Beranda / Romansa / Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder / Tengah Malam Di Rumah Bastian

Share

Tengah Malam Di Rumah Bastian

Penulis: NHOVIE EN
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Jarum jam di dinding ruang tamu menunjukkan tepat pukul dua belas malam, dan suasana rumah terasa senyap dan sunyi. Bastian duduk di sofa dengan tatapan kosong, tangan kanannya menggenggam gelas anggur yang isinya hampir habis. Tatapannya tajam, penuh kemarahan, namun tak satu pun emosi itu tercermin di wajah dinginnya. Bastian adalah pria yang tak pernah menunjukkan isi hatinya, bahkan kepada orang-orang terdekatnya sekalipun. Baginya, menjaga wibawa dan harga diri adalah segalanya.

Rumah besar yang megah itu terasa sangat sepi meski berada di tengah hiruk-pikuk Jakarta. Ia mendengar suara pintu utama yang perlahan dibuka, lalu bunyi langkah yang mendekat. Ia tahu betul siapa yang datang. Itu adalah istrinya, Maya. Tanpa izin, tanpa pemberitahuan, wanita itu meninggalkan rumah sejak sore. Dan kini, di tengah malam, ia baru pulang tanpa sedikit pun rasa bersalah.

Bastian meletakkan gelas anggurnya di atas meja, lalu bangkit dari sofa. Ia berdiri di dekat jendela, memandang pemandangan
NHOVIE EN

Semangat sore, KISS ^_^

| 9
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (23)
goodnovel comment avatar
Endah Spy
duhh miris sih kamu bas nikah cuman buat sttus doang .. nyesel nggak melepas rania demi maya yang ternyata dia punya pria lain di belakangmu .. kalo aku jadi kamu mah nyesel banget ituhh
goodnovel comment avatar
Wiediajheng
sementara istri yg dipilihkan buatmu ngga lebih hanya seorang jalàng yg bisa digilir siapa saja... haya soal waktu semua itu bakal terungkap basss... dan kehormatan yg keluargamu jaga akan terkoyak koyak
goodnovel comment avatar
Wiediajheng
menikah tanpa cinta hanya karena sebuah kehormatan harga diri keluarga bahagiaaakah kamu bas....??? tidak bukan.. jangankan bahagia yg ada kamu makin tersiksa otàkmu kemana mana setiap harinya.. memikirkan semua kehidupan sementara intamu terabaikan..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Tak Mampu Memejamkan Mata

    Desa Lembang, kediaman Rania.Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Malam ini, Rania memandangi langit-langit kamar di rumah orang tuanya. Suasana tenang khas desa memeluknya dengan kedamaian. Suasana yang tenang dan jauh dari hiruk pikuk ibu kota Jakarta.Di luar, angin berhembus lembut, menerpa dedaunan pohon jambu yang tumbuh di halaman depan. Suara jangkrik sayup-sayup menemani keheningan malam. Tapi hati Rania tak seirama dengan ketenangan desa ini. Ada badai di dalam dirinya yang bergemuruh tanpa henti.Rania, wanita dua puluh enam tahun yang telah meninggalkan karier cemerlangnya di Jakarta, kini kembali ke desa kelahirannya. Tidak ada yang menyangka, termasuk ibunya sendiri, bahwa keputusan pulang kampung ini adalah karena ia membawa sebuah rahasia besar—ia sedang mengandung. Ia memilih untuk kembali karena yakin tempat ini dapat memberikan ketenangan untuk berpikir jernih, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Hatinya semakin galau, terutama saat memikirkan bagaimana na

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Sebuah Pengakuan

    Hari sudah menjelang pagi ketika Rania terbangun dari tidurnya. Ia duduk di tepi tempat tidur, mengusap matanya yang masih berat. Meskipun sinar matahari sudah mulai menyinari kamar kecilnya, Rania merasa seolah dunia di sekitarnya tak lebih dari bayangan kelabu. Sudah dua minggu ia kembali ke kampung halaman di Lembang, namun rasanya waktu berlalu dengan lambat. Suara burung berkicau di luar jendela tidak lagi mampu menggugah semangatnya.Di luar, terdengar suara ibunya, Cucu, sedang bersiap-siap di dapur. Aroma nasi yang sedang dimasak menyusup ke hidung Rania, tetapi selera makannya seakan hilang. Rania merasa mual, perutnya bergejolak setiap kali ia mencium aroma makanan. Dengan terpaksa, ia beranjak ke kamar mandi, membiarkan mualnya berlanjut sampai tak tertahankan."Rania, Sayang! Sudah bangun? Sarapan sudah siap!" teriak Cucu dari dapur.Rania tidak menjawab. Ia tahu ibunya sedang khawatir. Sejak kepulangannya, Cucu sudah bertanya berkali-kali mengenai kondisi kesehatannya. Set

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Mengunjungi Apartemen Rania

    Pagi ini, sinar matahari yang lembut menyusup masuk melalui jendela kantor Farel. Sebagai seorang General Manager di salah satu hotel bintang lima di Jakarta, Farel seharusnya merasakan kebanggaan dan kepuasan. Namun sejak dua minggu terakhir, hidupnya terasa hampa. Kegelisahan terus menghantui dirinya, membayangi setiap pekerjaannya. Hatinya tak tenang, pikirannya melayang-layang pada sosok yang sangat ia rindukan, Rania.Rania dulunya bekerja di bawah naungannya. Sejak awal, Farel melihat dedikasi dan kepribadian Rania yang lembut, membuatnya kagum dan secara perlahan memupuk rasa cinta. Namun, Rania tiba-tiba mengajukan pengunduran diri tanpa alasan yang jelas, dan lebih dari itu, ia pergi tanpa jejak. Farel merasa sangat terpukul, apalagi setelah lamaran cintanya ditolak oleh Rania.Sejak itu, Farel terus mencoba menghubungi Rania. Ia telah mengirim pesan, menelpon berkali-kali, bahkan mengirimkan bunga ke apartemen yang pernah menjadi tempat tinggal Rania. Namun tak satupun pesan

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Makan Malam Bersama Sonya

    Suasana di salah satu koridor Gedung apartemen itu sesaat menjadi hening. Farel ingin menjawab namun ia kehilangan kata-kata, sebab dalam otaknya saat ini hanya ada satu nama yaitu Rania. Itu sangat menganggu pikirannya.Harusnya saat ini Farel bahagia karena bertemu lagi dengan sahabat lamanya. Seseorang yang dulu begitu berarti baginya. Selalu menjadi teman bercengkrama dan bercerita. Namun sayang, suasananya sekarang berbeda.Sonya memandang Farel sejenak lalu berkata, “Kalau kamu tidak sibuk, bagaimana kalau kita makan malam bersama? Sudah lama sekali kita tidak ngobrol. Banyak cerita yang belum sempat kita bagi’kan?”Farel terdiam sejenak. Ia ingin menolak karena perasaannya masih kalut setelah pertemuannya dengan Jihan beberapa waktu lalu. Namun, ia merasa segan. Sonya memang selalu menjadi teman baik yang penuh perhatian sejak dulu, dan ia tidak ingin mengecewakannya.“Aku… sebenarnya, aku tidak ingin keluar malam ini,” kata Farel ragu.Sonya tersenyum penuh pengertian. “Tak ap

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Jawaban Menyakitkan Dari Bastian

    Sudah satu bulan berlalu sejak kepergian Rania dari perusahaan milik Bastian. Hotel bintang lima yang dulunya terasa hidup dengan semangat dan dedikasi yang dibawa Rania kini terasa berbeda. Rania bukan hanya seorang manajer pemasaran yang andal, namun juga sosok yang selalu bisa memberikan energi positif di lingkungan kerja. Setelah ia pergi, ada kehampaan yang tak dapat diisi oleh siapa pun.Bastian berjalan menyusuri koridor hotel dengan wajah tanpa ekspresi. Karyawan-karyawan menyapanya dengan hati-hati, menyadari aura dingin yang semakin kuat sejak beberapa bulan terakhir. Keseharian Bastian seolah berjalan dalam autopilot, dipenuhi rutinitas yang tidak membawa kebahagiaan apa pun. Pernikahannya dengan Maya—wanita yang diinginkan orang tuanya—terasa seperti ikatan kosong yang hanya menyisakan kehampaan di hatinya.Pernikahan mereka sudah memasuki bulan kedua, namun kehangatan rumah tangga yang diharapkan Bastian tidak kunjung muncul. Sebenarnya, Bastian tahu bahwa Maya adalah sos

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Pergolakan Batin Maya

    Maya melangkah keluar dari ruangan Bastian, mencoba menahan air mata yang hampir pecah. Wajahnya tetap dingin, kaku, dan penuh wibawa saat ia melangkah melewati para karyawan yang sedang beraktivitas di kantor. Sebagai direktris di perusahaan milik suaminya, Maya sudah terbiasa menyembunyikan emosi di balik sikap angkuhnya, menjaga setiap penampilan agar tidak ada yang menyadari betapa rapuh hatinya sesungguhnya. Ia tahu, jika air mata itu jatuh di depan orang lain, ia akan terlihat lemah—sesuatu yang sangat ia hindari.Sebenarnya, Maya punya sisi lemah yang sulit ia kendalikan, terutama ketika menyangkut perasaan dan cinta. Namun, ia menutupi semua itu dengan sikap dingin dan arogan. Jika ada yang menyapanya dengan ramah, ia hanya menjawab dengan gumaman, bahkan sering hanya memberi anggukan kecil tanpa sepatah kata pun. Tak jarang, para karyawan yang berusaha mendekatinya segera mundur teratur, menyadari bahwa Maya bukanlah sosok yang mudah didekati.Setelah be

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Membangun Hidup Baru

    Dua bulan lebih sudah berlalu sejak Rania meninggalkan Jakarta, dan perlahan-lahan ia mulai terbiasa menjalani hari-hari di kampung halamannya. Udara segar, pemandangan hijau, dan ketenangan di desa memberikan rasa damai yang sudah lama ia rindukan. Kehidupan di kampung memang tidak sekeras di kota besar. Segala sesuatunya lebih sederhana dan menyenangkan. Waktu terasa bergerak lebih lambat, memberi ruang bagi Rania untuk pulih dari segala tekanan yang telah ia rasakan selama bertahun-tahun di Jakarta.Kehadiran sang ibu yang selalu ada di sisinya juga menjadi penguat. Setiap pagi, ibunya menyiapkan sarapan sederhana untuk mereka berdua, dan setelah itu, mereka akan duduk di teras rumah, menikmati pagi sambil minum teh hangat. Ibunya tidak pernah menanyakan tentang masa lalu Rania atau tentang siapa ayah dari bayi yang kini tumbuh di dalam kandungannya. Baginya, Rania adalah prioritas. Ia hanya ingin Rania bahagia dan melupakan segala kesedihan yang telah ia alami.Usia kandungan Rani

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Dibalik Kesepian

    Hari-hari Rania di Lembang terasa penuh warna. Setiap pagi, ia bangun dengan semangat baru, menyusun bunga-bunga segar, merangkai buket yang memancarkan keindahan, dan berinteraksi dengan pelanggan yang ramah. Rutinitas ini menjadi semacam terapi bagi Rania. Perlahan, ia mulai menemukan kedamaian dalam kesederhanaan hidup di desa, dan kenangan tentang Bastian pun mulai memudar seiring berjalannya waktu. Kehidupannya kini tak lagi berpusat pada ambisi dan karir, melainkan pada kehidupan sederhana dan menyenangkan di kampung halaman.“Bu, hari ini aku dapat pesanan buket untuk ulang tahun lagi,” kata Rania sembari melirik ibunya yang sedang membantu merapikan bunga.Ibunya tersenyum lebar. “Syukurlah, Nak. Lihatlah, ini baru awal tapi pelanggan sudah mulai percaya pada rangkaian bungamu.”“Iya, Bu. Aku sangat bersyukur. Ini adalah rezeki si kecil.” Rania mengelus perutnya yang sedikit mulai membuncit.“Iya… Setiap anak itu membawa keberkahan dan rezekinya masing-masing,” jawab sang ibu.

Bab terbaru

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Lepas Tangan

    Di sebuah kafe kecil di sudut Jakarta, Maya duduk dengan gelisah. Sesekali matanya melirik jam tangan emas yang melingkar di pergelangan tangannya. Beberapa saat kemudian, Ronald masuk, mengenakan kemeja santai. Wajahnya tenang, hampir tanpa ekspresi, seperti tidak ada beban yang menghantuinya.“Kamu terlambat,” ujar Maya ketus saat Ronald mendekatinya.Ronald hanya tersenyum tipis, duduk di hadapan Maya dengan santai. “Santai saja, Sayang. Jadi, ada apa kali ini?”Maya mendesah berat, memutar cangkir kopinya tanpa minat. “Bastian sudah tahu. Dia mulai menyelidiki semuanya. Aku yakin dia sudah punya bukti cukup kuat soal dana yang aku selewengkan.”“Lalu?” Ronald bertanya santai, menyandarkan punggungnya di kursi.Maya menatap Ronald dengan tajam. “Kamu tidak takut sama sekali? Kalau aku kena, kamu juga pasti terseret. Aku bisa saja memberitahu Bastian semuanya.”Ronald tertawa keci

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Mengungkap Rahasia

    Malam itu, rumah besar Bastian terasa lebih sunyi dari biasanya. Hanya suara detik jam yang terdengar samar, mengiringi langkah pria itu memasuki ruang kerjanya. Pintu kayu besar berderit pelan saat Bastian menutupnya, seolah menyegel dirinya dari dunia luar. Dengan gerakan yang kasar, ia menjatuhkan dirinya di kursi kebesaran di belakang meja kerja. Tatapan matanya kosong, pikirannya penuh dengan bayangan wajah Rania dan tawa kecil Bintang. Naluri di hatinya berkecamuk, memunculkan pertanyaan yang tak bisa ia abaikan. “Bintang…” gumamnya, hampir seperti bisikan. Ada sesuatu yang ia rasakan saat melihat bocah itu—sesuatu yang sulit dijelaskan. Ia menggenggam sisi meja kerjanya dengan erat, mencoba menenangkan diri. Tapi, semakin ia berusaha, semakin kuat amarah yang meluap di hatinya. Ia marah karena Rania telah menikah dan memiliki anak tanpa pernah memberi tahu dirinya, tapi lebih dari itu, ada perasaan lain yang membuat pikirannya tak tenang—naluri emosional yang begitu mendalam

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Pertemuan Dengan Bintang

    Setelah percakapan emosional di taman belakang, Nora dan Maya kembali ke ruang makan. Prakas dan Bastian masih terlihat berbincang ringan sambil sesekali menyeruput teh hangat yang tersisa. Ketika keduanya melihat kedatangan Nora dan Maya, suasana perlahan berubah lebih serius. Nora duduk di kursinya dengan anggun, sementara Maya memilih tempat yang agak berjauhan dari Bastian, berusaha menghindari tatapan tajam suaminya. Keheningan menyelimuti ruangan sejenak sebelum Nora menghela napas panjang, mencoba mencairkan suasana. “Bastian, Papi…” Nora memulai dengan nada tenang. “Aku sudah berbicara dengan Maya di taman tadi. Dia mengakui kesalahannya dan benar-benar menyesal.” Bastian mendengus kecil, matanya menyipit. “Menyesal? Baru sekarang? Setelah semua bukti jelas di depan mata?” “Bastian, dengarkan dulu,” potong Nora dengan lembut. “Maya merasa tertekan. Dia merasa diabaikan olehmu, dan itu yang membuatnya bertindak di luar kendali. Mami tidak membenarkan apa yang dia lakukan, t

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Pertemuan Yang Memanas

    Siang itu, rumah megah milik keluarga Prakas terasa lebih tenang dari biasanya, meski ketegangan menggantung di udara. Di meja makan yang besar, tersaji hidangan lengkap mulai dari sup asparagus hingga steak salmon, yang semuanya tampak menggugah selera. Namun, tak satu pun dari mereka tampak benar-benar menikmati makanannya. Bastian duduk dengan ekspresi dingin di salah satu ujung meja, sementara Maya duduk di seberangnya dengan wajah yang terlihat penuh kepura-puraan. Nora, sang ibu, duduk di tengah-tengah mereka, sesekali melirik ke arah kedua belah pihak. Prakas, yang memimpin meja makan, akhirnya memecah keheningan. “Baiklah, semua sudah di sini. Mari kita makan dulu sebelum berbicara,” ujar Prakas, mencoba memberi nada netral pada situasi yang jelas tidak bersahabat. Bastian hanya mengangguk singkat. Ia sebenarnya tidak ingin berada di sini, namun rasa hormatnya pada kedua orang tuanya menahan keinginannya untuk pergi. Sementara itu, Maya, dengan senyuman kecil yang tampak di

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Mengharap Perlindungan

    Malam mulai merangkak, dan suasana di kantor Bastian terasa tegang. Di balik pintu ruangan pribadi yang tertutup rapat, suara-suara tinggi terdengar. Bastian yang biasanya tenang dan dingin kini berbeda. Ia berdiri dengan kedua tangan mengepal di samping tubuhnya, napasnya memburu karena amarah yang membara.“Jadi benar, Maya? Semua ini karena ulahmu?” Suara Bastian menggema di ruangan, tatapannya dingin seperti es yang siap membekukan segala sesuatu di sekitarnya.Maya duduk di kursi berlapis kulit di depannya, berusaha tetap terlihat tenang. Namun, getaran di tangannya menunjukkan sebaliknya. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab dengan nada datar, “Bastian, kamu salah paham. Aku bisa menjelaskan semuanya.”“Jangan berani-berani memutarbalikkan fakta, Maya!” Bastian membentak, suaranya penuh kekerasan. Ia memukul meja dengan keras, membuat berkas-berkas yang ada di atasnya melompat kecil. “Semua bukti menunjukkan bahwa kamu sudah menggelapkan dana perusahaan. Kamu bahkan teg

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kenangan Tentang Impian

    Malam itu, Bastian berdiri di depan cermin, mengenakan setelan jas gelap yang disesuaikan dengan sempurna. Rambutnya tersisir rapi, dan wajahnya seperti biasa—tegas, dingin, tanpa ekspresi yang benar-benar terbaca. Di tengah kesibukannya memeriksa dasi, Maya muncul dari belakang. Wanita itu, dalam gaun malam yang mewah berwarna biru tua, melangkah perlahan mendekati suaminya sambil memerhatikan penampilannya.“Kau terlihat rapi sekali malam ini,” ucap Maya, nadanya terdengar datar, tapi ada sedikit nada sindiran di baliknya. “Untuk menghadiri pertunangan Farel?”Bastian menghela napas pendek, tetap memandang bayangan dirinya di cermin tanpa menoleh ke arah istrinya. “Ya. Itu penting.”“Kenapa harus begitu formal? Dia hanya—.” Maya berhenti, menelan kalimat yang ingin diucapkannya. Namun, matanya yang mencemooh berbicara lebih banyak daripada kata-katanya.“Dia hanya apa?” potong Bastian, suaranya tenang, tapi tegas. Ia menoleh, memandangi Maya dengan sorot mata tajam.“Farel hanya pri

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Rasa Yang Lelah

    Suasana malam itu di rumah Sonya perlahan-lahan mereda dari kesibukan menjadi hening penuh keletihan yang berbalut kehangatan. Rania melepaskan ikatan rambutnya dan mengusap wajahnya yang lelah, menatap hasil kerja kerasnya bersama tim dengan perasaan bangga bercampur lega. Pesta pertunangan besok akan berjalan dengan cantik sesuai harapan, dan itu adalah buah dari kerja keras tanpa henti yang mereka curahkan sepanjang hari.“Terima kasih, Icha,” Rania berkata dengan suara lembut, menggenggam tangan gadis muda itu yang ikut bersinar dengan kepuasan. “Tanpamu, aku tidak akan sanggup melakukannya.”Icha tersenyum lelah namun bahagia. “Mbak, aku justru yang berterima kasih. Ini pengalaman luar biasa,” katanya, nada suaranya penuh kehangatan. Keduanya tertawa kecil, melepaskan sebagian beban yang mereka rasakan.Sonya, dengan mata yang terlihat berusaha keras melawan kantuk, menghampiri mereka.“Nia,” sapanya seraya memaksa matanya tetap terbuka. “Hasil dekorasimu luar biasa. Aku benar-be

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Pertemuan Yang Tak Terduga

    Setibanya di lokasi sekitar pukul sepuluh pagi, Rania segera disambut suasana ramah dan hangat dari keluarga Sonya. Rumah berlantai satu yang terletak di tepi kota Jakarta itu akan disulap menjadi tempat pesta pertunangan yang megah dan elegan, sesuai harapan Sonya dan keluarganya. Halaman rumah yang cukup luas memberi banyak ruang bagi Rania dan timnya untuk berkreasi dengan dekorasi.Sonya dan keluarganya langsung menghampiri Rania begitu ia turun dari mobil bersama Icha, Arman, dan Doni. Senyuman merekah menghiasi wajah Sonya saat memperkenalkan Rania kepada beberapa anggota keluarganya. Setelah berbasa-basi sejenak, mereka membawa Rania dan tim ke meja yang sudah dipenuhi hidangan sarapan. Makanan lezat dan minuman hangat menjadi penyambutan yang membuat Rania merasa diterima layaknya sahabat lama.“Silakan, Nia,” ujar Sonya, panggilan akrab yang digunakan Rania di kalangan orang baru. “Kalian butuh energi untuk bekerja seharian.”Rania tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Sela

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   PENTING!!

    Hai teman-teman ... Terima kasih yang sebesar-besarnya buat teman-teman yang sudah mampir ke cerita ini dan sudah support cerita ini. Terkhusus buat teman-teman yang sudah berkenan memberikan GEM serta rating yang baik untuk cerita ini, aku ucapkan TERIMA KASIH BANYAK. Hanya Tuhan yang bisa membalas semuanya ^_^Buat teman-teman yang belum support, mohon support ya, biar aku lebih semangat lagi nulisnya. Karena tanpa support dari teman-teman semuanya, aku bukan apa-apa. LUV ... ^_^Jika teman-teman berkenan, mohon bantu share cerita ini agar lebih banyak lagi teman-teman kita yang lain yang tahu perjuangan besar Rania di cerita ini, hehehe ... Buat teman-teman yang belum ikutan GA, yuk ikutan. Kayaknya DEADLINE akan diperpanjang sampai 31 Desember 2024. Yuk bantu ramaikan GA aku ya. Silahkan mampir ke akun pesbuq aku aja ya untuk mengikuti rulesnya ^_^Akhir kata, aku ucapkan Selamat Menikmati Lanjutan Cerita ini ya.Salam Sayang Penuh Cinta, KISS ^_^

DMCA.com Protection Status