguk. Pria itu pun mendudukkan bokongnya di kursi yang ada di depan Bastian.“Pak, kenapa anda menyuruh saya membawa semua dokumen ini ke sini?” tanya Farel.“Rania mengundurkan diri. Jadi proyek tersebut kamu yang akan ambil alih,” ucap Bastian.“

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-26
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Perselingkuhan Maya?

    Kembali Rania mendudukkan bokongnya di atas ranjang. Ia masih saja dilema. Entah sampai kapan ia akan merahasiakan perihal kehamilannya pada sang ibu. Cepat atau lambat, semuanya pasti akan terbongkar.Tiba-tiba saja ponsel Rania berdering. Ada panggilan suara dari Farel. Enggan rasanya Rania mengangkat panggilan suara itu sebab Rania tidak ingin punya urusan apa pun dengan siapa pun di Jakarta.Namun sepertinya Farel tidak pernah putus asa. Ia terus saja menghubungi Rania hingga Rania pun akhirnya mengangkat panggilan suara itu.“Halo,” ucap Rania.“Akhirnya kamu mengangkatnya juga, Ran. Apa kabar?” tanya Farel.“Aku baik, Mas. Mas Farel sendiri gimana?” tanya Rania.“Tidak baik. Seharusnya kamu tidak perlu menanyakan hal itu karena kamu pasti sudah tahu jawabannya,” ucap Farel.“Maaf, Mas,” balas Rania, singkat.“Ran, kenapa kamu mengundurkan diri? Memangnya ada masalah apa antara kamu dan Bastian?” tanya Farel.“Masalah? Nggak, aku nggak ada masalah apa pun sama pak Bastian. Aku ha

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Tengah Malam Di Rumah Bastian

    Jarum jam di dinding ruang tamu menunjukkan tepat pukul dua belas malam, dan suasana rumah terasa senyap dan sunyi. Bastian duduk di sofa dengan tatapan kosong, tangan kanannya menggenggam gelas anggur yang isinya hampir habis. Tatapannya tajam, penuh kemarahan, namun tak satu pun emosi itu tercermin di wajah dinginnya. Bastian adalah pria yang tak pernah menunjukkan isi hatinya, bahkan kepada orang-orang terdekatnya sekalipun. Baginya, menjaga wibawa dan harga diri adalah segalanya.Rumah besar yang megah itu terasa sangat sepi meski berada di tengah hiruk-pikuk Jakarta. Ia mendengar suara pintu utama yang perlahan dibuka, lalu bunyi langkah yang mendekat. Ia tahu betul siapa yang datang. Itu adalah istrinya, Maya. Tanpa izin, tanpa pemberitahuan, wanita itu meninggalkan rumah sejak sore. Dan kini, di tengah malam, ia baru pulang tanpa sedikit pun rasa bersalah.Bastian meletakkan gelas anggurnya di atas meja, lalu bangkit dari sofa. Ia berdiri di dekat jendela, memandang pemandangan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Tak Mampu Memejamkan Mata

    Desa Lembang, kediaman Rania.Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Malam ini, Rania memandangi langit-langit kamar di rumah orang tuanya. Suasana tenang khas desa memeluknya dengan kedamaian. Suasana yang tenang dan jauh dari hiruk pikuk ibu kota Jakarta.Di luar, angin berhembus lembut, menerpa dedaunan pohon jambu yang tumbuh di halaman depan. Suara jangkrik sayup-sayup menemani keheningan malam. Tapi hati Rania tak seirama dengan ketenangan desa ini. Ada badai di dalam dirinya yang bergemuruh tanpa henti.Rania, wanita dua puluh enam tahun yang telah meninggalkan karier cemerlangnya di Jakarta, kini kembali ke desa kelahirannya. Tidak ada yang menyangka, termasuk ibunya sendiri, bahwa keputusan pulang kampung ini adalah karena ia membawa sebuah rahasia besar—ia sedang mengandung. Ia memilih untuk kembali karena yakin tempat ini dapat memberikan ketenangan untuk berpikir jernih, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Hatinya semakin galau, terutama saat memikirkan bagaimana na

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Sebuah Pengakuan

    Hari sudah menjelang pagi ketika Rania terbangun dari tidurnya. Ia duduk di tepi tempat tidur, mengusap matanya yang masih berat. Meskipun sinar matahari sudah mulai menyinari kamar kecilnya, Rania merasa seolah dunia di sekitarnya tak lebih dari bayangan kelabu. Sudah dua minggu ia kembali ke kampung halaman di Lembang, namun rasanya waktu berlalu dengan lambat. Suara burung berkicau di luar jendela tidak lagi mampu menggugah semangatnya.Di luar, terdengar suara ibunya, Cucu, sedang bersiap-siap di dapur. Aroma nasi yang sedang dimasak menyusup ke hidung Rania, tetapi selera makannya seakan hilang. Rania merasa mual, perutnya bergejolak setiap kali ia mencium aroma makanan. Dengan terpaksa, ia beranjak ke kamar mandi, membiarkan mualnya berlanjut sampai tak tertahankan."Rania, Sayang! Sudah bangun? Sarapan sudah siap!" teriak Cucu dari dapur.Rania tidak menjawab. Ia tahu ibunya sedang khawatir. Sejak kepulangannya, Cucu sudah bertanya berkali-kali mengenai kondisi kesehatannya. Set

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30

Bab terbaru

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Ketegasan Rania

    Malam menjelang, suasana di kamar Rania terasa begitu hening. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar samar di sela-sela lamunannya. Ia duduk di tepi ranjang, memeluk lutut sambil menatap kosong ke arah jendela yang sedikit terbuka. Angin malam yang sejuk menyelinap masuk, mengusap lembut wajahnya yang terlihat sendu.Kehadiran Bastian tadi siang benar-benar mengusik pikirannya. Entah kenapa, ada perasaan yang sulit ia jelaskan setiap kali berhadapan dengan pria itu. Apalagi, saat melihat bagaimana Bastian memandang Bintang—anak yang selama ini ia besarkan sendiri tanpa kehadiran seorang ayah.Satria juga ada di sana. Pria itu seolah tidak pernah menyerah untuk mendekatinya dan berusaha mengambil peran dalam hidupnya dan Bintang. Rania menghela napas berat. Kepalanya semakin penuh dengan berbagai pikiran yang berputar tanpa henti.Tiba-tiba, suara nada dering ponselnya membuyarkan lamunannya. Dengan ragu, ia meraih ponsel yang tergeletak di meja nakas. Nama Bastian terpampang jel

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Pertemuan yang Penuh Ketegangan

    Hari itu, udara Bandung terasa sejuk dengan semilir angin yang menyusup di sela-sela pepohonan. Di rumah keluarga Rania, suasana terasa hangat. Di ruang makan, meja panjang telah dipenuhi hidangan, tanda mereka bersiap untuk makan siang bersama. Rania duduk bersama kedua orang tuanya, Rita dan Boby, serta ibu angkatnya, Cucu. Satria juga ada di sana, duduk di samping Bintang, sambil bercanda dengan bocah kecil itu.Tawa Bintang mengisi ruangan. Anak itu begitu riang ketika Satria menunjukkan cara membuat origami sederhana dari tisu."Om Satria bisa bikin ini lagi?" tanya Bintang sambil memegang hasil origami berbentuk burung kecil."Tentu, Bintang. Om bisa buat yang lebih bagus lagi kalau kamu mau," jawab Satria sambil tersenyum hangat.Namun, suasana ceria itu tiba-tiba terhenti ketika terdengar suara bel dari pintu depan. Semua kepala menoleh ke arah sumber suara."Siapa, ya?" gumam Rita sambil melirik Rania."Aku buka pintu, Ma," ujar Rania sambil beranjak.Saat pintu terbuka, Rani

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Maaf, Aku Tidak Suka!

    Pagi itu, sinar matahari masuk melalui jendela ruang keluarga rumah Rania. Di atas meja, beberapa cangkir teh hangat tersusun rapi, sementara di ruang tamu terdengar tawa renyah Bintang yang sedang bermain di atas karpet bersama mobil-mobilan kecilnya.“Ma, lihat ini!” teriak Bintang sambil menunjukkan mainan barunya yang kemarin ia beli bersama Rania.Sebelum Rania sempat menjawab, suara bel rumah berbunyi.“Sebentar, Bintang,” kata Rania sambil melangkah ke pintu.Begitu pintu terbuka, seorang pria dengan setelan kasual—kaus putih dan celana jeans—tersenyum hangat. Satria, pria yang belakangan ini sering mampir ke rumah Rania, berdiri dengan sebuah kantong kertas besar di tangannya.“Pagi, Rania. Ini untuk Bintang,” ujarnya sambil menyerahkan kantong itu.Rania melirik kantong tersebut, lalu ke arah Satria dengan ekspresi sedikit bingung. “Kamu nggak perlu repot-repot setiap kali datang, Mas.”Satria hanya tertawa kecil. “Aku nggak merasa repot, kok. Aku senang bisa membawakan sesua

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Dunia Baru Maya

    Kepulan asap pesawat terbang tampak membumbung tinggi di udara Bandara Soekarno-Hatta. Maya berdiri di tepi jendela kaca besar di ruang tunggu, memandang ke arah landasan pacu. Matanya kosong, wajahnya lelah, tetapi bibirnya tetap membentuk garis tegas seolah ia tidak ingin menunjukkan kelemahan. Di tangannya, paspor dan tiket penerbangan ke Frankfurt, Jerman, tergenggam erat.Hari ini, segalanya berubah. Perceraian yang baru saja disahkan beberapa minggu lalu telah menghapus statusnya sebagai istri dari Bastian, seorang pengusaha ternama di Jakarta.“Bu Maya, sudah waktunya boarding,” suara sopir pribadinya memecah keheningan.Maya menoleh sekilas. “Kamu pulang saja. Terima kasih sudah mengantarkan,” jawabnya singkat.Pria itu mengangguk hormat sebelum pergi, meninggalkan Maya sendirian.Maya menarik napas panjang dan berjalan menuju gerbang keberangkatan. Sepanjang langkahnya, ingatan tentang rumah megah yang pernah ia tinggali bersama Bastian menghantui pikirannya. Di sana, ia pern

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kerinduan Terhadap Kampung Halaman

    Pagi ini, aroma embun bercampur harum bunga dari taman rumah Rania membuat suasana terasa sejuk. Udara segar Bandung menjadi pelengkap sempurna untuk perjalanan menuju Lembang. Sebuah mobil SUV hitam mewah sudah terparkir rapi di depan rumah, menunggu penumpangnya.Seorang sopir pribadi berdiri di sisi mobil, mengenakan seragam rapi, sementara seorang bodyguard berjaga tidak jauh darinya. Tugas mereka hari ini adalah memastikan perjalanan keluarga Rania berjalan lancar dan aman.Rania muncul dari dalam rumah, mengenakan pakaian kasual tetapi tetap elegan. Rambutnya yang tergerai membuat wajahnya terlihat segar meski kesibukan akhir-akhir ini menguras energinya. Di sampingnya, Bintang berlari kecil dengan semangat khas anak kecil, menggenggam tangan boneka superhero kesayangannya.“Mama, nanti di Lembang kita bisa lihat bunga banyak, kan?” tanya Bintang dengan mata berbinar.“Tentu saja, Sayang,” jawab Rania sambil mengusap kepala p

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Keteguhan Hati Bastian

    Siang itu, matahari menyinari gedung perkantoran megah yang menjadi pusat kesibukan Bastian sehari-hari. Di lantai paling atas, ruangan kantor Bastian tampak luas dengan dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan kota Jakarta yang sibuk. Suasana ruangan beraroma kopi dan kayu cedar, mencerminkan kepribadian Bastian yang tegas dan profesional.Seorang asisten mengetuk pintu sebelum membukanya. “Pak Bastian, ada Bu Ami dan Pak Gery yang ingin bertemu.”Bastian, yang tengah duduk di belakang meja kerjanya, menghentikan pekerjaannya sejenak. Ia menatap asistennya dengan ekspresi tenang. “Persilakan mereka masuk.”Beberapa saat kemudian, Ami dan Gery memasuki ruangan. Ami mengenakan gaun pastel elegan, sementara Gery terlihat rapi dalam setelan formal. Mereka memasang senyum ramah, meskipun ketegangan terlihat di mata mereka.“Selamat siang, Mami, Papi,” sapa Bastian sambil berdiri dan menjabat tangan mereka. “Silakan duduk.”“Terima kasih, Nak,” jawab Ami dengan nada lembut, berusaha me

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Seketika Marah

    Pagi itu, sinar matahari yang hangat menerobos masuk melalui jendela besar di ruang makan. Aroma roti panggang yang baru keluar dari oven bercampur dengan wangi kopi hitam yang pekat memenuhi udara, menciptakan suasana nyaman di rumah keluarga Rania.Di meja makan besar, keluarga kecil itu berkumpul. Boby dan Rita duduk di sisi kepala meja, sementara Cucu, ibu angkat Rania, duduk bersebelahan dengan Bintang yang sibuk menyendokkan bubur ke mulut kecilnya. Rania, mengenakan gaun rumah sederhana berwarna pastel, duduk di sisi lain meja, tampak menikmati secangkir teh hangat.“Mama, tolong minta rotinya,” pinta Bintang dengan suaranya yang riang.Rania tersenyum, mengambil sepotong roti panggang dan menyerahkannya ke tangan kecil putranya. “Pelan-pelan makannya, Sayang. Jangan sampai tumpah lagi, ya.”“Iya, Ma,” jawab Bintang dengan pipi yang sudah menggembung karena bubur.Suasana pagi itu begitu hangat, dipenuhi c

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Berita Yang Mengusik

    Hujan deras mengguyur Bandung sejak semalam, menciptakan suasana dingin dan temaram yang terasa menusuk hingga ke tulang. Di dalam kamar bernuansa krem yang hangat, Rania duduk di tepi ranjang, menggenggam ponselnya dengan wajah terkejut. Portal berita yang terpampang di layar menampilkan sebuah judul yang membuat dadanya berdebar."Pebisnis Ternama Bastian Pramudista Akan Ceraikan Istrinya, Maya Kartika!"Rania membaca ulang judul itu, seolah ingin memastikan bahwa matanya tidak salah menangkap kata-kata yang terpampang di sana. Ia menelusuri artikel tersebut, membacanya perlahan dengan alis berkerut.Keputusan itu tak disangka. Bastian, pria yang dulu pernah mengisi ruang hatinya, kini menjadi pusat perhatian publik karena rencana perceraian ini. Nama Maya disebut-sebut terlibat dalam skandal yang mencoreng reputasi keluarga mereka.“Bastian...” bisik Rania lirih, hampir tidak percaya.Ia meletakkan ponselnya di samping, menarik napas panjang, lalu memandang keluar jendela. Rintik h

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Keputusan Bulat Bastian

    Sore ini, Bastian duduk di ruang kerjanya dengan ekspresi wajah yang gelap. Di atas mejanya, berkas-berkas yang menjadi bukti nyata perselingkuhan Maya dan penyelewengan dana yang dilakukan bersama Ronal terhampar dengan jelas. Semua bukti telah ia kumpulkan, dari laporan transaksi mencurigakan hingga foto-foto dan pesan-pesan pribadi yang tidak dapat disangkal lagi.Bastian mengepalkan tangannya, mencoba mengendalikan amarah yang bergejolak dalam dadanya. Namun, semakin ia melihat bukti-bukti itu, semakin sulit baginya untuk menahan diri. Pernikahan yang ia jaga dengan segala usahanya ternyata dihancurkan begitu saja oleh orang yang seharusnya menjadi pasangannya.“Cukup sudah,” gumamnya, suaranya penuh dengan kemarahan yang tertahan.Ia mengambil tumpukan dokumen itu, lalu melangkah cepat menuju kamar utama. Pintu kamar didorongnya dengan keras, membuat Maya yang sedang duduk di depan cermin berdandan terkejut.“Bastian?” Maya berbalik, menatap suaminya dengan bingung.Bastian tidak

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status