Seperti hari-hari sebelumnya, Noura tetap menjalankan tugasnya menjadi 'pelayan' di rumah Dean. Meski belakangan kondisi tubuhnya tidak terlalu fit karena kehamilan yang tengah ia alami, ia tetap melakukan pekerjaannya dengan benar. Mengingat kabar yang dokter Jane sampaikan kemarin tentang kehamilannya tersebut, Noura sama sekali tidak menggubris untuk memeriksakan dirinya ke dokter spesialis kandungan. Ia justru menyesal karena keteledorannya yang terlambat mengkonsumsi pil pencegah kehamilan sehingga ada calon anak dari laki-laki yang ia benci. "Kenapa saya bisa hamil, Dok? Padahal saya meminum pil KB setiap hari." Noura bertanya pada dokter setelah selesai diberi tahu ada janin di dalam rahimnya. "Kamu meminum pil KB?" Jane sempat kaget semalam. "Iya.""Setiap malam?"Kembali Noura mengangguk, memastikan jika dirinya tak pernah terlewat mengkonsumsi pil tersebut. Saat itu Jane langsung menuliskan beberapa catatan di buku kecil seperti memo, yang kemudian diberikan kepada Nour
Siapapun orang yang melihat Noura berpakaian sepertinya saat ini, pasti tak akan menyangka jika ia adalah istri dari si pemilik rumah. Sebutan pelayan adalah sesuatu yang pantas sebab seragam hitam putih yang ia kenakan persis sama seperti pelayan di istana megah pada bangsawan. Membiarkan Renee mengobrol dengan Dean, suaminya, Noura memilih untuk diam di kamarnya sendiri. Ia memutuskan akan keluar setelah wanita itu pergi. Bukan karena Noura malu sebab berpenampilan seperti sekarang. Tapi, ia hanya tak mau kehadirannya membuat dua orang itu malah bernostalgia tentang Rachel. Noura tak mau Dean menjadi bersemangat untuk terus menerus menuduhnya sebagai seorang pembunuh. "Tanpa kemunculan perempuan itu saja, dia masih belum bisa melupakan kepergian Rachel. Apalagi sekarang?" kata Noura pada dirinya sendiri. "Harus banyak bersabar, Noura. Kehidupan normal-mu sudah selesai, kini berganti dengan kehidupan penuh liku dan kelok."Noura harus menyemangati dirinya sendiri agar tetap waras
Pada akhirnya Noura mau memeriksakan kondisi kehamilannya ke dokter spesialis kandungan di salah satu rumah sakit besar yang ada di pusat kota. Diantar oleh Kenz sebab tak sengaja ia bertemu dengan kawannya itu saat turun dari taksi online, ia kini duduk di depan seorang dokter wanita yang cantik, ramah, dan keibuan. Pemeriksaan baru akan dilakukan setelah dokter menanyakan beberapa pertanyaan kepada Noura. "Anda sendiri saja, Bu Noura? Suami tidak ikut?" tanya sang dokter sembari membaca catatan yang Noura berikan, yang sebelumnya ia dapat dari Jane. "Tidak, Dok. Suami saya masih sibuk bekerja. Tidak bisa izin karena lagi banyak kerjaan." Noura berkata bohong. "Di luar memang siapa, Bu? Bukannya tadi Ibu sama seorang pria, yah?" Tiba-tiba asisten dokter nyeletuk. Dokter wanita di depan Noura sontak melirik ke arahnya, tampak tersenyum karena ia juga penasaran. "Oh, itu teman saya. Kebetulan ia sedang menjenguk salah seorang kolega yang dirawat di rumah sakit ini." Entah benar a
Taksi online yang Noura naiki tiba-tiba mengerem mendadak, yang membuat perempuan itu kaget dan hampir kepalanya kejedot sandaran bangku pengemudi. "Ada apa, Pak?" tanya Noura merasa bersyukur karena tidak sampai terjadi kecelakaan. "Di depan ada yang ngehadang, Bu," ucap sang sopir terlihat kesal tapi juga panik. "Ngehadang gimana?" tanya Noura yang ikut mencoba menatap jalan di depan.Di sana tampak mobil mewah berwarna hitam yang Noura kenal.'Dean,' gumamnya tak percaya. "Ibu kenal sama yang punya mobil?" tanya sopir itu melongok ke belakang, menatap Noura. Noura mengangguk yakin. "Sepertinya begitu.""Jadi, apa yang harus saya lakukan?" Sang sopir kembali bertanya sambil mengawasi mobil yang menghadang mobilnya. "Biarkan saja dulu, Pak. Kalau gak ada yang turun atau nyamperin ke sini, kita jalan lagi aja."Sekian detik berlalu dengan kedua mobil yang sama-sama diam. Namun, ketika Noura akan meminta sopir taksi online melanjutkan perjalanan dan diminta melewati mobil Dean, p
"Kau menghinaku? Bagaimana mungkin aku punya perusahaan periklanan yang masih kecil seperti itu." Dean menatap Noura kesal. Wajahnya terlihat sombong. "Kalau bukan karena perusahaan itu milikmu, lantas dari mana kamu tahu adikku bekerja di sana?""Tak penting kau tahu. Intinya pendapatan yang adikmu dapatkan untuk membiayai hidupnya saja masih kurang, lalu bagaimana bisa ia membiayai seorang anak nantinya."Noura membuang pandangannya ke arah lain. Jujur saja ia ingin tertawa sebab penghinaan yang Dean layangkan. Namun, sepertinya lelaki itu terlalu lama hidup dalam gelimang harta sehingga menganggap bahwa uang gaji yang karyawan seperti Harry dapatkan tidak akan mampu menghidupi seluruh kebutuhan keluarga. "Sekali-kali lihat ke bawah supaya kamu tahu bahwa kami masih bisa hidup meski hanya dengan uang seratus ribu untuk bertiga."Dean mendengar nyinyiran yang Noura lontarkan. Ia jelas tersinggung karena dianggap seseorang yang hanya melihat semuanya secara berlebihan. "Untuk apa a
Tidak diberi izin oleh Dean, Noura kemudian meminta Kenz untuk menemani ibu dan adiknya, Harry, di rumah sakit. "Apa lelaki itu benar-benar gila sampai kamu tidak diberi izin menemui adikmu sendiri?"Kenz marah-marah ketika mengetahui kabar yang Noura sampaikan. Bukan ia kesal pada temannya itu, tapi marah pada Dean yang sama sekali tidak memiliki empati sebagai seorang kakak ipar. "Tak perlu dibahas, Kenz. Itu hanya akan membuatku kesal terus.""Kamu memang pantas kesal. Lelaki itu, ah, entahlah. Harus gimana lagi aku bicara, kamu gak akan dengerin aku juga.""Ya, maafkan aku. Andai saja aku tidak menikah dengannya, mungkin aku tidak akan mendapatkan kesulitan seperti ini." Noura berkata pilu. "Kamu gak perlu malu jika ingin bercerai darinya sekarang. Aku akan dengan senang hati membantu membesarkan anakmu."Ada kekeh suara terdengar di telinga Kenz saat ia bicara seolah ingin bertanggung jawab atas kehamilan Noura. "Kamu terlalu baik untukku dan itu sungguh sesuatu yang sangat b
Noura melihat Dean berjalan dari arah anak tangga. Suaminya itu sepertinya baru dari lantai bawah untuk mengambil minuman yang baru. 'Entah sudah berapa banyak dia minum. Tapi, anehnya ekspresinya masih normal. Sepertinya dia benar-benar seorang peminum,' batin Noura dengan tatapan matanya mengarah pada botol berwarna hitam di tangan Dean. "Apa maksud kamu?" tanya Noura setelah Dean berdiri tepat di depannya. "Kau masih belum tidur di malam yang sudah larut ini, apalagi kalau bukan mau mengatakan hal yang sama." Dean sungguh lelaki yang pintar, dia bisa menebak dengan tepat apa yang mau Noura bicarakan. Melihat sikap diam sang istri, sontak membuat Dean terdiam. Ia terlihat menggeleng sembari tersenyum, lalu sedetik kemudian berjalan melewatinya. "Dean, tunggu! Tolong beri aku izin," ucap Noura memohon. Ia berbalik dan menatap Dean dengan kedua mata berkaca-kaca. Dean yang sudah duduk di sofa panjang tampak meletakkan botol minumannya di atas meja. "Keputusanku tak akan berubah
Noura seketika menangis, menjerit seolah menahan sakit. Dean yang sudah akan melampiaskan hasratnya, sontak berhenti dan terdiam menatap istrinya itu. "Sakit .... Perutku sakit."Tiba-tiba Noura memegang perutnya. Peluh dan air mata sudah mulai mengucur seiring erangan kesakitan yang keluar dari mulutnya. Dean yang mendadak peduli, tampak membeku saat menatap Noura yang meringkuk di atas sofa. "Ada apa? Jangan bersandiwara di depanku." Meski nadanya sinis, tapi Dean mendadak khawatir. "Dean, perutku sakit.""Jangan pura-pura. Kau hanya mau menghindar dariku bukan?""Tidak." Noura menggeleng. "Tolong aku, Dean," lanjutnya memohon. Ekspresi Dean tiba-tiba berubah. Di mana sebelumnya ia merasa cemas, kini ia berpikir jika Noura hanya sedang berakting dan berniat menipunya. Namun, saat Dean hendak menarik tangan Noura, seketika ia tersadar bila kondisi Noura saat ini bukan sebuah tipuan. Istrinya itu betul-betul kesakitan. Hal itu terlihat jelas ketika Dean melihat ada darah yang me