Restoran di mana saat ini Noura berada terlihat begitu lengang. Belum banyak orang yang datang untuk bersantap siang. Noura sendiri duduk di sana sebab menunggu seseorang. Bersama secangkir kopi karamel, Noura tampak gelisah sembari sesekali melihat ponsel di tangannya.
"Sorry! Nunggu lama, yah?" Tiba-tiba terdengar suara seorang lelaki dari arah belakang Noura. Lelaki kisaran usia tiga puluhan itu tersenyum saat Noura menengok padanya. "Enggak kok! Kopi aku aja belum habis," jawab Noura sambil mengajak lelaki itu duduk. "Aku yang seharusnya minta maaf karena udah bikin kamu datang ke sini, Kenz," lanjut Noura dengan wajah menyesal. "Ah, santai saja. Kamu kaya kita baru kenal kemarin. Sok-sok'an gak enak." Lelaki bernama Kenz itu pun duduk, lalu memanggil seorang waiters untuk memesan sesuatu. "Es cappucino satu," ucap Kenz yang langsung direspon anggukan sang waiters. Setelah pelayan perempuan itu pergi, Kenz tampak bersiap saat Noura sudah akan membuka mulutnya. "Kenapa kamu senang sekali minum es?" "Kamu kenal aku, Noura. Aku tidak bisa kalau tidak minum air dingin sehari saja. Lagipula tidak ada yang melarang orang untuk meminum air dingin atau air es bukan?" "Ya, aku tahu. Tapi, sebagai kawan aku perlu mengingatkan supaya kamu mengurangi minum-minuman yang kurang baik. Kamu terlalu sering meminum minuman mengandung gula." "Baiklah. Aku akan mencoba nanti. Tapi, untuk sekarang beri aku kesempatan, Noura," ucap Kenz tersenyum. "Ya, terserah kamu saja. Kamu bukan anak kecil lagi yang masih harus selalu diberi nasehat." Keduanya lantas tertawa bersama demi mendengar kalimat Noura yang persis sama seperti seorang ibu yang kesal karena tingkah anaknya yang tidak mau mendengarkan. "Jadi, bagaimana kabarmu? Maaf karena saat kamu dipecat aku sedang tugas di luar kota." "Untuk apa kamu meminta maaf. Kamu enggak salah, Kenz." "Ya, aku tahu. Tapi, setidaknya aku akan membelamu saat ketidakadilan terjadi di depanku." Mendengar ucapan Kenz, Noura tetiba tertawa, membuat lelaki di depannya itu menaikkan sebelah alisnya. "Apakah ada yang lucu?" "Ya, menurutku kamu lucu. Kamu atau kita berdua ini siapa bagi mereka. Tanpa ada aku di sana, stasiun TV itu masih tetap berjalan." "Tapi, kamu sangat berkompeten, Noura. Mereka membutuhkan pegawai sepertimu." "Kenz, masih banyak orang-orang berkompeten yang bisa mereka rekrut untuk menggantikan posisiku." "Tapi, Noura ...." "Sudahlah, Kenz. Aku tidak mau lagi membahas masalah itu. Ada hal yang tidak kamu tahu tentang pemecatan diriku. Jadi, lebih baik kita tidak usah membahasnya. Lagipula, aku mengajakmu bertemu hari ini untuk membicarakan hal lain," ujar Noura tepat saat seorang pelayan wanita datang membawa minuman pesanan Kenz. "Terima kasih," ucap Kenz pada pelayan tersebut. Pelayan itu terlihat mengangguk, lalu pergi. Kenz kemudian mengambil gelas berisi es cappucino dan menariknya lebih dekat ke arahnya. Sesaat ia menyeruput minuman tersebut, lalu menatap Noura yang tengah memperhatikannya. "Apa yang kamu butuhkan?" tanya Kenz yang sepertinya tahu apa yang Noura mau katakan. Wanita itu tampak menarik napas pelan, lalu mengembuskannya sama pelan. "Aku butuh pekerjaan." Kenz terlihat terkejut demi mendengar ucapan Noura. "Apa aku tidak salah dengar, Noura? Wanita sepertimu sangat mudah mendapatkan pekerjaan yang sesuai keinginanmu. Skill yang kamu miliki pastinya menjadi daya tarik bagi banyak perusahaan." "Tapi, pada kenyataannya tidak, Kenz." Noura menjawab lemah. "Apa maksudmu?" Sebetulnya Noura tak mau membicarakan hal yang ia butuhkan saat ini kepada orang lain. Tapi, pikiran Noura sudah buntu. Beberapa teman sudah ia mintai tolong, tapi tak ada yang bisa membantunya. Satu-satunya harapan yang ia miliki saat ini adalah Kenz. Lelaki yang memiliki jabatan yang lumayan, juga teman yang pastinya banyak, membuat Noura berpikir untuk meminta bantuan lelaki tersebut. "Dean membuatku kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai bidangku." Mendengar nama pengusaha kaya raya yang Kenz tahu kini telah menjadi suami temannya itu, membuatnya mengerutkan kening. "Ada hal yang belum sempat aku tanyakan setelah pernikahanmu. Bagaimana kabarmu setelah menjadi istri seorang Dean Waverly?" Ada raut kesedihan yang tampak di wajah Kenz saat ia mengingat status Noura sekarang. "Seperti pernikahan pada umumnya, itulah yang terjadi pada pernikahanku." "Jangan berbohong, Noura. Aku tahu Dean adalah kekasih Rachel. Bahkan semua orang tahu itu. Saat pernikahan kalian terjadi pun banyak orang yang membicarakanmu." "Haha, itu sudah pasti. Sekian minggu aku menjadi topik hangat di kalangan para penggosip." Ada kekehan Noura yang terdengar menyedihkan di telinga Kenz. "Apa yang terjadi sebenarnya? Apakah kamu bahagia menjadi istrinya? Atau sebetulnya ada sesuatu yang kamu sembunyikan?" Noura terlihat diam. Ia kemudian mengalihkan wajahnya saat Kenz terus menatapnya. "Apakah Dean mengancammu?" ** Tidak mau membuat Dean kesal untuk kesekian kalinya, Noura pulang jauh sebelum suaminya itu sampai rumah. Rumah masih terlihat lengang seperti biasanya saat Noura menginjakkan kakinya di ruang tamu. Hanya ada para pekerja yang masih sibuk dengan tugas masing-masing. Mereka tampak tak peduli ketika ia datang. Menurut Noura, mereka pastinya bingung bagaimana bersikap ketika bertemu dengannya. Setelah mengganti pakaiannya, Noura pun bergegas menuju halaman belakang. Sore ini ia diberi tugas oleh Alton untuk membersihkan area taman dan kolam renang. "Selamat sore, Nona. Anda sudah kembali?" tanya lelaki paruh baya itu ketika Noura muncul sembari membawa alat-alat pembersih di tangannya. "Sore, Alton. Maaf kalau saya sedikit terlambat." "Tuan Dean belum kembali itu artinya Anda masih aman. Tapi, Anda bisa kembali lebih awal lain kali. Sebab bisa saja tuan pulang lebih cepat sewaktu-waktu." "Ya, saya mengerti. Terima kasih karena sudah diingatkan," jawab Noura tersenyum. Setelah itu ia kembali sendiri sebab Alton pergi meninggalkannya. Meski keduanya tidak akrab, tapi Noura bersyukur karena lelaki itu masih mau peduli padanya untuk hal-hal tertentu. Terutama hal yang berhubungan dengan Dean. Sesaat kemudian Noura sudah berkutat dengan pekerjaannya. Membersihkan area kolam renang bukanlah sesuatu yang sulit baginya. Tapi, yang membuatnya kesal adalah beberapa daun baru ada yang jatuh di permukaan yang sudah dibersihkan. Saat Noura hendak mengambil daun yang berada tak jauh dari sisi kolam, tiba-tiba ada seseorang yang mendorongnya sehingga ia pun jatuh tercebur ke dalam kolam. Noura merasa terkejut. Ia gelagapan di dalam air kolam sebab ketidaksiapan dirinya. Kedua tangannya ia coba kibaskan ke atas permukaan kolam. Bukan niat meminta tolong, tetapi itu adalah bentuk usahanya menyelamatkan diri dengan menggerakkan kedua tangan dan kakinya. Namun, sepertinya ada yang salah menduga. Seseorang yang entah siapa, malah menariknya dari kolam dan kini membaringkannya di sisi kolam. Belum reda rasa kaget yang Noura alami karena terjatuh ke kolam, sekarang ia dibuat kaget dengan keberadaan Dean di depannya. "Dean! Apa yang kamu lakukan padaku?" Dengan napas tersengal Noura berkata. "Perempuan bodoh! Baru dipecat saja kau sudah mau mati? Apakah mentalmu hanya segitu saja?" "Siapa yang mau mati?" Kali ini Dean tidak menyahut. Ia hanya diam dengan mata yang kini beralih menatap lekukan tubuh Noura sebab pakaiannya yang basah. "Apa yang mau kamu lakukan?" pekik Noura ketika Dean tiba-tiba menindihnya. ***"Ternyata begini kelakuan seorang Dean Waverly yang orang di luar sana tidak tahu."Suara seorang lelaki muncul tiba-tiba ketika Dean hendak memaksa Noura untuk berhubungan intim di area kolam renang. Dean yang sudah hampir melakukan tindakan tak senonoh kepada Noura, seketika menghentikan aksinya begitu mendengar suara orang yang dikenalnya. Di bawahnya, sang istri terlihat terisak menahan tangis. Beruntung aksi Dean belum sampai membuat pakaian Noura terbuka sehingga membuat wanita itu sedikit lega. "Mau apa kamu ke sini? Tidak bisakah kamu memberi tahuku jika akan datang?" tanya Dean kesal. Ia lantas mengusir Noura dengan lirikan dari ekor matanya. Lelaki yang tiba-tiba muncul tadi, tak lepas memandang Noura yang berjalan melewatinya. "Jangan macam-macam, Mat! Wanita itu milikku." Dean terlihat tak suka saat lelaki di depannya masih terus mengawasi Noura yang sudah masuk ke dalam rumah. "Wah! Apa aku tidak salah dengar, Dean? Apa kamu mulai menyukai istri pura-puramu itu?" tan
Pagi-pagi sekali Dean sudah berangkat ke kantor. Sarapan yang sudah para pelayan siapkan sampai tak disentuhnya. Noura yang melihat suaminya berangkat, tampak lega. 'Setidaknya aku bisa sedikit santai saat ia tak ada,' pikir Noura yang pagi itu tengah mengelap jendela. "Biar saya yang lanjutkan, Nona Noura." Salah seorang pelayan mencoba mengambil alih pekerjaan yang sedang Noura kerjakan. Beberapa pelayan memang membantu Noura saat Dean tak ada. Tapi, hal itu tidak mereka lakukan bila sang tuan ada di rumah. "Tidak perlu. Biar aku saja yang kerjakan. Kamu bisa mengerjakan pekerjaanmu sendiri." Noura tak pernah mau membuat pelayan berada dalam kesulitan. Jika itu memang tugas Noura, maka ia akan lakukannya sampai usai. "Tapi, Nona ....""Tidak apa-apa. Ini masih pagi, hitung-hitung aku berolahraga."Pelayan tadi akhirnya pergi melanjutkan pekerjaannya setelah Noura menolak dibantu. Tak berapa lama Alton muncul dan menyampaikan sesuatu kepada Noura. "Tuan Dean berpesan supaya And
Sepanjang perjalanan menuju kantor, baik Dean atau Noura keduanya sama-sama diam. Setelah pertemuan tak terduga antara Noura, Dean, dan Kenz, suasana di dalam mobil tersebut terasa lain. Tak bisa Noura bayangkan apa yang ada di dalam pikiran Dean sekarang setelah Kenz memberinya sejumlah uang. 'Ia tak peduli bukan? Bukankah itu yang ia katakan dalam kesepakatan hubungan kami?' benak Noura berkata meski hatinya merasa ketar ketir. "Apakah kamu sudah menjadi seorang perempuan bayaran sekarang?" Di tengah usaha Noura yang mencoba menenangkan hatinya, ucapan Dean yang tiba-tiba membuatnya terperangah. "Apa yang kamu katakan barusan?" tanya Noura sembari menengok dan menatap suaminya itu. "Dua puluh juta. Jadi, lelaki itu membayarmu segitu?"Noura masih tak mengerti dengan kalimat Dean. "Apa maksudmu?"Perlahan Dean mengubah posisi duduknya. Kali ini ia menatap wajah Noura yang terlihat bingung. "Dua puluh juta untuk pelayanan berapa jam? Satu jam, dua jam, atau seharian?"Plak! En
Renee Abigail, itulah nama perempuan yang saat ini terlihat bahagia ketika berbicara dengan Dean. Dia adalah saudara kembar Rachel, sahabat Noura, yang selama ini tinggal di luar negeri. Noura tak pernah kenal dengan sosok Renee. Bahkan saat melihatnya pun Noura tidak bisa langsung menebak jika Renee ada hubungan darah dengan Rachel. Persahabatannya dengan Rachel ternyata tidak sedekat yang selama ini ia bayangkan. Rachel memang sahabatnya, tapi untuk urusan keluarga, gadis itu terlampau tertutup. "Aku punya saudara kembar, Noura. Tapi, ia tinggal di luar negeri dan dibesarkan oleh kakak mamaku. Mereka tak punya anak, sebab itu meminta mama untuk merelakan putrinya untuk dibesarkan oleh mereka."Hanya itu yang Noura ingat. Tapi, siapa dan bagaimana wajahnya, Rachel tak pernah mau cerita atau berbagi. "Kamu kenapa bekerja di sana?" tanya Dean membuyarkan lamunan Noura. Awalnya Dean tak mau menerima tawaran wawancara dari stasiun TV tempat di mana almarhumah tunangannya bekerja, tet
Saat ini Noura sudah berada di dalam ruangan UGD di salah satu rumah sakit. Ia dikabari oleh Harry, adiknya, kalau sang ibu pingsan ketika sedang berjualan di pasar. "Kenapa ibu masih belum sadar, Har?" Noura terlihat cemas. Baru kali ini ia melihat ibunya jatuh pingsan. Selama ini ia mengenal bahwa sang ibu adalah wanita tersehat dan paling tangguh yang pernah dikenal.Ibu Noura jarang sekali sakit. Bahkan, ia tak pernah memiliki riwayat sakit yang biasanya dialami para perempuan yang sudah menginjak usia sepuh. Wanita yang tahun ini menginjak usia lima puluh lima tahun itu bahkan tidak menangis ketika laki-laki paling dicintainya itu meninggal dunia. Itulah mengapa Noura menilai jika ibunya adalah wanita paling tangguh. Ketika merawat adik bungsunya saja, ibunya bisa melewati semuanya dengan senyum dan penuh kesabaran. Namun, saat ini semuanya itu seolah tak berarti. Sang ibu terbaring tak berdaya di atas ranjang rumah sakit dengan wajah pucat. Dokter sudah memeriksa kondisi ibuny
Di dalam kamar Noura terlihat melamun. Bayangan akan tuduhan Dean membuatnya kesal. Namun, bukan itu saja yang membuatnya kini tak bisa tidur meski jam sudah menunjuk ke angka sebelas. Mengingat akan kondisi sang ibu membuat rasa kesalnya tertupi perasaan sedih.Bukan kecapean yang dokter katakan sebagai penyebab ibunya sakit. Tapi, penyakit lain yang membuat Noura semakin kuat untuk mencari pekerjaan baru. "Ibu Anda terindikasi kena penyakit gula. Hasil cek lab menunjukkan jika penyakit tersebut sudah menggerogoti beliau."Kalimat yang dokter ucapkan membuat Noura teringat akan kondisi fisik ibunya yang semakin hari semakin kurus. "Kenapa aku tidak menyadari itu?" gumam Noura sedih. Sekarang ia harus merayu ibunya untuk tidak bekerja terlalu capek. Tapi, satu yang utama, ada faktor stress yang diduga menjadi pemicu penyakit itu hadir. Dan hal tersebut membuat Noura khawatir. 'Apa yang sebenarnya ibu pikirkan hingga membuatnya stress?' batin Noura bingung.'Apakah penyakit yang Ad
Noura benar-benar tidak mengerti dengan kondisi tubuhnya saat ini. Belum selesai ia membersihkan ruang keluarga, mendadak ia merasa pusing. Hampir ia terjatuh ketika hendak menuruni tangga. Beruntung Alton ada di sana ketika kakinya terpeleset anak tangga terakhir. "Apakah Anda baik-baik saja, Nona?" tanya lelaki paruh baya itu menatap istri tuannya dengan ekspresi yang tak pernah berubah, datar. "Aku tidak tahu, Alton. Tapi, kepalaku mendadak sakit," ucap Noura sembari memijat pelipisnya. "Apakah Anda sudah sarapan? Sepertinya tadi saya melihat Anda hanya menemani tuan makan.""Sudah. Setelah Dean pergi, aku menyempatkan untuk makan roti dan susu di belakang tadi.""Hanya roti?" Alton menatap tak percaya. "Dan susu," sahut Noura serius. "Mulutku tidak enak. Hanya roti yang bisa aku kunyah, dan itu pun tidak habis," sahut Noura meringis. Ia semakin merasakan nyeri di kepalanya. "Lebih baik Anda istirahat dulu, Nona. Saya akan minta pelayan membawakan obat."Noura berusaha menatap
Dean tiba di kediamannya saat makan malam sudah berlalu. Ia yang akhirnya jadi bertemu Renee dan teman-temannya, pulang bersama Mat, yang malam itu numpang karena mabuk. Dean sudah menurunkan Mat di pelataran apartemen milih sahabatnya itu. Meminta bantuan seorang security untuk membawa Mat ke kamarnya. Setelah itu ia pun pulang ke rumah. Di kediamannya yang megah Dean masih disambut oleh Alton dan seorang pelayan lain. Keduanya setia menunggunya pulang dengan berdiri di depan teras rumah. Baik Alton dan pelayan tersebut tampak tegang ketika Dean tiba. "Ada dengan kalian?" tanya Dean yang curiga dengan ekspresi dua orang karyawannya. Mereka masih berdiri di ruang tamu ketika jam di dinding sudah menunjukkan angka sebelas malam. "Tidak ada apa-apa, Tuan." Alton inisiatif menjawab. Namun, Dean tampaknya tak percaya. Sebab baru kali ini ia melihat ekspresi lain yang Alton tunjukkan. Karena sepanjang ia mengenal anak buahnya itu, ekspresi lelaki paruh baya yang sudah mengabdi di kel
"Mat bodoh, Noura." Sarah masih kesal dengan kelambatan Mat dalam berpikir. Untuk itu ia sengaja memberi tahukan semua orang tentang kekesalannya tersebut. "Sarah, apakah harus semua orang kamu beri tahu tentang masalah ini?" Mat ikutan kesal sekarang. Harga dirinya sebagai lelaki merasa direndahkan oleh kekasihnya itu. "Tidak. Aku hanya memberi tahu Dean dan Mat." Sarah terlihat berkilah. "Nanti ada yang datang, kau beri tahu juga?""Tidak." Sarah menjawab cepat. "Oh iya, Noura. Bisakah kita bicara berdua?" lanjut wanita itu seraya beranjak berdiri. Mat melihat Dean dengan ekspresi kesal yang masih belum hilang. "Dean, apakah sedang ada konspirasi saat ini antara dua wanita di depan kita?""Kamu ini bicara apa sih, Mat? Konspirasi apa?" Noura menyahut sambil tertawa geli. "Ya ... ini. Antara aku dan Sarah belum selesai bicara, tapi dia malah mengajakmu pergi. Aku yakin sekali, dia mau membicarakan atau menjelekkan aku padamu."Tidak hanya Noura, Sarah bahkan menatap tak percaya
Mat menatap Feli yang tengah ditenangkan oleh suaminya, Hans. Di sebelahnya Sarah menyenggol lengannya dengan pandangan kesal.'Apa?' gumam Mat pada kekasihnya itu, tidak paham apa yang terjadi. "Apakah Dean belum cerita pada kalian, bahwa Noura terindikasi kena sindrom baby blues?" Hans berkata pada sejoli di depannya. "Hah! Benarkah?" Sarah menyahut kaget. Di sampingnya —Mat, terlihat seperti orang bodoh dengan wajah bengong dan mata berkedip lambat. "Ya, saat di rumah sakit aku sudah menyadarinya. Ketika kalian asik mengobrol seru sembari melihat si kecil, saat itu aku mendapati kesedihan yang Noura alami.""Kenapa dia sedih?" Sarah tampak penasaran. "Itu karena doa Dean.""Doa Dean?" Mat dan Sarah berseru kompak. Dean yang namanya disebut, menengok pada kumpulan sahabatnya yang ada di ruang makan. Tatapannya curiga bahwa ia tengah dibicarakan. Namun, Mat memberi respon senyum seolah tidak terjadi apa-apa. Alhasil, Dean kembali berbincang seru dengan para kerabat yang mengunju
Seluruh penghuni kediaman Waverly sangat berbahagia dengan kehadiran bayi tampan nan lucu yang otomatis akan menjadi pewaris tunggal keluarga kaya tersebut. Kehadirannya di tengah-tengah keheningan rumah membuat bayi Dean dan Noura menjadi satu-satunya pusat perhatian. Feli dan Hans turut gembira dengan kebahagiaan yang terasa di rumah mewah tersebut. Bahkan, keduanya tidak sungkan menyambut para kerabat jauh Dean bersama Mat dan Sarah.Kedua pengusaha itu seperti memiliki chemistry satu sama lain, termasuk istri dan pacar mereka yang terlihat ramah dan cepat akrab. "Saya tidak menyangka bahwa rumah ini akan ramai." Alton, salah satu penghuni terlama di rumah tersebut tak bisa menyembunyikan kebahagiaan yang dirasakannya. "Kau beruntung, Alton, bisa menyaksikan ini semua," ujar Mat menimpali. "Ya, Tuan Mat. Andai saya dulu resign ketika Tuan dan Nyonya Waverly wafat, tentu saya tidak akan melihat ini semua. Betapa bahagianya Tuan Dean memiliki anak yang bahkan tidak pernah ia impi
"Itu tidak masalah. Berarti benar dia bahagia bukan?" Noura membalas ucapan Renee yang masih semangat memprovokasi. "Sekali lagi aku katakan, itu bukan bahagia. Tapi, lebih ke beruntung karena tidak perlu capek-capek mencari perempuan lain untuk ia jadikan mesin pembuat anak.""Jaga ucapan Anda, Nona!" Ibunya Noura menyahut kesal. Raut wajahnya terlihat menahan emosi karena ucapan-ucapan Renee yang dinilainya tidak mendasar. Renee tidak kalah saat berhadapan dengan dua orang wanita di depannya yang kini sudah mulai terbawa emosi. Ia memang sengaja melakukan itu sebab rasa sakit hatinya karena Dean yang lebih memilih Noura dibanding dirinya."Terserah kalian saja mau percaya aku atau tidak." Renee berkata seraya berbalik hendak meninggalkan ruangan. "Kau bisa tanyakan sendiri kepada Dean," ucapnya menghentikan langkah. Ia kemudian berbalik, "Ah, tapi aku tidak yakin dia mau mengaku. Karena beda ceritanya padaku, lain juga kepadamu nanti. Entahlah, aku sangat hapal dirinya." Renee te
Seperti saran yang Feli berikan, Dean kemudian menemui dokter untuk berkonsultasi mengenai kondisi Noura. "Saya awalnya tidak memperhatikan hal tersebut, Dok. Tapi, temannya yang menyadari bahwa istri saya berubah menjadi sensitif.""Sensitif seperti apa?""Saya sendiri tidak tahu pasti, tapi Noura terlalu berlebihan saat menganggap suatu hal. Seketika ia cemas dan khawatir. Seperti serangan panik, Dok. Bahkan, kemarin tiba-tiba ia menangis. Dan saat saya tanya, ia mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja."Dokter mengangguk dan begitu serius saat mendengar cerita Dean. Bukan perkara baru ketika seorang ibu yang baru melahirkan mengalami hal tersebut. Dokter tahu itu. "Begini, Tuan Dean. Kecurigaan saya, kemungkinan Bu Noura mengalami sindrom baby blues. Perubahan hormon membuat hal tersebut muncul.""Baby Blues? Apa itu berbahaya?" Dean seperti baru mendengar penyakit tersebut. "Pada dasarnya sindrom baby blues tidaklah berbahaya jika ditangani dengan baik. Tapi, akan membahayakan
Semua hal yang baru Dean alami, entah mengapa terasa mudah terjadi. Noura yang terjatuh ke kolam dan mengalami keram, tiba-tiba harus melahirkan. Setelah ia menyetujui tindakan operasi, nyatanya ia harus dihadapkan pada pilihan antara istri atau anaknya. Namun, ketika ia sudah memilih supaya dokter menyelamatkan sang istri, Tuhan justru memberi keduanya. Tidak ada yang ditakdirkan meninggal lebih dulu. Hal tersebut membuat Dean tak berhenti mengucap rasa syukur. Lain kebahagiaan yang Dean alami dengan apa yang Noura pikirkan saat ini. Setelah beberapa menit kemudian ia siuman, Dean memberi tahu padanya tentang kondisi yang sudah mereka lalui. Noura jelas tidak menyangka jika dirinya sempat berada di fase kritis seseorang yang akan melahirkan. Tapi, begitu ia mendengar tidak ada hal buruk yang terjadi, seketika ia menyadari sesuatu. "Keberuntungan apa yang kamu tukarkan pada Tuhan demi menyelamatkan hidup kami, Dean?" tanya Noura setelah beberapa waktu sudah bisa kembali normal. Efe
Tuhan, mungkin aku bukan seorang hamba yang taat. Bukan juga seorang hamba yang baik. Keburukan serta maksiatku mungkin lebih banyak dibanding kebaikanku selama ini. Tapi, Tuhan, andai aku boleh meminta. Sebagai seorang hamba yang jauh dari kata sempurna, aku ingin Engkau menyelamatkan istri dan anak hamba." Di dalam sebuah rumah ibadah yang terdapat di area luar rumah sakit, Dean menengadahkan tangan untuk berdoa. "Pikiran warasku tidak bisa memilih mana yang harus diselamatkan dan mana yang harus dikorbankan. Keduanya sama berharganya." Suara Dean mulai bergetar. "Dulu mungkin aku membencinya. Ia yang aku tuduh sebagai seorang pembunuh, nyatanya sekarang mampu meluluhlantakkan hati dan jiwaku. Aku tak mau kehilangannya, Tuhan. Sama seperti ketika aku menyesal atas kepergian anakku yang pertama, saat ini juga aku tak mau anakku yang lain pergi sebelum aku melihat dan membesarkannya."Dean sudah mulai menangis. Tangisnya terdengar pilu seiring suaranya yang semakin lirih berdo'a.
Pikiran Dean seketika berkecamuk. Melihat Noura terbaring lemah di atas ranjang dengan wajah pusat, membuatnya tidak bisa berpikir tenang. "Anda harus segera menandatangani surat persetujuan tindakan operasi, Tuan Dean." Dean yang masih belum bisa berpikir jernih, kaget ketika dokter kembali berbicara kepadanya. "Di mana saya harus tanda tangan?""Anda bisa ikut saya."Dean sebetulnya tidak rela meninggalkan Noura sendirian bersama para tenaga medis yang sudah terlihat bersiap melakukan tindakan operasi. Tapi, ia harus patuh pada peraturan. Mau tak mau ia harus mematuhi ucapan dokter di mana ia harus menyetujui tindakan operasi Caesar yang akan Noura lalui. "Maaf sebelumnya, Tuan Dean. Dengan berat hati saya mau menyampaikan hal penting yang mungkin akan membuat Anda kaget atau tidak terima." Di ruangannya, dokter mengatakan hal tak mengenakan kepada Dean. "Hal penting apa, Dok?"Dokter berkaca mata itu membuka sebuah map berisi lembaran kertas yang menunjukkan riwayat pasien. "
"Dean, perutku tiba-tiba keram. Sakit," lirih Noura ketika Dean berhasil mengangkat istrinya itu ke sisi kolam. Semua orang tampak panik setelah kejadian serupa terulang. Lagi-lagi Noura harus mengalami insiden yang sama, yang bisa dipastikan betapa emosinya Dean sekarang. "Kita ke rumah sakit sekarang!" seru Dean yang kemudian mengangkat Noura, lalu berjalan cepat menuju mobil. Steven yang akan pulang, seketika diminta untuk membawa mereka ke rumah sakit. "Tenang, Dean," ucap Feli yang sebetulnya juga sama paniknya. Dean tidak tahu bagaimana harus merespon. Meski ini kejadian yang kedua kali, tetap saja ia merasa khawatir akan keselamatan sang istri, juga bayi yang ada di dalam kandungannya. "Aku akan menyusul." Hans ikut menimpali dan memberi dukungan dengan menepuk bahu Dean pelan. Ia terlihat bersiap untuk mengikuti mobil yang Dean tumpangi. "Terima kasih," ucap Dean dengan wajah panik. Mobil pun melaju keluar gerbang. Tak lama muncul mobil lain, yang Alton tahu adalah mil