Rahim Kedua CEO

Rahim Kedua CEO

last updateTerakhir Diperbarui : 2023-11-28
Oleh:  NamericanouTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
4 Peringkat. 4 Ulasan-ulasan
111Bab
5.6KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Anne dan Pramam telah mengusahakan berbagai cara untuk memiliki anak selama sekian tahun pernikahan mereka, tetapi tak kunjung berhasil. Sampai Anne bertemu Mara, seseorang teman yang sudah dianggap sebagai adik kandung. Setelah dibujuk dengan berbagai keuntungan, Mara akhirnya rela menyerahkan rahimnya untuk membantu Anne agar bisa memperoleh keturunan. Akan tetapi, siapa yang menyangka bahwa kedatangan Mara justru menjadi bom waktu di antara Anne dan Pramam? Mampukah Anne menyiasati hal itu dengan berbagai pilihan di kepala atau ia justru menyerah dengan keadaan?

Lihat lebih banyak

Bab 1

1. Kehilangan Lagi

Anne baru menuangkan kopi hangat ke cangkir ketika suaminya menuruni anak tangga terakhir. Ia menyunggingkan senyum semringah dan mengucap selamat pagi seperti biasa. Pramam membalas dengan mendaratkan kecupan singkat nan manis di kening Anne, lalu tangannya terulur pada perut menggembung sang istri.

Pramam mengusap lembut, dan mengecupnya berkali-kali hingga Anne merasa diterjang rasa geli yang aneh. Ia tertawa kecil sambil membelai rambut Pramam pelan.

“Kamu udah dibilangin jangan capek-capek ngurus ini dan itu, tapi kenapa masih ngerjain pekerjaan rumah?” Pramam bertanya begitu duduk di kursi.

“Astaga, Mas, aku cuma buatin kamu kopi. Ini nggak akan menguras tenagaku dan jabang bayi kita,” balas Anne dengan mengerucutkan bibir.

Pramam mengerlingkan mata, lantas ia menyeduh kopi buatan istrinya. Sesaat irisnya membulat, menunjukkan rasa nikmat tiada tara. Diambilnya roti panggang yang sudah dipersiapkan asisten rumah tangga untuk sarapan.

“Dokter Mega terus ingatkan aku buat jaga kamu, Ann,” ucap Pramam. “Siang ini jadi periksa kandungan?”

Anne manggut-manggut. “Ketemu langsung di rumah sakitnya aja, ya. Aku mau ke klinik kecantikan dulu, udah risih sama kuku,” keluhnya sambil menunjukkan jemarinya yang menurut Pramam masih sama.

Namun, ia tak berani mengatakan sebenarnya. Sebab Anne mampu mengembalikan kata-katanya dengan fakta dari kacamata wanita. Alhasil, ia hanya bisa menghela napas dan mengalah.

Sebagai istri seorang CEO perusahaan properti yang tersebar di beberapa kota besar, pergi ke klinik kecantikan bukanlah hal sulit. Anne bisa saja melakukannya setiap hari, tanpa memohon-mohon uang dari suami. Lagi pula Pramam sudah memberikan black card yang bisa Anne gunakan sesukanya. Baginya membuat istri senang sudah lebih dari cukup.

Melirik jam di pergelangan tangan, Pramam buru-buru menyambar sisa roti di piring dan beranjak. Anne ikut bangkit dan mengecup punggung tangan suaminya. Lalu disambut baik Pramam dengan senyum merekah.

“Aku ada rapat pagi ini sama klien dari Jepang,” kata Pramam sebelum melanjutkan langkah menuju pintu utama. “Kalau ada apa-apa, langsung kabari aku, Ann!”

“Hati-hati, Mas!” seru Anne bersama satu lengkungan cerah terukir di wajahnya.

Kembali ke meja makan untuk melanjutkan kunyahan, tatap Anne mendadak jatuh ke foto pernikahannya dengan Pramam. Di sana tergambar jelas bagaimana mereka tersenyum lebar karena kebahagiaan yang tiada tara. Hingga itu berlanjut di hari ini dan seterusnya, mengingat ada calon anak mereka di perut Anne.

Tepat enam tahun sudah mereka mengarungi bahtera pernikahan. Beragam hal datang menghadang keduanya, salah satunya perihal keturunan. Pada perjuangan kesekian, kabar baik pun datang. Anne berhasil mengandung buah hatinya dengan Pramam dari metode bayi tabung.

Kehamilannya sudah menginjak trimester kedua. Suatu pencapaian terbaik sejauh ini karena sebelumnya Anne kerap keguguran di pekan awal. Itu cukup menyita pikiran dan membuat Anne harus bolak-balik ke psikiater.

“Yang sehat-sehat di dalam sana ya, Nak, Mami sama Papi nggak sabar ketemu kamu nanti,” gumam Anne pelan seraya mengusap lembut perutnya.

Selagi sibuk mengusap perut, Anne dikejutkan oleh dering ponselnya di meja. Satu nama muncul di layar, seseorang yang ingin ia hindari selama menjadi istri Pramam. Benar, siapa lagi kalau bukan ibu mertuanya?

Anne menghela napas panjang. Menyentuh dada agar lebih siap menerima resiko saat berbicara dengan ibu dari suaminya itu. Setelahnya, telunjuknya menggeser layar. Anne mengangkat panggilan tersebut.

Rupanya diangkat juga, kamu udah bangun atau masih di atas tempat tidur?”

Mendadak kepala Anne terasa pening mendengar suara sarkas yang jelas ditujukan padanya. Berusaha sabar, ia membalas, “Anne udah bangun, Bu. Baru aja Mas Pram berangkat ke kantor.”

Jangan karena kamu lagi hamil, kamu bisa enak-enakan tidur di kasur. Kamu harus mengurus suami, jangan hobi menghamburkan uang aja!”

Kala bercakap dengan mertua, baik melalui telepon atau langsung, selalu saja kata-kata buruk itu berhasil menghujam hati Anne. Ia pikir segalanya akan membaik ketika berita bahagianya diketahui mertua. Namun sepertinya dugaan Anne meleset.

“Ngerti, ‘kan? Dengar nggak apa yang Ibu bilang?”

Suara itu muncul lagi setelah Anne mendadak diam karena pilu. Menyadari betapa kasihan dirinya mendapatkan ibu mertua yang kurang mampu menghargai menantu. Sungguh berbeda sekali sifatnya dengan Pramam yang selalu melarang Anne bekerja, bahkan bergerak banyak sekalipun.

“Dengar Bu, Anne juga mengerti bagaimana tugas istri yang baik,” sahut Anne akhirnya.

Baguslah, sekarang gimana calon cucu Ibu? Apa baik-baik aja?”

Anne spontan menunduk, memandangi perut yang menggendut di balik gaun tidurnya. Lantas ia mengangguk dan tersenyum. “Baik, Bu. Nanti siang ada jadwal checkup mingguan.”

Helaan napas terdengar dari ujung telepon. “Kali ini jaga bayi itu baik-baik, bisa, kan, kamu mempertahankan kandungan sampai persalinan?” kata ibu mertua bersama volume yang meningkat. “Ingat, jangan buat Pramam menderita karena terus ngurusin istri yang kerjaannya keguguran melulu!”

Keguguran melulu, katanya. Anne melayangkan seringai, begitu berani. Toh, mertuanya tidak akan melihatnya secara langsung. Mengetahui buliran air mata sudah membasahi pipi, Anne lekas memutar otak untuk mencari alasan agar kabur dari konversasi bodoh dengan mertuanya ini.

Anne sempat mendengar keluhan di seberang sebelum telepon terputus, tapi ia tak peduli. Tak berkenan juga meminta maaf. Bukankah seharusnya ibu mertua yang memohon maaf karena terus menjelekkannya?

Keguguran tentu bukan keinginan Anne. Memang siapa pula yang ingin kehilangan janin setiap dikabarkan mengandung? Jika ada, mungkin saja wanita gila.

“Jangan dengar apa kata Oma ya, Nak, Mami pasti jagain kamu sampai kita ketemu nanti.”

***

Tiba di klinik Beauty and Sweet, Anne lekas turun dari mobil begitu supir pribadinya membukakan pintu. Kacamata hitam bertengger di hidung bangirnya pun tak ketinggalan membaut penampilan Anne tampak elegan. Langkahnya terayun menuju meja resepsionis.

“Siang Bu Anne.”

“Makin cantik aja, Bumil yang satu ini.”

Hampir semua pegawai menyapanya ramah. Saat dipersilakan duduk di sofa tunggu, iris Anne menangkap sosok wanita muda baru keluar dari ruang kerjanya. Saat mata mereka bertemu, Anne tak mampu menyembunyikan rasa bahagia dalam dada.

“Hai, Mbak Ann!” sapa wanita itu dengan senyum merekah. Ia mendekat dan menyambut pelanggan naratamanya penuh suka cita.

Anne langsung membalas sambutan itu dengan pelukan hangat, meski sedikit susah karena ada yang mengganjal di perutnya. “Ruangan VIP, biasa ya, Mar,” sahutnya lirih.

“Siap, mari masuk.” Mara dengan seragam kliniknya mempersilakan Anne memasuki ruangan yang sudah dipersiapkan.

Anne mengangguk pelan, mengikuti langkah Mara. “Kamu yang tangani aku langsung?”

“Buat Mbak Anne tercinta, apa sih yang nggak bisa Mara lakukan?” Wanita itu mengerlingkan mata, seolah tengah menggoda pelanggannya.

Senyum Anne kontan terbit di bibir. “Bisa aja kamu.”

Anne bergegas duduk di kursi, memposisikan diri agar tubuhnya nyaman. Tepat di hadapannya, Mara langsung mengurusi tubuh bagian bawah Anne. Terutama kuku yang ingin dirapikan.

“Bumil kok hari ini kusut banget mukanya, kenapa? Ada masalah di rumah?” celetuk Mara yang menyadari raut wajah Anne tidak sebaik seperti biasanya.

Cepat-cepat Anne mengubah air mukanya, menyunggingkan kembali senyum, meski samar. “Biasalah, mertuaku telepon pagi tadi. Isinya ya ngomel, komentar ini dan itu.”

Mara menghentikan sejenak pekerjaan tangan guna menatap sang pelanggan yang sudah seperti kakak kandungnya itu. “Berat banget ya, Mbak kalau punya mertua kayak gitu. Modalnya harus punya kesabaran besar dan hati lapang,” sahutnya ikut prihatin.

“Itu nggak cukup, Mar. Aku sabar terus sampai stress, capek lama-lama.” Anne menghela napas sambil mengusap-usap perutnya. “Pokoknya kamu kalau cari suami harus dicek dulu keluarganya, mulai dari orang tua terus saudaranya. Jangan sampai bernasib sama kayak aku.”

Mara berdecak sembari mengurut pelan jemari kaki Anne. “Ah, jangankan suami, aku kepikiran nikah aja belum, Mbak.”

“Kenapa nggak, kamu kan udah ada pacar. Jalan setahun lebih, pasti udah ada gambaran nikah dong kalian.”

Mara menggeleng cepat. Wajahnya menampilkan keraguan. “Belum ah, masih banyak targetku yang belum tercapai.”

“Jangan lama-lama, nanti keburu tua,” komentar Anne yang tak terkesan menggurui. “Coba deh, kamu kenalin pacarmu ke aku, biar aku bisa nilai sendiri.”

“Mbak yakin mau ketemu?” tanya Mara yang langsung tahu niat Anne tidak seserius itu. “Dia aja belum mau ketemu sama keluargaku, Mbak, walau cuma ada kakak dan adikku.”

“Ayahmu juga, Mar.”

Untuk kalimat yang satu itu, Mara membalasnya dengan senyum kecut. Mengatupkan bibir seolah kurang minat merespon. Kemudian tak ada lagi pembahasan soal pernikahan dan hal-hal yang menyudutkannya.

Sekitar setengah jam lamanya Anne dilayani, tubuhnya menggeliat tak nyaman, tangan mengusap perut dengan lembut. Kantuknya mulai muncul, membuatnya menguap beberapa kali dan akhirnya jatuh dalam kubangan mimpi.

Hingga kemudian, ada sengatan mencekit menyerang perut sampai bagian pinggul. Anne membuka mata seraya meraih perut buncitnya. Rintihan demi rintihan menyusul kemudian.

“Mar ….” Anne memanggil lirih. Kedua tangannya sibuk meremas perut yang disertai tubuh menggeliat tak nyaman. “Mar, perutku mendadak melilit. Sakit, Mar.”

“Astaga, Mbak!” seru Mara begitu mendapati liquid merah pekat mengalir membasahi kedua kaki Anne.

Mata bulat itu terbuka perlahan, rautnya meringis kesakitan. “Mar, tolong ….”

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Yeyeh Masriah
makin seru jangan lama up nya Thor....keren banget semangat Anne......
2023-11-13 22:53:59
1
user avatar
Mamah Muda
Keren.........
2023-07-13 15:32:57
0
default avatar
Namericanou
Terima kasih banyak atas apresiasi teman-teman pembaca terhadap cerita pertama saya. Enjoy the story and happy reading, Love!
2023-06-15 21:20:27
2
user avatar
Mamah Muda
Bikin penasaran, tulisannya juga oke .........
2023-06-07 05:12:55
1
111 Bab
1. Kehilangan Lagi
Anne baru menuangkan kopi hangat ke cangkir ketika suaminya menuruni anak tangga terakhir. Ia menyunggingkan senyum semringah dan mengucap selamat pagi seperti biasa. Pramam membalas dengan mendaratkan kecupan singkat nan manis di kening Anne, lalu tangannya terulur pada perut menggembung sang istri. Pramam mengusap lembut, dan mengecupnya berkali-kali hingga Anne merasa diterjang rasa geli yang aneh. Ia tertawa kecil sambil membelai rambut Pramam pelan. “Kamu udah dibilangin jangan capek-capek ngurus ini dan itu, tapi kenapa masih ngerjain pekerjaan rumah?” Pramam bertanya begitu duduk di kursi. “Astaga, Mas, aku cuma buatin kamu kopi. Ini nggak akan menguras tenagaku dan jabang bayi kita,” balas Anne dengan mengerucutkan bibir. Pramam mengerlingkan mata, lantas ia menyeduh kopi buatan istrinya. Sesaat irisnya membulat, menunjukkan rasa nikmat tiada tara. Diambilnya roti panggang yang sudah dipersiapkan asisten rumah tangga untuk sarapan. “Dokter Mega terus ingatkan aku buat jaga
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-16
Baca selengkapnya
2. Perpisahan Terhebat
Pramam mengaduk saku celana saat ponselnya bergetar tak karuan, buru-buru ia mengeluarkannya. Siapa tahu orang penting memanggilnya, salah satunya Anne. Begitu melihat nama yang muncul di layar, napas Pramam tertahan.Ia memijat sesaat pangkal hidung sembari memejamkan mata. Di awal hari seperti ini, pasti ibunya baru melakukan panggilan dengan Anne. Lalu sesi berikutnya, sang ibu mengeluh sifat Anne yang inilah, itulah. Pramam mencoba mengumpulkan kesabaran sebelum akhirnya menggeser layar.“Pram, kamu udah di kantor?”“Iya, Bu. Ada meeting pagi sama klien sebentar lagi,” balas Pramam berusaha tenang. “Ada apa, Bu?”“Itu lho, istri kamu, si Anne.”Benar, ‘kan? Perbincangan ini tak akan jauh dari persoalan Anne dan ibunya yang kerap menjadi bahan keluhan. Hingga kini Pramam belum bisa mengerti, mengapa ibunya setega itu menyimpan rasa benci pada menantunya sendiri. Dalam situasi di mana Anne tengah mengandung cucunya.“Bisa nggak, sih, dia ngurus kamu dengan benar? Kerjanya cuma makan
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-16
Baca selengkapnya
3. Jangan Banyak Tanya!
Tanpa berucap, Pramam merengkuh Anne. Meletakkan kepala istri di dadanya. Tangannya pun ikut sibuk membelai punggung Anne yang terkesan ringkih.Hingga kemudian, bibirnya bergerak dan mengucapkan sesuatu, “Kita harus relakan dia, Ann. Aku yakin, kamu kuat.”Detik berikutnya, dorongan kuat menghantam Pramam. Ada kilat amarah sekaligus kecewa tergambar di mata indah itu. Anne menggeleng cepat, air matanya tumpah ruah, tapi tak ada isak tangis menyertainya.“Aku masih ngerasain dia hidup di perutku, Mas. Anak kita … baik-baik aja,” tandas Anne sambil membelai perutnya. “Jangan iseng gitu, deh. Soal pendarahan, kamu tahu sendiri kalau aku sering mengalami itu. Ini bukan apa-apa, Mas.”“Ann, tolong,” ujar Pramam lirih. “Kita harus ikhlaskan dia, sekarang waktunya kita biarkan dia keluar, ya?”Anne menyeka dagu yang terus meneteskan air di sana, gelengan itu muncul lagi dan semakin cepat. “Masih beberapa bulan lagi, kamu yang sabar dong. Jangan paksa anak kita!”“Anne! Ini demi kebaikan kam
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-16
Baca selengkapnya
4. Rencana Baru
“Rupanya kamu udah menikah, Mas.” Mara terkekeh geli. “Dan kamu suaminya pelanggan VIP, sahabat, sekaligus orang yang udah aku anggap kakakku sendiri.”Pramam bergeming di tempat. Dapat ia lihat betapa frustasinya si gadis. Ditambah sorot geli bercampur jijik mengarah padanya. “Sejak kapan kamu berteman sama Anne, Ra?” tanya Pramam pada akhirnya.“Itu bukan urusan kamu!” tandas Mara yang disertai amarah berapi-api. “Aku nggak nyangka bisa menjalin hubungan, bahkan setahun lamanya sama suami orang.”“Ra.” Tangan Pramam mengulur, berniat menggapai bahu Mara yang tersengal. Namun, ditepis wanita muda itu. “Tega benar kamu mengkhianati orang sebaik Mbak Anne,” isak Mara sambil menggeser duduknya. “Dan berani-beraninya kamu bilang sama aku kalau statusmu selama ini single. Astaga, udah seberapa banyak hal yang kamu sembunyikan, Mas?” “Ra, maafkan aku.”Pramam sengaja berlutut di depan gadis yang memanggilnya dengan sebutan ‘Mas Uki’ setiap kali bertemu. Dan puncaknya, sewaktu berada di
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-16
Baca selengkapnya
5. Sebutan
“Maksud kamu, rahim pengganti? Apa aku harus membuahi perempuan lain sampai dia hamil?” tanya Pramam bersamaan dengan pelukan yang mengendur dan munculnya kerutan di kening. “Enak aja!” seru Anne, sebal. “Itu sih keenakan kamu nanti. Prosesnya kayak bayi tabung, kok, bedanya cuma di tempat janin berkembang. Dia akan tumbuh di tempat lain, bukan di rahimku.”Tatapan Pramam kosong, lalu ia kembali pada kesadarannya kini dan bertanya, “Ann, kamu serius?”“Ya, aku udah memikirkan hal ini matang-matang,” sahut Anne antusias. “Jauh sebelum ini, aku udah konsultasi ke Dokter Mega dan dia menyanggupi untuk membantu kita.”Kini giliran Anne yang meraih tangan Pramam. Menggenggam milik suaminya yang dipenuhi guratan otot di sana. “Mas mau, ‘kan?” tanyanya memastikan. “Aku yang akan mempersiapkan semuanya, Mas tinggal hadir saat prosesnya aja nanti.”Pramam mengembuskan napas panjang. “Memang perempuan mana yang mau rahimnya kita sewa, Ann?”“Ada, kok.”Laki-laki itu masih tak habis pikir pada
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-16
Baca selengkapnya
6. Saya Mara
Sudah beberapa menit berselang, Anne tak juga mendapat jawaban. Lantas ia memilih menyesap cangkir tehnya perlahan. Tatapnya masih terpaku pada wajah Mara yang tampak kaku di tempat.“Kalau kamu nggak mau jawab juga nggak masalah, kok.” Anne tersenyum simpul. “Mungkin aku yang salah dengar.”Mara mengangguk pelan. Maniknya terus bergerak seakan menghindari tatapan Anne. Hingga kemudian, ia meraih minuman dan menenggaknya asal. Tanpa berpikir betapa menyiksanya menelan air yang lumayan panas itu.“Berarti kamu nggak masalah sama sekali kalau harus ambil cuti dari klinik, ‘kan?”“Aku udah sempat ngobrol-ngobrol ke managerku, Mbak, jadi … aman-aman aja,” balas Mara seraya mengusap tenggorokan. Efek panas benar-benar membuatnya kepayahan.Anne mengangkat alis. “Bagus deh, soalnya aku nggak mau kalau kamu kecapekan. Nanti bayinya kenapa-napa.”“Mbak tenang aja, aku pasti selalu jaga diri.” Mara meraih tangan Anne dan menggenggamnya. “Ini semua demi kebahagiaan Mbak Ann, demi keturunan Mbak
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-07
Baca selengkapnya
7. Omongan Mertua
“Aku udah feeling kalau kamu bakal balik ke apartemen buat ambil barang-barang,” ujar Pramam dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana. Senyumnya tampak pongah di sana.“Hubungan kita udah berakhir, Mas, apa perlu aku ingatkan lagi?”Pramam melangkah maju, mendekati Mara yang sayangnya menarik diri darinya. “Ra, come on, aku cuma mau ngobrol sama kamu sebentar soal program rahim pengganti Anne,” gumamnya frutasi. “Apa alasan kamu mau menerima permintaan dari istri kekasihmu, Ra?”“Sekarang aku udah nggak punya pacar,” simpul Mara yang enggan membalas tatapan Pramam. “Dan aku rasa, aku bebas mau menjawab pertanyaanmu atau nggak.” “Kenapa, Ra?” Suara Pramam berubah parau. “Jujur sama aku, kenapa harus kamu yang merelakan rahim untuk anakku dan Anne?”Manik Pramam terus tertuju pada gadis yang kini bersandar di dinding dekat pintu. Tujuan utamanya bukan menyudutkan, tapi entah mengapa situasi mendadak berubah. Ia tak ingin menyakiti gadisnya, juga istri sahnya.“Karena Mbak An
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-08
Baca selengkapnya
8. Ide Gila Pramam
Kiranya butuh waktu setengah jam bagi Pramam dan Anne untuk meminta Ina Basuki pulang. Meski ada perdebatan alot yang memusingkan kepala, beruntungnya wanita dengan mulut pedas itu menuruti kemauan sang putra. Anne langsung ngptot memaksa Pramam ke rumah sakit begitu mertuanya pergi.Setibanya di rumah sakit, langkah Anne terjeda karena panggilan mendesak. Pramam lekas mengijinkan istrinya pergi. Sementara itu, ia memasuki ruangan yang sudah ada Dokter Mega serta Mara di dalam.“Maaf, Dok, tadi ada urusan mendadak di rumah, jadi saya telat datang,” kata Pramam tak enak hati. “Sementara istri saya sedang mengangkat telepon penting, sebentar lagi mungkin menyusul.”“Baik, Pak Pram.” Dokter Mega mengiyakan, seolah tak keberatan jika pasangan suami istri itu lumayan membuang waktunya. “Jadi, begini Pak—“Lekas Mara memotong dan memohon seperti tadi. “Dok, saya mohon ….”Vokal gadis itu terdengar parau, menyulut perhatian Pramam yang seketika mengkhawatirkannya. Ia hendak menanyakannya lan
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-09
Baca selengkapnya
9. Tawaran Licik
Tak terasa sudah setengah jam lebih dihabiskan Anne untuk menerima panggilan dari Mama. Ditambah ada beberapa hal yang harus dipersiapkannya tadi. Sampai-sampai tidak sadar ternyata sudah cukup lama ia membiarkan Pramam dan Mara melakukan pemeriksaan. Anne melangkah gontai melintasi lorong rumah sakit. Tiap melewati poli kesehatan, beberapa dokter praktek keluar dari ruangan dan pergi menuju kantin. Para suster dan karyawan lain pun demikian. Anne melirik arloji yang melingkari pergelangan tangannya. Rupanya benar, sudah memasuki jam makan siang. Kalau begitu Dokter Mega pasti sudah selesai memeriksa suami beserta sahabatnya. Baru beberapa langkah melewati poli jantung, Anne menemukan seseorang yang dikenalnya. “Hai, Sus Ani!” Anne memanggil salah seorang suster yang biasa melayaninya ketika ada urusan di rumah sakit. Suster Ani mengerjap kaget setelah berhenti mendadak secara refleks. “Lho, Nyonya Anne ke mana aja?” “Tadi ada urusan sedikit.” Anne meringis. “Suami dan teman saya
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-09
Baca selengkapnya
10. Tinggal Bersama?
Begitu mendapati sosok Mara yang melangkah mendekati mejanya, Pramam segera mematikan putung rokok yang semula menyala. Tinggal separuh kiranya, ia memilih menghentikan sejenak. Tak ingin kandungan Mara berubah buruk, sebab ia begitu menyayangi si jabang bayi.Bersama kemeja coklat muda serta celana pendek yang dibandrol harga puluhan juta, pria itu melepas kacamata hitamnya. Memandang dari ujung kaki hingga kepala Mara yang terlihat memanjakan mata. Ia lantas tersenyum dan mempersilakan gadis itu duduk.Mara menempatkan diri, menaruh tas di sampingnya. Hingga kemudian, Pramam melempar sebuah dokumen yang dibalut amplop coklat. Mengedikkan dagu agar Mara mengambilnya.“Kamu bisa baca syarat dan ketentuan di berkas itu,” titahnya pada Mara.Hanya melirik sesaat, Mara memalingkan wajah. “Mbak Anne udah kirim salinannya ke aku.”Tepatnya sore di hari yang sama sewaktu Pramam membuat kesepakatan dengan Dokter Mega, rupanya Anne mengirimkan sesuatu pada Mara melalui surel. Mungkin benar, s
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-10
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status