Di dalam perjalanan yang akan membawanya kembali ke kota masa lalu usai diusir dari rumah sang suami, Liliana tak pernah menyangka perjalanannya akan berubah menjadi mimpi buruk. Sekelompok pria menghadangnya, dan sang pimpinan—seorang pria misterius dan penuh kharisma bernama Ryder—menjadikan Liliana sebagai tawanan. Namun, Ryder bukanlah penjahat biasa. Ia seorang pria dengan misi, seseorang yang mempertaruhkan segalanya demi tanah dan rakyatnya. Liliana terperangkap dalam konflik yang lebih besar dari sekadar penculikan—sebuah pertempuran antara kehormatan, pengorbanan, dan rasa keadilan yang mengguncang hati. Di tengah hutan belantara yang liar, ketegangan di antara Liliana dan Ryder semakin membara. Keduanya saling menantang, saling menguji… hingga batas antara kebencian dan ketertarikan mulai kabur. Saat Liliana menyadari kebenaran di balik penculikan ini, ia harus menghadapi pilihan yang bisa mengubah hidupnya selamanya—melawan pria yang telah menculiknya, atau menyerahkan hatinya kepada seseorang yang tak seharusnya ia percaya.
View MoreLILIANADengan susah payah, aku akhirnya berhasil melepaskan diri darinya dan menjauh. Aku menarik selimut yang tadi menjadi alas dudukku, membungkus tubuhku, lalu berguling di bawah pohon. Jika dia melarangku pergi ke pondok, maka aku akan tidur di sini. Aku tidak peduli.Angin malam bertiup pelan, menyentuh kulitku yang mulai dingin. Aku merapatkan selimut, mencoba menenangkan diri. Tapi ketenangan itu tidak berlangsung lama.Tanpa peringatan, Ryder meraih tubuhku, mengangkatku bersamaan dengan selimut yang membungkusku erat. Aku terperangkap! Aku meronta sekuat tenaga, tapi itu sia-sia."Apa yang kau lakukan?" pekikku."Membawamu pergi," jawabnya singkat.Aku terus menggeliat, mencoba melepaskan diri, tapi Ryder tetap melangkah mantap seolah aku hanyalah gumpalan kapas dalam gendongannya. Dengan sekuat tenaga, aku berusaha menggigit lengannya, berharap dia akan melepaskanku."Aww!" Dia mengumpat pelan, tapi tidak menghentikan langkahnya. "Sial, kau benar-benar liar."Aku tidak pedu
LILIANAAku menggigit bibir bawahku, menyadari bahwa aku telah menginjak ranah yang seharusnya kuhindari. "Aku hanya bertanya," jawabku akhirnya, berusaha membela diri.Ryder menghela napas pelan, lalu bangkit dari tempatnya duduk. Dia menarikku ke balik batu besar tempatnya bersandar tadi. Kami tersembunyi dari semua orang. Anehnya, aku tidak menolak. Sebaliknya, aku tidak bergerak, meskipun ada dorongan dalam tubuhku untuk mundur."Serina bukan siapa-siapaku," katanya, berdiri tepat di hadapanku. Dia mengunci tubuhku di antara kedua lengannya yang menekan batu. "Dan aku tidak membiarkan siapa pun memilihkan jalan hidupku."Aku menelan ludah. Ada sesuatu dalam caranya berbicara yang membuatku merasa seakan ia sedang berusaha menegaskan sesuatu padaku."Kalau begitu," suaraku hampir berbisik, aku tidak akan terintimidasi. "Mengapa dia begitu marah kepadaku?"Ryder menyipitkan matanya. "Kau terlalu banyak bertanya."Aku mendengus pelan, mencoba menutupi kegugupanku. "Aku sandera di sin
LILIANASebelum aku bisa merespons, satu penjaga pintu sudah bergerak cepat, tangannya yang besar mencengkram tanganku dan menarikku dengan kasar. Aku berusaha melawan, berteriak dan berontak sekuat tenaga. "Tidak!" aku berteriak, suaraku pecah. Aku berusaha untuk menarik diriku dari genggaman tangan penjaga yang kasar, tetapi usahaku sia-sia. Tangan besar itu tak tergoyahkan, menarikku tanpa ampun.Aku merasa tubuhku terangkat dari lantai, tak mampu melawan. Tanpa ampun, mereka membawaku keluar dari balai pertemuan itu, menarikku kembali ke pondok. Aku tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Aku akan terkunci di sana, sendirian. Mereka tidak akan membiarkanku keluar sampai mereka yakin aku tak akan mencoba melarikan diri atau melakukan sesuatu yang bisa membahayakan mereka.Setiap langkah yang mereka ambil membawa aku semakin jauh dari apa yang masih tersisa dari kebebasanku. Rasanya seperti ada tembok besar yang menghalangi jalanku, dan aku tak tahu bagaimana cara menghindarinya. Ak
LILIANA“Dan jika aku menolak?” Aku masih mencoba melawan, meskipun tahu bahwa aku berada di ujung tanduk.Ryder mendekat, membungkuk agar wajahnya sejajar dengan wajahku. “Kau tahu jawabannya, Liliana. Jangan salah langkah," Ryder mengingatkan, suara serak penuh ancaman. "Waktumu kurang dari satu menit untuk bicara pada suamimu!"Aku menatap kursi itu, tak tahu apa yang harus dilakukan. Menuruti perintah Ryder, atau melawan? Namun, saat aku melihat pisau itu dan mengingat video anak-anak di panti asuhan, aku tahu jawabannya. Aku harus melakukannya. Aku harus bertindak seperti yang mereka mau, atau aku tidak akan pernah keluar dari sini hidup-hidup.Dengan tangan gemetar, aku duduk di kursi yang sudah ditunjukkan Ryder. Aku bisa merasakan betapa dinginnya udara di ruangan ini, seakan-akan segala sesuatu telah dihentikan untuk memberi perhatian penuh padaku. Suasana semakin mencekam, dan setiap detik terasa seperti satu abad.Saat aku duduk, aku baru menyadari mengapa ruangan ini begitu
LILIANATanpa berpikir panjang, aku melangkah masuk ke dalam pondok besar ini. Aku pikir tempat ini adalah yang paling besar di antara semua pondok yang telah kutemui sebelumnya. Pikirku, mungkin mereka menyajikan sarapan di sini. Aku sangat lapar setelah malam yang panjang dan penuh ketegangan. Kulangkahkan kaki dengan penuh harap, berharap bisa menemukan sesuatu yang mengisi perutku yang sudah mulai keroncongan.Namun, begitu aku masuk, langkahku langsung terhenti. Suasana di dalam ruangan ini begitu sunyi, seolah waktu berhenti di sini. Pencahayaan yang remang membuat ruangan terasa lebih besar dan mencekam. Ada aroma maskulin yang kuat, yang segera membuatku merinding. Aku mencoba menyesuaikan diri dengan pencahayaan yang redup, berharap bisa melihat lebih jelas, dan apa yang kulihat membuat hatiku hampir berhenti berdetak.Di tengah ruangan, sebuah meja besar terletak melingkar, dikelilingi oleh sejumlah pria. Mereka duduk dengan sikap tenang, seperti sedang menunggu sesuatu, nam
RYDERAku mencoba untuk merencanakan sesuatu yang sederhana. Hanya sedikit hukuman kecil untuk Liliana. Jika aku bisa membuatnya merasa tidak nyaman, mungkin dia akan sedikit menyerah, atau setidaknya berhenti melawan setiap kata yang aku ucapkan.Kali ini, aku memilih pakaian yang menurutku sangat buruk. Pakaian usang yang terbuat dari kain kasar dan warnanya pudar. Pasti, dia tidak akan terlihat bagus mengenakannya. Itu akan membuat dia tidak nyaman dan malu. Pasti!Tapi aku salah. Bahkan pakaian seburuk itu pun, tetap terlihat menakjubkan di tubuhnya. Liliana, dengan rambut basah yang baru saja dicelupkan ke dalam sungai, mengenakan pakaian itu dengan cara yang begitu... memukau.Aku hanya bisa berdiri dan menatapnya. Rambutnya setengah basah, meneteskan air ke tanah, dan dia tidak memiliki cara lain untuk mengeringkannya. Tidak ada pengering rambut, tidak ada alat lainnya. Satu-satunya cara adalah dengan handuk yang tampak usang, tetapi hasilnya tak memadai.Beberapa bagian rambut
RYDERSetelah meninggalkan Randal, aku pergi ke pondok paling atas. Tempat di mana Liliana aku tinggalkan semalam. Zero, nama pemuda yang aku minta berjaga di depan pondok, sampai aku datang, rupanya dia masih duduk di sana dengan tenang. Aku tidak ragu lagi. Dia benar-benar menjalankan tugasnya untuk menjaga tawanan dengan baik.Saat aku tiba di sana, matahari baru saja merayap naik di langit, menyibak kabut yang terus membungkus lembah ini. Zero masih duduk dengan santai di depan pintu, wajahnya datar tapi matanya sedikit berbinar saat melihatku datang. Dia tidak tampak lelah sama sekali, tapi mungkin hanya bosan karena hanya duduk berjaga sendirian."Kau sudah boleh pergi sekarang!" tegurku dengan nada tegas.Zero langsung berdiri, meregangkan tubuhnya sejenak sebelum melambaikan tangan ke arahku dengan senyum tipis. "Dia tidak membuat keributan semalam, cukup tenang," lapornya sebelum melangkah pergi. "Aku akan pergi sarapan. Jika kau butuh aku untuk berjaga lagi...""Aku akan mem
RYDERPagi cepat sekali datang, tapi aku masih juga belum bisa tidur. Semalaman penuh aku terjaga dan waspada. Meski sudah kutempatkan para penjaga di kawasan ini, entah kenapa rasanya masih ada yang kurang. Kucengkeram batang pohon yang ada di depan pondokku dan menatap ke kejauhan. Memastikan semuanya berjalan normal.Aku kembali mengevaluasi seluruh prosesnya. Penculikan berjalan dengan mulus, tanpa cela. Semuanya sudah dalam rencana. Tapi entah kenapa aku tidak merasa bahagiaatas keberhasilan ini. Tujuanku sudah dekat. Sandera sudah ada di tangan, tinggal selangkah lagi untuk melakukan pertukaran. Tapi hatiku gelisah. Aku tidak senang sama sekali.Pikiranku terus tertuju pada Liliana. Ada apa dengan diriku?Kami bahkan tidak saling mengenal sebelumnya. Tidak boleh ada sentimen pribadi dengan sandera.Angin berembus pelan, menggoyangkan dedaunan pinus yang menjulang tinggi. Aku mengeraskan rahang, mencoba mengabaikan gejolak
RYDERAku menekan pedal rem dengan kasar dan menghentikan trukku di depangerbang masukarea perlindungan. Ada banyak pondok kayu tua yang tersembunyi di tengah hutan. Liliana duduk di kursi penumpang, tampak tegang, kedua tangannya mengepal di atas pahanya yang terbuka. Aku berbalik menatapnya tajam."Keluar!" suaraku terdengar tajam, hampir seperti geraman. Aku tidak ingin berlama-lama berdua dengannya. Tidak ingin kehilangan kendali.Liliana mengangkat wajahnya, menatapku dengan ekspresi yang sulit diartikan. Matanya yang cokelat tua seperti hendak mengungkapkan sesuatu, tetapi aku tidak peduli."Cepat!" desakku lagi, merasa napasku sendiri semakin berat.Aku tarik pintu di sampingnya, memaksa dia turun.Dengan enggan, Liliana akhirnya turun dari truk. Udara malam yang dingin menyergapkami, membuatdiamerapatkan kemeja flanel yang kupinjamkan. Aku melihatnya menarik-narik ujung celana pendeknya, t
LILIANA LENNOXKubuka mataku perlahan. Pagi rasanya masih jauh dari harapan. Tubuhku terasa berat, tapi mataku tak mau terpejam lebih lama lagi. Aku masih syok dan juga sangat lelah setelah melewati malam yang panjang dan menyiksa. Malam yang benar-benar membuka kesadaranku, akan betapa bodohnya aku selama ini! Bahkan bau alkohol masih tersisa di udara, bercampur dengan aroma parfum Ethan yang maskulin dan membuatku merinding.Dengan kesadaran penuh, aku keluar dari selimut dan meraih gaun tidurku yang terserak di lantai. Aku berjalan dengan hati-hati menuju ke jendela setinggi langit-langit, membuka tirainya, dan menatap pemandangan lampu berwarna-warni di bawah sana."Celestia," bisikku pada diri sendiri. "Kota yang tak pernah tidur. Sebentar lagi matahari terbit. Berharap aku akan hilang oleh sinarnya..."Solaris Heights adalah kawasan vila yang hanya dihuni oleh kalangan elite di Celestia, telah menjadi sangkar emasku sejak sebulan yang lalu. Aku terkurung di balik pagar besi ting...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments