"Raka memang tidak akan bisa menikahi Chia. Tetapi pernikahan ini akan tetap bisa berjalan. Pesta ini harus tetap berlangsung. Pernikahan ini harus tetap terlaksana. Putra sulung kami yang akan menggantikannya. Fahad lah yang akan menikahi Chia menggantikan Raka." *************** Hari pernikahan sudah di depan mata, tapi calon suamiku malah ketahuan menghamili sahabatku sendiri. Akhirnya pengantin pria pun digantikan. Aku dinikahi oleh kakaknya. Laki-laki yang seharusnya menjadi Abang iparku. Takdir macam apa ini?
Lihat lebih banyakDua hari berikutnya ....Hari-hariku masih sama. Ikut bekerja di kantor milik Bang Fahad dan menjadi asisten pribadinya. Masih banyak hal yang terasa asing dalam pekerjaan baru ini, memaksaku untuk terus belajar sedikit demi sedikit.Satu ruangan dengan bang Fahad, ternyata itu lebih baik dibanding satu rumah seharian penuh. Karena Bang Fahad fokus di mejanya dan aku bisa menikmati waktu di mejaku. Aku bahkan tidak tahu apa fungsiku di kantornya itu, karena aku sama sekali tidak diberi pekerjaan. Dibanding bekerja, aku lebih banyak membuka youtube dan Bang Fahad tidak curiga sedikitpun.Sudah dua hari ini tidak ada lembur seperti pada hari pertama bekerja. Mobil Bang Fahad hampir mendekati rumah saat jam di pergelangan tanganku menunjuk di angka setengah lima sore.Beberapa meter lagi sampai di depan gerbang pagar, keningku mengernyit melihat dua orang yang berada di luar pagar. Hingga mobil makin dekat dan barulah aku tahu, j
*********Hari pertama bekerja, aku benar-benar dibuat kebingungan. Ternyata perusahaan bang Fahad bergerak di bidang grafis. Melenceng jauh dari pekerjaanku sebelumnya yang berkutat di bidang akuntansi.Hari pertama bekerja sebagai asisten pribadi, aku hanya diminta mempelajari beberapa file berisi data-data yang tidak kupahami sama sekali. Sampai jam pulang tiba, aku tidak mengerjakan apa-apa. Hanya mempelajari file yang sebelumnya Bang Fahad berikan. Tapi itu lebih baik, karena Bang Fahad fokus di meja kerjanya hingga tidak berisik menggangguku.Tapi di hari pertama masuk di kantornya, Bang Fahad sudah menerapkan lembur. Saat kembali ke rumah, benar saja sudah ada seorang penjaga yang mengisi di pos depan.Di dalam rumah, aku langsung menjatuhkan tubuh di sofa panjang ruangan televisi. Meredakan lelah yang terasa membalut sekujur tubuh ini. Jam dinding di ruangan ini menunjukkan di angka delapan. Benar-benar hari yang teras
Mataku membulat menatap Bang Fahad dengan tak percaya. Aku menarik tanganku cepat sampai terlepas. "Gak mau! Aku gak mau kerja di kantor milik Abang. Seenaknya aja Abang bikin aku diberhentikan dari kantor itu. Nyebelin!" sungutku seraya bangkit dari sofa.Bang Fahad mengangkat kedua bahunya. "Ya terserah kamu. Kalau tidak mau, saya tidak memaksa. Artinya, kamu akan menghabiskan waktu seharian di rumah selama saya bekerja.""Lebih baik seperti itu!" selaku cepat.Kepala Bang Fahad terangguk. "Silakan. Tapi mulai hari ini, akan ada penjaga rumah yang bekerja di pos depan. Menjaga rumah ini dan memantau pergerakan kamu juga."Mataku membeliak dan menatapnya sangat kesal. "Bisa gak sih, sekali aja gak bikin orang naik darah? Kok ada orang nyebelin dan ngeselin kek Abang?!" Aku menghentakkan kaki ke lantai. Meluapkan rasa kesal pada lelaki tua ini.Dia pun seketika berdiri. "Semua tergantung kamu," tukasnya sebelum pe
Aku mengerjapkan mata dengan cepat. Setelah terbuka, keadaan tampak hanya temaram. Aku mencoba memandangi sekeliling. Ada dua lampu senter menyala di atas meja. Menggerakkan kepalaku hingga menoleh. Dan ternyata ... aku tidur di atas paha Bang Fahad. Pelan-pelan aku lantas bangkit hingga terduduk menghadap pada Bang Fahad. Menatapnya yang tertidur dalam posisi duduk.Aku menatap sekeliling yang masih gelap. Apalagi bagian dalam rumah Bang Fahad. Hanya ruangan ini yang memiliki penerangan, itupun hanya berasal dari dua buah senter di depan kami.Aku memiliki trauma dengan kegelapan dan kesendirian. Melihat ada Bang Fahad denganku, setidaknya aku tidak perlu merasa cemas.Aku meraba-raba ke atas meja. Mengambil ponsel milikku yang ternyata malah tidak aktif. Kemungkinan baterainya habis. Lekas aku mengambil ponsel milik Bang Fahad dan menyalakan layarnya, melihat jam digital yang menunjukkan pukul satu dini hari.Aku mengembus na
(14)Aku lari terbirit-birit sampai keluar dari kamar."Ada apa?" Bang Fahad datang dari arah dapur.Aku menunjuk ke arah kamar yang pintunya terbuka lebar. "I—itu ... ada nomer gak dikenal yang kirim video ke nomerku," jawabku terbata. Aku masih sangat kaget."Video apa?" tanya Bang Fahad dengan suara datarnya.Aku menggeleng lemah. "Video menjijikkan. Aku gak mau lihat lagi. Abang bantu aku hapus videonya. Aku mau ke dapur!" tukasku kemudian berlari cepat menuju dapur.Duduk di kursi makan lalu menuangkan air. Meneguknya hingga membasahi tenggorokan. Aku mengatur napas yang terengah-engah dengan tatapan lurus pada meja makan ini."Kamu ingin saya menghapus video ini?" tanya Bang Fahad sambil memperlihatkan layar ponselku. Sialnya dia malah menunjukkan tangkapan awal dari video tadi. Membuatku refleks menutup wajah dengan kedua tangan."Ngapain diliatin lagi sih, Bang? Jijik tahu!
Branggg!"Astaga ... malah pecah," gumamku saat tidak sengaja menjatuhkan piring. Aku bermaksud menaruhnya pada rak pengering di sebelah kiri, tapi entah kenapa malah licin dan akhirnya jatuh dari tanganku. Buru-buru aku mencuci tangan yang penuh buih sabun hingga bersih lalu mengeringkannya. Kemudian berjongkok untuk mengumpulkan pecahan beling yang berserakan di lantai dapur ini. "Stop!"Sebuah suara mengejutkan dan menahan gerakan tanganku yang sudah bersiap menyentuh pecahan-pecahan piring itu. Aku menoleh dan tampak Bang Fahad berjalan ke arahku."Tadi keiris pisau sekarang kamu pecahkan piring? Ya Tuhan ... kamu benar-benar tidak pernah ke dapur?" tanyanya yang langsung membuatku menggelengkan kepala.Terdengar Bang Fahad menarik napasnya dalam-dalam. "Kamu mau membereskan pecahan piring ini dengan tangan kosong?" tanyanya lagi dan aku mengangguk kali ini.Bang Fahad mengembus napas kasar. "En
"Raka ...." Aku menyeru namanya dengan suara terdengar lemah.Tangan Rakana masih mencekal lenganku begitu erat. Dia juga melayangkan tatapan tajam yang sedetik kemudian berubah menjadi tatapan memelas."Pasti kamu 'kan yang udah bicara sama Bang Fahad, supaya dia mengusir aku dan Faula dari sini?" tuduhnya tanpa tedeng aling-aling.Keningku sontak melipat, menatap lelaki itu dengan mata memicing. "Maksud kamu apa?!" Suaraku terdengar meninggi. Tidak terima dengan tuduhannya.Rakana mendecak. "Semalam, pasti kamu mendengar pembicaraan aku sama Faula 'kan? Entah kamu juga melihat atau enggak saat aku menenangkan Faula dengan memeluknya. Aku yakin, kamu pasti cemburu. Aku yakin sekali, kamu gak terima karena aku menenangkan dia seperti itu. Terus, kamu laporan sama Bang Fahad. Kamu bicara sama dia supaya dia mengusir aku pagi ini dari sini. Iya kan? Kenapa, Chi? Kenapa kamu tega? Papa dan Mamaku sudah mengusir aku dari rumah. Ter
Aku mengerjapkan mata sampai akhirnya terbuka sempurna. Keningku mengernyit, begitu menyadari hal yang pertama kulihat adalah langit-langit kamar. Aku lantas mengedarkan pandangan dan ternyata aku memang berada di kamar, terbaring di atas kasur lalu secepatnya aku pun duduk.Kupejamkan kembali kedua netraku. Mengingat hal terakhir yang aku yakini, bahwa semalam aku tidak tidur di sini. Aku mengurung diri di dalam kamar mandi dan menangis sejadi-jadinya di sana, sampai aku merasa lelah serta mengantuk dan membiarkan diriku tertidur di sana. Iya, aku ingat sekali. Kenapa sekarang aku ada di sini?Apa jangan-jangan, Bang Fahad yang sudah memindahkan?Kalau iya, kenapa bisa-bisanya aku tidak sadar? Bagaimana kalau dia sudah macam-macam saat aku tertidur?Oh, shit!Aku meraba-raba pakaian yang memang masih melekat sempurna di badan. Tidak ada yang aneh, tapi siapa juga yang tahu 'kan?Aku menggaruk kepal
Aku tidur lebih awal. Sepulang meeting siang tadi, Bang Fahad benar-benar memberiku tugas untuk berbelanja. Dia memintaku memenuhi catatan yang sudah dibuatnya. Hingga badanku rasanya pegal karena harus berkeliling swalayan besar. Karena itu menjadi hal pertama bagiku, tentu saja aku lambat melakukannya. Sehingga berbelanja baru selesai saat sore tadi. Gilanya lagi, Bang Fahad juga memintaku membereskan barang belanja yang begitu banyak itu setelah tiba di rumah. Yang benar saja? Aku rasa memang sudah tidak waras laki-laki tua itu. Aku tidak menggubrisnya. Aku memilih bersantai dengan menikmati sore hari tadi di pinggir kolam renang. Entah bagaimana nasib belanjaan itu sekarang. Di tengah-tengah lelapnya tidur, tenggorokan terasa seret. Aku harus minum hingga tidurku pun terbangun. Aku masih lupa menyediakan gelas minum, karena itu semuanya biasanya disiapkan pembantu saat masih tinggal di rumah Mama dan Papa. Meski malas, aku tetap bangun. Mataku rasanya berat sekali untuk terbuk
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen