LILIANA
Darahku berdesir kencang, napasku tersengal, dan tubuhku membeku dalam kehangatan yang aneh. Tidak lama aku duduk di pangkuan Ethan yang keras dan berotot. Entah bagaimana aku memikirkan semua itu.
Apakah dia berolahraga? Ethan bahkan tidak bisa berdiri dengan kedua kakinya, lalu bagaimana dia melatih otot-otot kakinya sampai sekeras dan seenak ini? Wajahku bersemu merah memikirkan hal-hal yang tak pantas. Aku segera menepis pemikiran memalukan itu.
"Kenapa kau kembali ke sini?" geram Ethan. "Sudah kuperingatkan kau untuk tidak pernah muncul lagi di hadapanku, kan?"
Di pangkuannya, aku berusaha mendorong dada Ethan agar aku bisa menatapnya dengan tajam. "Aku juga tidak menginginkannya! Kaulah... jika bukan karena kau, para serigala ini tidak akan memburuku!"
Ethan marah, bukankah seharusnya itu aku yang marah? Enak saja dia menyalahkanku. Aku berusaha untuk turun dari pangkuan Ethan, akan tetapi dari arah yang berbeda, aku mendengar suara derap langkah kaki. Bukan hanya satu atau dua, tetapi banyak. Aroma kejahatan yang sangat kuat memenuhi udara malam ini.
Jantungku mencelos saat melihat pemandangan di depan mataku. Sekawanan dari berbagai penjuru menghadang kami. Mata mereka memancarkan keganasan, senjata mereka teracung, dan kemarahan terdengar mengancam.
Ethan menghentikan kursi rodanya, tangannya yang memeluk pinggangku terasa lebih erat, seolah-olah berusaha melindungiku dengan cara apapun yang bisa ia lakukan. Tapi, itu mustahil! Ethan membenciku!
"Si-siapa mereka?" bisikku panik.
"Aku juga memikirkan pertanyaan yang sama," jawab Ethan dengan suara dalam, penuh waspada.
Kami memang berada di kawasan yang dikuasi oleh para gangster dan mafia. Tapi, tetap saja aku tidak mengira akan jadi semenakutkan ini.
Di antara para anggora gangster yang besar dan menakutkan itu, muncul satu sosok yang sangat dominan. Posturnya tegap, matanya tajam seperti belati yang siap mengiris mangsanya. Namun, dia tidak cukup kuat untuk menjadi seorang pemimpin, mungkin hanya tangan kanan. Entah dari kelompok mana mereka datang, tapi yang jelas, mereka bukan dari pihak Ethan.
Aku mendengar Ethan menggertakkan rahangnya. Ia tampak marah, tangannya mencengkeram pinggangku lebih erat. Aku bisa merasakan ketegangan dalam tubuhnya meskipun dia tetap duduk diam di kursi roda.
"Lihat siapa yang ada di zona kumuh seperti ini? Wah... Ethan Darnell! Benar-benar kau datang untuk menyerahkan dirimu?"
"Jadi kau menargetkanku?" Ethan mendesis. "Kau salah memilih korban!"
"Bukan kamu yang menentukan." Pria itu memiringkan sedikit kepalanya seolah meledek ancaman Ethan.
Dia memberi perintah pada kawanannya untuk menyerang Ethan. Aku cemas dan juga panik.
"Bisa kau tunggu aku di sini?" bisik Ethan di belakang telingaku, seolah mengirim sensasi janji yang tak akan dia ingkari.
Aku segera tersadar dan merinding. Aku turun dari pangkuan Ethan dan menepi ke dinding yang lembab. Aku tak kuasa melihat pengepungan yang tidak seimbang itu. Ethan bisa saja tercabik-caik oleh mereka. Dia bahkan tak bisa berkelahi dengan kakinya. Namun, dengan penuh percaya diri Ethan menghadapi kawanan gangster itu dari atas kursi rodanya.
"Berani sekali kalian menyentuh Bosku!" teriak Sanders yang muncul dari kegelapan gang sambil menodongkan pistolnya.
Dia melontarkan sejumlah tembakan dan memberi jarak untuk Ethan dari kawanan gangster itu. Suara teriakan kemarahan Sanders begitu menggelegar. Bahkan meski dengan Sanders melindunginya, mereka tak akan bisa selamat. Aku terus memikirkan kemungkinan terburuk.
Salah satu berhasil menyerang Ethan dan melukai lengannya hingga koyak. Sanders mulai kehilangan fokus pada lawannya karena harus melindungi Ethan di saat yang sama.
"Kita harus pergi dari sini, Bos!" desak Sanders.
"Bawa Liliana bersamamu," pinta Ethan. "Aku bisa menjaga diriku sendiri."
"Tapi, Bos--" Sanders jadi ragu-ragu.
Dia sama sekali tidak mendengarkan perintah Ethan. Dengan sisa-sisa kekuatannya, Sanders malah mendorong kursi roda Ethan dan meninggalkan aku sendirian di tengah-tengah serangan para gangster ini.
mereka!
Pemimpin kelompok yang menyerang kami menyeringai, menampilkan deretan gigi putihnya. "Biarkan dia pergi!" teriaknya pada para kawanannya lalu menoleh padaku dengan tajam. "Sebagai gantinya, kita bawa saja perempuan ini! Dia pasti akan mendatangi kita untuk mendapatkan perempuan ini!"
Semuanya terjadi sangat cepat. Pria itu menerjangku di saat aku berusaha kabur. Aku menjerit ketakutan. Tubuhku terasa ringan saat diangkat dengan mudah olehnya, seperti aku hanya sehelai bulu di tangannya.
Tangisku pecah di punggung pria yang membawaku dengan kasar. Kami melintasi gang-gang kota yang gelap dan basah, hawa dingin menggigit kulitku, suara langkah para di belakang kami menggema di lorong-lorong sempit. Aku menoleh, berusaha melihat ke belakang, berharap ada keajaiban, berharap Ethan kembali dan menyelamatkanku. Tapi harapanku pupus ketika aku melihat kami semakin menjauh.
"Lepaskan aku!" teriakku putus asa. "Mau apa kalian? Aku tidak ada hubungan dengan Ethan Darnell!" Aku menendang, memukul, dan meronta-ronta sebisaku. Tak peduli meski aku harus jatuh atau bahkan terlempar yang penting aku bisa bebas.
Tapi mereka sangat kuat dan kasar. Perlawananku rasanya-. Aku malah kehabisan energi.
Aku melihat sebuah van besar menunggu di pinggiran kawasan distrik hitam itu. Tanpa peringatan, tubuhku dilemparkan begitu saja ke dalamnya. Aku mendarat keras di lantai besi yang dingin dan kasar. Tanganku berusaha menopang tubuhku, tetapi rasa sakit menjalar dari bahuku hingga pergelangan tanganku. Aku terbatuk, mencoba mengatur napas, sementara pintu van ditutup dengan keras di belakangku.
Rasanya tulang rusukku ada yang patah! Aku terbatuk hebat dan rasanya sangat sakit.
Gelap. Hanya suara napasku yang tersisa di dalam van sempit ini. Aku mencoba meraba-raba sekeliling, mencari sesuatu yang bisa membantuku melarikan diri. Tapi tidak ada. Hanya kehampaan dan ketakutan yang menyelimuti.
Aku menelan ludah. Aku harus mencari cara keluar dari sini. Aku tidak bisa hanya diam menunggu sesuatu yang lebih buruk terjadi.
Samar-samar aku mendengar dua orang saling berbicara. "Apa kau sudah melapor pada Bos?"
"Tentu saja! Sejak awal tujuan kita memang bukan Ethan Darnell, tapi wanita ini!"
Lalu tidak ada lagi obrolan di antara mereka. Aku hanya mendengar suara deru mesin dan tubuhku mulai bergerak-gerak pelan seiring laju van. Ke mana mereka akan membawaku? Tidak!
Para, jadi mereka memang ingin menculikku? Aku mulai panik. Sedangkan Ethan kabur begitu saja! Dia jauh lebih dari para penculik ini!
Sambil menahan rasa sakit luar biasa di dada, aku menendang-nendang seluruh bagian van yang gelap itu. Tiba-tiba van berhenti. Mereka menekan rem dengan sangat keras. Aku malah jadi panik. Seseorang membuka pintu van dan cahaya membajiri mataku. Rasanya mataku tersengat. Aku tutupi dengan kedua tangan.
"Lepaskan aku!" teriakku. "Aku tidak ada hubungan dengan si Ethan--"
Seorang pria dengan sepatu bot tentara mendekatiku dan memukulku dengan sangat keras. Aku kehilangan kesadaran dan semuanya jadi gelap.
ETHANLangit malam berpendar dengan sinar bulan yang redup ketika Sanders berhenti di depan gerbang mansion, dan pasti dia akan membawaku masuk ke ruanganku. Napasku masih terengah-engah, bukan karena kelelahan, tetapi karena amarah yang mendidih di dadaku. Begitu pintu mobil terbuka, aku berteriak padanya dengan tatapan penuh bara."Sanders! Apa yang kau lakukan?!" teriakku penuh kemarahan.Dia tidak menjawab. Sanders bergerak secara efektif dan membantuku duduk di kursi roda. Tubuh tegapnya bergetar halus sebelum akhirnya dia berlutut di hadapanku, kepalanya tertunduk. Aku tidak membutuhkan penjelasannya. Aku tahu persis apa yang baru saja dia lakukan.Plak!Tinju kananku mendarat keras di wajahnya, membuat kepalanya sedikit terpelanting. Namun, Sanders tetap diam, tidak membalas, bahkan tidak mengangkat kepalanya."Maafkan aku, Bos. Aku hanya menjalankan tugasku untuk melindungimu," ujarnya lirih.Plak!Tinju keduaku menghantam pipinya, lebih keras dari sebelumnya. Napasku memburu,
LILIANA LENNOXKubuka mataku perlahan. Pagi rasanya masih jauh dari harapan. Tubuhku terasa berat, tapi mataku tak mau terpejam lebih lama lagi. Aku masih syok dan juga sangat lelah setelah melewati malam yang panjang dan menyiksa. Malam yang benar-benar membuka kesadaranku, akan betapa bodohnya aku selama ini! Bahkan bau alkohol masih tersisa di udara, bercampur dengan aroma parfum Ethan yang maskulin dan membuatku merinding.Dengan kesadaran penuh, aku keluar dari selimut dan meraih gaun tidurku yang terserak di lantai. Aku berjalan dengan hati-hati menuju ke jendela setinggi langit-langit, membuka tirainya, dan menatap pemandangan lampu berwarna-warni di bawah sana."Celestia," bisikku pada diri sendiri. "Kota yang tak pernah tidur. Sebentar lagi matahari terbit. Berharap aku akan hilang oleh sinarnya..."Solaris Heights adalah kawasan vila yang hanya dihuni oleh kalangan elite di Celestia, telah menjadi sangkar emasku sejak sebulan yang lalu. Aku terkurung di balik pagar besi ting
LILIANAAstaga, ada apa denganku? Seharusnya aku benci dia! Setelah sebulan menikah, baru tadi malam dia menunjukkan wajahnya dan menyentuhku! Mungkin karena efek alkohol atau entah apa.Ethan menenggelamkan wajahnya ke lekuk leherku yang licin karena keringat. Aku tidak berdaya. Bahkan bersuara pun aku terlalu takut. Rambut panjangku berjuntaian di antara belahan dadaku dan menguarkan bau shampo yang begitu wangi dan lembut.Dia melakukan percintaan yang paling primitif. Dengan kekuatannya, Ethan seolah tidak terbendung. Sedangkan aku hanya bisa menangkap bau alkohol yang keluar dari tubuhnya. Aku hanya terus melakukan apa yang dia perintahkan dan tidak berdaya. Tanganku hanya bisa mengepal kuat. Kuku-kukuku yang sebelumnya dicat warna merah, kini mencengkeram kuat ke telapak tanganku hingga berdarah.Ethan terus mencumbuku bolak-balik. Dia memang tidak bisa berjalan, tapi kejantanannya sama sekali tidak ada cela!Aku hanya merasakan kesakitan dan kehancuran yang tidak berakhir. Pada
LILIANAEthan tersenyum dingin. Sebelum ia berbalik dan pergi, suara tapak sepatu terdengar dari pintu. Kami berdua menoleh. Dan di sana, berdiri seorang wanita dengan wajah muram, kontras dengan pakaiannya yang anggun dan menawan. Sophia Lennox, wanita yang menjadi alasan semua ini terjadi, berdiri di ambang pintu ditemani oleh seorang kepala pelayan.Sophia menatapku dengan mata berkaca-kaca. "Lili, aku memperlakukanmu seperti saudara selama ini. Bagaimana kau bisa mencuri pria yang seharusnya menjadi suamiku saat aku sedang berjuang untuk perusahaan kita di cabang yang jauh dari kota?" suaranya penuh kekecewaan."Sophia, kau salah. Aku tidak pernah..." Aku mencoba membela diri, tetapi tubuhku kadung gemetar hebat. Kedatangan Sophia secara tiba-tiba benar-benar membuatku kehilangan kata-kata.Ayahku, Duran Lennox mencampakkan ibuku yang seorang pelayan setelah dia menemukan Alina, wanita yang dijodohkan untuknya. Bersatunya ayahku dan Alina melahirkan Sophia setahun setelah aku lahi
LILIANADi luar kamar, Sophia duduk di ruang tamu, menikmati secangkir the yang disiapkan pelayan. Ketika aku berjalan melewatinya, ia memandangku dengan tatapan dingin. Kukepalkan tangaku kuat-kuat. Aku tahu dia mencoba membuatku terlihat buruk dan ingin menjadikanku tersangka untuk segala hal yang tidak pernah aku lakukan."Kau seharusnya tahu kapan harus menyerah, Lili," katanya tanpa menoleh.Aku berhenti sejenak, lalu menjawab dengan suara pelan namun tegas, "Aku tidak pernah mencoba merebut apa pun darimu, Sophia. Tapi aku juga tidak akan membiarkan diriku diinjak-injak. Ah, dan aku juga ingat bagaimana caramu menyebut-nyebut dengan jijik 'pria tua dan cacat' itu dalam setiap kesempatan jamuan the dengan para sahabatmu!"Sophia tersenyum tipis, tetapi tidak berkata apa-apa lagi. Aku melanjutkan langkahku, meninggalkan vila dengan perasaan campur aduk. Entah kenapa kata-kata ibu tiriku lagi-lagi mengiringi langkahku."Perusahaan kita sedang terancam! Banyak karyawan yang harus ki
ETHANLangit malam berpendar dengan sinar bulan yang redup ketika Sanders berhenti di depan gerbang mansion, dan pasti dia akan membawaku masuk ke ruanganku. Napasku masih terengah-engah, bukan karena kelelahan, tetapi karena amarah yang mendidih di dadaku. Begitu pintu mobil terbuka, aku berteriak padanya dengan tatapan penuh bara."Sanders! Apa yang kau lakukan?!" teriakku penuh kemarahan.Dia tidak menjawab. Sanders bergerak secara efektif dan membantuku duduk di kursi roda. Tubuh tegapnya bergetar halus sebelum akhirnya dia berlutut di hadapanku, kepalanya tertunduk. Aku tidak membutuhkan penjelasannya. Aku tahu persis apa yang baru saja dia lakukan.Plak!Tinju kananku mendarat keras di wajahnya, membuat kepalanya sedikit terpelanting. Namun, Sanders tetap diam, tidak membalas, bahkan tidak mengangkat kepalanya."Maafkan aku, Bos. Aku hanya menjalankan tugasku untuk melindungimu," ujarnya lirih.Plak!Tinju keduaku menghantam pipinya, lebih keras dari sebelumnya. Napasku memburu,
LILIANADarahku berdesir kencang, napasku tersengal, dan tubuhku membeku dalam kehangatan yang aneh. Tidak lama aku duduk di pangkuan Ethan yang keras dan berotot. Entah bagaimana aku memikirkan semua itu.Apakah dia berolahraga? Ethan bahkan tidak bisa berdiri dengan kedua kakinya, lalu bagaimana dia melatih otot-otot kakinya sampai sekeras dan seenak ini? Wajahku bersemu merah memikirkan hal-hal yang tak pantas. Aku segera menepis pemikiran memalukan itu."Kenapa kau kembali ke sini?" geram Ethan. "Sudah kuperingatkan kau untuk tidak pernah muncul lagi di hadapanku, kan?"Di pangkuannya, aku berusaha mendorong dada Ethan agar aku bisa menatapnya dengan tajam. "Aku juga tidak menginginkannya! Kaulah... jika bukan karena kau, para serigala ini tidak akan memburuku!"Ethan marah, bukankah seharusnya itu aku yang marah? Enak saja dia menyalahkanku. Aku berusaha untuk turun dari pangkuan Ethan, akan tetapi dari arah yang berbeda, aku mendengar suara derap langkah kaki. Bukan hanya satu a
LILIANADi luar kamar, Sophia duduk di ruang tamu, menikmati secangkir the yang disiapkan pelayan. Ketika aku berjalan melewatinya, ia memandangku dengan tatapan dingin. Kukepalkan tangaku kuat-kuat. Aku tahu dia mencoba membuatku terlihat buruk dan ingin menjadikanku tersangka untuk segala hal yang tidak pernah aku lakukan."Kau seharusnya tahu kapan harus menyerah, Lili," katanya tanpa menoleh.Aku berhenti sejenak, lalu menjawab dengan suara pelan namun tegas, "Aku tidak pernah mencoba merebut apa pun darimu, Sophia. Tapi aku juga tidak akan membiarkan diriku diinjak-injak. Ah, dan aku juga ingat bagaimana caramu menyebut-nyebut dengan jijik 'pria tua dan cacat' itu dalam setiap kesempatan jamuan the dengan para sahabatmu!"Sophia tersenyum tipis, tetapi tidak berkata apa-apa lagi. Aku melanjutkan langkahku, meninggalkan vila dengan perasaan campur aduk. Entah kenapa kata-kata ibu tiriku lagi-lagi mengiringi langkahku."Perusahaan kita sedang terancam! Banyak karyawan yang harus ki
LILIANAEthan tersenyum dingin. Sebelum ia berbalik dan pergi, suara tapak sepatu terdengar dari pintu. Kami berdua menoleh. Dan di sana, berdiri seorang wanita dengan wajah muram, kontras dengan pakaiannya yang anggun dan menawan. Sophia Lennox, wanita yang menjadi alasan semua ini terjadi, berdiri di ambang pintu ditemani oleh seorang kepala pelayan.Sophia menatapku dengan mata berkaca-kaca. "Lili, aku memperlakukanmu seperti saudara selama ini. Bagaimana kau bisa mencuri pria yang seharusnya menjadi suamiku saat aku sedang berjuang untuk perusahaan kita di cabang yang jauh dari kota?" suaranya penuh kekecewaan."Sophia, kau salah. Aku tidak pernah..." Aku mencoba membela diri, tetapi tubuhku kadung gemetar hebat. Kedatangan Sophia secara tiba-tiba benar-benar membuatku kehilangan kata-kata.Ayahku, Duran Lennox mencampakkan ibuku yang seorang pelayan setelah dia menemukan Alina, wanita yang dijodohkan untuknya. Bersatunya ayahku dan Alina melahirkan Sophia setahun setelah aku lahi
LILIANAAstaga, ada apa denganku? Seharusnya aku benci dia! Setelah sebulan menikah, baru tadi malam dia menunjukkan wajahnya dan menyentuhku! Mungkin karena efek alkohol atau entah apa.Ethan menenggelamkan wajahnya ke lekuk leherku yang licin karena keringat. Aku tidak berdaya. Bahkan bersuara pun aku terlalu takut. Rambut panjangku berjuntaian di antara belahan dadaku dan menguarkan bau shampo yang begitu wangi dan lembut.Dia melakukan percintaan yang paling primitif. Dengan kekuatannya, Ethan seolah tidak terbendung. Sedangkan aku hanya bisa menangkap bau alkohol yang keluar dari tubuhnya. Aku hanya terus melakukan apa yang dia perintahkan dan tidak berdaya. Tanganku hanya bisa mengepal kuat. Kuku-kukuku yang sebelumnya dicat warna merah, kini mencengkeram kuat ke telapak tanganku hingga berdarah.Ethan terus mencumbuku bolak-balik. Dia memang tidak bisa berjalan, tapi kejantanannya sama sekali tidak ada cela!Aku hanya merasakan kesakitan dan kehancuran yang tidak berakhir. Pada
LILIANA LENNOXKubuka mataku perlahan. Pagi rasanya masih jauh dari harapan. Tubuhku terasa berat, tapi mataku tak mau terpejam lebih lama lagi. Aku masih syok dan juga sangat lelah setelah melewati malam yang panjang dan menyiksa. Malam yang benar-benar membuka kesadaranku, akan betapa bodohnya aku selama ini! Bahkan bau alkohol masih tersisa di udara, bercampur dengan aroma parfum Ethan yang maskulin dan membuatku merinding.Dengan kesadaran penuh, aku keluar dari selimut dan meraih gaun tidurku yang terserak di lantai. Aku berjalan dengan hati-hati menuju ke jendela setinggi langit-langit, membuka tirainya, dan menatap pemandangan lampu berwarna-warni di bawah sana."Celestia," bisikku pada diri sendiri. "Kota yang tak pernah tidur. Sebentar lagi matahari terbit. Berharap aku akan hilang oleh sinarnya..."Solaris Heights adalah kawasan vila yang hanya dihuni oleh kalangan elite di Celestia, telah menjadi sangkar emasku sejak sebulan yang lalu. Aku terkurung di balik pagar besi ting