Restoran di mana saat ini Noura berada terlihat begitu lengang. Belum banyak orang yang datang untuk bersantap siang. Noura sendiri duduk di sana sebab menunggu seseorang. Bersama secangkir kopi karamel, Noura tampak gelisah sembari sesekali melihat ponsel di tangannya.
"Sorry! Nunggu lama, yah?" Tiba-tiba terdengar suara seorang lelaki dari arah belakang Noura. Lelaki kisaran usia tiga puluhan itu tersenyum saat Noura menengok padanya. "Enggak kok! Kopi aku aja belum habis," jawab Noura sambil mengajak lelaki itu duduk. "Aku yang seharusnya minta maaf karena udah bikin kamu datang ke sini, Kenz," lanjut Noura dengan wajah menyesal. "Ah, santai saja. Kamu kaya kita baru kenal kemarin. Sok-sok'an gak enak." Lelaki bernama Kenz itu pun duduk, lalu memanggil seorang waiters untuk memesan sesuatu. "Es cappucino satu," ucap Kenz yang langsung direspon anggukan sang waiters. Setelah pelayan perempuan itu pergi, Kenz tampak bersiap saat Noura sudah akan membuka mulutnya. "Kenapa kamu senang sekali minum es?" "Kamu kenal aku, Noura. Aku tidak bisa kalau tidak minum air dingin sehari saja. Lagipula tidak ada yang melarang orang untuk meminum air dingin atau air es bukan?" "Ya, aku tahu. Tapi, sebagai kawan aku perlu mengingatkan supaya kamu mengurangi minum-minuman yang kurang baik. Kamu terlalu sering meminum minuman mengandung gula." "Baiklah. Aku akan mencoba nanti. Tapi, untuk sekarang beri aku kesempatan, Noura," ucap Kenz tersenyum. "Ya, terserah kamu saja. Kamu bukan anak kecil lagi yang masih harus selalu diberi nasehat." Keduanya lantas tertawa bersama demi mendengar kalimat Noura yang persis sama seperti seorang ibu yang kesal karena tingkah anaknya yang tidak mau mendengarkan. "Jadi, bagaimana kabarmu? Maaf karena saat kamu dipecat aku sedang tugas di luar kota." "Untuk apa kamu meminta maaf. Kamu enggak salah, Kenz." "Ya, aku tahu. Tapi, setidaknya aku akan membelamu saat ketidakadilan terjadi di depanku." Mendengar ucapan Kenz, Noura tetiba tertawa, membuat lelaki di depannya itu menaikkan sebelah alisnya. "Apakah ada yang lucu?" "Ya, menurutku kamu lucu. Kamu atau kita berdua ini siapa bagi mereka. Tanpa ada aku di sana, stasiun TV itu masih tetap berjalan." "Tapi, kamu sangat berkompeten, Noura. Mereka membutuhkan pegawai sepertimu." "Kenz, masih banyak orang-orang berkompeten yang bisa mereka rekrut untuk menggantikan posisiku." "Tapi, Noura ...." "Sudahlah, Kenz. Aku tidak mau lagi membahas masalah itu. Ada hal yang tidak kamu tahu tentang pemecatan diriku. Jadi, lebih baik kita tidak usah membahasnya. Lagipula, aku mengajakmu bertemu hari ini untuk membicarakan hal lain," ujar Noura tepat saat seorang pelayan wanita datang membawa minuman pesanan Kenz. "Terima kasih," ucap Kenz pada pelayan tersebut. Pelayan itu terlihat mengangguk, lalu pergi. Kenz kemudian mengambil gelas berisi es cappucino dan menariknya lebih dekat ke arahnya. Sesaat ia menyeruput minuman tersebut, lalu menatap Noura yang tengah memperhatikannya. "Apa yang kamu butuhkan?" tanya Kenz yang sepertinya tahu apa yang Noura mau katakan. Wanita itu tampak menarik napas pelan, lalu mengembuskannya sama pelan. "Aku butuh pekerjaan." Kenz terlihat terkejut demi mendengar ucapan Noura. "Apa aku tidak salah dengar, Noura? Wanita sepertimu sangat mudah mendapatkan pekerjaan yang sesuai keinginanmu. Skill yang kamu miliki pastinya menjadi daya tarik bagi banyak perusahaan." "Tapi, pada kenyataannya tidak, Kenz." Noura menjawab lemah. "Apa maksudmu?" Sebetulnya Noura tak mau membicarakan hal yang ia butuhkan saat ini kepada orang lain. Tapi, pikiran Noura sudah buntu. Beberapa teman sudah ia mintai tolong, tapi tak ada yang bisa membantunya. Satu-satunya harapan yang ia miliki saat ini adalah Kenz. Lelaki yang memiliki jabatan yang lumayan, juga teman yang pastinya banyak, membuat Noura berpikir untuk meminta bantuan lelaki tersebut. "Dean membuatku kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai bidangku." Mendengar nama pengusaha kaya raya yang Kenz tahu kini telah menjadi suami temannya itu, membuatnya mengerutkan kening. "Ada hal yang belum sempat aku tanyakan setelah pernikahanmu. Bagaimana kabarmu setelah menjadi istri seorang Dean Waverly?" Ada raut kesedihan yang tampak di wajah Kenz saat ia mengingat status Noura sekarang. "Seperti pernikahan pada umumnya, itulah yang terjadi pada pernikahanku." "Jangan berbohong, Noura. Aku tahu Dean adalah kekasih Rachel. Bahkan semua orang tahu itu. Saat pernikahan kalian terjadi pun banyak orang yang membicarakanmu." "Haha, itu sudah pasti. Sekian minggu aku menjadi topik hangat di kalangan para penggosip." Ada kekehan Noura yang terdengar menyedihkan di telinga Kenz. "Apa yang terjadi sebenarnya? Apakah kamu bahagia menjadi istrinya? Atau sebetulnya ada sesuatu yang kamu sembunyikan?" Noura terlihat diam. Ia kemudian mengalihkan wajahnya saat Kenz terus menatapnya. "Apakah Dean mengancammu?" ** Tidak mau membuat Dean kesal untuk kesekian kalinya, Noura pulang jauh sebelum suaminya itu sampai rumah. Rumah masih terlihat lengang seperti biasanya saat Noura menginjakkan kakinya di ruang tamu. Hanya ada para pekerja yang masih sibuk dengan tugas masing-masing. Mereka tampak tak peduli ketika ia datang. Menurut Noura, mereka pastinya bingung bagaimana bersikap ketika bertemu dengannya. Setelah mengganti pakaiannya, Noura pun bergegas menuju halaman belakang. Sore ini ia diberi tugas oleh Alton untuk membersihkan area taman dan kolam renang. "Selamat sore, Nona. Anda sudah kembali?" tanya lelaki paruh baya itu ketika Noura muncul sembari membawa alat-alat pembersih di tangannya. "Sore, Alton. Maaf kalau saya sedikit terlambat." "Tuan Dean belum kembali itu artinya Anda masih aman. Tapi, Anda bisa kembali lebih awal lain kali. Sebab bisa saja tuan pulang lebih cepat sewaktu-waktu." "Ya, saya mengerti. Terima kasih karena sudah diingatkan," jawab Noura tersenyum. Setelah itu ia kembali sendiri sebab Alton pergi meninggalkannya. Meski keduanya tidak akrab, tapi Noura bersyukur karena lelaki itu masih mau peduli padanya untuk hal-hal tertentu. Terutama hal yang berhubungan dengan Dean. Sesaat kemudian Noura sudah berkutat dengan pekerjaannya. Membersihkan area kolam renang bukanlah sesuatu yang sulit baginya. Tapi, yang membuatnya kesal adalah beberapa daun baru ada yang jatuh di permukaan yang sudah dibersihkan. Saat Noura hendak mengambil daun yang berada tak jauh dari sisi kolam, tiba-tiba ada seseorang yang mendorongnya sehingga ia pun jatuh tercebur ke dalam kolam. Noura merasa terkejut. Ia gelagapan di dalam air kolam sebab ketidaksiapan dirinya. Kedua tangannya ia coba kibaskan ke atas permukaan kolam. Bukan niat meminta tolong, tetapi itu adalah bentuk usahanya menyelamatkan diri dengan menggerakkan kedua tangan dan kakinya. Namun, sepertinya ada yang salah menduga. Seseorang yang entah siapa, malah menariknya dari kolam dan kini membaringkannya di sisi kolam. Belum reda rasa kaget yang Noura alami karena terjatuh ke kolam, sekarang ia dibuat kaget dengan keberadaan Dean di depannya. "Dean! Apa yang kamu lakukan padaku?" Dengan napas tersengal Noura berkata. "Perempuan bodoh! Baru dipecat saja kau sudah mau mati? Apakah mentalmu hanya segitu saja?" "Siapa yang mau mati?" Kali ini Dean tidak menyahut. Ia hanya diam dengan mata yang kini beralih menatap lekukan tubuh Noura sebab pakaiannya yang basah. "Apa yang mau kamu lakukan?" pekik Noura ketika Dean tiba-tiba menindihnya. ***"Ternyata begini kelakuan seorang Dean Waverly yang orang di luar sana tidak tahu."Suara seorang lelaki muncul tiba-tiba ketika Dean hendak memaksa Noura untuk berhubungan intim di area kolam renang. Dean yang sudah hampir melakukan tindakan tak senonoh kepada Noura, seketika menghentikan aksinya begitu mendengar suara orang yang dikenalnya. Di bawahnya, sang istri terlihat terisak menahan tangis. Beruntung aksi Dean belum sampai membuat pakaian Noura terbuka sehingga membuat wanita itu sedikit lega. "Mau apa kamu ke sini? Tidak bisakah kamu memberi tahuku jika akan datang?" tanya Dean kesal. Ia lantas mengusir Noura dengan lirikan dari ekor matanya. Lelaki yang tiba-tiba muncul tadi, tak lepas memandang Noura yang berjalan melewatinya. "Jangan macam-macam, Mat! Wanita itu milikku." Dean terlihat tak suka saat lelaki di depannya masih terus mengawasi Noura yang sudah masuk ke dalam rumah. "Wah! Apa aku tidak salah dengar, Dean? Apa kamu mulai menyukai istri pura-puramu itu?" tan
Pagi-pagi sekali Dean sudah berangkat ke kantor. Sarapan yang sudah para pelayan siapkan sampai tak disentuhnya. Noura yang melihat suaminya berangkat, tampak lega. 'Setidaknya aku bisa sedikit santai saat ia tak ada,' pikir Noura yang pagi itu tengah mengelap jendela. "Biar saya yang lanjutkan, Nona Noura." Salah seorang pelayan mencoba mengambil alih pekerjaan yang sedang Noura kerjakan. Beberapa pelayan memang membantu Noura saat Dean tak ada. Tapi, hal itu tidak mereka lakukan bila sang tuan ada di rumah. "Tidak perlu. Biar aku saja yang kerjakan. Kamu bisa mengerjakan pekerjaanmu sendiri." Noura tak pernah mau membuat pelayan berada dalam kesulitan. Jika itu memang tugas Noura, maka ia akan lakukannya sampai usai. "Tapi, Nona ....""Tidak apa-apa. Ini masih pagi, hitung-hitung aku berolahraga."Pelayan tadi akhirnya pergi melanjutkan pekerjaannya setelah Noura menolak dibantu. Tak berapa lama Alton muncul dan menyampaikan sesuatu kepada Noura. "Tuan Dean berpesan supaya And
Sepanjang perjalanan menuju kantor, baik Dean atau Noura keduanya sama-sama diam. Setelah pertemuan tak terduga antara Noura, Dean, dan Kenz, suasana di dalam mobil tersebut terasa lain. Tak bisa Noura bayangkan apa yang ada di dalam pikiran Dean sekarang setelah Kenz memberinya sejumlah uang. 'Ia tak peduli bukan? Bukankah itu yang ia katakan dalam kesepakatan hubungan kami?' benak Noura berkata meski hatinya merasa ketar ketir. "Apakah kamu sudah menjadi seorang perempuan bayaran sekarang?" Di tengah usaha Noura yang mencoba menenangkan hatinya, ucapan Dean yang tiba-tiba membuatnya terperangah. "Apa yang kamu katakan barusan?" tanya Noura sembari menengok dan menatap suaminya itu. "Dua puluh juta. Jadi, lelaki itu membayarmu segitu?"Noura masih tak mengerti dengan kalimat Dean. "Apa maksudmu?"Perlahan Dean mengubah posisi duduknya. Kali ini ia menatap wajah Noura yang terlihat bingung. "Dua puluh juta untuk pelayanan berapa jam? Satu jam, dua jam, atau seharian?"Plak! En
Renee Abigail, itulah nama perempuan yang saat ini terlihat bahagia ketika berbicara dengan Dean. Dia adalah saudara kembar Rachel, sahabat Noura, yang selama ini tinggal di luar negeri. Noura tak pernah kenal dengan sosok Renee. Bahkan saat melihatnya pun Noura tidak bisa langsung menebak jika Renee ada hubungan darah dengan Rachel. Persahabatannya dengan Rachel ternyata tidak sedekat yang selama ini ia bayangkan. Rachel memang sahabatnya, tapi untuk urusan keluarga, gadis itu terlampau tertutup. "Aku punya saudara kembar, Noura. Tapi, ia tinggal di luar negeri dan dibesarkan oleh kakak mamaku. Mereka tak punya anak, sebab itu meminta mama untuk merelakan putrinya untuk dibesarkan oleh mereka."Hanya itu yang Noura ingat. Tapi, siapa dan bagaimana wajahnya, Rachel tak pernah mau cerita atau berbagi. "Kamu kenapa bekerja di sana?" tanya Dean membuyarkan lamunan Noura. Awalnya Dean tak mau menerima tawaran wawancara dari stasiun TV tempat di mana almarhumah tunangannya bekerja, tet
Saat ini Noura sudah berada di dalam ruangan UGD di salah satu rumah sakit. Ia dikabari oleh Harry, adiknya, kalau sang ibu pingsan ketika sedang berjualan di pasar. "Kenapa ibu masih belum sadar, Har?" Noura terlihat cemas. Baru kali ini ia melihat ibunya jatuh pingsan. Selama ini ia mengenal bahwa sang ibu adalah wanita tersehat dan paling tangguh yang pernah dikenal.Ibu Noura jarang sekali sakit. Bahkan, ia tak pernah memiliki riwayat sakit yang biasanya dialami para perempuan yang sudah menginjak usia sepuh. Wanita yang tahun ini menginjak usia lima puluh lima tahun itu bahkan tidak menangis ketika laki-laki paling dicintainya itu meninggal dunia. Itulah mengapa Noura menilai jika ibunya adalah wanita paling tangguh. Ketika merawat adik bungsunya saja, ibunya bisa melewati semuanya dengan senyum dan penuh kesabaran. Namun, saat ini semuanya itu seolah tak berarti. Sang ibu terbaring tak berdaya di atas ranjang rumah sakit dengan wajah pucat. Dokter sudah memeriksa kondisi ibuny
Di dalam kamar Noura terlihat melamun. Bayangan akan tuduhan Dean membuatnya kesal. Namun, bukan itu saja yang membuatnya kini tak bisa tidur meski jam sudah menunjuk ke angka sebelas. Mengingat akan kondisi sang ibu membuat rasa kesalnya tertupi perasaan sedih.Bukan kecapean yang dokter katakan sebagai penyebab ibunya sakit. Tapi, penyakit lain yang membuat Noura semakin kuat untuk mencari pekerjaan baru. "Ibu Anda terindikasi kena penyakit gula. Hasil cek lab menunjukkan jika penyakit tersebut sudah menggerogoti beliau."Kalimat yang dokter ucapkan membuat Noura teringat akan kondisi fisik ibunya yang semakin hari semakin kurus. "Kenapa aku tidak menyadari itu?" gumam Noura sedih. Sekarang ia harus merayu ibunya untuk tidak bekerja terlalu capek. Tapi, satu yang utama, ada faktor stress yang diduga menjadi pemicu penyakit itu hadir. Dan hal tersebut membuat Noura khawatir. 'Apa yang sebenarnya ibu pikirkan hingga membuatnya stress?' batin Noura bingung.'Apakah penyakit yang Ad
Noura benar-benar tidak mengerti dengan kondisi tubuhnya saat ini. Belum selesai ia membersihkan ruang keluarga, mendadak ia merasa pusing. Hampir ia terjatuh ketika hendak menuruni tangga. Beruntung Alton ada di sana ketika kakinya terpeleset anak tangga terakhir. "Apakah Anda baik-baik saja, Nona?" tanya lelaki paruh baya itu menatap istri tuannya dengan ekspresi yang tak pernah berubah, datar. "Aku tidak tahu, Alton. Tapi, kepalaku mendadak sakit," ucap Noura sembari memijat pelipisnya. "Apakah Anda sudah sarapan? Sepertinya tadi saya melihat Anda hanya menemani tuan makan.""Sudah. Setelah Dean pergi, aku menyempatkan untuk makan roti dan susu di belakang tadi.""Hanya roti?" Alton menatap tak percaya. "Dan susu," sahut Noura serius. "Mulutku tidak enak. Hanya roti yang bisa aku kunyah, dan itu pun tidak habis," sahut Noura meringis. Ia semakin merasakan nyeri di kepalanya. "Lebih baik Anda istirahat dulu, Nona. Saya akan minta pelayan membawakan obat."Noura berusaha menatap
Dean tiba di kediamannya saat makan malam sudah berlalu. Ia yang akhirnya jadi bertemu Renee dan teman-temannya, pulang bersama Mat, yang malam itu numpang karena mabuk. Dean sudah menurunkan Mat di pelataran apartemen milih sahabatnya itu. Meminta bantuan seorang security untuk membawa Mat ke kamarnya. Setelah itu ia pun pulang ke rumah. Di kediamannya yang megah Dean masih disambut oleh Alton dan seorang pelayan lain. Keduanya setia menunggunya pulang dengan berdiri di depan teras rumah. Baik Alton dan pelayan tersebut tampak tegang ketika Dean tiba. "Ada dengan kalian?" tanya Dean yang curiga dengan ekspresi dua orang karyawannya. Mereka masih berdiri di ruang tamu ketika jam di dinding sudah menunjukkan angka sebelas malam. "Tidak ada apa-apa, Tuan." Alton inisiatif menjawab. Namun, Dean tampaknya tak percaya. Sebab baru kali ini ia melihat ekspresi lain yang Alton tunjukkan. Karena sepanjang ia mengenal anak buahnya itu, ekspresi lelaki paruh baya yang sudah mengabdi di kel