Share

TUGAS DAN KEWAJIBAN

Jam sudah menunjuk ke angka sembilan pagi ketika Noura membuka mata setelah semalaman ia menangis sebab aksi Dean terhadapnya.

Dean Waverly, seorang pengusaha sukses di usianya yang masih muda, ternyata memiliki sisi kejam di balik sikapnya yang ramah dan humble terhadap semua orang. Begitu yang saat ini ada di dalam pikiran Noura.

Lelaki yang sukses membuat seluruh keluarga Willow senang dan bahagia sebab hampir menjadi bagian dari keluarganya yang kaya raya, tak ubahnya singa mematikan yang siap memangsa buruannya.

Noura mencoba bangun dari tidurnya meski rasa nyeri di sekujur tubuhnya memintanya untuk diam dan istirahat. Sejenak ia memandang seluruh ruangan suite yang Dean sewa sebagai kamar pengantin mereka berdua.

'Ah, ini bukan kamar pengantin. Ini hanya ruang penyiksaan yang dibalut dengan hiasan indah,' batin Noura menangis.

Selimut tebal yang menutupi tubuhnya perlahan Noura singkirkan. Tampak gaun pengantin berwarna putih, terlihat kusut dan koyak sebab paksaan yang Dean lakukan.

Noura Avelly Bahtiar wanita berusia dua puluh delapan tahun yang sudah bersahabat dengan Rachel, tunangan Dean, merasa miris akan kisah perjalanan hidupnya. Di saat para pengantin baru berbahagia setelah melewati malam pertama, justru hal itu tidak ia rasakan. Terlebih menjadi istri dari seseorang yang tidak ia cintai, sungguh sesuatu yang sangat bertentangan dengan yang terjadi pada umumnya.

'Entah kemana perginya lelaki itu setelah merenggut kesucianku. Tapi, yang pasti yang harus aku lakukan sekarang adalah aku harus pergi dari sini,' gumam Noura seraya beranjak berdiri.

'Argh!' pekik wanita itu saat rasa nyeri ia rasakan di pangkal pahanya. Dengan tertatih ia pergi menuju kamar mandi.

Namun, langkahnya terhenti ketika ia mendengar nada dering di ponselnya. Saat ia melihat nama yang tertera di layar, segera ia angkat sebab rasa khawatir akan keberlangsungan hidupnya.

"Pengawal sudah menunggumu di lobi hotel. Segera pergi dari kamar hotel tersebut dan temui mereka sebab aku tak mau membayar lebih lama lagi hanya untuk wanita pembunuh sepertimu."

Setelah itu panggilan berakhir. Noura hanya tertawa sinis demi mendengar kalimat kejam yang baru saja ia dengar.

"Aku bukan pembunuh. Aku tak pernah berniat membunuhnya." Kata-kata pembelaan yang keluar dari mulut Noura masih terngiang di telinganya sendiri ketika ia mencoba menghentikan aksi kejam Dean semalam. Namun, lelaki itu sama sekali tak peduli hingga berhasil mengoyak mahkota suci miliknya.

**

Di sinilah Noura sekarang. Di sebuah ruangan besar nan megah yang berada tepat di bawah tangga mewah yang menghubungkan lantai satu ke lantai atas. Di depannya sosok Dean terlihat duduk dengan menatapnya penuh kebencian.

"Baca dan pelajari," ucap Dean sembari melempar lembaran kertas ke hadapan Noura.

"Apa itu?" tanya Noura sesekali menatap Dean, juga seorang lelaki paruh baya yang ia tebak adalah seorang kepercayaan di rumah suaminya itu.

Lelaki yang sempat Noura dengar memiliki nama Alton, menatapnya tanpa suara. Ekspresi-nya datar tak berbeda jauh dengan sang majikan.

"Tak perlu banyak tanya, nanti juga kau akan tahu. Cukup baca dan pelajari saja."

Perlahan Noura mengambil tumpukan kertas yang tadi Dean lempar, merapikannya sebelum ia mulai membaca.

"Tugas dan kewajiban?" kata Noura membaca tulisan di lembaran pertama sembari melirik Dean.

"Baca saja di kamarmu. Jangan di sini!" seru Dean tiba-tiba. "Aku bisa muak bila terus menerus melihat wajahmu yang menyebalkan itu. Melihatmu hanya akan mengingatkanku akan kematian Rachel," lanjut Dean, lagi-lagi membuat Noura sakit hati.

"Dean, sekali lagi aku katakan, aku bukan pembunuh Rachel." Noura mencoba bicara di tengah rasa sakit yang menancap di hatinya.

"Lancang sekali kau. Berani-beraninya kau memanggil namaku?" sahut Dean, tampak tak peduli dengan pembelaan yang Noura katakan.

Kesabaran wanita itu benar-benar diuji sekarang. Sejak awal ia mencoba menenangkan hatinya sendiri sebab sikap Dean yang selalu kasar padanya.

"Lantas, aku harus memanggilmu apa?" tanya Noura masih dengan suara pelan.

Noura mencoba menatap wajah Dean meski respon yang didapatnya masih sama seperti sebelumnya, sinis.

"Seperti layaknya pelayan di rumah ini, panggil aku dengan panggilan Tuan." Dean menatap istrinya sombong.

Seperti saat Noura tak menduga jika dirinya akan menjadi istri dari seorang Dean, seperti itu juga perasaanya kini ketika harus memanggil suaminya sendiri dengan sebutan tuan.

"Jadi, kamu menyamakan aku dengan pelayan di rumah ini?" tanya Noura yang sebenarnya malas berdebat.

"Kau pikir aku akan menganggapmu istri sungguhan begitu?" tanya Dean sinis. "Jangan mimpi," lanjut lelaki itu dengan senyum sinis-nya. Ia kemudian meminta lelaki paruh baya yang berdiri di sampingnya untuk membawa Noura menuju kamar.

"Pelajari cepat sebab aku tak suka orang yang lambat."

Entah apa isi dari tugas dan kewajiban yang Dean tulis untuk Noura di kertas tersebut, tapi menurut Noura hal itu pastilah sesuatu yang tak menguntungkan baginya, tapi mengasyikan untuk Dean.

Noura terus mengikuti langkah Alton ke lantai dua. Sebuah pintu berdaun coklat muda menjadi akhir dari langkah lelaki berkaca mata tersebut.

"Ini kamar Anda, Nona Noura. Kamar ini adalah kamar tamu yang khusus disiapkan untuk Anda." Alton memberi tahu istri tuannya itu dengan suara pelan namun jelas.

Noura mengangguk kemudian mengucapkan terima kasih. "Lantas, di mana kamar Tuan Dean?" Sesuai permintaan suaminya itu, kata 'tuan' pun ia sematkan.

"Kamar Tuan Dean persis bersebelahan dengan kamar Anda. Itu kamarnya!" jawab Alton sembari menunjuk sebuah kamar berpintu hitam yang tadi Noura lewati. Lelaki itu tampaknya tak begitu peduli dengan interaksi yang terjadi antara majikan dan istrinya itu.

"Oh, iya." Noura mengangguk mengerti.

"Kalau ada hal yang tidak Anda mengerti atau tidak tahu, Anda bisa mencari dan bertanya pada saya."

"Terima kasih, Alton. Saya tak akan sungkan untuk bertanya padamu."

Setelah itu Alton pun pergi. Tak banyak yang keduanya perbincangkan selain basa basi sebagai bagian dari etika sopan santun yang keduanya jaga.

'Aku pun tak pernah berharap bahwa kami akan tidur dalam kamar yang sama,' batin Noura senang lalu masuk ke dalam kamar yang menurutnya terlampau bagus untuk 'pelayan' sepertinya.

Noura pun tak berlama-lama untuk membaca dan mempelajari tugas yang Dean minta. Lembaran kedua dan ketiga ia baca dengan penuh konsentrasi.

'Benar-benar sudah aku duga, aku hanyalah seorang pelayan,' gumam Noura demi membaca rentetan tugas yang tertulis dalam draft yang Dean berikan.

Tak ada yang terlewat sebelum kantuk yang tiba-tiba menyerangnya. Hingga,

"Byur!

Seember air telah Dean lemparkan ke tubuh Noura. Seketika ia pun terbangun dari tidur yang entah kapan ia alami.

"De .... Tu-Tuan Dean!" seru Noura dengan suara terbata. Ia terkejut dengan apa yang terjadi.

"Apakah tertulis di kertas itu bahwa kau boleh tidur di jam sibuk seperti ini?" Dean menatap Noura kesal .

"Maafkan aku, Tuan. Aku tidak sengaja." Noura memilih untuk meminta maaf dibanding harus membela diri.

"Maaf katamu? Mudah sekali kau mengatakan kata itu," balas Dean yang sudah melempar ember ke lantai, lalu kini mendekati tubuh Noura yang berada di atas kasur.

Bukan hanya wajah dan tubuh wanita itu saja yang basah, tapi lembaran kertas yang sepertinya tengah Noura baca juga ikut basah oleh air yang Dean lempar.

"Lantas, kamu mau apa kalau maaf saja tidak kamu terima?" tanya Noura yang berusaha menutupi tubuhnya dengan selimut. Lekuk tubuhnya tercetak jelas karena basah.

Belum berhasil Noura menutupi kemolekan tubuhnya yang basah sebab ulah Dean, lelaki itu tiba-tiba menarik kedua kakinya, lalu menindihnya seperti yang semalam dilakukan.

"Lakukan tugas di hari pertamamu sebagai seorang pelayan di rumah ini." Untuk kedua kalinya Dean melakukan pembalasan atas kepergian Rachel.

"Tunggu! Hentikan, Dean!"

Namun, suara Noura sama sekali tak berarti ketika dengan kasar Dean kembali meminta haknya sebagai seorang suami.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status