Menikah karena terpaksa, itulah yang terjadi pada Noura ketika ia tak ingin masuk penjara sebab tuduhan kejam yang seorang Dean Waverly lakukan kepadanya. Semua karena Rachel —wanita yang seharusnya menikah dengan Dean, tetapi tewas dalam sebuah kecelakaan. Lantas, apakah yang sebenarnya terjadi hingga Noura harus menikah dan kemudian akhirnya mendapatkan perlakuan tak mengenakan dari Dean?
Lihat lebih banyak"Tolong hentikan!"
Noura hanya bisa berteriak ketika tubuhnya ditindih dan disentuh paksa oleh suami yang baru kemarin menikah dengannya itu. Namun, tak peduli berapa nyaring wanita itu berteriak, pria berambut hitam di atasnya tetap tak mengindahkan permintaan Noura. Noura kini hanya bisa menangis tersedu, menyesali keputusannya di hari itu ketika ia meminta Rachel —sahabatnya, untuk menggantikannya meliput berita karena adiknya yang tiba-tiba jatuh sakit. Entah bagaimana takdir berjalan, keputusannya itu berakibat pada Rachel yang terlibat dalam kecelakaan parah di jalan menuju pulang, dan berakhir tewas di tempat. "Jangan harap aku akan melepaskanmu, Noura. Detik ketika kamu menandatangani surat perjanjian dariku, kamu kehilangan hak untuk berbuat sesuka hatimu,” ucap Dean, menatap Noura dingin dengan manik gelapnya. Suite room di hotel yang berfungsi sebagai kamar pengantin mereka malam itu telah menjadi saksi bisu atas kekejaman yang Dean lakukan. Pria itu terus berbuat sesuatu yang membuat istrinya merintih kesakitan. Di bawah pencahayaan kamar yang redup, Dean merenggut kesucian Noura secara paksa. Meski Noura halal untuknya, tetapi sejatinya apa yang pria itu lakukan tak ubahnya bak seekor hewan buas yang memangsa korbannya yang tak berdaya. Sesudahnya, pria itu kemudian beranjak bangun, meninggalkan tubuh istrinya yang terlihat lemas. Pria itu tetap dingin, tak peduli sama sekali dengan Noura yang masih terisak, wajahnya basah dengan air mata. "Hapus air matamu, tak perlu berlebihan. Apa yang aku lakukan padamu tak sebanding dengan apa yang kau lakukan pada Rachel," sinis Dean sembari mengenakan pakaiannya kembali. Kemeja putih sebagai pakaian pernikahannya yang sebelumnya teronggok di lantai, sudah berpindah menutupi tubuhnya kembali. 'Jika begini jadinya, lebih baik kau membunuhku sekalian,' batin Noura, tak mampu mengeluarkan sepatah kata. Dalam hati, dirinya jelas merasa jijik. Keperawanan yang selama ini ia simpan untuk pria yang dia pilih, justru berakhir jatuh ke pria kejam yang menuduhnya sebagai pembunuh calon tunangannya. "Tak perlu menatapku seperti itu. Ini baru awal, bukan akhir dari hukuman yang harus kau terima atas perbuatanmu yang sudah membunuh Rachel," ucap Dean yang kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar. Jam menunjukkan pukul sebelas malam. Hanya dalam hitungan menit pria itu berhasil merenggut dan mengoyak mahkota milik istrinya. Setelahnya ia meninggalkan perempuan tak berdaya itu bak seorang pelanggan yang selesai memakai wanita bayarannya. Di atas ranjang, Noura masih belum beranjak. Perempuan itu terdiam meski isak tangisnya sudah terhenti. 'Aku bukan pembunuh Rachel, semua itu hanya kebetulan,' gumam Noura pilu. 'Andai aku tahu kalau mobil yang ditumpanginya akan mengalami kecelakaan, aku pasti tidak akan memintanya untuk membantuku,' lanjutnya lirih. Demi membayangkan peristiwa yang sudah merenggut nyawa sang sahabat, seketika air mata itu kembali hadir. Noura tak akan mungkin bisa melupakan momen saat dirinya mendengar kabar dari rumah sakit mengenai kematian Rachel sebab kecelakaan. ** "Dasar pembunuh!" Teriakan seorang pria membahana di sebuah lorong di salah satu rumah sakit yang ada di pusat kota. Mata lelaki itu menyala penuh amarah. Tertuju pada seorang wanita yang berjalan ke arah ruang UGD, tempat di mana lelaki tersebut berdiri saat ini. Wanita itu bernama Noura. Ia tampak syok karena tuduhan yang dilemparkan oleh pria berdasi di depannya. Tuduhan yang telah membuat semua orang di lorong rumah sakit tersebut menatap benci padanya. "Untuk apa kau ke sini? Tak punya malu! Tidak merasa bersalah atas kematian kekasihku?" teriak pria itu lagi. Kali ini ia sudah mendekat dan sudah mencengkeram kerah baju si wanita. "Tu-tunggu! Apa yang Anda katakan?" Si wanita bertanya dengan kalimat terbata. Ia sama sekali tak peduli ketika pria itu menarik tubuhnya hingga membuat kakinya berjinjit. Yang dipedulikan olehnya adalah kabar yang baru saja diteriakkan oleh pria di depannya. Air mata tampak menggenang di kedua mata sang wanita ketika ia tidak salah mendengar bahwa seseorang yang hendak ia temui nyatanya telah meninggal dunia. "Ya, Rachel meninggal, dan itu karena kau! Dasar pembunuh!" teriak si pria dengan suara baritonnya. Beberapa orang berpakaian hitam yang sejak tadi ada di sana, mencoba menenangkan emosi sang pria. Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya dengan beberapa helai rambut yang sudah memutih di kepalanya, mendekat dan menyentuh pundak si pria. "Tenang, Dean. Tenang. Semua ini sudah menjadi takdir dari Tuhan." Pelan suara pria tersebut dengan kesedihan yang begitu terlihat di wajahnya. "Tidak, Tuan. Calon tunanganku jelas masih akan hidup jika bukan karena wanita ini yang memaksanya pergi." Pria itu kembali menatap nyalang seraya menunjuk penuh kemarahan. "Lebih baik kita pergi sekarang." Seorang pria yang setia berdiri bersama Noura, mencoba membujuk dan mengajaknya pergi. Awalnya wanita itu menolak sebab ia ingin melihat sahabatnya untuk terakhir kali. Namun, tatapan dingin dari pria bernama Dean serta paksaan dari temannya membuatnya memutuskan untuk pergi. Namun entah mengapa, rasa dingin tiba-tiba menyapa lehernya ketika pria tadi masih menatapnya sembari mengatakan sesuatu yang tak bisa ia dengar. Sejak itu, baik di sepanjang jalan hingga keesokan harinya di kantor, Noura kerap dipenuhi rasa khawatir. Entah mengapa, Noura merasa sesuatu yang buruk akan terjadi padanya. Dan benar saja, ketika ia masih membayangkan pemakaman Rachel yang tak bisa ia datangi, tiba-tiba pintu ruangannya terbuka dengan keras. Brak! Sesosok lelaki berpakaian serba hitam, berdiri dengan tatapan pongah. Kacamata yang juga berwarna hitam, ia lepas saat langkah kakinya mulai menapaki ruangan. "Kau! Ada perlu apa datang ke sini? Belum puas kah Anda menganggap saya pembunuh, mengusir saya dan sekarang dengan tidak sopan memaksa masuk ke ruangan saya?" ucap Noura menatap Dean kesal. "Tanda tangani surat ini." ucap sang pria tanpa basa-basi sembari menyodorkan sebuah map cokelat di tangannya. Noura hanya bisa menatap pria yang ia tau bernama Dean itu dengan bingung. Surat apa? Mengapa pria itu terkesan tak memberi pilihan lain? "Perjanjian apa dan kenapa?" tanya Noura sesekali melihat lembaran kertas, lalu menengok ke arah Dean yang masih juga tidak menatapnya. Pertanyaan Noura justru membuat sang pria tersenyum kecil sembari menautkan alisnya. Wajah yang sejak awal tak menunjukkan ekspresi, justru kini berubah menjadi menakutkan. "Kau harus membayar apa yang telah kau lakukan pada calon istriku, Nona Naura. Jika calon istriku kau buat mati, maka kau yang harus menggantikannya." Seketika Noura merasakan langit yang dipijaknya runtuh. Menggantikan posisi Rachel sebagai istri dari seorang Dean, tak pernah sekali pun ada dalam benaknya. Terlebih alasan di balik itu semua sudah Noura bayangkan adalah sesuatu yang amat sangat mengerikan. ***Meski awalnya Dean menolak, pada akhirnya ia menyetujui permintaan Mat yang menginginkannya untuk menjadi bagian dari panitia pernikahannya. Ia membantu Mat dengan menjadi panitia penyambutan para tamu undangan dari keluarga dan kawan bisnis. "Sayang, apa kamu sudah siap?" Dean bertanya pada istrinya yang masih sibuk berdandan. "Sudah. Ini tinggal pakai lipstik saja.""Lama sekali," sahut Dean yang sejak pagi merasakan dadanya berdebar. "Ya ampun, aku cuma pakai bedak dan lipstik saja disebut lama. Lalu, yang sejak tadi subuh bolak balik ke kamar mandi siapa. Sampai aku mau mandi saja tidak kebagian.""Haha, maafkan aku, Sayang. Tapi, aku sendiri tidak mengerti kenapa aku hatiku tak tenang begini. Aku mulas tapi tidak mau buang air. Noura tersenyum, memasukkan lipstik ke dalam tas. " Mungkin karena kamu bahagia. Sahabatmu akan menikah. Menempuh hidup baru dengan wanita yang dicintainya.""Mungkin," sahut Dean terdiam. Tapi, sedetik kemudian ia tersenyum dan menatap Noura seolah me
Setelah pulih dari cedera, Dean kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Dia dan Noura memutuskan untuk memulai hidup baru, meninggalkan kenangan pahit di belakang.Setelah rumah mereka terbakar, Dean kemudian memboyong semua orang ke istana miliknya yang lain. Sebuah rumah yang tak kalah besar dan mewahnya yang terletak di pinggiran kota, yang selama ini memang ia siapkan untuk istri dan anaknya. Di sana terdapat taman yang indah dan pemandangan alam yang menenangkan. Noura pun mulai mengatur rumah baru mereka, sementara Dean kembali bekerja."Dokter berpesan agar kamu tidak terlalu memporsir kegiatanmu di kantor. Tubuhmu masih pemulihan, Dean. Jadi, menurutku lebih baik kamu serahkan sementara pekerjaanmu kepada Steven," ucap Noura di satu malam. "Iya, Sayang. Aku mengerti. Sebelum kamu mengatakan hal itu, aku sudah menyerahkan tugas dan beberapa tanggung jawabku kepadanya." Dean tersenyum menatap sang istri. "Hem, baguslah. Aku bisa tenang sekarang."Mendengar kata tenang, seket
Komandan mendekati mobil dengan hati-hati. "Alvin, jangan buat keadaan semakin buruk. Lepaskan senjata dan keluarlah!"Alvin menjawab, "Kami tidak akan menyerah! Kita memiliki rencana cadangan!"Renee tiba-tiba muncul di jendela mobil dengan senjata di tangan. "Kita tidak takut mati!"Komandan tetap tenang. "Jangan lakukan kebodohan, Nona. Kita bisa menyelesaikan ini dengan tenang."Renee berteriak, "Tidak ada jalan keluar! Kami akan mati di sini!"Tiba-tiba, benda kecil di telinga sang komandan bersuara. "Komandan, kami siap menembak."Komandan menggelengkan kepala. "Tunggu, kita harus menyelamatkan nyawa mereka."Penembak jitu yang sudah bersiap di posisi, menahan tembakan sebab belum mendapat persetujuan. "Letakkan senjata kalian, lalu angkat kedua tangan ke atas kepala." Komandan kembali bicara pada Alvin dan Renee, mencoba menggunakan cara baik-baik dibanding cara tegas yang bisa saja mereka lakukan sejak awal penyergapan. Alvin dan Renee saling menatap, ragu-ragu. Alvin berbis
Dean dibawa ke ruang operasi. Noura menunggu dengan cemas di luar, memanjatkan doa.Stevens meminta pada timnya untuk membantu pihak kepolisian. "Tangkap Renee dan Alvin sekarang juga! Kita harus membuat mereka membayar apa yang sudah diperbuatnya."Sementara itu, dokter memimpin tim medis untuk menyelamatkan Dean. Tak pernah Noura sangka jika suaminya mengalami keadaan yang lumayan kritis. Padahal tadi Dean masih sempat menggendong Zayn dan menggenggam tangannya. Bahkan, ketika sampai di rumah sakit, Dean sempat marah saat mengetahui bahwa semua yang terjadi adalah ulah Renee dan Alvin. Noura berdoa, "Ya Tuhan, selamatkan Dean."Kali ini giliran Noura yang harus merasakan ketegangan sebab menunggu suaminya berjuang di meja operasi. Bersama ibunya, Noura menggendong bayinya di depan ruangan. Sang ibu yang juga sempat mendapatkan perawatan medis karena luka lecet di lengannya, terus memberi semangat pada sang putri. "Yang bisa kita lakukan hanya berdo'a. Seperti juga Dean yang berdo
Renee tersenyum sinis. "Aku sudah mempersiapkan segalanya. Dean dan Noura tidak akan selamat lagi."Steven dan polisi saling menatap khawatir. Mereka harus bertindak cepat."Tunggu, Renee! Jangan lakukan hal bodoh!" teriak Steven.Renee tertawa. "Terlambat! Aku sudah memicu bom di rumah Dean. Mereka akan mati!"Semua orang terkejut. Polisi segera menghubungi tim bomb disposal.Dean dan Noura, yang tidak menyadari bahaya, berada di rumah. Tiba-tiba, alarm berbunyi."Apa itu?" tanya Noura khawatir.Dean memeriksa sistem keamanan. "Ada bom di rumah kita!"Mereka berdua panik. Dean dan Noura berlari keluar rumah, mencari tempat aman. Mereka mendengar suara bom menghitung mundur."Kita harus segera pergi dari sini!" teriak Dean. Semua penghuni keluar dari rumah. Mereka cemas dan takut jika sampai bom meledak sebelum dapat keluar. Noura menggenggam tangan Dean erat. "Aku takut!"Sedangkan Dean terlihat menggendong bayinya di tangan yang lain. Ibu Noura mengikuti dari belakang. Suara bom
Steven segera menghubungi Dean dan memberitahu tentang hasil penggeledahan."Apa kata polisi?" tanya Dean."Mereka menemukan bukti tambahan, tapi Renee tidak ditemukan di rumah keluarganya," jawab Steven."Apa maksudnya?" tanya Dean penasaran."Renee bersembunyi di tempat lain. Kami harus mencari lagi," kata Steven serius."Apakah kalian menemukan petunjuk?""Ya, dan sekarang kami sedang meluncur ke sana.""Baiklah, Steven. Lanjutkan! Aku terus menunggu perkembangan kalian.""Siap, Tuan. Nanti saya akan hubungi lagi."Setelah itu panggilan kembali berakhir. Dean yang tengah mengambil air minum di ruang makan, memilih duduk sebelum kembali ke atas. "Renee, kenapa kamu melakukan ini?" tanya Dean seolah ada perempuan itu di depannya. Renee Abigail Willow adalah anak kedua dari pasangan Federick dan Vivian Willow. Ia adalah saudara kembar Rachel Willow —mantan tunangan Dean, yang cantik dan populer. Renee kecil sudah merasa kesal karena kerap dibandingkan dengan Rachel dan merasa tidak
Dean merasa cemas memikirkan keselamatan Noura dan Zayn. Ia meminta para pengawal meningkatkan keamanan di rumah. Sementara itu pihak kepolisian dan Steven masih mencoba menyusuri semua area gudang. Seluruh pihak mencari dan memeriksa apa saja yang ada di sana. Meski target yang mereka cari tidak ada di sana. "Kita sepertinya harus mendatangi langsung kediaman keluarga Willow," ucap Steven memberi saran. "Apakah selama ini wanita itu tinggal di sana bersama keluarganya?""Sejauh yang saya tahu, iya. Dia masih tinggal bersama kedua orang tuanya.""Baiklah. Kalau begitu lebih baik kita meluncur ke sana."Bapak polisi itu kemudian memerintahkan pasukannya meninggalkan area dan berpindah pencarian. Mereka akan menyergap Renee di rumah orang tuanya. "Kami akan mencari Nona Renee di rumahnya, Tuan." Steven memberi kabar Dean mengenai rencana penyergapan ke rumah keluarga Willow. "Benarkah? Baiklah, kabari aku terus."Dean memutuskan panggilan. Di sebelahnya Noura memeluknya erat. "Ada
Dean terlihat serius, pikirannya mulai menghubungkan antara kejadian yang menimpa Ronald dan kaburnya Alvin dari penjara. Ia meminta Steven untuk segera menghubungi polisi dan meminta mereka untuk menyelidiki lebih lanjut.Sementara itu, Noura yang tadinya sudah kembali ke kamar, tidak bisa menahan rasa penasaran. Ia kembali turun dan mendengarkan pembicaraan Dean dan Steven tanpa sepengetahuan mereka."Apakah kita bisa yakin kalau Alvin-lah pelakunya?" tanya Dean."Belum, Tuan. Tapi, ada kemungkinan besar dia terlibat," jawab Steven.Noura merasa bulu kuduknya berdiri. Ia ingat akan kejadian beberapa waktu lalu ketika Alvin mencoba mencelakakannya. Noura kembali ke kamar, pikirannya dipenuhi kecemasan. Ia takut Alvin akan kembali melakukan aksi serupa. Ia takut lelaki itu melakukan berbagai cara untuk membunuhnya. Sementara itu, Dean meminta Steven untuk meningkatkan keamanan di rumah."Pastikan tidak ada yang bisa masuk tanpa izin," perintah Dean.Steven mengangguk dan segera mela
Renee melaju kencang, terobsesi untuk membalas dendam pada Ronald. Ia tidak peduli dengan risiko yang akan dihadapi. Satu-satunya pikiran yang ada di kepalanya adalah memastikan Ronald tahu bahwa ia tidak bisa dianggap remeh.Di sisi lain, Dean dan Noura menikmati malam mereka, terlepas dari bayang-bayang Renee. Mereka berdua terjebak dalam kebahagiaan yang baru ditemukan.Namun, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu yang otomatis mengganggu keintiman mereka."Siapa itu?" tanya Dean dengan kesal. Mereka baru mau masuk intinya, tapi seseorang malah mengganggu keintiman ia dan Noura. "Aku tidak tahu," jawab Noura yang kemudian mendekati pintu sembari merapikan kembali penampilannya yang sudah acak-acakan. Ingin ia tertawa melihat kekesalan Dean, tapi ketukan di pintu tidak mungkin ia abaikan."Ya?" sapa Noura sesaat setelah membuka pintu. Sosok Alton berdiri di depannya dengan raut muka tak enak hati. "Maafkan saya mengganggu waktu istirahat Anda, Nona. Tapi, di bawah ada Steven
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen