Pagi-pagi sekali Dean sudah berangkat ke kantor. Sarapan yang sudah para pelayan siapkan sampai tak disentuhnya. Noura yang melihat suaminya berangkat, tampak lega. 'Setidaknya aku bisa sedikit santai saat ia tak ada,' pikir Noura yang pagi itu tengah mengelap jendela. "Biar saya yang lanjutkan, Nona Noura." Salah seorang pelayan mencoba mengambil alih pekerjaan yang sedang Noura kerjakan. Beberapa pelayan memang membantu Noura saat Dean tak ada. Tapi, hal itu tidak mereka lakukan bila sang tuan ada di rumah. "Tidak perlu. Biar aku saja yang kerjakan. Kamu bisa mengerjakan pekerjaanmu sendiri." Noura tak pernah mau membuat pelayan berada dalam kesulitan. Jika itu memang tugas Noura, maka ia akan lakukannya sampai usai. "Tapi, Nona ....""Tidak apa-apa. Ini masih pagi, hitung-hitung aku berolahraga."Pelayan tadi akhirnya pergi melanjutkan pekerjaannya setelah Noura menolak dibantu. Tak berapa lama Alton muncul dan menyampaikan sesuatu kepada Noura. "Tuan Dean berpesan supaya And
Sepanjang perjalanan menuju kantor, baik Dean atau Noura keduanya sama-sama diam. Setelah pertemuan tak terduga antara Noura, Dean, dan Kenz, suasana di dalam mobil tersebut terasa lain. Tak bisa Noura bayangkan apa yang ada di dalam pikiran Dean sekarang setelah Kenz memberinya sejumlah uang. 'Ia tak peduli bukan? Bukankah itu yang ia katakan dalam kesepakatan hubungan kami?' benak Noura berkata meski hatinya merasa ketar ketir. "Apakah kamu sudah menjadi seorang perempuan bayaran sekarang?" Di tengah usaha Noura yang mencoba menenangkan hatinya, ucapan Dean yang tiba-tiba membuatnya terperangah. "Apa yang kamu katakan barusan?" tanya Noura sembari menengok dan menatap suaminya itu. "Dua puluh juta. Jadi, lelaki itu membayarmu segitu?"Noura masih tak mengerti dengan kalimat Dean. "Apa maksudmu?"Perlahan Dean mengubah posisi duduknya. Kali ini ia menatap wajah Noura yang terlihat bingung. "Dua puluh juta untuk pelayanan berapa jam? Satu jam, dua jam, atau seharian?"Plak! En
Renee Abigail, itulah nama perempuan yang saat ini terlihat bahagia ketika berbicara dengan Dean. Dia adalah saudara kembar Rachel, sahabat Noura, yang selama ini tinggal di luar negeri. Noura tak pernah kenal dengan sosok Renee. Bahkan saat melihatnya pun Noura tidak bisa langsung menebak jika Renee ada hubungan darah dengan Rachel. Persahabatannya dengan Rachel ternyata tidak sedekat yang selama ini ia bayangkan. Rachel memang sahabatnya, tapi untuk urusan keluarga, gadis itu terlampau tertutup. "Aku punya saudara kembar, Noura. Tapi, ia tinggal di luar negeri dan dibesarkan oleh kakak mamaku. Mereka tak punya anak, sebab itu meminta mama untuk merelakan putrinya untuk dibesarkan oleh mereka."Hanya itu yang Noura ingat. Tapi, siapa dan bagaimana wajahnya, Rachel tak pernah mau cerita atau berbagi. "Kamu kenapa bekerja di sana?" tanya Dean membuyarkan lamunan Noura. Awalnya Dean tak mau menerima tawaran wawancara dari stasiun TV tempat di mana almarhumah tunangannya bekerja, tet
Saat ini Noura sudah berada di dalam ruangan UGD di salah satu rumah sakit. Ia dikabari oleh Harry, adiknya, kalau sang ibu pingsan ketika sedang berjualan di pasar. "Kenapa ibu masih belum sadar, Har?" Noura terlihat cemas. Baru kali ini ia melihat ibunya jatuh pingsan. Selama ini ia mengenal bahwa sang ibu adalah wanita tersehat dan paling tangguh yang pernah dikenal.Ibu Noura jarang sekali sakit. Bahkan, ia tak pernah memiliki riwayat sakit yang biasanya dialami para perempuan yang sudah menginjak usia sepuh. Wanita yang tahun ini menginjak usia lima puluh lima tahun itu bahkan tidak menangis ketika laki-laki paling dicintainya itu meninggal dunia. Itulah mengapa Noura menilai jika ibunya adalah wanita paling tangguh. Ketika merawat adik bungsunya saja, ibunya bisa melewati semuanya dengan senyum dan penuh kesabaran. Namun, saat ini semuanya itu seolah tak berarti. Sang ibu terbaring tak berdaya di atas ranjang rumah sakit dengan wajah pucat. Dokter sudah memeriksa kondisi ibuny
Di dalam kamar Noura terlihat melamun. Bayangan akan tuduhan Dean membuatnya kesal. Namun, bukan itu saja yang membuatnya kini tak bisa tidur meski jam sudah menunjuk ke angka sebelas. Mengingat akan kondisi sang ibu membuat rasa kesalnya tertupi perasaan sedih.Bukan kecapean yang dokter katakan sebagai penyebab ibunya sakit. Tapi, penyakit lain yang membuat Noura semakin kuat untuk mencari pekerjaan baru. "Ibu Anda terindikasi kena penyakit gula. Hasil cek lab menunjukkan jika penyakit tersebut sudah menggerogoti beliau."Kalimat yang dokter ucapkan membuat Noura teringat akan kondisi fisik ibunya yang semakin hari semakin kurus. "Kenapa aku tidak menyadari itu?" gumam Noura sedih. Sekarang ia harus merayu ibunya untuk tidak bekerja terlalu capek. Tapi, satu yang utama, ada faktor stress yang diduga menjadi pemicu penyakit itu hadir. Dan hal tersebut membuat Noura khawatir. 'Apa yang sebenarnya ibu pikirkan hingga membuatnya stress?' batin Noura bingung.'Apakah penyakit yang Ad
Noura benar-benar tidak mengerti dengan kondisi tubuhnya saat ini. Belum selesai ia membersihkan ruang keluarga, mendadak ia merasa pusing. Hampir ia terjatuh ketika hendak menuruni tangga. Beruntung Alton ada di sana ketika kakinya terpeleset anak tangga terakhir. "Apakah Anda baik-baik saja, Nona?" tanya lelaki paruh baya itu menatap istri tuannya dengan ekspresi yang tak pernah berubah, datar. "Aku tidak tahu, Alton. Tapi, kepalaku mendadak sakit," ucap Noura sembari memijat pelipisnya. "Apakah Anda sudah sarapan? Sepertinya tadi saya melihat Anda hanya menemani tuan makan.""Sudah. Setelah Dean pergi, aku menyempatkan untuk makan roti dan susu di belakang tadi.""Hanya roti?" Alton menatap tak percaya. "Dan susu," sahut Noura serius. "Mulutku tidak enak. Hanya roti yang bisa aku kunyah, dan itu pun tidak habis," sahut Noura meringis. Ia semakin merasakan nyeri di kepalanya. "Lebih baik Anda istirahat dulu, Nona. Saya akan minta pelayan membawakan obat."Noura berusaha menatap
Dean tiba di kediamannya saat makan malam sudah berlalu. Ia yang akhirnya jadi bertemu Renee dan teman-temannya, pulang bersama Mat, yang malam itu numpang karena mabuk. Dean sudah menurunkan Mat di pelataran apartemen milih sahabatnya itu. Meminta bantuan seorang security untuk membawa Mat ke kamarnya. Setelah itu ia pun pulang ke rumah. Di kediamannya yang megah Dean masih disambut oleh Alton dan seorang pelayan lain. Keduanya setia menunggunya pulang dengan berdiri di depan teras rumah. Baik Alton dan pelayan tersebut tampak tegang ketika Dean tiba. "Ada dengan kalian?" tanya Dean yang curiga dengan ekspresi dua orang karyawannya. Mereka masih berdiri di ruang tamu ketika jam di dinding sudah menunjukkan angka sebelas malam. "Tidak ada apa-apa, Tuan." Alton inisiatif menjawab. Namun, Dean tampaknya tak percaya. Sebab baru kali ini ia melihat ekspresi lain yang Alton tunjukkan. Karena sepanjang ia mengenal anak buahnya itu, ekspresi lelaki paruh baya yang sudah mengabdi di kel
Seperti hari-hari sebelumnya, Noura tetap menjalankan tugasnya menjadi 'pelayan' di rumah Dean. Meski belakangan kondisi tubuhnya tidak terlalu fit karena kehamilan yang tengah ia alami, ia tetap melakukan pekerjaannya dengan benar. Mengingat kabar yang dokter Jane sampaikan kemarin tentang kehamilannya tersebut, Noura sama sekali tidak menggubris untuk memeriksakan dirinya ke dokter spesialis kandungan. Ia justru menyesal karena keteledorannya yang terlambat mengkonsumsi pil pencegah kehamilan sehingga ada calon anak dari laki-laki yang ia benci. "Kenapa saya bisa hamil, Dok? Padahal saya meminum pil KB setiap hari." Noura bertanya pada dokter setelah selesai diberi tahu ada janin di dalam rahimnya. "Kamu meminum pil KB?" Jane sempat kaget semalam. "Iya.""Setiap malam?"Kembali Noura mengangguk, memastikan jika dirinya tak pernah terlewat mengkonsumsi pil tersebut. Saat itu Jane langsung menuliskan beberapa catatan di buku kecil seperti memo, yang kemudian diberikan kepada Nour